Ruang Sederhana Berbagi

Senin, November 02, 2009

catatan kecil untuk Madina

''Tuhan memang tidak pernah menjanjikan dunia yang dipenuhi kebun bunga mawar''. Allah memang tidak pernah menyatakan bahwa tujuan baik akan dapat dicapai dengan mudah. Kami akan terus berjalan. Mudah-mudahan ini bukan titik. Cuma tanda koma dengan sekian panjang kelanjutan. -- Pengantar Redaksi Madina di Edisi 20--

Sekarang edisi 20 bulan september 09 berarti pertama kali beli bulan Februari 08. Yah.. Saya pertama kali membaca majalah Madina adalah bulan februari 2008. Saya mengingat waktu itu istri saya yang membeli. Saya membaca karena saya merasa majalah yang sudah dibeli, sayang kalau tidak dibaca. Saya menyukai Madina bukan karena masalah yang dikajinya adalah islam, lebih dari itu Madina menampilkan islam yang damai, islam yang universal dengan tidak mengurangi kekritisan terhadap dunia barat.
Madina menampilkan gaya bahasa yang lugas dan enak dibaca. Banyak masalah dunia kontemporer yang dikaji secara mendalam oleh penulis-penulis Madina. Tentang islam yang mengakui keberagaman juga tentang sosok-sosok pembawa islam damai.
Madina bisa dijadikan corong alternatif bagi media islam untuk tetap kritis tetapi tetap menghargai pluralitas bangsa. Tanpa harus mengakui sebagai pemikiran yang paling benar dan menganggap pemikiran diluar golongan mereka itu salah. Banyak hal yang tidak terduga. Banyak informasi yang terbuka di Madina yang tidak di muat di media lainnya. Misalnya tentang Amina Wadud, Madina menampilkan sosok kontroversi ini dalam kadar yang baik. Maksudnya tidak menonjolkan seolah-olah pendukung Amina Wadud tetapi juga tidak sebagai penentang. Dikala media lain tidak begitu mendalam mengupas pemikiran Amina Wadud, Madina mampu memberikan semacam percikan bagi pembaca untuk memikirkan setiap ulasan-ulasan wawancara dengan Amina Wadud.
Selain itu, saya masih ingat ketika membaca salahsatu artikel Madina yang membahas tentang kedatangan MU. Ya MU akan datang tetapi benarkah MU akan memberikan manfaat bagi bangsa ini, jangan-jangan kedatangan MU hanya sebagai alasan untuk menutupi hal yang lebih penting untuk dipikirkan bangsa ini. Apalah artinya uang milyaran rupiah untuk mendatangkan MU kalau ternyata masih banyak warga negara yang kelaparan.
Masih banyak lagi tema-tema menarik seperti plus minus sekolah islam, saya membaca ini membukakan mata bahwa sekolah label islam pun tetap saja ada plus minusnya. Rasanya ini sangat bermanfaat bagi mereka yang hendak menyekolahkan anaknya ke sekolah islam.
Madina memberikan warna tersendiri bagi saya sebagai orang islam. Tentang arti hormat menghormati sesama manusia juga tentang keberagaman yang sudah semakin dipersempit dengan isu-isu yang tidak penting hingga merasa golongannya paling benar dan diluar golongan mereka itu salah. Cap seperti itu menurut saya yang membuat islam seolah dekat dengan kekerasan, padahal sebenarnya ada islam yang damai. Islam adalah rahmatan lil alamin.
Sayang memang, edisi ke 20 bulan september kemarin adalah edisi terakhir. Sangat disayangkan memang, tetapi itulah realita yang harus diterima dengan lapang dada. Semoga saja lahir media seperti Madina, yang universal dan menyegarkan.
Saya bersyukur pernah mengirimkan tulisan lebih tepatnya salahsatu catatan di facebook ini walaupun hanya mengisi kolom dari pembaca. Saya bersyukur karena sudah turut serta mewarnai Madina.

Madina ''Terbuka, bijak, mencerahkan''
Share:

Postingan Populer