Ruang Sederhana Berbagi

Selasa, Desember 29, 2015

Kajian Lingkungan Dalam Persfektif Islam

Catatan ini adalah sebuah resensi buku Perlindungan Lingkungan: sebuah persfektif dan spiritualitas islam. Islam dan lingkungan atau lingkungan dalam persfektif islam adalah dua hal yang menarik untuk dikaji. Ada satu ayat dalam Al Quran yang selalu menjadi patokan bahwa kerusakan di dunia ini adalah karena keserakahan manusia, lebih lengkapnya begini ''Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).'' (Q.S. Ar-Ruum (30):41).

Kerusakan ini akibat dari tangan-tangan manusia, karena pandangan hidupnya yang tidak ramah terhadap alam. Dalam pengantar yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir ini selanjutnya dituliskan bahwa kerusakan ini jika dihubungkan dengan sejarah peradaban modern adalah buah dari penuhanan terhadap diri manusia. Manusia modern menganggap bahwa manusia adalah pusat alam semesta, dan memandang alam ada untuk ditaklukan dan untuk melayani manusia. Inilah sebenarnya yang menjadi sumber malapetaka lingkungan sedang kita hadapi. Lagi-lagi dalam sejarah, paradigma ini dikenal dengan paradigam Cartesian yang dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang populer dengan sebutan bapak filsafat modern. Sejak lahirnya era pencerahan ini, dunia barat giat melakukan penaklukan-penaklukan dengan mengadakan ekspansi ke berbagai belahan dunia. Buku ini sepertinya berpijak pada ayat tadi (Ar-Ruum:30) karena memulai mengantarkan pembaca pada konteks kerusakan yang terjadi dimuka bumi ini. Dan menjadikan agama (dan filsafat) sebagai solusi untuk mengatasi masalah lingkungan terutama yang berasal dari cara pandang. 

Keyakinan penulis tercermin pada awal pendahuluan yang menyatakan bahwa agama berperan dalam merumuskan pandangan mengenai alam dan dalam menciptakan perspektif-perspektif mengenai peran manusia terhadap alam. Karena agama memiliki konsepsi yang jelas mengenai hubungan antara manusia dengan Pencipta, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam sekelilingnya.

Dalam posisi ini, agama menjadi sangat penting artinya untuk menganalisis akar krisis lingkungan dan mencari pemecahannya. Di samping itu, agama-agama besar dunia telah mengembangkan etika mengenai hubungan sosial di antara manusia, dan manusia dengan alam sudah tentu meliputi persoalan-persoalan krisis ekologi ini (hal 17). 
Islam dan lingkungan adalah hal yang tidak bisa pisahkan (idenide.blogspot.com)
Buku ini selebihnya dibagi dalam tiga bagian penting, (1) Pandangan-dunia Islam tentang perlindungan lingkungan; (2) Perlindungan alam dalam praktek; dan (3) menuju fiqih lingkungan. Ketiga bagian ini diuraikan dalam bentuk paparan-paparan yang menarik dikaji, misalnya dalam bagian pertama pandangan-dunia islam tentang perlindungan lingkungan, kita akan dibawa untuk menggali justifikasi dari sumber hukum islam. Lantas dari manakah menggali sumber justifikasi itu? Selanjutnya penulis memaparkan (1) Al Quran, (2) Al Hadist, (3) Ijma, (4) Qiyas dan (5)Tradisi-tradisi umat islam. (hal 30-32). 

Kelima dasar inilah yang akan menjadi panduan selanjutnya menggali masalah dan persoalan lingkungan. Setelah mengetahui dasar justifikasi dalam Islam, selanjutnya bagaimana konsepsi islam dalam memandang alam semesta. Di dalam ayat-ayat yang tersebar, Al-Qur'an menunjukan banyak sekali subjek-subjek alam semesta baik mikrokosmos maupun makrokosmos, yang layak dipikirkan dan direnungkan. Al-Qur'an suci menyatakan dalam Al Anbiya (21): 107 ''Katakanlah: 'perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi'' (hal 34). 

Ketiga konsepsi tentang alam ini terdiri dari (1) konsepsi ilmiah, (2) Konsepsi filosofis, dan (3) konsepsi religius. Dalam pandangan islam, alam semesta itu ada dalam takdir Sang Pencipta dan ada dalam pemeliharaannya. Allah Yang Maha Suci telah menentukan alam raya ini dengan seimbang dan harmonis yang mana tiap-tiap bentuk yang ada di langit dan di bumi serta yang ada diantara keduanya diciptakan dengan sifat-sifat alamiahnya masing-masing untuk membimbing peranannya menuju kesempurnaan masing-masing. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa bentuk-bentuk kreasi tidak ada yang sia-sia. Mereka diciptakan bukan tanpa alasan dan tujuan, segala sesuatu diarahkan menuju kesempurnaannya sendiri. Islam mengajarkan bahwa alam raya diliputi oleh hukum alam sebagai hukum milik Allah yang di dalamnya berlaku sebab dan akibat (hal 39). 

Dalam perlindungan terhadap lingkungan, penulis buku ini menunjukan ayat-ayat yang berhubungan misalnya dengan Air (Al Anbiya (21): 30), serta usaha proteksinya misalnya dalam Hadist riwayat Imam Muslim, riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Al Hakim dan Al Baihaqi dari Muadz (hal 81). Usaha proteksi selanjut pada tanah, udara, tumbuhan, binatang dan energi. Penulis disini menyampaikan dengan seksama ayat ataupun hadist dan rujukan yang penting dalam menguraikan bentuk usaha yang bisa menjadi alternatif pengelolaan lingkungan. 

Dalam menuju fiqih Islam, pertama-tama penulis membongkar paradigma cartesian dan budaya saintisme. Paradigma Cartesian yang semakin kokoh dengan lahirnya revolusi sainsdan modern. Melalui penemuan-penemuan baru disegala bidang ilmu pengetahuan, kedudukan filsafat Des Cartes semakin kokoh. Penulis mengkritik paradigma ini sebagai biang kerusakan lingkungan. Dengan paradigma Des Cartes ini, lahir pola pikir, sikap mental dan sistem nilai yang mendorong terciptanya berbagai problem dan krisis global yang kompleks dan multidimensional seperti krisis ekologi, krisis moral, dehumanisasi, kekerasan, ketimpangan global, dan krisis eksistensial (hal 112). 

Penulis menawarkan solusi menangani persoalan itu dengan pendekatan Islam. Karena Islam memandang persoalan-persoalan dengan sudut pandang dan cara pendekatan yang menyeluruh tetapi spesifik dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lain, yang dengannya ia diterima oleh semua orang tanpa memandang kelas sosial, kecerdasan dan tingkat pendidikan. Wilayah moral adalah salah satu wilayah penting dalam islam dimana Islam dapat menyampaikan pesan-pesannya secara efektif, karena moral adalah nilai-nilai yang diterima dan diperlukan oleh semua lapisan manusia (hal 126). 

Untuk kajian Islam, buku ini sangat menarik, dari sisi universalitas pemaparan yang mengambil ayat Al-Qur'an tanpa menuliskan dalam bentuk tulisan arabnya, harusnya bisa diterima dengan mudah oleh semua kalangan. Misalnya para pecinta alam, aktivis masjid yang mengadvokasi lingkungan dll. Kajian-kajian ayat yang mendalam serta menyeluruh membuktikan secara khusus buku ini sangat dalam dan bergizi. 

Kritiknya hanya pada ilustrasi, lagi-lagi saya selalu melihat sebuah buku tidak saja pada isi tetapi juga pada tampilan. Untuk kalangan akademisi, buku ini cocok menjadi referensi kajian lingkungan berbasis agama, sayangnya dalam ranah populer, buku sepertinya masih terbatas pada pembaca yang beragama Islam saja. Buku setebal 141, ditulis oleh Sunardi, Ph.D. Seorang staf pengajar muda di Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran dan Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Unpad, Bandung. Buku ini diterbitkan oleh Program Studi Magister Ilmu Lingkungan- Universitas Padjadjaran dengan dukungan dari Yayasan Pribumi Alam Lestari. Secara pribadi saya sangat mengagumi karya Pak Sunardi ini, sebuah karya yang akan menjadi kenangan sepanjang masa.

Share:

Kamis, Desember 24, 2015

Blogger Go Green, Penting Dalam Kampanye Kesadaran Lingkungan

"Bumi ini cukup untuk kita semua, tetapi tidak untuk satu orang yang serakah" (Mahatma Gandhi)

Sebenarnya judul diatas hanya untuk gaya saja, soalnya kalau di Indonesiakan jadi aneh. mari hijau, ya kita bisa! Kalau Go Green, rasanya semua sudah mengetahui bahwa hakekatnya Go Green adalah mengajak untuk peduli lingkungan. Program kesadaran lingkungan harus dilakukan secara benar dan bermanfaat sehingga dapat dinikmati secara terus menerus tanpa merusak keadaannya, turut menjaga dan melestarikan sehingga ada manfaat yang berkesinambungan. Masyarakat adalah unsur yang menikmati langsung kondisi lingkungan. Blogger bisa mengajak masayarakat untuk menjadi media kontrol secara langsung terhadap lingkungannya dan berperan aktif untuk peka terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam upaya pelestarian lingkungan dengan menanamkan pengertian “Membangun bukan berarti harus merusak”

Gerakan lingkungan yang nge-pop jauh dari hingar bingar demonstrasi berteriak-teriak menuntut pemerintah mengadili perusak lingkungan, atau demonstrasi lain yang lebih berbeda dan unik. Go Green lebih ditujukan seperti kepada para eksekutif, anak-anak muda serta anak-anak kecil. Ajakan untuk Go Green ini disampaikan dalam beberapa paket termasuk bahkan dalam label produk, dalam even dan dalam gaya hidup lainnya.

Pencantuman logo ekolabel akan memberikan informasi kepada masyarakat dan memfasilitasi aksi nyata untuk merubah pola konsumsi melalui pemilihan produk yang ramah lingkungan, sehingga prinsip “green life-style” dan “green consumer” dapat terwujud. Dari sisi produsen, pencantuman logo ekolabel memberikan apresiasi atau insentif bagi produsen yang telah mulai “menghijaukan” barang/jasa dengan memenuhi standar/kriteria tertentu. Insentif berupa “image” yang baik terhadap barang/jasa ramah lingkungan dapat meningkatkan daya saing di pasar domestik dan internasional. Standar/kriteria ekolabel juga mendorong timbulnya inovasi dan investasi dalam menghasilkan barang/jasa yang ramah lingkungan.
Blogger go green untuk lingkungan yang lebih baik (idenide.blogspot.com)
Pelabelan Go Green itu ada yang benar-benar Green ada yang pseudo-green (gerakan lingkungan palsu seolah-olah gerakan lingkungan padahal ada kepentingan korporasi didalamnya). Selamat datang blogger green, semoga menjadi awal untuk memancing gerakan lingkungan lainnya yang lebih massive, lebih dinamis dan lebih nyata.

Bermula dari tulisan lalu menjadi sebuah karya nyata untuk bumi yang rapuh ini. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi. "Bumi ini cukup untuk kita semua, tetapi tidak untuk satu orang yang serakah", demikian kata Mahatma Gandhi. Pesan yang sangat dalam untuk kita agar menggunakan sesuai kadarnya, tidak berlebihan dan tidak serakah tentu saja. Blogger Go Green, Yes We Can !
Share:

Senin, Desember 21, 2015

Bisakah Membangun Tanpa Merusak Lingkungan?

Pertanyaan yang muncul saat diskusi lingkungan di sebuah komunitas lingkungan di atas sangat menarik untuk dikaji. Pertanyaan-pertanyaan penting selalu terkenang dan memberikan kesan mendalam untuk si penanya maupun si penjawab. Ada istilah bukan jawabannya yang penting tetapi pertanyaan. Seni bertanya tidak kalah dengan seni menjawab.  
Pembangunan yang ramah lingkungan menjadi semacam keharusan di era sekarang. Bisakah kita membangun tanpa merusak lingkungan? Ada semacam kesimpulan tak tertulis bahwa membangun itu pasti merusak, setidaknya dalam jangka waktu yang pendek. Kalau diperhatikan banyak kerusakan yang terjadi karena pembangunan fisik. Misalnya saja, pohon yang hilang, kontur tanah yang rusak dan berbagai kerusakan-kerusakan lainnya dalam lingkungan hidup sekitar.
Pembangunan konstruksi jalan baru harus memperhitungkan ekologi setempat (iden wildensyah)

Jangan sepelekan pohon yang ditebang atau kontur yang diubah begitu saja. Dalam sebuah pohon itu ada banyak mikroorganisma yang hidup. Apalagi dalam sebidang tanah itu banyak mahluk hidup golongan kecil yang hidup saling terkait satu sama lainnya. Menghancurkannya berarti menghilangkan atau merusak tatanan ekologi yang sudah berlangsung lama. 
Memang sih, ini bisa dihindari dengan alasan setelah pembangunan fisik selesai, kondisi tanah dan mahluk hidup yang ada sebelumnya bisa tergantikan dengan kondisi lingkungan yang akan terbentuk setelah pembangunan fisik selesai. Tetapi yang harus diingat bahwa mahluk hidup dalam lingkungan pra dan pasca pembangunan pasti berbeda. Berbeda karena dia harus menyesuaikan kembali dengan lingkungan hidup yang baru. Yang menarik ketika mengamati pembangunan fisik di sebuah kota disalahsatu negara yang peduli terhadap lingkungan. 
Menyadari bahwa aspal itu kenyataannya menutupi tanah, dan tanah yang ditutupi itu membuat mikroorganisma mati, maka penduduk kota berinisiatif menggantikan aspal, mengangkat lapisan aspal kemudian menggantinya dengan paving blok. Sekarang berandai-andai saja, suatu saat pembangunan di Indonesia sudah benar-benar tidak merusak lingkungan. Jangan seperti sekarang, baru sedikit saja tidak menebang pohon kemudian rame-rame diklaim sebagai perusahaan ramah lingkungan.

Share:

Kamis, Desember 03, 2015

Langit Biru Timika

Melihat langit biru Timika mengingatkan saya pada kota kelahiran saya dahulu di sebuah pesisir selatan Jawa Barat. Langit biru yang bersih dengan awan putih bergumul begitu indah. Awan-awan yang ketika kecil membayangkan berbagai rupa bentuk sesuai imajinasi. Yah, langit biru Timika membawa saya pada imajinasi kecil tentang banyak hal. Imajinasi tentang sebuah kota yang indah tanpa polusi dan begitu indahnya perhatian-perhatian kecil pada alam yang sedang terjadi. Perhatian yang hilang seiring kedewasaan kita.

Langit Biru Timika, Papua (iden wildensyah)
Ah, langit biru Timika siang itu benar-benar membuai saya pada banyak hal yang terjadi di masa lalu. Langit biru awan putih membawa kenangan indahnya masa kecil. Bukan hanya itu saja, langit biru Timika ini menunjukan betapa bersih dan sehatnya udara di sekitar Timika. Bersih karena polusi udara yang tidak terjadi sehingga awan leluasa bergerak membawa butir-butir air hujan. Langit menjadi bersih karena tak terhalangi oleh debu pekat polusi udara. Polusi udara karena pembakaran bahan bakar fosil dari banyaknya kendaraan yang beredar di jalanan kota. Kemacetan yang luar biasa terjadi setiap pagi dan sore bahkan kini berubah menjadi hampir tiap waktu membuat kadar karbonmonoksida yang keluar dari knalpot kendaraan meningkat tajam. Berkumpul di udara maka jadilah langit biru tertutupi oleh polusi udara.

Masih ingat betul ketika pertama kali berkenalan dengan dunia kesukarelawanan di sebuah lembaga lingkungan di Kota Bandung. Saat itu kegiatan koordinasi banyak dilakukan di daerah dengan ketinggian yang relative lumayan tinggi dibandingkan Kota Bandungnya. Alhasil setiap pagi dan sore kita bisa melihat perubahan awan yang menggelayut di atas cekungan Kota Bandung. Saat pagi hari, awan terlihat putih bersih namun berubah ketika hari menjelang sore. Awan yang tadinya putih kemudian berubah menjadi berwarna kotor seperti hitam. Persis seperti melihat jelaga yang menempel di atas awan.


Langit biru Timika harus tetap terjaga agar kehidupan di sana semakin baik tanpa polusi udara. Keindahan langit biru jangan sampai hilang dan baru terasa pentingnya setelah kehilangan momentum birunya langit tersebut. Jangan sampai anak-anak kecil kelak yang menjadi generasi penerus di Timika kehilangan kesempatan melihat langit biru yang aduhai indahnya. 
Share:

Rabu, Desember 02, 2015

Tembagapura, Eksotisme Kota di Ketinggian

Kabut yang turun sore hari seiring rintik-rintik hujan membuat suasana pegunungan semakin terasa. Kepulan uap yang keluar dari mulut saat menghembuskan nafas semakin meyakinkan tingginya permukaan tanah yang diinjak. Untuk para pendaki gunung, suasana tersebut sangat dirindukan. Berada di ketinggian gunung dengan cuaca yang dingin, mendirikan tenda, bakar api unggun, dan menghabis semalam suntuk di depan perapian sambil kongres kalau kata orang-orang di kampus saya. Kongres adalah ngawangkong teu beres-beres (ngobrol tak beres-beres). Dari satu topic pembicaraan ke pembicaraan yang lain. Suasana yang sangat akrab dan hangat antara satu sama lain. Tembagapura, sebuah eksotisme kota di ketinggian mengembalikan memori saya tentang kongres tersebut. Menjelang malam, suhu semakin dingin tetapi suasana semakin hangat dengan berbagai obrolan.

Tembagapura, eksotisme kota di ketinggian (iden wildensyah)
Suhu yang kurang dari 20 derajat celcius sebenarnya bukan suhu yang baru dan aneh buat saya. Sehari-hari berada di kota dengan ketinggian 800-850 meter di atas permukaan laut (mdpl) tak membuat saya cepat merasa dingin. Tembagapura sendiri berada di ketinggian 1.800-an memang lebih dingin. Untuk mereka yang sehari-hari berada di dataran rendah seperti dekat dengan permukaan laut, suhu 20 derajat celcius pasti terasa dingin.

Eksotisme kota di ketinggian ini semakin terasa jika kita keluar sebentar dari Tembagapura, naik ke ketinggian untuk meninjau lebih luas Tembagapura ini. Berada tepat di lembah, diapit oleh pegunungan yang menjulang tinggi. Di sisi tebing-tebingnya mengalir puluhan air terjun yang indah sekali. Saat cuaca cerah di pagi atau siang hari sebelum turun kabut, kita bisa melihat begitu banyak air terjun yang keluar dari balik gunung. Berwarna putih yang mencolok sementara latar gunung yang berwarna kehitaman semakin menambah indahnya sebuah kota di ketinggian tersebut.

Hal-hal yang menarik di kota ketinggian

Lalu apa saja hal-hal yang menarik selain eksotisme kota di ketinggian tersebut? Inilah beberapa catatan yang terekam dalam memori saat mengunjunginya.

1. Fasilitas Yang Memadai
Lapangan bola di Tembagapura (iden wildensyah)
Tembagapura dibangun oleh PT Freeport Indonesia sebagai sarana pendukung untuk karyawan yang bekerja di sana. Berbagai sarana yang memadai disediakan karena kepentingan bermasyarakat adalah kebutuhan yang utama. Fasilitas seperti sekolah, rumah sakit, sarana ibadah, sarana olahraga, dan fasilitas umum lainnya seperti pasar swalayan, kafe, dan perumahan, tersedia di Tembagapura untuk karyawan. Lapangan bola di atas ketinggian pernah digunakan timnas Indonesia untuk berlatih menghadapi SEA Games di bawah kepelatihan Indera Sjafri. Membawa pasukan U19 berlatih di lapangan sepakbola Tembagapura untuk penyesuaian para pemainnya sebelum bertanding di daerah yang memiliki suhu rendah.

2. Kedisiplinan Warga
Jangan berharap melihat sampah berserakan begitu saja di Tembagapura atau melihat orang tidak tertib saat mengantri di dapur umum, semuanya begitu teratur dan disiplin. Kedisiplinan ini misalnya pada jadwal bus yang akan datang dan pergi. Bus selalu datang dan pergi dengan tepat waktu. Penduduk yang menunggu di tiap halte tidak perlu khawatir dengan kedatangan bus. Dijamin tepat waktu. Jika ada perubahan paling Cuma 5 sampai 10 menit itu juga karena factor alam yang tidak bisa diduga sebelumnya. Kedisiplinan warga terlihat juga dari menyeberang jalan, sekalipun tidak ada kendaraan yang lewat, para warga yang melintasi jalan selalu menggunakan jalur khusus. Saat berjalan di pinggir jalan, warga selalu menggunakan trotoar. Jarang sekali saya melihat pejalan kaki yang tidak menggunakan trotoar.

3. Lisensi Khusus Para Pengendara
Parkir kendaraan di tembagapura (iden wildensyah)
Anda bisa mengendarai kendaraan di jalanan Jakarta belum tentu bisa menggunakan kendaraan di Tembagapura. Seorang teman di Tembagapura bercerita bahwa iapun berkali-kali mengikuti ujian untuk mendapatkan lisensi dari otoritas setempat. Lisensi mengendarai di ketinggian berbeda dengan lisensi mengendarai di dataran rendah. Setiap jenis mobil yang beredar di Tembagapura memiliki tingkat ujian yang berbeda. Ketatnya pengaturan lisensi ini sangatlah wajar. Dengan safety procedure di pertambangan yang begitu ketat tentu mempengaruhi ketatnya peraturan di semua lini. Ini adalah tentang keamanan yang menyangkut semua. Artinya peraturan yang ketat dibuat dirasakan oleh semua warga sebagai keharusan karena menyangkut keamanan bukan saja untuk dirinya tetapi juga keamanan untuk orang lain. Menyangkut keamanan ini, ada kode khusus yang unik saat berada di Tembagapura, pengemudi akan membunyikan klakson dua kali saat akan maju dan tiga kali saat akan memundurkan kendaraannya. Teman saya bercerita kebiasaan ini pernah menjadi kelucuan tersendiri saat ia mengendarai di luar Tembagapura, selalu membunyikan klakson yang sekalipun tidak berada di Tembagapura atau Timika.

4. Pejalan Kaki lewat, mobil berhenti
Ini menarik buat saya karena pejalan kaki dihormati begitu besar oleh pengendara mobil. Bayangkan jika sikap ini juga terjadi di masyarakat Indonesia secara umum, pasti tidak akan terjadi kecelakaan tertabraknya pejalan kaki oleh pengendara. Masalahnya bukan pada berhenti atau tidaknya mobil saat melihat ada pejalan kaki yang akan melintasi jalan tetapi pada sikap hormatnya seorang pengendara kepada pejalan kaki. Ini yang penting buat saya! Penting dicatat untuk kita semua. Menghormati orang lain yang sedang berjalan kaki itu sangat utama.  

Menarik bukan? Yah, inilah yang membuat Tembagapura memiliki keunikan tersendiri dari kota-kota lain pernah saya datangi. Inilah eksotisme kota di ketingggian yang menarik untuk dikunjungi (kembali)!
Share:

Selasa, Desember 01, 2015

Fenomena AIDS di Kota Pertambangan

Sisi lain sebuah kota pertambangan adalah denyut kota yang bergairah dari awalnya hanya sebuah wilayah kecil menjadi kota metropolitan yang bergelimang  menawarkan berbagai jenis layanan untuk warganya. Kisah-kisah kemajuan selalu beriringan dengan dampak yang ditimbulkannya. Misalnya hilangnya keanekaragaman hayati di lokasi setempat, tercemarnya air dan tanah serta udara, dan yang tidak kalah menariknya adalah fenomena AIDS di Kota Pertambangan.

Ah, saya katakana saja demikian. Fenomena AIDS di Kota Pertambangan menjadi menarik untuk dilihat sisi-sisi lainnya. Metropolitan terkadang menjadi jahat untuk mereka yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Menjamurnya tempat-tempat hiburan bisa menjadi sebuah alternative untuk melepaskan kepenatan selama beraktivitas. Penat karena pekerjaan yang monoton selama berhari-hari kemudian lepas dan bebas dengan sehari  di tempat hiburan. Pekerjaan ini membutuhkan fokus dan konsentrasi tinggi setiap harinya. Kehilangan fokus dan konsentrasi berakibat fatal pada orang atau alat yang sedang bekerja.
Suatu malam di pinggir jalan, Timika, Papua (iden wildensyah)

Fenomena AIDS di Kota Pertambangan bukan hanya isapan jempol belaka. Dalam Laporan Kementerian Kesehatan di bulan Juni 2011 menunjukkan penularan HIV berubah dalam lima tahun terakhir dan ada kecenderungan penularan baru HIV dan AIDS melalui transmisi seksual dengan kelompok terbesar pada pekerja laki-laki, yang kebanyakan bekerja di sektor-sektor pertambangan, perkebunan, perhubungan dan konstruksi yang berlokasi di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Pekerja di sektor-sektor tersebut umumnya memiliki mobilitas tinggi dan dengan upah yang cukup besar sebagai kompensasi lingkungan yang penuh resiko, namun banyak yang memiliki perilaku seksual berisiko tinggi, seperti membeli pelayanan seks tanpa alat pelindung. Perilaku seks tanpa alat pelindung ini menjadi bagian yang penting dikampanyekan oleh berbagai lembaga yang fokus menangani fenomena AIDS di kota-kota pertambangan. Aturan mengenai penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja sudah dituangkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS.

Godaan Uang, Minuman Keras, dan Seks Bebas

Dalam catatan Kompas, di Timika Ibukota Kabupaten Mimika, Papua. HIV/AIDS menjadi wujud nyata kehancuran orang asli Papua. Mereka diguncang oleh modernitas yang bergelimang uang, gemerlapan, dan konsumtif. Sejak tahun 2006, kota yang dibanjiri uang bisnis pendulangan emas tailing PT Freeport Indonesia (PTFI), dan perputaran dana kemitraan PTFI –lazim disebut dana satu persen- itu telah menjadi kota dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi di Papua. Barangkali sebuah kebetulan bahwa kasus pertama HIV/AIDS di Timika ditemukan tahun 1996, tahun dimana pertama kali pengucuran dana satu persen.

Akan tetapi, jika melihat buku laporan jurnalistik kompas ketika melakukan eksepedisi ke tanah Papua, bukan sebuah kebetulan jika dari 1.382 kasus HIV/AIDS yang ditemukan hingga 30 Juni 2007, 884 kasus dialami warga dari ketujuh suku penerima dana satu persen.

Gaya hidup baru yang bergelimang uang, minuman keras, dan seks bebas terus merebak di Timika, tanpa memandang umur. Di Timika, pelajar SMP sekalipun bisa masuk dalam kelompok berisiko HIV/AIDS, karena maraknya seks bebas dan konsumsi seks. Yang lebih mengenaskan banyak orang di luar kelompok risiko yang juga telah menjadi korban. Sejak 1996 sampai saat ini sudah ditemukan sekira 29 bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV. Seluruh bayi dan anak itu terinfeksi saat berada di dalam kandungan.

Demikian hal dengan ibu rumah tangga, sejumlah 305 terinfeksi HIV/AIDS. Satu kasus penularan HIV/AIDS melalui tranfusi darah menunjukan ancaman besar bagi setiap orang di Timika karena HIV/AIDS telah ada di mana-mana. Data dari Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mimika menunjukan proporsi HIV positif dalam kantung tranfusi darah pada Mei 2007 mencapai 1,44 persen.

Penanggulangan

Fenomena AIDS di kota pertambangan demikian menakutkan tetapi pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi angka yang terinfeksi HIV/AIDS harus terus dilakukan. Dalam beberapa kesempatan, kampanye-kampanye kesehatan dilakukan oleh dinas terkait dan PT Freeport Indonesia. Semua kembali kembali kepada manusianya. Demikian besarnya godaan atas keberlimpahan sumber daya bisa menjadi boomerang jika tidak bisa mengendalikan diri dengan baik.

Sebaik usaha yang dilakukan melalui kampanye-kampanye penanggulangan HIV/AIDS jika tidak ada perubahan dalam diri manusianya pasti hasilnya nihil. Dengan itikad baik untuk mengajak kebaikan, saya yakin kelompok-kelompok spiritual seperti komunitas keagamaan, komunitas sekolah, dan komunitas kemasyarakatan lainnya bisa diandalkan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di masa-masa yang akan datang.  

Harapan tentu masih ada, dengan bersatu padu antar semua elemen masyarakat dan Negara untuk mencegah kenaikan angka yang terinfeksi bisa dilakukan bersama-sama. Semoga jalinan antara berbagai komunitas lintas sector bisa menjadi harapan untuk generasi yang akan datang. Mengabaikan anak-anak yang terinfeksi adalah kesalahan besar, bagaimanapun mereka adalah penerus bangsa ini. Dengan meraih semua pihak dan melibatkan dalam berbagai kampanye kesadaran tentang risiko HIV/AIDS ini mudah-mudahan fenomena AIDS di kota pertambangan hanya menjadi cerita masa lalu saja. Generasi selanjutnya bisa tersenyum lebih baik dari sekarang.



Share:

Postingan Populer