Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Guru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Guru. Tampilkan semua postingan

Minggu, November 17, 2013

Bermain Kelereng

Enam orang anak bermain di lapangan tanah dekat rumah mereka. Lapangan yang berukuran sekitar 6 x 3 itu cukup untuk bermain kelereng. Permainan yang mereka biasa lakukan selepas sekolah.
Bersama-sama membuat jarak lempar terlebih dahulu. Setelah cukup, jarak yang sudah disepakati kemudian diberi garis penanda. Selanjutnya adalah membuat lingkaran tepat di tengah-tengah sebagai kalang atau tempat menaruh kelereng sesuai kesepakatan. Misalnya menaruh masing-masing dua kelereng. Jika ada enam pemain, maka terkumpul dua belas kelereng di kalang tersebut. Pemenang berhak mengambil semua kelereng yang ada di kalang.



Seorang dari mereka kemudian melemparkan kelerengnya. Diikuti giliran orang kedua, ketiga, dst sampai habis dan kembali ke giliran awal. Mereka bermain dengan senang. Sesekali terdengar seorang bersuara keras memberi ketegasan. Misalnya ia merasa ada temannya yang bermain curang. Teman lainnya kemudian membela atau juga sama-sama mengatakan curang. Jika ia merasa tidak bermain curang, ia akan bertahan untuk mengatakan bahwa ia tidak bertindak curang.

Walau demikian, permainan terus berjalan. Kadang sambil menggerutu, mereka tetap melanjutkan permainan. Mereka merasakan kesenangan saat berhasil menuntaskan permainan. Bagi yang memenangi permainan, ia akan terus bersemangat bermain. Bagi mereka yang kalah, mereka juga tetap bersemangat untuk memenangi dan mengambil kembali kelereng yang sudah ada di tangan pemenang. Tentu saja lewat permainan lagi.

Keenam anak yang bermain kelereng itu tak terganggu kehadiran orang dewasa yang lewat. Mereka bergembira bersama. Dan yang terutama menarik adalah mereka belajar lewat permainan!
Share:

Kamis, Oktober 24, 2013

Cerita Memanah

Senin pagi seperti biasa rutin pagi. Anak-anak bercerita tentang libur akhir pekannya. Beragama cerita yang mereka sampaikan. Sekalipun hanya di rumah, tetapi selalu ada yang menarik.


Misalnya, Bryan yang berkata "bosan, aku di rumah saja. Baru pindahan dan semuanya beres-beres". Berbeda dengan Bryan, Bintang cerita tentang kegiatan akhir pekannya bersama keluarga di arena panahan. Ini yang menarik! Memanah.


Bintang kemudian menyusun ceritanya, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan. Ia berkisah bahwa memanah itu sulit. Berkali-kali ia gagal melepaskan anak panah dengan baik karena pegangannya yang tidak tepat. Walaupun ia berhasil melepaskan anak panah, tetap saja belum mencapai sasaran.


Apa yang disampaikan oleh Bintang ini menjadi awal untuk saya bercerita tentang kisah dibalik memanah. Kebetulan sehari sebelumnya saya melihat ada seorang anak yang memajang photo dirinya berkostum Merida (tokoh kartun perempuan yang ingin jadi pemanah). 


Memanah, bukan sekedar melepaskan anak panah saja. Ada pembelajaran menarik di dalamnya yang bisa dibagikan. Memanah dan berkuda adalah dua kegiatan menarik anak laki-laki jaman dahulu. Bahkan Nabi Muhammad menganjurkan anak lelaki untuk bermain panah dan berkuda sebagai kemampuan dasarnya (ditambah juga berenang). 


Memanah adalah sebentuk latihan berpikir dan merasa dengan seimbang. Fokus dan menjiwai setiap kali akan melepaskan anak panahnya. Hasil bidikannya adalah bentuk perpaduan yang harmonis antara fokus, konsentrasi, dan kematangan jiwa.


Saya selalu terkesan dengan catatan Paulo Coelho tentang memanah dan melihat bagaimana ia berpikir mendalam dari kegiatan memanah.


"Ketika aku menarik busurku," kata Herrigel kepada guru Zen-nya, "kadang aku merasa seolah-olah aku tak bisa bernapas jika tidak segera melepaskan anak panah itu."


"Kalau engkau terus berupaya mengusik momen-momen saat engkau harus melepaskan anak panah, maka engkau tidak akan pernah mempelajari seni sang pemanah" kata gurunya. "Kadang-kadang, hasrat berlebihan sang pemanah sendirilah yang merusak ketepatan bidikannya." (Paulo Coelho, Kitab Suci Kesatria Cahaya, hal 43)


Semakin kita renungi cerita anak-anak kemudian merefleksikannya dalam catatan atau keseharian, semakin mudah menarik kesadaran dalam ritme yang ingin dibangun.


Share:

Rabu, Oktober 23, 2013

Ulat Bulu

Sore itu ia sedang berjalan kaki di atas dahan biasa yang sudah lama ia lewati. Berpindah dari satu daun ke daun lainnya untuk menggemukan badannya. Kelak ia akan berhenti makan. Puasa untuk menyongsong kelahiran sosok baru yang lebih baik dari saat ini.

Saat dimana ia tidak bisa bergerak kemana-mana di tubuh yang rapuh terbungkus kepompong. Semedi dalam kedamaian, merenung, menanti proses selanjutnya.

Sore ini berjalan seperti biasa. Sekumpulan anak-anak bermain di bawah pohon. Saling kejar dan teriak. Terlihat bergembira bermain bersama-sama. Sampai tiba-tiba ada seorang manusia yang lebih besar dari ukuran anak-anak mendekati pohon yang ia hinggapi. Dari atas, ulat merasa ada sesuatu yang aneh. Pohon bergoyang! Dan jatuhlah ia tepat dileher orang yang duduk di bawah pohok tersebut.

Sedikit kaget, orang tersebut meraba lehernya. Sama halnya dengan ulat yang kaget dan buru-buru membuat rasa amannya terganggu. Ia melepaskan bulu-bulu yang akan menarik perhatian orang tersebut. Lewat kulitnya, orang tersebut mulai merasakan sengatan. Diusapnya  leher lalu digaruk. Rasa gatal mulai menjalari tubuhnya. Ia pindah menggaruk ke bagian tangan, wajah, dan perutnya.

Ulat masih menempel di bajunya. Tiba-tiba orang tersebut sadar. Ia berkata "oooh ini ulat bulu, pantas saja gatal-gatal". Dilemparkannya tubuh lemah ulat bulu itu ke tanah. Ia terus menggaruk karena efek sengatan ulat bulu.

Sementara itu, sang ulat bulu yang dilempar manusia kembali mencari dahan untuk dipanjat. Ia kelaparan. Ia ingin makan lagi untuk persiapan menjadi kepompong.

Share:

Selasa, Oktober 22, 2013

Mencuri Matahari

Alkisah di sebuah hutan yang sangat lebat, hiduplah dua orang manusia dalam satu rumah. Sepasang manusia itu belum tahu menghangatkan ruangan hingga mereka selalu kedinginan setiap malam. 

Gelap gulita dan kedingingan! Itulah yang terjadi pada mereka berdua. Mereka menikmati suasana gelap gulita dan kedinginan. 

Lama kelamaan mulailah salah satu dari mereka berpikir. Ia tidak mau begitu selamanya. Ia ingin malam yang bercahaya dan hangat. Bukan lagi malam yang dingin dan gelap.

Cahaya bulan adalah satu-satunya penerang mereka di malam hari. Sayangnya bulan tidak hadir setiap malam. Ada saatnya bulan hilang dan mereka kembali bersedih.

Mereka berharap kehangatan yang muncul seperti matahari. Merekapun berharap matahari bisa bersama mereka sepanjang hari. Tapi sayang, matahari tenggelam pada sore hari. Ia baru muncul keesokan harinya. 

Mereka berpikir mengambil matahari. Mereka akan mencuri kehangatan dan sinarnya untuk malam hari. Mereka akan menyimpan matahari di rumahnya. Segala upaya mereka lakukan saat matahari muncul. Dengan saling pangku mereka coba gapai matahari, dengan tongkat mereka coba raih matahari. Segala upaya mereka lakukan untuk mendapatkan matahari. Sayang, tak satupun usaha mereka yang berhasil menggapai matahari.

Kesal, digosok-gosokanlah tongkat pada papan rumah yang kering. Semakin lama semakin keras. Semakin keras dan mereka rasakan ada panas pada papan yang digosok. Tiba-tiba, percikan api muncul. Mereka semakin penasaran! Mereka gosok terus dan munculah api yang menggigit daun kering di sampingnya.

Gembira! Mereka menari di pinggir api yang baru saja menyala. Ada cahaya dan ada kehangatan sekarang. Mulai saat itulah mereka tak lagi berpikir mencuri matahari untuk mendapatkan kehangatan. Mereka bergembira dengan cahaya dan kehangatan yang hadir di antara mereka. Malam pun tak gelap gulita lagi.

Share:

Rabu, Oktober 16, 2013

Kamu Tetap Bernilai

Jika merasa dicampakan, terbuang sia-sia, dan merasa tidak berharga dan tidak dihargai, ingatlah selalu salah satu tulisan Paulo Coelho yang dikabarkan dari Carson Said Amer.
Dikisahkan seorang pengajar yang memulai seminar dengan memperlihatkan selembar uang dua puluh dolar dan bertanya, "Siapa yang menginginkan lembaran dua puluh dolar ini?"

Paulo Coelho
Beberapa orang mengangkat tangan, tetapi si pengajar berkata, "Sebelum saya memberikannya pada Anda, saya ingin melakukan sesuatu"

Dia meremas-remas lembar uang itu dan berkata, "Siapa yang masih menginginkan uang ini?"
Tangan-tangan kembali teracung.
Dia melemparkan lembar uang yang sudah kucal itu ke tembok, dan setelah lembar uang itu terjatuh, dia menginjak-injaknya, kemudian sekali lagi dia menunjukannya kepada peserta seminar --sekarang uang itu sudah benar-benar kucal dan kotor. Dia mengajukan pertanyaan yang sama, dan orang-orang tadi tetap mengangkat tangan.

"Jangan pernah melupakan pelajaran ini," katanya."Tidak masalah, apapun yang saya lakukan kepada lembar uang ini. Ini tetap selembar uang dua puluh dolar. Dalam hidup kita, sering kali kita dibuat kucal, diinjak-injak, diperlakukan buruk, dihina. Akan tetapi, meski mengalami semua itu, nilai kita tidak akan berubah."
 

Share:

Rabu, Oktober 09, 2013

Berinteraksi Melalui Soal

Jika selama ini anak pasif menerima soal-soal matematika, cobalah untuk membuatnya lebih aktif dalam membuat soal.

Saran ini terinspirasi dari paparan Prof Iwan Pranoto dalam sebuah seminar pendidikan matematika di sebuah sekolah di Kota Bandung.

Dengan membuat soal sendiri, anak memiliki soal tersebut. Harapannya, soal matematika menjadi tidak menakutkan lagi bagi dirinya. Matematika dengan mudah bisa dikenali dan dikerjakan dengan baik oleh anak-anak.

Jangan dikira membuat soal itu mudah, terkadang lebih sulit dari menjawab. Akan tetapi dalam bentuk pembelajaran aktif, anak harus mencoba membuat soal tersendiri. Variasinya bisa membuat soal untuk teman dan juga untuk dikerjakan sendiri.

Melalui soal juga, kita berinteraksi dengan anak. Kita bisa mengenal anak per anak melalui soal-soal yang ia buat sendiri. Anak yang cari aman, anak yang tertantang, dan anak yang biasa saja. Maka berinteraksilah dengan soal-soal yang dibuat sendiri dan anak-anak akan menyenanginya.

Nah, mari kita coba!

Share:

Rabu, Oktober 02, 2013

Relevansi

Suatu siang saya bertemu seorang auditor dari salah satu kementerian pendidikan di Jakarta. Ia menyapa saya dengan baik. Menanyakan nama kemudian pekerjaan. Ia juga mengenalkan dirinya dan menyebutkan pekerjaan. 
Dari pekerjaannya, saya tahu ia seorang auditor. Ia sedang mengaudit kegiatan pelatihan sertifikasi guru. 
Saya pun mengenalkan diri dan kegiatan sehari-hari. Ia kemudian tertarik mengetahui tentang studi saya dan bidang yang saya geluti sekarang.
Ada semacam gurat pertanyaan dalam benaknya. Saya biarkan saja menebak. Memang aneh tetapi bukan sesuatu yang baru. Ia bertanya tentang relevansi.
Tidak ada relevansi dan tidak butuh relevansi untuk mendidik anak-anak. Karena mendidik anak-anak adalah panggilan jiwa. Mendidik anak-anak adalah kerja kreatif. Selama kreativitas dan ide-ide untuk menginspirasi hadir, maka pendidikan akan berlangsung sebagaimana mestinya. 
Relevansi, mari kita berkenalan saja!
Share:

Jumat, September 20, 2013

Menghapal Perkalian

Ada satu hal yang dulu sangat berat untuk dihapal, perkalian. Selain rumit, perkalian itu matematika. Pokoknya ketika berhubungan dengan matematika, rasanya menghapal itu sebuah hal yang berat. 
Dahulu saya tidak tahu alasan harus menghapal selain bisa menjawab perkalian. Menghapal perkalian bukan menghapal IPA atau IPS atau PMP. Di luar matematika, saya masih senang menghapalkan. 
Belakangan saya makin tidak suka menghapal karena terlalu dangkal untuk belajar. Menghapal bukan menganalisis, bukan juga mengikat makna. Menghapal hanya sekedar mengingat.
Tetapi sekarang saya tahu makna dibalik menghapal terutama matematika. Dalam matematika, operasi hitung itu sudah menjadi keseharian. Semua akan bermuara di penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Nah, hapal perkalian akan memudahkan analisis selanjutnya. Itu berarti menghapal menjadi penting untuk diperhatikan.
Masalahnya sekarang adalah mencari pola-pola menghapal yang menyenangkan dan mengasyikan. Misalnya menghapal dengan lagu-lagu. Biasanya yang dibawakan dalam nyanyian akan teringat terus. Selain itu, saya coba mencari literatur tentang menghapal dan pola perkalian yang diajarkan di Waldorf School. Muncullah beberapa pola yang menarik.
Pertama permainan mengingat bilangan loncat atau kelipatan bilangan. Misalnya kelipatan dua, tiga, dan seterusnya. Sambil bermain sambil mengingat pola kelipatan atau pola loncatnya bilangan ke bilangan selanjutnya.
Kedua, dengan bentuk pola. Polanya seperti bintang, mandala, dll. Caranya dengan menghubungkan setiap angka dengan angka yang lainnya sesuai kelipatannya. Misalnya dari perkalian 2 akan terhubung mulai dari 0, 2, 4, 6, 8, dan 0. 0 yang kedua nilainya jadi 10, 2 yang kedua nilainya jadi 12, demikian seterusnya sampai kembali ke 0 ketiga yang nilainya 20. Cara ini sangat mengasyikan karena anak akan mengingat pola bukan sekedar mengingat hasil angka perkalian saja.
Menghapal perkalian sambil berkarya!
Share:

Rabu, September 18, 2013

Catatan Bergambar

Sejujurnya saya kagum dengan catatan anak-anak sekolah Waldorf yang saya datangi di Thailand. Mereka mencatat dengan sangat indah. Sesuatu yang wajar di sekolah Waldorf karena keindahan adalah bagian dari kehidupan. 
Life is beautiful, hidup itu indah. Mereka, para guru di Waldorf seperti sudah tertanam chip keindahan untuk menginspirasi para murid-muridnya. Demikian juga dengan murid-muridnya yang sudah diberikan bentuk-bentuk keindahan sejak dini. Melalui dongeng atau fairy tale yang diceritakan dari sumber buku Grimm Brother. Keindahan dalam berkarya ini kemudian juga diturunkan dalam bentuk apapun. Misalnya membuat catatan bergambar, membuat ukiran pada kayu, membuat bentuk-bentuk yang menarik rajutan, dan lain-lain.
Ini pula yang mendasari saya membangun semangat keindahan dalam setiap apapun. Menulis bergambar yang indah. 
Sangat kontras memang, di sekolah dulu kita dibedakan antara belajar dan menggambar atau berkarya. Bahkan buku tulisan yang bergambar sering dimarahi guru. 
Nah, sekarang saya balik. Setiap catatan harus diberi gambar agar seimbang otak kiri dan otak kanan. Menulis itu kerja otak kiri sementara menggambar itu kerja otak kanan. Harapannya sih semoga dengan membuat catatan indah itu membangun manusia holistik menjadi kenyataan.
Mencatat itu menyeimbangkan!

Share:

Selasa, September 17, 2013

Menilik Finlandia

Tanpa mengesampingkan negara lain yang memiliki sistem pendidikan sendiri, saya ingin melihat beberapa sisi penting dari pendidikan di Finlandia.
Pertama guru, guru adalah sosok yang inspiratif dan terpilih dari lembaga pendidikan guru. Lembaga pendidikan gurunya sangat keren dalam merekrut orang-orang pilihan untuk kemudian menjadi guru. Guru adalah lulusan magister yang dididik dengan baik sebelum terjun ke sekolah-sekolah.
Guru tidak banyak mengajar tetapi menginspirasi murid. Murid belajar banyak dari kegiatan sehari-hari.
Kedua, dukungan pemerintah yang besar untuk pendidikan. Pemerintah tidak banyak mengintervensi sekolah, sekolah berhak mengembangkan kurikulum yang tepat untuk dijalankan dalam lingkungannya sendiri.
Masih banyak lagi sisi-sisi menarik tentang Finlandia. Sebagai gambaran besar, saya cantumkan sebuah gambar ilustrasi yang menarik.

Share:

Kamis, September 12, 2013

Anak dan Pelatih Sepakbola

Beberapa bulan ini saya sering mengantar anak bermain sepakbola di sebuah akademi sepakbola di Kota Bandung. Sambil menunggu saya berpikir tentang anak-anak di sekolah, pelatih, dan pemain sepakbola.
Terkadang, sesekali berperan sebagai pelatih sepakbola itu sangat menarik. 
Saya mengamati seorang pelatih sepakbola untuk anak-anak. Dengan instruksi-instruksi tegas dan terarah untuk anak-anak, pelatih sepakbola berteriak di samping lapangan. Pelatih sepakbola itu berperan dalam membangun tim yang solid, kompak, dan mampu memenangi sebuah pertandingan. 
Ada tujuan yang hendak dicapai bersama-sama sebagai sebuah tim. Itu berarti satu sama lain harus kompak untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam sepakbola, tujuan jangka pendeknya adalah memasukan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan. Tujuan jangka panjangnya menjadi juara untuk satu kompetisi penuh.
Menyatukan kepala-kepala yang berbeda dalam satu tim untuk mencapai tujuan juga terjadi pada anak-anak di sekolah. Menjadikan mereka satu tim yang solid adalah pekerjaan guru yang membutuhkan konsistensi dan komitmen bersama. 
Ada potensi-potensi yang muncul dalam diri anak yang harus diberdayakan untuk mendukung satu sama lain. Kemunculan potensi anak ini berdasarkan pengamatan serta paduan antara cara dan metode yang tepat kepada tiap anak-anak. Metode dan cara yang tepat dalam memberikan arahan bagi anak akan membuat anak mampu mengembangkan potensinya. 
Persis seperti pelatih sepakbola yang kemudian menempatkan tiap pemain dalam posisi yang tepat untuk saling bekerjasama satu sama lain dengan pemainnya lainnya. Bekerjasama untuk mencapai tujuan, memenangi pertandingan! 
Bermain bola itu menyenangkan!
Share:

Selasa, September 10, 2013

Kelinci dan Anjing Pemburu

Pada suatu pagi seekor anjing pemburu mencari mangsa untuk sarapan paginya. Dia menjelajahi semak belukar di dekat hutan. Tak lama kemudian sampailah di padang rumput. Dia mendapatkan seekor kelinci yang sedang asyik makan rumput.
Anjing itupun menyalak keras sehingga kelinci itu terkejut bukan kepalang. Kelinci itu terus berlari sekencang-kencangnya. Sementara itu anjing mengejarnya. Kelinci larinya berbelok-belok, sehingga anjing sukar mengikutinya.
Karena kalah gesit, dia tidak berhasil menikmati daging kelinci. Dia pulang dengan kecewa. Di tengah jalan bertemu dengan seekor kambing. Kambing itu menyindir, “Kawan, bukankah anda pemburu yang cekatan? Alangkah malunya, kalau hal ini terdengar oleh binatang lain. Anda terkenal gesit kali ini menyerah kepada kelinci”.
“Bukan begitu” tukas anjing kecewa. “Kelinci itu lari karena dia ingin menyelamatkan jiwanya. Aku memburunya sekedar memenuhi selera makan pagiku. Masih banyak binatang untuk makananku. Bagi kelinci hanya ada satu nyawa saja.”


(diambil dari kumpulan dongeng “Kelinci dan Anjing Pemburu”, Sulartoyo S, dkk. 1977)




Share:

Membuat Film

Tantangan yang menarik buat anak-anak adalah membuat film. Tentu saja harus disesuaikan dengan usia dan tahapan jenjang kelasnya. Untuk anak-anak Sekolah Dasar, bisa saja hanya berperan sebagai tokoh-tokoh dalam filmnya. Sementara untuk anak-anak SMP sampai SMA, mereka sudah bisa sendiri membuat film.
Ketertarikan saya pada film bukan karena latah atau sekedar ikut trend saja, tetapi pada kepenasaran tentang membuat film yang berbeda. Setelah membaca bukunya @maswaditya, Sila Ke 6 Kreatif Sampai Mati, saya menemukan ide sederhana tentang menuang ide dalam karya film. Stop motion, itulah jawabannya.
Setelah menimbang teknik, pertama dengan foto yang disambung satu sama lain sampai kemudian ditemukannya sebuah aplikasi praktis stop motion. 
Hasilnya memang mengasyikan untuk seorang saya yang sedang belajar. Beberapa video stop motion saya, bisa dilihat di youtube.
Hari ini adalah berbagi ide dan inspirasi @idenide
Share:

Minggu, September 08, 2013

Prinsip Dasar Berkarya

Bagi saya, setelah melalui diskusi menarik di studi klub Diagonal yaitu studi klub yang interest dengan pemikiran Rudolf Steiner yang mendasari sekolah waldorf, berkarya itu bukan semata-mata berkarya tetapi lebih dalam dari itu. Berkarya adalah keterampilan dasar menjadi manusia utuh. Sangat dalam memang, dan saya setuju. Dengan berkarya kita bisa menemukan diri kita. Menemukan passion dan juga menemukan semua hal yang menjadi tujuan kita dilahirkan ke dunia ini. Jika belum berarti kadar berkarya masih seputar permukaan saja. 

Nah agar berkarya bukan sekedar permukaan saja, maka berkarya harus memberikan nilai dan makna yang mendalam bagi orang yang berkaryanya. Saya menemukan isi berkarya ketika saya bisa merasakan lebih dalam dan berpikir lebih dalam serta ada paduan antara keduanya saat berkarya.
Apa saja makna berkarya itu? Bentuknya bisa macam-macam tergantung pemikiran masing-masing. Tetapi karya yang terpenting adalah membuat kebijaksanaan pada orang yang berkaryanya.
Karya bagi anak-anak yang harus terus menjadi inspirasi bagi kehidupan mereka kelak tidak lepas dari prinsip sandang, pangan, dan papan.
Berkarya itu berhubungan dengan keterampilan dasar membuat sandang adalah merajut, meronce, menjahit, dan lain-lain. Manusia butuh pakaian maka keterampilan membuat pakaian harus dikenalkan sejak dini.
Keterampilan kedua berhubungan dengan papan yaitu pertukangan. Manusia membuat papan atau rumah untuk berlindung dari panas dan dingin. Rumah dengan segala isinya untuk kebutuhan manusia.
Selanjutnya adalah keterampilan dasar mengolah pangan yaitu pertanian, mengolah tanah, meracik makanan, itu berarti anak harus diajak untuk menanam tanaman, memasak, dan lain-lain.
Pada akhirnya berkarya itu menjadi jembatan bagi manusia untuk menjadi manusia seutuhnya. 

Share:

Semangat Berkarya

Berkarya adalah kebutuhan. Itulah yang membedakan kita dengan mereka. Semangat berkarya harus tumbuh sejak dini mulai dari anak-anak sampai dewasa. 
Berkarya dalam keseharian akan menjadi kebiasaan yang baik. Dalam berkarya yang sudah menjadi dalam diri kita, tidak akan ada lagi pemisahan dengan apapun. Seolah-olah sudah menjadi bagian utuh dengan kehidupan.
Sejatinya berkarya akan mengkayakan diri kita. Dengan berbagai pengalaman yang dilaluinya sebuah karya mewujud bukan saja hasil torehan tangan tetapi hasil olah diri yang baik.
Mengajarkan berkarya berarti harus memulai dari orang yang akan mengajarkannya. Tidak semata-mata mengantarkan teknik tetapi juga mendasari dengan pemahaman filosofi.
Mari ajak berkarya sebagai keseharian. 
Berkarya sebagai keseharian bersama anak-anak.

Share:

Postingan Populer