Pada suatu pagi seekor anjing pemburu mencari mangsa
untuk sarapan paginya. Dia menjelajahi semak belukar di dekat hutan. Tak lama
kemudian sampailah di padang rumput. Dia mendapatkan seekor kelinci yang sedang
asyik makan rumput.
Anjing itupun menyalak keras sehingga kelinci itu
terkejut bukan kepalang. Kelinci itu terus berlari sekencang-kencangnya. Sementara
itu anjing mengejarnya. Kelinci larinya berbelok-belok, sehingga anjing sukar
mengikutinya.
Karena kalah gesit, dia tidak berhasil menikmati daging
kelinci. Dia pulang dengan kecewa. Di tengah jalan bertemu dengan seekor
kambing. Kambing itu menyindir, “Kawan, bukankah anda pemburu yang cekatan? Alangkah
malunya, kalau hal ini terdengar oleh binatang lain. Anda terkenal gesit kali
ini menyerah kepada kelinci”.
“Bukan begitu” tukas anjing kecewa. “Kelinci itu lari
karena dia ingin menyelamatkan jiwanya. Aku memburunya sekedar memenuhi selera
makan pagiku. Masih banyak binatang untuk makananku. Bagi kelinci hanya ada
satu nyawa saja.”
(diambil dari kumpulan dongeng “Kelinci
dan Anjing Pemburu”, Sulartoyo S, dkk. 1977)