Sportif adalah kata serapan dari Bahasa Inggris yang bermakna untuk menjelaskan soal fairness dan kejujuran. Sementara Supporter berasal dari bahasa Inggris, Support yang berarti mendukung dan orang yang mendukung adalah Supporter. Ada yang menarik di Kompas hari ini (19 Maret 2010) selain berita Barack Obama yang menunda kedatangannya ke Indonesia sampai Juni 2010, lalu Tiger Wood yang kembali main Golf. Nah.. Yang menarik itu adalah sebuah kartun Jakartaria di hal 27 pojok kanan atas. Kartun itu bagi saya sangat menggelitik karena menyindir supporter sepakbola di Indonesia. Digambarkan dalam kartun itu adalah seorang perempuan dewasa dan seorang lelaki muda pendukung sepakbola. Percakapannya kurang lebih digambarkan seperti ini:
Di sebuah ladang rumput, seorang anak bertopi oranye, memakai kaus oranye, memegang sabit sedang menyabit rumput. Sabit adalah alat pertanian tradisional terbuat dari baja yang umumnya digunakan untuk membelah, membabat rumput, memotong tumbuhan perdu, ranting-ranting dll (definisi ini menurut SNI 02-0665-1989, sumber di sini). Disela-sela dia menyabit rumput, seorang perempuan dewasa mendatanginya dan berkata "Nhaa lebih baik dipakai buat begitu kan... Manfaatnya lebih terasa daripada... ". Perempuan itu berhenti bicara. Anak muda bertanya "Daripada apa?''. Perempuan itu melanjutkan "Daripada jadi senjata supporter sepakbola!". Hmmmm anak muda itu berkata "Keren juga kalau namanya jadi the green mania". Titik, percakapan sudah sampai disini saja.
Yang menarik dan unik bagi saya bukan saja sentilan perempuan dewasa tersebut, tetapi kenyataan yang terjadi bahwa masih ada sekelompok supporter yang datang untuk "perang". Membawa segala peralatan yang sedianya tidak harus dibawa ke stadion. Parang, sabuk bergerigi tajam, samurai, sabit, ketapel dll bukan alat yang harus berada di tempat bernama stadion. Alat-alat itu ternyata dibawa oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, biasanya ada dua kemungkinan mengapa mereka membawa. Kalau dalam psikologi perang, itu terjadi untuk menyerang atau bertahan dari serangan lawan. Dan benar saja, beberapa media ibukota melansir berita tentang aksi anarkis supporter sepakbola ini. Berita bisa lihat di sini juga di sini.
Ibukota, stop. Bukan hanya terjadi di ibukota saja, tetapi juga di kota lainnya. Supporter terlibat tawuran dengan supporter lainnya. Sungguh sangat ironis ketika sebuah tekad mulia mendukung team kesayangan harus diakhiri dengan bentrokan. Memang sangat sulit meredam supporter yang sudah terlewat emosi, kecintaan terhadap team kesayangan kadang membuat gelap mata. Ketika team kesayangan kalah, supporter bersedih dan sedikit saja memancing emosi bisa fatal akibatnya. Inilah yang harus dibenahi oleh PSSI sebagai lembaga tertinggi persepakbolaan nasional. Pembinaaan terhadap supporter harus terintegrasi dengan pembinaan team. Supporter yang dewasa akan membuat pertandingan enak dilihat, dan kemajuan sepakbola nasional tinggal menunggu waktu. Jangan sampai terucap "bagaimana mau berprestasi, supporternya masih anarkis".
Kita bisa melihat beberapa supporter sepakbola yang mendukung dengan fair play, menjunjung tinggi sportivitas, santun dalam bertindak dan dewasa. Saya yakin jika dibenahi dengan baik, aturan yang jelas, sepakbola Indonesia akan maju. Bukan saja sepakbolanya tetapi juga etika supporter sepakbola yang harus dibenahi. Mendukung dengan baik, dewasa dan selalu menjunjung tinggi sportivitas sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kemajuan sepakbola Indonesia, saya yakin itu. Maju terus sepakbola Indonesia.
Bisa dilihat juga di www.wildensyah.co.cc
Kartun Jakartaria Kompas 19 Maret 2010 (dok.pribadi) |
Yang menarik dan unik bagi saya bukan saja sentilan perempuan dewasa tersebut, tetapi kenyataan yang terjadi bahwa masih ada sekelompok supporter yang datang untuk "perang". Membawa segala peralatan yang sedianya tidak harus dibawa ke stadion. Parang, sabuk bergerigi tajam, samurai, sabit, ketapel dll bukan alat yang harus berada di tempat bernama stadion. Alat-alat itu ternyata dibawa oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, biasanya ada dua kemungkinan mengapa mereka membawa. Kalau dalam psikologi perang, itu terjadi untuk menyerang atau bertahan dari serangan lawan. Dan benar saja, beberapa media ibukota melansir berita tentang aksi anarkis supporter sepakbola ini. Berita bisa lihat di sini juga di sini.
Ibukota, stop. Bukan hanya terjadi di ibukota saja, tetapi juga di kota lainnya. Supporter terlibat tawuran dengan supporter lainnya. Sungguh sangat ironis ketika sebuah tekad mulia mendukung team kesayangan harus diakhiri dengan bentrokan. Memang sangat sulit meredam supporter yang sudah terlewat emosi, kecintaan terhadap team kesayangan kadang membuat gelap mata. Ketika team kesayangan kalah, supporter bersedih dan sedikit saja memancing emosi bisa fatal akibatnya. Inilah yang harus dibenahi oleh PSSI sebagai lembaga tertinggi persepakbolaan nasional. Pembinaaan terhadap supporter harus terintegrasi dengan pembinaan team. Supporter yang dewasa akan membuat pertandingan enak dilihat, dan kemajuan sepakbola nasional tinggal menunggu waktu. Jangan sampai terucap "bagaimana mau berprestasi, supporternya masih anarkis".
Kita bisa melihat beberapa supporter sepakbola yang mendukung dengan fair play, menjunjung tinggi sportivitas, santun dalam bertindak dan dewasa. Saya yakin jika dibenahi dengan baik, aturan yang jelas, sepakbola Indonesia akan maju. Bukan saja sepakbolanya tetapi juga etika supporter sepakbola yang harus dibenahi. Mendukung dengan baik, dewasa dan selalu menjunjung tinggi sportivitas sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kemajuan sepakbola Indonesia, saya yakin itu. Maju terus sepakbola Indonesia.
Bisa dilihat juga di www.wildensyah.co.cc
0 komentar:
Posting Komentar