Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Kreatif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Kreatif. Tampilkan semua postingan

Selasa, Februari 07, 2017

Spiritualisme Itu Penting Pertamakali Diajarkan Di Sekolah

"One's everyday life is never capable of being separated from his spiritual being" (Mahatma Gandhi)

Saya memilih konsep ketuhanan dari sekian banyak pilihan workshop yang bisa saya ikuti dalam Temu Pendidik Nusantara. Saya tahu konsep ketuhanan itu nyata tetapi bagaimana dari persfektif orang lain yang juga sudah lama berkecimpung dalam bidang keagamaan ini. Hasilnya! Sungguh luar biasa. Banyak sekali jawaban-jawaban yang saya dapatkan dari Pak Ustadz, saya panggil pak Ustadz sebagai bentuk penghargaan dan penghormataan saya pada keilmuan yang sudah dimiliki pemateri saat itu.

Ustadz menyampaikan dengan cara yang elegan bahwa untuk mengenal konsep ketuhanan ini hal yang utama dan mendasar perlu ditanamkan dalam diri anak adalah konsep spiritualisme. Spiritualisme ini sangat penting agar kelak anak tidak memahami agama sebagai aksiomatik. Agama bukan sekadar dogmatik saja tetapi agama adalah sebuah kebutuhan hidup yang memancarkan kebaikan untuk umatnya.

Spiritualisme Itu Penting Pertamakali Diajarkan Di Sekolah (Iden Wildensyah)
Hal ini menampik kenyataan banyaknya orang yang beragama tetapi masih dipermukaan saja, isinya sangat jauh berbeda. Bungkus yang berbeda dengan isi, padahal seharusnya bungkus menggambarkan isi dari dalam. Nah, konsep ketuhanan yang didasari oleh spiritualisme ini seiring degan kajian-kajian di Studi Group yang saya ikuti saat membahas pemikiran Rudolf Steiner atau yang menginisiasi Sekolah Waldorf, bahwa mengajarkan agama itu lewat spiritualisme bukan lewat dogma-dogma yang sekarang bertebaran di sekolah-sekolah.

Menginternalisasi nilai-nilai agama dalam diri pendidik adalah hal utama sebelum mengajarkan agama yang baik pada anak didik di sekolah atau di rumah. Internalisasi ini menjadi sangat penting karena nilai inilah yang akan memancarkan kebaikan untuk anak-anak kemudian diserapnya menjadi sebuah kebaikan yang universal.

Tentang hal ini saya mengingat sebuah tulisan dari Emha Ainun Najib berikut ini:
Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya: kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama.

Idealnya, orang beragama itu mesti shalat, misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang.

Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.

Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya. Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.

Spiritualisme dalam Kebersihan Pangkal Kesehatan

Di sesi selanjutanya saya bernyanyi bersama-sama. Tidak bertolak belakang, keduanya memiliki nilai spiritualisme yang menarik satu sama lain. Dalam sesi workshop kedua itu saya bertemu dengan para pegiat pendidikan alternatif yang sudah lama melakukan kegiatan peduli musik anak seperti Karina dan Ribut Cahyono. Sungguh sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan saat bersama-sama mengkaji kedalaman sebuah arti musik untuk anak-anak. Terlebih dari musik bukan sekadar lagu yang akan dinyanyikan dan harus dihapal tetapi lebih dari itu, musik akan menumbuhkan sense yang berguna untuk anak-anak.

Bernyanyi selanjutnya adalah kebersihan pangkal kesehatan! Jauh dari pembahasan awal di tulisan saya tetapi lagu sederhana yang dinyanyikan untuk anak-anak biasanya memiliki nilai yang luar biasa besar. Less is more, semakin sedikit semakin besar makna yang didapatkan oleh anak. Daripada banyak-banyak instrumen, melodi, dan lirik yang aduhai banyak, cukup sedikit tapi akan memberikan banyak makna untuk anak-anak.

Lalu, apa spiritualisme dalam sebuah kalimat ‘kebersihan pangkal kesehatan?’ Kalau di sekolah-sekolah sering terlihat banyak sekali slogan-slogan yang dipampang di pintu atau di dalam kelas. Misalnya berlomba-lomba dalam kebajikan, jangan menunda pekerjaan, jagalah kebersihan, dan kebersihan sebagian dari iman. Akan tetapi kenyataan masih kotor di beberapa tempat, kamar mandi atau wc siswa di beberapa sekolah penuh dengan coretan-coretan, berbau tak sedap, bahkan tak jarang kotornya sangat keterlaluan. Pertanyaannya apakah siswa atau guru tidak bisa membaca makna dari kebersihan sebagian dari iman? Mereka bisa membaca, tahu tapi hanya sekadar tahu tidak mempraktikannya dalam keseharian. Persis seperti beragama, banyak yang tahu ayat-ayat tetapi pada praktiknya masih jauh dari nilai-nilai yang terkandung dalam ayat tersebut.

Sangat komplek dan begitu mendalam bahasan ini buat saya. Inilah kenapa saya katakan bukan sekadar pertemuan, ini adalah tentang berbagi inspirasi, berbagi semangat, dan berkolaborasi. Kolaborasi dalam sebuah nyanyian terasa merdu saat semua orang diberi kesempatan yang sama dengan apresiasi yang sama pula dari semuanya. Tak bisa berdiri sendiri, iyah! Nyanyian terasa merdu saat dinyanyikan dengan penghayatan yang dalam. Jadi, Mas Ibut ayo ambil gitarnya mari bernyanyi! “Kebersihan pangkal kesehatan!”

Share:

Senin, Februari 06, 2017

Bukan Sekadar Pertemuan Tapi Berbagi Inspirasi Mendidik

Live as if you were to die tomorrow. Learn as if you were to live forever” (Mahatma Gandhi)

Bulan November 2016 hujan sedang mengguyur sebagian besar Indonesia tak terkecuali Kota Jakarta. Hujan tak menyurutkan semangat para pendidik dari berbagai wilayah di Indonesia untuk bersama-sama berbagi cerita dalam sebuah acara yang inspiratif, Temu Pendidik Nusantara. Dari Bandung saya bergegas berangkat pada hari H, beberapa pendidik sudah hadir di Jakarta sehari sebelumnya terutama yang berasal dari luar pulau Jawa. Mereka bersemangat untuk menghadiri dengan aktif pertemuan dan workshop yang sudah jauh-jauh hari disampaikan dalam media publikasi yang disebarkan oleh panitia pelaksana.

Bukan Sekadar Pertemuan Tapi Berbagi Inspirasi Mendidik (Iden Wildensyah)

Pertemuan para penggerak guru belajar dilaksanakan di Gelanggang Remaja Jalan Ragunan no 1 Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Najeela Shihab, seorang pendiri sekolah Cikal dan Bukik sudah memandu acara sejak pagi, saya datang di tengah-tengah acara berlangsung. Walaupun datang di tengah-tengah, saya sudah menangkap beberapa inti dari pertemuan sebelumnya. Diskusi interaktif tersebut begitu memukau karena menghadirkan guru-guru inspiratif yang memberikan warna-warna baru buat pendidikan di Indonesia.

Kalau cuma sekadar mengikuti acara duduk manis kemudian pulang itu sudah mainstream dilakukan pendidik di Indonesia. Memberikan dimensi yang berbeda pada setiap pertemuan itu baru antimainstream. Bertemu tokoh-tokoh yang menginspirasi dari berbagai pelosok negeri ini adalah hal termewah yang saya syukuri saat itu. Mereka adalah guru saya, mereka adalah inspirator saya dalam bergiat. Sebut saja ada Lany Rh, Rizqy Rahmat Hani, Imanuel Lawalata, mereka memberikan dimensi yang menarik selama pertemuan. Bersama mereka saling menguatkan semangat, berbagi ide, berbagi keceriaan, dan tidak lupa bagi-bagi nomor telepon satu sama lain.

Berbagi Inspirasi Lewat Diskusi Interaktif

Kegiatan yang dilakukan para pendidik di Indonesia biasanya monoton, ada pemateri kemudian sisanya duduk manis. Dalam beberapa kesempatan saya selalu tak bisa tahan dalam kondisi seperti itu. Saya memilih keluar ruangan kemudian mencari ide segar di luar seminar atau workshop jika kondisi terjadi satu arah.

Berbeda dengan seminar para pendidik umumnya, diskusi pagi itu adalah diskusi interaktif yang sangat saya sukai. Saya suka bukan hanya pengemasanya tetapi juga konten dan konteksnya. Sebut saja salah satu pemicu diskusi kelompok yang saya ikuti yaitu tentang bagaimana meningkatkan kreativitas dengan mendobrak senioritas yang muncul dalam lembaga pendidikan. Senioritas perlu dilawan dengan kreativitas dengan tetap memunculkan rasa hormat untuk mereka yang sudah duluan terjun dalam mendidik anak-anak. Yah, saya paling suka melawan jika muncul senioritas. Senioritas hanya melahirkan sikap arogan yang tidak membangun. Sikap ini bisa menghilangkan kreativitas dalam mendidik yang hadir dari para anak muda yang mau menjadi pendidik.

Diskusi lainnya tak kalah menarik terutama misalnya saat mendengarkan cerita Bupati Bojonegoro yang dipandu oleh Najwa Shihab. Dengan gaya yang interaktif, Najwa mampu membawa peserta merasa terlibat dalam setiap diskusinya. Nah, di saat itu ada satu pertanyaan yang bisa juga menjadi satu pernyataan untuk Bupati Bojonegoro dalam persfektif saya yaitu sikapnya terhadap pendidikan alternatif. Baiklah, saya tuliskan saja di sini. Saya ingin tahu bagaimana pengelolaan sekolah-sekolah alternatif di Bojonegoro dalam mempertahankan keunikannya. Apakah dengan tetap mengikuti standarisasi yang diberikan oleh pemerintah atau berani untuk tetap bertahan sekalipun kemudian seolah terlepas dari akreditasi, misalnya! Nah hal ini ingin saya sampaikan mengingat salah satu tantangan sekolah alternatif adalah hantu standarisasi dari pemerintah.

Share:

Rabu, Januari 04, 2017

Masa Transisi Filsafat, Thomas Hobbes, Dan Pergeseran Cara Berpikir

Dalam perkembangan filsafat, setiap waktu selalu menarik untuk melihat transisi-transisi yang memengaruhi pemikiran selanjutnya. Pergolakan pemikiran akan terus berlanjut selama manusia masih menggunakan otaknya untuk berpikir. Manusia masih bertanya-tanya tentang fenomena yang terjadi. Dahulu dengan sekarang pada hakikatnya tidak jauh berbeda. Teknologi yang berkembang sekarang hanya pembeda kecilnya.

Pada kenyataannya, transisi ini selalu memberikan hal yang unik karena sebagai pembaca, saya menemukan sisi-sisi yang menjadi referensi buat pemikiran yang akan datang. Pada masa transisi ini juga lahir tokoh-tokoh baru yang melawan, mengkritik, atau mendukung pemikiran sebelumnya. Eh kalau ditelusuri lebih jauh juga ternyata kehadiran pemikir semacam Plato, Socrates, Aristoteles juga karena ada sebuah kondisi transisi. Mereka kemudian memberikan ide-ide dan menyebarkan konsep tersebut kepada khalayak banyak pada masanya.

Philosophy


Dari sekian banyak filsuf di masa lalu, adakah yang tahu siapa Maimonides, Averroes, Aristophanes, dan perannya di tengah-tengah para filsuf terkenal seperti Thomas Aquinas, Ibnu Sina, dan lain-lain. Mereka adalah filsuf yang muncul di tengah-tengah untuk menyeimbangkan antara pemikiran sebelumnya dengan fenomena yang sedang terjadi.

Maimonides (1135-1204) misalnya, ia adalah seorang filsuf Yahudi yang melihat ada hutang terhadap orang Arab pengikut Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal adalah Guide for the Perplexed, di mana dia mencoba mengharmoniskan ajaran Aristoteles dengan Judaisme. Dia mengatakan bahwa baik Muhammad maupun Aristoteles tidak memberikan kita catatan yang meyakinkan tentang kebenaran, tetapi bahwa usaha mencari kebenaran harus dilihat sebagai suatu misi spiritual. (Neil Turnbull, Filsafat, Hal 87)

Beda dengan Maimonides, Aristophanes adalah sosok yang menyerang Socrates. Socrates sering disangka seorang sofis. Aristophanes (448 – 388 SM), seorang penulis naskah drama yang menyerang Socrates sebagai pemilik ilmu bodoh dalam dramanya yang berjudul The Clouds. Namun, Socrates bukanlah seorang sofis. Ia malah berusaha mencegah filsafat terlibat dalam kebudayaan sinis pasar Athena (agora).

Thomas Hobbes dan Pergeseran Cara Berpikir
Berbeda dengan para pemikir sebelumnya, Thomas Hobbes hadir menjadi filsuf pertama yang memberikan contoh pergeseran cara berpikir. Bagi para rasionalis awal, tidak ada pengetahuan pasti selain pengetahuan matematis. Matematika dilihat para pemikir teknokrasi sebagai dasar yang paling jelas, ringkas, dan aman untuk membangun teknokrasi baru.

Thomas Hobbes (1588-1679) berasal dari Inggris, Hobbes berkarya pada masa perselisihan paling tegang antara para modernis dan generasi kuno, yaitu pada masa perang saudara Inggris (1642-1648). Menurut Hobbes, jika dibiarkan bertindak menurut sifat aslinya, manusia tidak memiliki moral sama sekali. Altruisme, yaitu gagasan bahwa kita harus menghargai orang lain seperti kita menghargai diri sendiri, hanya ilusi. Oleh sebab itu, masyarakat yang kekurangan pussat-pusat kekuasaan untuk mengendalikan sifat egoisnya akan berubah menjadi anarkis. Pada kondisi itu, kehidupan manusia terpencil, buruk, kasar, dan kerdil. Satu-satunya cara untuk menekan watak alami kita, menurut Hobbes, adalah dengan menyerahkan kehendak kita kepada Leviathan yang maha kuasa. Leviathan adalah penguasa imajiner yang memaksa manusia hidup beradab.

Ada banyak sekali pemimpin-pemimpin imajiner di sekitar kita yang menguasai manusia secara tidak sadar. Mereka yang digerakan tanpa berpikir lebih mudah dikuasai oleh para pemimpin imajiner seperti itu. Dalam konteks kekinian, banyak sekali tokoh-tokoh politik yang bergerak dan muncul ke depan sementara pemimpinnya yang tidak kelihatan mengendalikan di luar kuasa dirinya.

Nah, di sinilah sosok-sosok yang muncul di tengah-tengah yang mampu memberikan sisi lain untuk dipelajari. Masih banyak sekali tokoh filsuf yang menuliskan pemikirannya di tengah-tengah kondisi yang tidak memungkinkan jika dilihat dalam kondisi sekarang. Baik kondisi perang, keadaan transisi antara kelompok satu dengan kelompok lainnya serta hal-hal lain. Kehadiran di masa transisi selalu menarik untuk diamati. Termasuk dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini ketika kelompok satu bertikai dengan kelompok lainnya untuk memberikan pengaruh besar bagi rakyat Indonesia. Buat saya, kondisi ini menjadi menarik untuk para pengamat 
Share:

Rabu, Desember 14, 2016

Jelajah Geotrek Matabumi Sebagai Pendidikan Alternatif Yang Menarik

Jelajah Geotrek Matabumi bisa menjadi alternatif pendidikan yang menyenangkan untuk anak-anak dan juga orang dewasa. Sejatinya belajar adalah menghadirkan antusiasme serta kejutan-kejuatan yang akan dikenang sampai kapanpun. Pengalaman belajar yang tidak dirasa sebagai pembelajaran, mengalir begitu saja lewat kesenangan-kesenangan bermain dan berinteraksi dengan alam.

Jelajah Geotrek sudah dilakukan sejak lama, inilah kesempatan pertama kali secara formal saya turut serta berada di tengah-tengah penyelenggara Matabumi dan interpreter T Bachtiar. Sisanya saya lakukan secara mandiri dengan mendatangi tempat-tempat yang direkomendasikan dalam buku Wisata Bumi Cekungan Bandung yang disusun oleh T Bachtiar dan Budi Brahmantyo. Buku yang menginspirasi saya untuk mengunjungi tempat-tempat dengan nilai edukasi yang tinggi karena hubungannya dengan pelajaran sains dan pelajaran-pelajaran lainnya.

Jelajah Geotrek Pangalengan Bersama Matabumi (iden wildensyah)
Sebagaimana dituturkan oleh T Bachtiar dalam setiap tempat yang dikunjungi, nilai penjelajahan atau perjalanan menjadi sangat bermakna. Bukan sekadar berjalan menjelajahi, menikmati, kemudian meninggalkannya begitu saja. Lewat komunitas Matabumi, T Bachtiar menyampaikan banyak pesan-pesan pembelajaran yang mendalam. Tentang sisi-sisi lain kehidupan yang berhubungan dengan alam, sejarah, kebajikan, dan pelajaran lainnya.

Jika materi pelajaran di sekolah disampaikan teoritis dengan penjelasan yang monoton oleh guru, maka di alam terbuka, pembelajaran itu terbentang luas. Para peserta, khususnya buat anak-anak bisa melihat langsung, bisa merasakan langsung, dan bisa memaknai langsung pembelajarannya tanpa harus repot-repot menjelaskan lewat ceramah. Jangan sampai anak-anak tidak tahu asal muasal segala hal yang ada di kehidupan ini. Akan sangat lucu jika dikemudian hari ketika anak ditanyakan darimana asalnya telur, semua menjawab dari pabrik karena menganggap telur dihasilkan oleh pabrik persis seperti menghasilkan mobil, motor, dll. Dengan geotrek, seperti yang disampaikan T Bachtiar, diharapkan anak-anak bisa tahu banyak hal lewat pengalaman langsung. Mengetahui asal muasal teh yang diseduh dari tumbuhan teh yang ditanam, listrik yang menyala dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap, dan masih banyak lagi.

Dari sisi pembelajar, Geotrek bisa menjadi stimulan untuk anak-anak dan orang dewasa belajar lagi tanpa mengurangi keasyikan jalan-jalannya. Saya takjub dan merasa pembelajaran selama melakukan perjalanan hari itu mengalir dengan alamiah. Inilah sebentuk pendidikan alternatif yang menjadi angin segar untuk Indonesia.
Share:

Jumat, November 25, 2016

4 Kemampuan Dasar Untuk Menjadi Guru Menyenangkan Saat Ini

"Technology is just a tool. In terms of getting the kids working together and motivating them, the teacher is the most important" Bill Gates

Catatan ini adalah pengalaman, bisa jadi semacam hasil refleksi belajar bersama anak-anak di sekolah. Sama halnya dengan THAB (Teknik Hidup Di Alam Bebas) yang dipelajari kemudian dipraktikan pada saat mendaki gunung, susur pantai ataupun kegiatan di alam terbuka lainnya.
Kemampuan dasar seorang guru ini dibuat karena banyak hal yang tidak terduga sebelumnya. Memberikan banyak makna dan banyak pelajaran penting buat saya secara pribadi. Saya tidak mengalami menjadi guru anak-anak sebelum menulis catatan ini, maka dari itu saya membaca untuk memahami hal yang ingin saya ketahui seputar guru.
Saya membiasakan diri untuk merefleksikan diri dari setiap kejadian di sekolah dan juga di luar sekolah. Saya percaya bahwa anak itu lahir dengan naluri untuk tumbuh dan berkembang. Orang tua dan guru berperan dalam mengarahkan karena peran ini memiliki peran yang signifikan dalam membentuk karakter anak. Untuk itu saya meringkas pengalaman ini dalam bentuk kemampuan dasar seorang guru.
Kemampuan Dasar ini dibagi dalam 4 bagian: (1) kemampuan berkesenian, (2) kemampuan berteater, (3) kemampuan berolahraga, dan tentu saja (4) kemampuan berfilsafat. Saya menuliskan urutan filsafat masih dalam tanda tanya, apakah perlu di urutan pertama atau keempat? rasanya peringkat ke 4 adalah hal yang logis karena anak bertanya hal mendasar setelah mereka mampu berbicara.

(1). Kemampuan Berkesenian
Guru di sekolah waldorf sedang menghias dinding sekolahnya
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
Seorang guru dituntut untuk bisa memiliki cita rasa seni serta kemampuan untuk mempraktekkannya. Seni ini menyangkut seni suara dan seni rupa dan seni-seni lainnya. Seni suara memungkinkan seorang guru mengajak anak bernyanyi untuk membangun suasana belajar yang menyenangkan. Sementara seni rupa penting dimiliki karena menggambar, melukis, dll adalah hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Seni rupa kadang abstrak jadi saya ajak menggambar anak terkadang dengan pola yang alami saja, misalnya corat coret dengan pensil berwarna, lalu menggambar tarikan-tarikan garis. Seni itu luas jadi semakin baik seorang guru dalam mengapresiasi seni semakin menarik bagi anak untuk bereksplorasi. Semakin anak terinspirasi dengan hal-hal yang indah.

(2). Kemampuan Berteater
Kemampuan bermain peran dengan baik terutama pada saat-saat tertentu
Saya menyebutnya sebagai kemampuan bermain peran. Pernahkah anda melihat film Pursuit of Happines yang perankan oleh Will Smith dan anaknya Jaden? dalam satu adegan, Will Smith berkeinginan mengajak anaknya tidur di tempat yang tidak biasa (sebuah toilet), agar anaknya mau dan merasa penting, dia memerankan tokoh anak dengan mengatakan ”ayo cepat kita ke dalam gua, ada dinosaurus yang akan memakan jika kita tetap di sini”
Saya sangat terharu melihat adegan ini, dan bagi saya ini adalah bagian dari kemampuan seorang guru untuk anak didiknya. Sewaktu mendongeng atau pada saat-saat tertentu kadang guru dituntut untuk berperan menjadi kuda, kadang menjadi kucing kadang menjadi pangeran juga. Hal ini penting terutama dalam pendidikan anak.

(3) Kemampuan Berolahraga
Berolahraga bersama anak akan selalu menyenangkan

Ya… guru harus suka olahraga, olahraga apapun harus bisa, dan anak didik pasti meniru. Seorang anak akan diminta memperagakan olahraga yang ada buku, main sepak bola, basket, golf dan semua yang dia dapatkan dari buku atau dari hal yang ia lihat di media-media. Guru yang senang berolahraga juga akan tampil prima, tampil penuh kepercayaan diri dan mampu menjadi sosok yang inspiratif karena kehadirannya yang energik.

(4) Kemampuan Berfilsafat
Berfilsafat akan selalu menyenangkan terutama ajakan berpikir mendalam pada setiap pertanyaan anak

Saya melihat ini sebagai sebuah keharusan, karena anak didik terutama anak-anak kecil akan bertanya hal-hal yang mendasar. Coba saja kalau seorang anak bertanya: "Apa itu warna, apa itu putih, apa itu kuning, apa itu merah? Lebih dalam lagi misalnya "kenapa tanah warnanya cokelat, kenapa daun itu hijau?" Dan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan mendasar yang muncul dari anak-anak.
Filsafat bagi saya penting untuk menjelaskan hal yang rumit menjadi sederhana, tidak mungkin seorang guru menjelaskan hal-hal mendasar dengan kajian ilmiah sementara anak didiknya tidak mengerti, nah seorang guru membutuhkan filsafat untuk menyederhanakan hal yang rumit ini. Filsafat penting untuk diketahui tetapi arahkan sesuai dengan umurnya, dengan kapasitas pemahamannya. kalau perlu kursus filsafat selain penting bagi diri sendiri juga penting bagi menjelaskan hal mendasar pada anak.
Di luar ini semua, anak adalah amanah, titipan Tuhan, diajarkan atau tidak dia pasti hidup, pilihannya sebagai guru dan orang tua wajib mengarahkan anak dengan baik sehingga berkembang menjadi anak yang baik, atau mewakilkan kepada alam untuk berkembang. Jangan mewakilkan anak berkembang pada televisi apalagi sinetron Indonesia!
Share:

Kamis, November 17, 2016

Merayakan Kebahagiaan di Festival Dongeng dan Cerita Menarik Lainnya

Hujan, badai, dan banjir di Bandung pada bulan November ini sedang banyak terjadi. Sebagian menyebutnya dengan banjir bandang, sebagian lagi menyebutnya banjir biasa musim hujan. Kenyataan akan adanya hujan dan badai tidak menyurutkan orangtua dan anak-anak untuk datang ke Gedung Indonesia Menggugat untuk merayakan kebahagiaan di Festival Dongeng bertajuk Festival Bandung Mendongeng pada tanggal 13 November 2016.
Di dalam gedung sudah berjajar anak-anak duduk dengan rapi. Stand penjual makanan di samping sebelah kanan dan pojok mainan di samping kiri. Beberapa anak membaca di sudut bersama Elmuloka. Sebagian lagi anak-anak bermain di sudut boardgame bersama Manikmaya. Beberapa lagi menghias dan bermain melihat teman-temannya berkarya.
Kak Yuda dan Kak Dhiko sedang memandu acara festival dongeng (inimagz.com)

Di ruang tengah, tampak beberapa pendongeng dengan penuh keceriaan dan ekspresi bercerita banyak hal. Sesekali tawa terdengar riuh rendah dari ruang tengah. Anak-anak duduk tertib mendengarkan satu persatu pendongeng yang tampil. Mereka benar-benar antusias siang itu. Melebur satu dan lainnya dengan cerita yang mereka ikuti.
Sebut saja dongeng kota hujan yang menampilkan kisah kelomang dan kancil. Dengan ekspresi yang menarik, pendongeng dari dongeng kota hujan menyerupai tokoh yang sedang dibawakannya. Sesekali ia meraih penonton untuk meneriakan sesuatu yang selanjutnya diikuti oleh penonton. Bukan hanya anak-anak, tetapi orang dewasa juga turut serta menirukan gerakan atau membunyikan sesuatu sesuai ajakan pendongeng.
Kelomang yang cerdik tetapi juga licik berhasil memenangkan permainan. Ia tahu kecerdikannya itu mampu mengalahkan lawannya. Pada saat yang bersamaan, ia juga menyadari ketika lawannya menjadi bersedih. Ia meminta maaf dan menyampaikan trik-trik khusus dan membuka topeng teman-temannya sepanjang perjalanan.
Kejutan-kejutan yang dibuat pendongeng cukup membuat siang itu terasa semarak. Anak-anak banyak yang terkaget, terkejut, sekaligus senang dan tertawa-tawa. Inilah ekspresi kebahagiaan yang muncul di festival dongeng tersebut.
Dongeng kota hujan hanya satu pendongeng yang saya ceritakan, sisanya banyak sekali yang memeriahkan kebahagian siang itu. Tercatat ada beberapa pendongeng dari luar negeri seperti Singapura, India, dan Inggris. Oh iya, sebelum mereka pentas, ada workshop seputar dongeng yang juga berlangsung selama festival. Kak Aio dari Komunitas Ayo Dongeng Indonesia hadir juga Gedung Indonesia Menggugat Tersebut. Kak Aio sudah lama malang melintang di jagad dongeng Indonesia, ia yang menginisiasi Festival Dongeng Indonesia di Museum Nasional Indonesia beberapa waktu yang lalu.
Dari dalam negeri, pendongeng yang datang bukan hanya dari Kota Bandung saja tetapi juga dari luar kota seperti Bogor, Lampung, dan Jakarta. Mereka membagi keceriaan dalam dongeng yang menarik. Ada yang menggunakan musik dan alat peraga lainnya. Musik dan alat peraga dongeng ini membuat suasana semakin menarik dan menyenangkan.
Buat saya, festival dongeng selain merasakan kebahagiaan berbagi juga menjadi ajang bertemu dengan teman-teman pegiat dongeng dan juga pegiat pendidikan alternatif di Kota Bandung. Saking sempit dunia ini, kadang ungkapan 4L itu benar adanya. Lo Lagi Lo Lagi! Saya bertemu dengan teman-teman baru dan juga teman-teman lama yang menginpirasi saya bergiat. Mereka tak segan membagikan tips-tips menarik seputar pendidikan ditataran praktis.      
Kebersihan Pangkal Kesehatan
Saya mengingat petikan lagu ini sejak pertama kali berdiskusi di Temu Pendidik Nusantara di Cikal beberapa bulan yang lalu. Kebersihan memang menjadi hal yang menarik. Selama kegiatan berlangsung, semua pihak sigap untuk saling menjaga kebersihan. Tak terkecuali pengunjung. Untuk panitia, saya yakin mereka sudah melakukan briefing dengan baik agar menjaga kebersihan ini. Pengunjung yang datang ke festival dongeng tersebut juga benar-benar memperhatikan kebersihan ini.
Di setiap pojok yang saya datangi, nyaris tak menyisakan sampah yang berserakan khas Indonesia kalau ada event-event sekalipun bernama kegiatan lingkungan. Pengunjung membawa kembali sampahnya atau minimal menaruh ke tempat sampah yang disediakan. Jika terlupa, panitia kebersihan memungut sampah tersebut kemudian menyimpannya di tempat yang semestinya.
Saat petikan lirik lagu itu masih berdengung di kepala saya, seorang pengisi dongeng yang juga aktif menyuarakan kepeduliannya kepada musik anak muncul. Mas Ibut atau nama lengkapnya Ribut Cahyono tepat berada di depan saya. Ya sudah, berdendanglah kita “Kebersihan pangkal kesehatan”
Share:

Senin, November 14, 2016

10 Nilai Penting Dalam Pendidikan Anak

Jika ada nilai yang harus dikeluarkan oleh sebuah sekolah terhadap anak didiknya berarti pertama-tama nilai itu harus diberikan kepada guru atau fasilitatornya terlebih dahulu. Nilai ini buat saya bukan sekadar nilai, bukan angka, tetapi lebih dalam dari itu. Nilai dan makna yang akan menjadi pondasi dasar dalam setiap kegiatan di masyarakat. Baik di lingkungan kerja maupun di lingkungan keluarga.
10 nilai penting dalam pendidikan anak ini terutama buat para pendidiknya sebelum memberikan referensi kepada anak didiknya. Hal ini menjadi sangat penting karena nilai-nilai ini harus diinternalisasi dalam diri pendidikan. Sebenarnya bukan hanya 10, tetapi lebih banyak lagi nilai kehidupan yang baik untuk diterapkan sebagai dasar dalam mendidik anak-anak.
Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara baru dalam pemecahan masalah dan menemukan peluang (thinking new thing)

Nilai-nilai itu antara lain, integritas, tekad, kompetensi, loyalitas, kerjasama, kepemimpinan, konsistensi, keteguhan, cinta, dan kreativitas.
1. Integritas
Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat.
2. Tekad
Tekad/te·kad/ /tékad/ v kemauan (kehendak) yang pasti; kebulatan hati; iktikad: memasang --; sudah bulat -- nya; membarui -- nya;
3. Kompetensi
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
4. Loyalitas
Loyalitas adalah salah satu hal yang tidak dapat dibeli dengan uang. Loyalitas hanya bisa didapatkan, namun tidak bisa dibeli. Mendapatkan loyalitas dari seseorang bukanlah sesuatu pekerjaan yang mudah
5. Kerja sama
Kerja sama adalah/ Kerja sama yaitu/ Kerja sama merupakan/ yang dimaksud Kerja sama/ arti Kerja sama/ definisi Kerja sama. Pengertian Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
6. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.
7. Konsistensi
Konsistensi adalah sebuah usaha untuk terus dan terus melakukan sesuatu sampai pada tercapai tujuan akhir. Sikap/sifat yang gigih dan rajin ini akan menjadikan seseorang yang biasa-biasa menjadi luar biasa. Demikian juga dengan pekerjaan-pekerjaan kecil, namun dilakukan secara konsisten tentu akan memberikan manfaat yang sangat besar. Konsistensi adalah kunci dalam kesuksesan dalam hidup ini. Secerdas apapun seseorang, tapi selama tidak memiliki sifat ini, tidak akan pernah menghasilkan apa-apa dalam kehidupan ini.
8. Keteguhan
Keteguhan adalah kekuatan atau ketetapan (hati, iman, niat, dsb); kekukuhan: ~ hati dan ketabahan jiwa yg beginilah yg menunjukkan sifat keperwiraannya; ~ setianya tidak diragukan lagi.
 9. Cinta
Cinta adalah Emosi yang berasal dari kasih sayang yang kuat dan rasa tertarik terhadap suatu objek (dapat berupa apa saja seperti manusia, hewan, tumbuhan, alat-alat dan lain sebagainya) dengan cenderung ingin berkorban, memiliki rasa empati, perhatian, kasih sayang, ingin membantu dan mau mengikuti apapun  yang diinginkan oleh objek yang di cintainya. Sebenarnya cinta itu sulit untuk di definisikan karena sifatnya subjektif jadi setiap individu dapat memiliki pemahaman yang berbeda mengani cinta, tergantung bagaimana ia menghayati dan pengalaman yang dialaminya.
Cinta adalah suatu perasaan yang positif dan diberikan pada manusia atau benda lainnya. Bisa dialami semua makhluk. Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan waktu dan masa. Perkataan senantiasa berubah arti menurut tanggapan, pemahaman dan penggunaan di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeda. Sifat cinta dalam pengertian abad ke-21 mungkin berbeda daripada abad-abad yang lalu.
10. Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara baru dalam pemecahan masalah dan menemukan peluang (thinking new thing). Sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang (doing new thing). (diolah dari berbagai sumber)
Share:

Rabu, November 09, 2016

Inspirasi Guru Kreatif Ala Master Shifu Yang Perlu Kita Contoh

"Po, wait. What goes on inside your head I do not always understand. But what goes on in your heart will never let us down" Master Shifu

Dalam film Kungfu Panda, ada sosok guru yang sangat inspiratif menurut saya. Di awali dari sosok guru Master Oogway yang mampu melihat lebih dalam kemampuan Po yang tidak dilihat oleh orang lain. Master Oogway menepis semua keraguan dari luar tentang sosok calon Pendekar Naga. Master Oogway tidak melihat tampilan luar Po yang berbadan besar, cepat merasa lelah, bergerak tidak taktis, bukan pendekar kungfu ideal yang sudah menguasai ilmu sebelumnya, dan segala keraguan atas diri Po.
Inspirasi Guru Kreatif Ala Master Shifu Yang Perlu Kita Contoh
Keraguan pemilihan Po sebagai calon Pendekar Naga ini muncul juga dari dalam diri Master Shifu. Ia tak habis pikir ketika Master Oogway menunjukan bahwa Po adalah calon Pendekar Naga. Berkali-kali ia meyakinkan jika Po adalah pilihan yang salah tapi Master Oogway yakin dengan pilihannya. Master Shifu yang sudah sangat percaya dengan kemampuan mumpuni dari Master Oogway tidak bisa mengelak.
Di sinilah petualangan guru dan murid dimulai, Master Shifu harus mengajarkan kungfu yang tepat kepada muridnya yang secara penampilan luar tidak menunjukan sosok sebagai pendekar. Berkali-kali ia menggunakan cara yang ia lakukan kepada murid-muridnya. Ia merasa satu-satunya cara mengajarkan ilmu kungfu yang tepat adalah dengan metode yang ia sudah lakukan sebelumnya. Sebanyak itu pula ia mengalami kegagalan. Po, berbeda! Po bukan Pendekar Kungfu sebelumnya.
Po hanya seorang anak pungut dari pedagang mie, bakpau, dimsum, cokelat cake, teh hijau, dan semua jenis makanan lainnya. Di kepalanya hanya ada makanan, bukan ilmu kungfu. Setiap kali merasa lelah, makanan adalah hal yang terbayang dalam dirinya. Ia hanya punya satu keyakinan dan tekad bahwa ia adalah pendekar naga!
Nah bisa jadi, tekad dan keyakinan itulah yang membuat Master Oogway yakin dan memilih dirinya untuk dididik menjadi seorang pendekar naga. Walaupun butuh perjuangan yang ekstra bagi Master Shifu untuk mengajarkan kungfu.
Melihat Sisi Yang Lain
Jika saja Master Shifu tidak melihat sisi yang lain dan memaksakan metode pengajarannya kepada Po, maka yakin Po tidak menjadi Pendekar Naga. Semuanya hanya akan berakhir pada keputusasaan antara keduanya, Po tidak berhasil karena capai dan Master Shifu berakhir karena putus asa. Lelah dan berakhir sudah cerita pendidikannya. Beruntungnya, sisi kreatif seorang guru muncul. Master Shifu melihat potensi lain yang bisa dijadikan sebagai pengantar bahan ajar ilmu kungfu lewat makanan.
Yah, makanan menjadi jalan masuk untuk Po belajar ilmu kungfu. Hasilnya secara tanpa sadar Po menguasai beberapa ilmu kungfu. Po juga semakin bisa menguasai dirinya dengan cara memikirkan makanan pada hal yang harus ia kejar, misalnya. Po akhirnya menemukan potensi terbesar dalam dirinya tanpa harus kehilangan hal yang ia sukainya.
Banyak sekali Po di sekitar kita, di dalam kelas-kelas di sekolah sosok seperti Po bisa mewujud dalam bentuk yang beragam tetapi intinya tetap sama. Mereka adalah calon pendekar naga yang harus dilatiha minimal dasar-dasarnya. Selebihnya biarkan mereka berproses sehingga menyadari sendiri siapa dirinya dan apa perannya di muka bumi ini.
Mendidik ragam anak seperti Po membutuhkan kejelian guru untuk mendapatkan celah masuk pada dirinya. Kita tidak bisa memaksakan hanya satu cara belajar untuk semua anak yang kita didik. Jika di kelas ada 20 orang berarti harus ada dua puluh atau bahkan lebih cara mendekati anak untuk belajar sesuai dengan caranya agar efektif. Guru yang kreatif harus mampu menemukan cara-cara kreatif dalam mendidik. Menemukan cara dari anak didik sendiri atau referensi dari guru yang lain untuk mengantarkan proses pembelajaran yang menyenangkan di kelas.   
Cari sisi lainnya untuk mengeluarkan potensi terbesar yang ada dalam diri anak didik. Jangan sama ratakan setiap anak dalam belajar, terlebih jangan buat kompetisi di kelas tetapi bangunlah kolaborasi satu sama lain agar anak menikmati setiap proses belajarnya di kelas. Dengan berkolaborasi satu sama lain maka setiap anak dituntut untuk bisa bekerja sama, anak dituntut untuk bisa berempati dengan temannya, anak dituntut dari dalam dirinya sendiri. Tuntutan yang datang bukan dari luar tetapi harus dari dalam dirinya. Inilah kesadaran belajar yang akan membuat anak mandiri. Kesadaran belajar yang tumbuh dari dalam diri anak. Kesadaran untuk menjadi pembelajar yang merdeka. 
Share:

Selasa, Oktober 11, 2016

Ini Tantangan Pendidikan Alternatif Yang Harus Diperhatikan

Siang itu Bandung dikepung macet dimana-mana. Semua kendaraan berada dalam situasi yang tak bisa berbuat apa-apa selain merayap, berhenti, merayap lagi, berhenti sampai beberapa waktu, kemudian merayap lagi. Jarak 100 meter bisa ditemput dengan waktu kurang lebih 30 menit. Motor menyelusup setiap kali ada celah di antara mobil. Hujan turun dengan intensitas sedang. Tidak besar memang, tapi terus menerus tak berhenti.

Di Dago Tea House beberapa pegiat pendidikan alternatif berkumpul. Berdiskusi selama dua jam lebih tentang praktik pendidikan alternatif di beberapa sekolah dan komunitas di Kota Bandung. Hadir pula sore itu para praktisi pendidikan alternatif di Kota Bandung seperti Kenny Dewi, Ifa H Misbach, Soesilo, Karina, Ribut Cahyono, Deta, Danti, Andy Sutioso, Puti, dan beberapa hadirin dari luar kota seperti Sumedang dan sekitarnya. Setiap kali diskusi pendidikan, wajah-wajah mereka tak asing buat saya. Merekalah sejatinya guru pemelajar yang selalu menunjukan dedikasi yang tinggi untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Diskusi dimoderatori oleh Ardanti Ardianti yang langsung diikuti oleh pemaparan Aripin dari Hikmah Teladan yang menjelaskan proses pendidikan yang menarik di Hikmah Teladan. Sebut saja misalnya keadaan sekolah yang tanpa aturan, aturan tidak dibuat dari luar anak-anak tetapi harus muncul dari dalam anak-anak itu sendiri. Ia menuturkan beratnya jadi guru ketika membawa kepentingan dalam dirinya. Misalnya guru ingin ini ingin itu, harus begini harus begitu, padahal sebenarnya bisa jadi anak-anak tak butuh itu. Kebutuhan anak-anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa. Tidak semua aturan yang dibuat orang dewasa itu adalah kebutuhan anak. Adakalanya kebutuhan anak sederhana, misalnya bermain tapi orang dewasa memaksakan diri untuk belajar seolah-olah dalam bermain itu tidak ada belajar.

Lain dengan Aripin, Jimmy Paat dari Jaringan Pendidikan Alternatif menyampaikan sisi-sisi lain dari gerakan pendidikan alternatif ini. Ia mengatakan bahwa gerakan pendidikan alternatif ini sudah lama dilakukan di Indonesia. Sejak tahun 1970-an, ia sudah bergerak membangun pondasi gerakan pendidikan alternatif bersama kolega dibeberapa komunitas di Jakarta. Dari sekian banyak pejabat kementerian yang memiliki visi pendidikan yang baik, ia berani menjamin hanya Fuad Hasan. Anies Baswedan hanya disebut sebagian saja, sisanya ia mengkritis kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat ini, Muhajir. Bukan hanya kementerian yang ia kritisi, lembaga perguruan tinggi pencetak gurupun tak lepas untuk bertanggungjawab dari kondisi pendidikan Indonesia saat ini. LPTK (Lembaga Pengembangan Tenaga Kependidikan) gagal membangun pondasi pendidikan yang baik untuk Indonesia jika guru adalah orang yang menjadi garda terdepan. LPTK dianggapnya hanya menjadi sarana pemborosan anggaran. Tak terhingga biaya pelatihan yang sudah dikeluarkan tetapi hasilnya sangat jauh panggang dari api.

Tantangan Pendidikan Alternatif

Tak terkira dinamika pendidikan alternatif mengemuka ke permukaan saat ini ketika banyak pegiat mulai gencar dan sekolah-sekolah alternatif bermunculan. Fenomena yang sangat menarik ini bukan tak memiliki dua sisi mata pedang yang sama tajam. Pendidikan alternatif memunculkan peluang dan tantangan yang harus dihadapi. Tantangan-tantangan menarik ini berdasarkan pengamatan saya pada beberapa sekolah-sekolah alternatif di Kota Bandung.

1. Eksklusifitas
Eksklusifitas 
Salah satu tantangan yang menarik buat pegiat sekolah alternatif adalah ekslusifitas. Ketika keunikan sebuah sekolah dianggap sebagai daya tawar yang bisa menjadi penarik buat orangtua agar menyekolahkan ke sekolah tersebut, munculah batasan untuk orang lain mengakses sekolah tersebut. Beberapa sekolah yang awalnya terbuka kemudian menutup diri rapat-rapat agar tak bisa diakses oleh siapapun. Sisi ekslusifitas ini sangat menarik karena beberapa sekolah alternatif yang sudah lama berdiri, hampir melakukan hal yang sama tanpa disadari.

2. Jebakan Konvensional
Jebakan pendidikan konvensional yang bisa mengikis kreatifitas 
Sekolah-sekolah swasta yang besar saat ini adalah sekolah-sekolah alternatif pada jaman dahulu ketika pertamakali muncul. Kehadirannya menjadi bagian dari kritik sekolah umum yang dibuat oleh pemerintahan. Mereka menawarkan sesuatu yang berbeda dari sekolah yang diberikan oleh pemerintah, misalnya kegiatan keagamaan yang lebih banyak, ekstrakulikuler yang menarik, dan segudang keunikan lainnya yang tidak ada di sekolah konvensional. Seiring waktu berjalan, sekolah swasta tersebut kemudian berubah menjadi terlihat sama dengan sekolah konvensional. Cara berpakaian sekalipun berbeda corak, tetapi semangatnya menjadi tak jauh beda dengan sekolah konvensional. Kegiatan pembelajaran di kelas menjadi tak jauh berbeda, guru berdiri ceramah seharian di depan kelas dan murid mendengarkan guru. Pembelajaran yang pasif buat anak-anak, ada jarak pemberi dan penerima yang kata Paulo Preirre seperti belajar gaya bank.

3. Standarisasi
Standarisasi adalah momok yang menakutkan dalam pendidikan
Tantangan selanjutnya adalah lingkaran setan standarisasi yang dibuat oleh pemerintah sebagai implementasai (katanya) pemerataan pendidikan, dalam rangka ISO, dalam rangka ini itu ini itu yang siap-siap melunturkan keunikan sebuah sekolah. Ada sekolah yang terkapar tak berdaya dengan standarisasi berbalut akreditasi tetapi ada juga yang bisa menyiasati. Yang terkapar oleh akreditasi kemudian berjalan sebagaimana mestinya, demi menjaga hubungan baik ke dinas, mendapatkan fasilitas dinas, mendapatkan penghargaan sebagai sekolah yang terbaik, sekolah terhebat, sekolah ter-lain-lainnya yang akhirnya menjadi sama persis dengan sekolah konvensional pada umumnya.. Standarisasi ini bisa jadi berubah bentuk misalnya tiba-tiba Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Indonesia membuat Dirjen Pendidikan Alternatif, disusunlah sebuah modul untuk menyamaratakan sekolah-sekolah alternatif yang sudah berdiri sebelumnya. Lucu sekali, bukan? Respon pemerintah terhadap fenomena pendidikan alternatif yang seperti yang sangat menggelikan.

Nah, bisa jadi hal-hal di atas semacam jebakan betmen (mengutip kata-kata anak sekarang) atau juga tantangan buat beberapa pegiat pendidikan alternatif agar tetap berada di jalur yang tetap terjaga frekuensinya. Menjaga sebuah idealisme disebut seperti sedang memegang api, panas dan siap membakar apapun yang ada di sekitarnya. Ada yang tahan untuk terus memegang dan menularkan semangat idealisme tersebut keluar tetapi ada juga yang kemudian memadamkannya untuk kemudian berkompromi dengan keadaan sekitar. Melepaskan api, menyiramnya dengan ketundukan kepada apapun. Pilihannya memang berat tetapi yang berhasil memegangnya dan bisa membagikan semangat tersebut, dialah pemenangnya!

Menjaga semangat pendidikan alternatif memang tak mudah tetapi bukan berarti sulit. Membagikannya kepada orang lain adalah solusi terbaik agar semangat tersebut semakin menyala besar dan membakar semangat yang lainnya untuk tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik.



Share:

Senin, September 19, 2016

Belajar Budidaya Lebah Madu di Cikurutug

Awan mendung menggelayut di Kota Bandung tidak mengurungkan niat saya untuk belajar ke tempat budidaya lebah madu di Cikurutug, Ciburial, Kabupaten Bandung. Belajar tentang cara pembudidayaan lebah madu yang akan berguna saat memelihara lebah madu di sekolah.

Berangkatlah saya dengan memacu kendaraan membelah wilayah Dago menuju Ciburial sambil berharap tak turun hujan di tengah perjalanan. Bersyukur, jalanan tak macet siang itu. Waktu tempuh yang diperkirakan akan lebih dari 30 menit kenyataannya bisa saya percepat menjadi 10-20 menit saja untuk sampai di lokasi.


Nama jalan Cikurutug sudah terlihat selepas melewati tempat ngopi ‘Kopi Ireng’. Berbelok ke arah kanan setengah menanjak dengan jalan beton yang mulus. Dari arah jalan raya jarak menuju lokasi budidaya tidak terlalu jauh. Jalan buntu di depan kemudian parkir kendaraan di tempat yang luas. Selepas itu menuju jalan kecil menurun melewati tangga-tangga.


Sarang Budidaya Lebah Cikurutug (Iden Wildensyah)
Pak Aep, sudah menunggu di depan rumah yang dijadikan tempat untuk menerima tamu yang akan belajar budidaya lebah madu. Dengan ramah Pak Aep menyambut saya, hal yang sama ia lakukan juga kepada tamu-tamu yang datang ke lokasi budidaya lebah madu yang ia kelola. Setelah dipersilahkan duduk di selasar rumah yang ada di samping. Sebuah meja dikelilingi meja tertata dengan rapi. Spanduk tentang kegiatan di tempat budidaya lebah madu terpampang jelas di depan kami. Dokumentasi kegiatan yang pernah dilakukan seperti para peserta yang sedang memegang sarang lebah, peserta yang sedang memegang lebah secara langsung, dan kegiatan lainnya di lokasi budidaya menjelaskan apa saja yang sudah pernah dilakukan oleh Pak Aep beserta timnya di tempat budidaya tersebut.

Beberapa sarang lebah madu di sekitar rumah terpasang dengan baik. Ada yang di bawah bangunan panggung, di sela-sela pohon cantigi, di antara bunga terompet, dan juga di samping rumahnya. Lebah madu bersileweran ke sana kemari, ada yang baru datang, ada juga yang hendak keluar sarang. Dalam Islam, Al Qur'an menempatkan secara istimewa lebah madu menjadi sebuah judul yaitu An Nahl (Lebah Madu). Dalam salah satu ayatnya (Surah An Nahl ayat 68-69 tertulis: "Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di tempat-tempat yang dibuat oleh manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah di mudahkan. Kemudian dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang berpikir".

Pak Aep kemudian bercerita tentang budidaya lebah madu yang dikelolanya. Mulai dari sejarah sampai peluang usaha yang didapatkan dari budidaya lebah madu tersebut. Tak lupa ia juga bercerita tentang jenis-jenis lebah yang ada di sekitar lokasi budidaya. Kemudian peluang dan tantangan yang harus dihadapi saat membudidaya lebah madu. Lebah madu dalam bahasa sunda disebut juga nyiruan, ada juga odeng, dan tiweul atau di sebut juga lebah klanceng atau Apis trigona (saya tak jelas menuliskanya) (tiweul sejenis lebah madu yang kecil dan sering bersarang di dalam bambu, di sela-sela tembok, dan di pagar serta tempat lainnya yang aman. Ukurannya kecil sehingga tak banyak yang tahu jika binatang ini menghasilkan madu).

Apis Trigona

Lebah klanceng (Apis Trigona) merupakan jenis lebah madu yang paling banyak dipelihara secara tradisional oleh masyarakat pedesaan sekitar kawasan hutan se-Indonesia. Lebah ini tidak memiliki sengat dan tidak ganas. Ukurannya sangat kecil dengan fungsi sebagai penyerbuk bunga-bunga kecil. Dalam bahasa Jawa, Apis Trigona disebut malam klanceng atau lonceng, teuweul (Sunda), gala-gala (lilin lebah).
Teuweul (Apis Trigona) (Iden Wildensyah) 

Umumnya lebah madu Apis indica dan klanceng trigona sp dipelihara secara tradisional dengan gelodok yang pembuatannya meniru rumah-rumah lebah yang ada di rongga-rongga batang pohon besar atau gua yang terlindung dari terik matahari dan hujan. Rumah tiruan dibuat dari batang kelapa (pucuk), kayu randu (kapuk), kayu pucung atau batang pohon lain yang berkayu lunak.

Secara alami, serangga trigona sp membuat sarang di lubang-lubang pohon, celah-celah dinding dan lubang bambu di dalam rumah yang agak gelap. Untuk keamanan, tempat keluar masuk berbentuk lubang kecil sepanjang 1 cm yang diselimuti zat perekat. Sarang tersusun atas beberapa bagian buat menyimpan madu, tepung sari, tempat bertelur dan tempat larva. Di bagian tengah ada karangan bola berisi telur, tempayak dan kepompong. Di bagian sudut ada bola-bola kehitaman sebagai penyimpan madu dan tepung sari.

Lebah ini menghasilkan madu dan lilin yang diproduksi sangat kecil, rasanya asam dan sering dipakai untuk obat sariawan. Sedangkan lilinnya dipakai untuk membatik. Lebah pekerjanya berwarna hitam, berkepala besar dan berahang tajam untuk menggigit musuh bila diganggu. Perut lebah ratu sangat besar dengan sayap pendek. Ukurannya sebesar 3-4 kali lebah pekerja. Karena sangat gemuk dan tidak pandai terbang, lebah ini tidak suka berpindah-pindah tempat kecuali bila sarangnya terlampau tua dan buruk atau lilinnya keras.

Beda Bunga Beda Rasa Madu

Jenis lebah ini menentukan jenis madu yang dihasilkannya. Madu berhubungan dengan nektar bunga. Banyaknya bunga akan menghasilkan banyak jumlah madu. Rasa madu juga dipengaruhi oleh jenis bunga yang tumbuh di sekitar lokasi budidaya dan lebah yang mengisap nektarnya. Kuantitas madu tidak bisa diukur secara matematis. Terlebih perubahan cuaca yang mendadak kemudian berpengaruh pada bunga yang muncul dari setiap tanaman. Musim hujan adalah puncaknya lebah menghasilkan madu karena musim hujan membuat tanaman atau pohon-pohon besar berbunga. Dengan dasar ini, salah satu konservasi yang dilakukan oleh Pak Aep dan kawan-kawan ada menanam banyak bunga di sekitar lokasi. Banyaknya bunga sangat disukai oleh lebah dan hal ini yang membuat lebah betah untuk hidup di sekitarnya. Ingat yah! Lebah bisa kabur lho dari sarangnya kalau ia tak betah.

Perasaan, Pak Aep menyampaikan hal ini kepada saya saat bertanya tips membawa pindah lebah madu. Lebah adalah hewan yang sangat perasa, ia sangat peka dengan perasaan ini. Ingatan sayapun kemudian melayang ke workshop di Sekolah Waldorf, Jagad Alit Waldorf saat membahas thinking, feeling, dan wiling. Dijelaskan bagaimana seekor hewan memiliki perasaan yang sama dan kadang hewan dijadikan bahan terapi untuk mengasah perasaan ini untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Lebah ternyata sangat peka dengan perasaan ini, memeliharanya tidak sekadar memindahkan sarang kemudian tinggalkan begitu saja. Pak Aep mengatakan wilayah sekitar harus mendukung kehidupan lebah madu, salah satunya adalah bunga yang bermekaran yang tumbuh di wilayah sekitar.

Sambil berjalan di lokasi budidaya, Pak Aep sesekali menunjukan sarang-sarang lebah yang sedang berkembang tetapi belum bisa dipanen. Demikian juga dengan tiweul, lebah kecil yang dikatakan sebelumnya. Nektar tiweul ini ternyata sangat manjur, mereka menggunakannya untuk menutup lubang yang ada di setiap sela bambu. Tak terasa, waktu terus berlalu. Saya pun menyudahi sesi belajar langsung di lokasi budidaya tersebut. Langit yang sedari tadi mendung menahan gelayut awan pembawa hujan tak tahan lagi. Rintik-rintik hujan sudah turun secara perlahan. Hujan pun turun mengiringi kepulangan saya menuju Kota Bandung.
Share:

Jumat, September 16, 2016

Kolaborasi Kreatif Menghias Mural di Kota Bandung

Senja (15 Tahun, bukan nama sebenarnya) bergegas memakai sepatu menuju mobil yang akan mengantarkannya ke sekolah. Pagi itu ia sangat bersemangat karena akan menjadi salah satu orang yang terlibat dalam proyek seni di Kota Bandung. Ia akan menjadi bagian dari kelompok relawan menghias mural di kawasan Babakan Siliwangi tepat di jalan Siliwangi. Senja dan teman-temannya sudah berkoordinasi sebelum hari pelaksanaan. Berkoordinasi tentang alat dan bahan, tentang tema, dan tentang segala sesuatu yang harus dipersiapkan agar saat menghias mural semuanya berjalan dengan baik.
Kolaborasi Kreatif Menghias Mural di Kota Bandung (Iden Wildensyah)

Senja adalah salah satu remaja dari sebuah sekolah menengah di Kota Bandung yang ikut serta dalam proyek seni mural. Mural di dinding jalan Siliwangi Kota Bandung merupakan sebuah cerita yang sangat menarik untuk disimak. Tahun 2016 ini, proyek seni mural di jalan Siliwangi dikerjakan secara bersama-sama dengan melibatkan banyak pihak di luar jurusan Seni Rupa ITB. Jika proyek sebelumnya, Seni Rupa ITB sangat dominan dalam menggarap seni mural ini maka tahun ini termasuk yang berbeda dalam tema dan proses pengerjaannya.

Kolaborasi Bukan Kompetisi

Saya selalu teringat bahwa di jaman sekarang sudah bukan lagi waktunya mengembor-gemborkan kompetesi. Alih-alih berkompetisi, para pakar pendidikan dan futurolog di dunia banyak menyarankan untuk memperbanyak kolaborasi. Berkompetisi hanya dengan diri sendiri. Cukup dengan diri sendiri untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Sementara dengan orang lain, darimanapun golongannya, lebih baik membangun kolaborasi. Kolaborasi memungkinkan keselarasan dan keharmonisan. Sementara kompetisi hanya akan membuat kondisi sebaliknya terlebih di tempat yang belum dewasa saat menerima kemenangan atau menghadapi kekalahan.

Kolaborasi bersifat positif dan membangun satu sama lain. Sementara kompetisi hanya akan menghasilkan individu-individu yang egois dan mementingkan kemenangan tanpa memperdulikan orang lain. Berkolaborasi satu sama lain dalam hal apapun menjadi tantangan tersendiri untuk para pegiat pendidikan alternatif. Dalam pendidikan alternatif yang tidak tersekat oleh ruang, semua orang atau kelompok adalah pendidik untuk siapapun yang berinteraksi dengannya. Ketika satu kelompok mampu memberikan pendidikan yang baik untuk kelompok lainnya maka akan terjadi kebaikan yang terus menerus. Dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Tentu saja semua berawal dari individu yang mau terbuka untuk kolaborasi satu sama lain tanpa melihat embel-embel kepentingan dibalik kehadiran individu lainnya.

Jika niat baik untuk membangun sebuah kondisi yang baik, maka kolaborasi kreatif yang dilakukan dalam kegiatan menghias mural di Kota Bandung bisa menjadi stimulan yang baik untuk kolaborasi di tempat-tempat kreatif lainnya. Niat baik untuk menghadirkan kebaikan bagi lingkungan sekitar. Persis seperti niat dan semangat seorang Senja yang begitu antusias menghias mural dari pagi sampai sore.

“Senang kak, senang banget bisa menjadi relawan menghias mural ini. Cape sih tapi tidak apa-apa. Kalau mural sudah selesai, kelihatannya kan jadi indah” Demikian Senja berkata sambil membereskan alat-alat lukis dan cat yang sudah digunakannya sejak pagi tadi. Senja pun mengakhiri kegiatan hari itu di sebuah jalan yang akan ia kenang sampai tua dan menjadi cerita untuk anak-anaknya kelak.
Mural di Jalan Siliwangi (Iden Wildensyah)

Bukan hanya Senja yang merasa senang, kolaborasi kreatif ini juga menjadi ajang berkumpulnya komunitas-komunitas di Kota Bandung. Ada pegiat blogger dan komunitas sepeda yang juga begitu antusias membuat sejarah di Kota Bandung. Para pegiat pendidikan, para pegiat seni, para pecinta kreativitas yang tergabung dalam proyek menghias mural di Kota Bandung ini tentu akan semakin senang ketika kelak sesudah semua dinding terhias dijaga bersama-sama. Proses menjaga ini sepenuhnya diserahkan kepada warga Kota Bandung. Dengan kesadaran penuh untuk saling menjaga satu sama lain, bukan tak mungkin keharmonisan sebagai buah dari kolaborasi kreatif ini akan muncul secara kolektif dalam setiap diri warga yang melihat dan menikmati keindahannya.

Hari sudah sore, Senja dan teman-temannya sudah pulang. Tinggal beberapa kelompok mahasiswa yang masih menyelesaikan beberapa bagian yang belum dituntaskannya. Mereka masih mengayunkan kuasnya, mengambil warna cat sesuai hiasan yang ingin dibuatnya. Kolaborasi kreatif hari pertama ditutup dengan perasaan yang sangat lega.  
Share:

Kamis, September 15, 2016

Homeschooling dan Keberanian

Salah satu bentuk pendidikan alternatif yang berkembang cukup baik di Indonesia adalah homeschooling atau beken juga disebut Sekolah Rumah. Awal kehadiran homeschooling juga tidak terlepas dari kritik terhadap sekolah konvensional. Kritik terhadap sistem pendidikan yang berlaku di negara tersebut kemudian melahirkan sekolah-sekolah rumah yang diinisiasi oleh keluarga-keluarga dengan kebutuhan pendidikan yang disesuaikan dengan anak didiknya.
Perkembangan penemuan cara belajar yang beragam semakin mengukuhkan kebutuhan belajar sesuai kebutuhan anak. Demikian juga ketika Howard Gardner menyampaikan delapan tipe kecerdasan yang menarik untuk diimplementasikan dalam proses pendekatan cara belajar. Hal ini berimbas pada cara belajar anak yang berbeda-beda yang tidak bisa disamaratakan satu sama lainnya. Seorang anak dengan tipe kecerdasan linguistik tidak bisa dipaksakan terus menerus untuk belajar persis seperti anak dengan tipe kecerdasan musik, misalnya, atau seorang anak yang kuat dalam kecerdasan naturalis dipaksakan untuk belajar dengan cara tipe anak yang memiliki kecerdasan logis-matematis. Segala sesuatu yang tidak sesuai kadar kebutuhannya akan menghasilkan hal yang tidak baik dalam keseimbangan pertumbuhan anaknya. Misalnya anak menjadi stress, mudah marah, mogok belajar, dan lain-lain.
Keberanian
Kenapa saya katakan bahwa homeschooling adalah tentang keberanian. Keberanian dalam banyak hal bisa membuat atau menghasilkan sesuatu yang baru. Nah keberanian orangtua dalam mengambil keputusan untuk pendidikan anaknya dengan homeschooling tentu perlu diapresiasi. Dalam beberapa kesempat ketika saya bertemu dengan pegiat homeschooling selalu saya katakan penghargaan yang besar untuk mereka.
Orangtua yang memutuskan homeschooling untuk pendidikan anaknya adalah golongan pemberani yang sangat besar perannya dalam menjaga kemurnian anaknya. Yah, beberapa orangtua ada yang mengatakan salah satu alasan mengambil homeschooling karena sekolah hanya membuat anaknya malah tidak tumbuh dengan baik karena banyaknya paksaan yang masuk ke dalam dunia anak-anaknya tanpa bisa mereka kendalikan.
Today is a gift! Homeschooling dan Keberanian 
Orangtua yang sudah tahu potensi anaknya tentu tidak mau potensi tersebut mati karena sekolah konvensional. Ada juga mengatakan “masa anak didik tidak boleh kreatif dari gurunya?!”. Hal yang miris karena ini masih terjadi di beberapa sekolah konvensional di Indonesia. Homeschooling kemudian menjadi alternatif untuk tetap menjaga potensi tersebut tetap ada bahkan berkembang semakin baik dengan pembelajaran yang tepat dan metode yang baik untuk anak-anaknya.

Para orangtua kemudian membuat perencanaan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak didiknya. Membuat kegiatan-kegiatan menarik, mengunjungi tempat-tempat yang memungkinkan anak-anaknya belajar langsung dari pengalaman yang mereka terima. Dan masih banyak lagi variasi kegiatan yang dirancang orangtua pegiat homeschooling.
Perkembangan media sosial dan teknologi semakin membuat pegiat homeschooling mudah untuk mengakses berbagai hal yang dibutuhkan seperti materi, kurikulum, kegiatan, dan lain-lain. Materi-materi yang dibutuhkan untuk pembelajaran di rumah tersebar banyak di internet. Dengan modifikasi sesuai kebutuhan, orangtua kemudian tinggal menyajikannya kepada anak didiknya. Variasi kegiatan juga semakin mudah untuk didapatkan, tinggal cari di mesin pencari dengan materi dan kata kunci yang tepat maka dalam waktu yang cepat referensi itu akan muncul.
Bukan hanya itu, jaringan antar sesama orangtua pegiat homeschooling lainnya semakin terbuka lebar. Group-group di media sosial seperti facebook, memudahkan para pegiat homeschooling untuk saling bertukar informasi dan menjalin komunikasi satu sama lain. Tak jarang forum komunikasi ini kemudian membuat acara pertemuan bersama-sama untuk saling belajar dalam satu waktu yang ditentukan dengan tema yang dirancang sebelumnya.
Lembaga Pegiat Homeschooling
Ada dua lembaga pegiat homeschooling yang saya catat dan cukup berhasil dalam mengembangkan konsep homeschooling di Kota Bandung. Kalau ditingkat nasional, homeschooling binaan Kak Seto sudah sangat terkenal. Jika berbincang dengan orangtua baru yang hendak mengambil keputusan homeschooling dengan bantuan lembaga, yang pertamakali mereka tanyakan adalah homeschooling Kak Seto. Nah di luar lembaga homeschooling Kak Seto ini, saya melihat lembaga yang memfasilitasi pegiat homeschooling misalnya Homeschooling Kancil Cendikia dan Homeschooling Taman Sekar. Kedua lembaga ini sudah menjadi pilihan banyak orangtua untuk menjadikan partner buat anak didiknya.
Dengan pendekatan metode pendidikan alternatif, kedua lembaga tersebut menawarkan bentuk-bentuk baru dalam pendidikan di Indonesia. Beberapa anak didiknya dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang menarik setiap minggunya. Misalnya outing ke tempat-tempat yang bisa dijadikan sebagai bagian dari pembelajarannya, kegiatan perkemahan, dan lain-lain. Lembaga homeshooling ini mengorganisir termasuk memberikan fasilitator atau pendamping kegiatan belajarnya dengan baik. Fasilitator ini berperan sebagai guru jika disandingkan dengan sekolah-sekolah konvensional, bedanya fasilitator ini biasanya lebih dekat, lebih memahami karakter anak dibandingkan guru konvensional yang mengajar demi menghantarkan materi saja.
Nah, sekolah rumah dengan perkembangan teknologi ini dan banyaknya lembaga yang membantu pegiat homeschooling ini semakin mengukuhkan keberadaannya yang menjadi pilihan buat orangtua. Homeschooling bukan saja menjadi alternatif buat anak-anaknya tetapi homeschooling bisa menjadi kekuatan baru dalam peta pendidikan alternatif di Indonesia. Dukungan dari lembaga pemerintahan sangat dibutuhkan dalam berbagai hal. Demikian juga dengan kementrian pendidikan dan kebudayaan Indonesia sudah memberi warna hijau untuk bentuk pendidikan alternatif ini sebagai salah satu bentuk pendidikan yang juga diakui oleh negara. Legalitas ini diperlukan terutama misalnya untuk kebutuhan anak saat pindah jenjang dari tingkat dasar ke tingkat menengah, kemudian dari tingkat atas ke jenjang mahasiswa. Dukungan masyarakat luas pada komunitas dan para pegiat homeschooling juga diperlukan. Dukungan ini bisa dalam bentuk apapun.
Keberanian orangtua pegiat homeschooling ini semoga menjadi inspirasi untuk orangtua lainnya di Indonesia semata-mata untuk membangun sumberdaya manusia Indonesia yang baik di masa depan.


Share:

Selasa, September 13, 2016

Kejutan Kecil Bermakna Besar

Selalu ada kejutan-kejutan kecil dalam hidup ini yang buat saya maknanya sangat besar. Terlebih, ketika bergiat di pendidikan alternatif anak-anak. Berbagai bentuk kejutan itu bisa muncul dalam bentuk yang serbarupa. 

Buat Mr Iden 
Kejutan yang tak terduga bisa saja dalam bentuk hasil yang melampaui proses. Tak terduga karena bisa jadi melebihi ekspektasi dari yang kita bayangkan sebelumnya. Misalnya ketika memfasilitasi sebuah kegiatan dari materi yang harus diajarkan, materi berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Inti. Sebuah lembar kerja siswa diberikan begitu saja, dengan kemasan yang menarik kemudian anak diminta mengisi. Saat mengisi, anak tak cuma mengisi sesuai instruksi, ia merangkai lembar kerja tersebut bagaikan berkarya. Menambahkan warna yang menarik pada setiap gambar yang dituangkannya. Menuliskan deskripsi lebih dari instruksi yang ada atau ruang tulis yang ada.

Hallo, aku Mr Iden
Sebagai guru fasilitator, tentu saja kebahagiaan yang muncul karena anak berani lebih keren dari gurunya. Anak berani lebih kreatif dari gurunya. Anak mampu memaksimalkan semua potensi yang dimiliki tanpa harus didorong-dorong. 

Kejutan lainnya adalah bingkisan tak terduga. Tiba-tiba seorang anak memberikan batu. Yah hanya sebuah batu versi orang dewasa tetapi lebih dari batu buat anak kecil. Batu yang bermakna dalam yang diberikan seorang manusia untuk manusia lainnya. Saya selalu menyimpan apapun yang anak berikan. Secarik kertas bergambar, sepotong kayu kering, sebuah bekas kaleng, atau apapun yang anak berikan selalu saya apresiasi. 

Di mata mereka, kejutan itu adalah sebuah hal yang sangat istimewa. Menyakitkan jika orang dewasa mengabaikan kejutan kecil ini. Apresiasi ini lebih berharga dari sekian banyak apresiasi yang diterima orang dewasa. Tak salah jika orang dewasa harus bisa memberikan sesuatu yang lebih besar untuk anak-anak melebihi materi yaitu kasih sayang! 


Share:

Rabu, September 07, 2016

Kenapa Pendidikan Alternatif?

"Pendidikan bukan cuma urusan memperbanyak isi memori otak atau mencari tahu sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya. Namun lebih dari itu adalah upaya menghubungkan semua yang sudah diketahui dengan hal-hal yang masih menjadi misteri" (Anatole France, 1817-1895 pemenang Nobel Sastra, Prancis)

Beberapa hari ini blogpost saya berbicara seputar pendidikan alternatif yang diusung oleh sekolah-sekolah alternatif yang ada di Kota Bandung. Saya menaruh hormat dan apresiasi yang besar untuk setiap sekolah alternatif yang sudah mengembangkan metode pendekatan belajar yang manusiawi. 


Salah satu bentuk pembelajaran di Sekolah Alternatif
Istilah pendidikan alternatif merupakan istilah generik dari berbagai program pendidikan yang dilakukan dengan cara berbeda dari cara tradisional. Secara umum pendidikan alternatif memiliki persamaan, yaitu: pendekatannya bersifat individual, memberi perhatian besar kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik serta dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman.

Pemikiran tentang pendidikan alternatif ini bermula dari kritik-kritik Romo Mangun terhadap bentuk pendidikan yang sejak berlakunya kurikulum 1974, berkembang hingga kurikulum 1994.

Pendidikan alternatif tidak diartikan sebagai pengganti sekolah formal, melainkan mencari materi dan metode dedaktik baru sampai kurikulum baru. Menurut Nunuk Murniati, pendidikan seharusnya bersifat kontekstual, harus disesuaikan dengan lingkungan. Pendidikan untuk kaum marjinal pun demikian. Dimana konsep link and macth yang digembar-gemborkan oleh pemerintah orde baru dalam pendidikan hanya menghasilkan sekrup-sekrup kapitalis yang dibuat hanya untuk menyesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja dalam mesin industri.

Menurut Jery Mintz (1994:xi) Pendidikan alternatif dapat dikategorikan dalam empat bentuk pengorganisasian, yaitu:

  1. sekolah publik pilihan (public choice);
  2. sekolah/lembaga pendidikan publik untuk siswa bermasalah (student at risk);
  3. sekolah/lembaga pendidikan swasta/independent dan
  4. pendidikan di rumah (homeschooling).

Woodworking di Sekolah Waldorf 
Bentuk pendidikan alternatif tertua yang dikelola masyarakat untuk masyarakat adalah pesantren. Diperkirakan dimulai pada abad 15, kali pertama dikembangkan oleh Raden Rahmad alias Sunan Ampel. Kemudian muncul pesantren Giri oleh Sunan Giri, pesantren Demak oleh Raden Fatah dan Pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.

Selain pesantren, Taman Siswa didirikan pada tahun 1922. Selain Taman Siswa, Mohammad Syafei membuka sekolah di Kayutaman. Sekolah dengan semboyan, “Carilah sendiri dan kerjakanlah sendiri”. Siswa diberi keterampilan untuk membuat sendiri meja dan kursi yang digunakan bagi mereka belajar. Namun Belanda telah membumihanguskan sekolah tersebut.

Semangat Alternatif
Walaupun jarak yang jauh sejak Taman Siswa dan Sekolah Kayutaman, kini sekolah-sekolah alternatif semakin tumbuh subur di kota-kota besar di Indonesia. Hal yang patut kita banggakan karena masyarakat memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan kesempatan belajar yang lebih baik untuk anak-anaknya. Nah, semangat memberikan pendekatan pendidikan yang lebih manusiawi adalah hal yang saya pikirkan. Pendidikan alternatif bisa menjadi bagian yang menarik untuk membangun sumber daya manusia Indonesia di masa depan yang lebih baik.


Mengolah tanah untuk pertanian di sekolah
Sekolah alternatif terbukti mampu memberikan dimensi lain dalam dunia pendidikan Indonesia. Sekolah alternatif berani keluar dari pakem-pakem pembelajaran yang begitu-begitu saja. Anak pasif dan guru ceramah seharian. Walaupun semangat ini juga sudah hadir dalam perencanaan pendidikan di kurikulum tetapi kenyataannya jauh panggang dari api. 

Sekolah-sekolah yang konvensional masih kesulitan menerapkan hal-hal yang menarik dalam menyampaikan pembelajarannya. Alokasi dana pelatihan sudah dikeluarkan banyak sekali tetapi alih-alih memperbaiki sistem pendidikan yang ada hanya pemborosan  anggaran. Guru di kelas akan kembali mengambil jalan teraman, cari di internet, copy paste kemudian sebarkan di kelas. Lebih parah lagi, jual LKS kemudian suruh anak mengerjakan sendiri dan guru tinggal ongkang-ongkang kaki dengan santainya sambil menghembuskan asap rokok yang dihisapnya. Sebuah potret buruk pendidikan yang sudah sangat akut. 

Sementara di sekolah-sekolah alternatif, guru berjibaku mencari bentuk-bentuk menarik dalam menghantarkan pembelajaran yang menarik dan mudah dipahami oleh anak-anak lewat berbagai macam kegiatan yang variatif. Guru mengolah semua materi berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi inti untuk disampaikan kepada anak didiknya. 
Nah semangat berpikir kreatif dalam pendidikan alternatif inilah yang ingin saya bagikan untuk semua. Pendidikan yang kreatif, pendidikan yang menyenangkan, mendidik kreatif adalah semangat yang harus muncul dalam setiap diri pendidik di seluruh Indonesia. Semoga saja semakin banyak sekolah-sekolah alternatif yang mampu memberikan kontribusi positif dalam membangun manusia Indonesia yang merdeka, mandiri, kreatif, dan berdaya! 






Share:

Postingan Populer