Saya teringat ketika membaca koran waktu kecil, bertanya pada ibu tentang siapa yang suka menulis di koran. Sebagai anak kecil yang penasaran, saya selalu tertarik mengetahui hal baru dari koran walaupun koran bekas bungkus baju, atau makanan. Beruntung, Ibu tidak langsung membuang koran bekas bungkusan tersebut. Inilah awal ketertarikan saya pada dunia tulis menulis.
Keluarga kami tidak langganan koran, sekalinya langganan yang saya ingat Tabloid Hikmah, itu karena Bapak saya menilai tabloid ini sarat dengan nilai-nilai islam. Dahulu, bapak langganan Panji Mas. Saya menemukan arsipnya yang banyak diperpustakaan rumah. Sudah kotor, berdebu dan kusam. Saya menemukan tulisan-tulisan Hamka serta Muhammada Hatta di majalah tersebut.
Semakin saja saya penasaran tentang sosok dibalik berita serta opini-opini yang muncul. Ibu mengatakan bahwa orang yang suka menulis berita adalah wartawan. Sementara dari kakak saya mengetahui jenis wartawan, wartawan tetap dan wartawan freelance. Saya juga mengetahui kelebihan dan kekurangan kedua jenis wartawan tersebut dari dia. Karena begitu asiknya membaca koran, saya pernah bermimpi menjadi wartawan. Saya membayangkan betapa saya akan menjadi sosok dibalik berita yang ditulis dikoran, majalah ataupun tabloid.
Memasuki dunia mahasiswa, saya berkenalan dengan Unit Pers Mahasiswa (UPM) Isola Pos. Ketertarikan saya pada mulanya dari mimpi kecil saya menjadi wartawan. Saya masih ingat ketika membaca salah satu poster training pers dan jurnalistik berbunyi ''Tertarik dunia wartawan, kepenulisan dan media? Ayo ikuti Training Pers dan Jurnalistik Mahasiwa (TPJM)''. Tahun pertama kuliah saya tidak mengikuti, baru pada tahun ketiga saya bisa mengikuti rangkaian kegiatan training pers tersebut. Tidak cukup hanya dikampus, saya mengikuti juga training pers diluar kampus.
Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari training pers tersebut, terutama dunia mimpi kecil saya menjadi wartawan. Saya melatih diri membuat tulisan, saya melatih membuat berita dan berlatih mengelola media. Pengalaman yang berharga menjadi bagian dari dunia jurnalistik ini membuat saya semakin jatuh cinta pada dunia baca, tulis dan fotografi. Selain menambah uang beli buku ketika mahasiswa, pengalaman ini membukakan pada satu kenyataan bahwa menjadi wartawan itu mengasyikan walaupun resiko dan beban pekerjaannya berat. Teman saya sampai mengatakan tidak ada Tuhan selain deadline, saking begitu kerasnya mengejar deadline. Untuk teman yang satu ini, saya angkat topi atas pencapaian prestasi luar biasanya dalam mempraksiskan teori. Saya salut sama dia, saya belajar banyak pada dia.
Menjadi wartawan freelance, itulah saya. Dalam beberapa tahun yang lalu, saya pernah menjadi wartawan cabutan. Hanya bertugas kalau ada materi yang harus ditulis. Saya merasa merdeka menjadi wartawan seperti ini, saya tidak dikejar deadline. Kalaupun deadline, tenggang waktunya cukup untuk mengerjakan hal lain.
Sampai hari ini, saya merasa dunia jurnalistik masih menjadi bagian hidup saya. Saya tetap menulis seperti sedia kala. Menulis membuat energi berlimpah, apalagi mewujud buku atau artikel yang dimuat di majalah, koran, atau media cetak lainnya. Sekarang, media online juga butuh menulis. Content is King, dan saya merasakan betul sebuah ide segar untuk mengisi konten itu sangat berharga. Hati-hati pencuri konten!
Nah.. kembali ke masa lalu, beruntung Ibu saya tidak langsung membuang koran bekas bungkus belanjaan pasar, ternyata koran bekas bungkusan tersebut membuat saya tetap menyukai dunia tulis menulis dan baca hingga kini.
Newspaper http://www.freegreatpicture.com |
Semakin saja saya penasaran tentang sosok dibalik berita serta opini-opini yang muncul. Ibu mengatakan bahwa orang yang suka menulis berita adalah wartawan. Sementara dari kakak saya mengetahui jenis wartawan, wartawan tetap dan wartawan freelance. Saya juga mengetahui kelebihan dan kekurangan kedua jenis wartawan tersebut dari dia. Karena begitu asiknya membaca koran, saya pernah bermimpi menjadi wartawan. Saya membayangkan betapa saya akan menjadi sosok dibalik berita yang ditulis dikoran, majalah ataupun tabloid.
Memasuki dunia mahasiswa, saya berkenalan dengan Unit Pers Mahasiswa (UPM) Isola Pos. Ketertarikan saya pada mulanya dari mimpi kecil saya menjadi wartawan. Saya masih ingat ketika membaca salah satu poster training pers dan jurnalistik berbunyi ''Tertarik dunia wartawan, kepenulisan dan media? Ayo ikuti Training Pers dan Jurnalistik Mahasiwa (TPJM)''. Tahun pertama kuliah saya tidak mengikuti, baru pada tahun ketiga saya bisa mengikuti rangkaian kegiatan training pers tersebut. Tidak cukup hanya dikampus, saya mengikuti juga training pers diluar kampus.
Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari training pers tersebut, terutama dunia mimpi kecil saya menjadi wartawan. Saya melatih diri membuat tulisan, saya melatih membuat berita dan berlatih mengelola media. Pengalaman yang berharga menjadi bagian dari dunia jurnalistik ini membuat saya semakin jatuh cinta pada dunia baca, tulis dan fotografi. Selain menambah uang beli buku ketika mahasiswa, pengalaman ini membukakan pada satu kenyataan bahwa menjadi wartawan itu mengasyikan walaupun resiko dan beban pekerjaannya berat. Teman saya sampai mengatakan tidak ada Tuhan selain deadline, saking begitu kerasnya mengejar deadline. Untuk teman yang satu ini, saya angkat topi atas pencapaian prestasi luar biasanya dalam mempraksiskan teori. Saya salut sama dia, saya belajar banyak pada dia.
Menjadi wartawan freelance, itulah saya. Dalam beberapa tahun yang lalu, saya pernah menjadi wartawan cabutan. Hanya bertugas kalau ada materi yang harus ditulis. Saya merasa merdeka menjadi wartawan seperti ini, saya tidak dikejar deadline. Kalaupun deadline, tenggang waktunya cukup untuk mengerjakan hal lain.
Sampai hari ini, saya merasa dunia jurnalistik masih menjadi bagian hidup saya. Saya tetap menulis seperti sedia kala. Menulis membuat energi berlimpah, apalagi mewujud buku atau artikel yang dimuat di majalah, koran, atau media cetak lainnya. Sekarang, media online juga butuh menulis. Content is King, dan saya merasakan betul sebuah ide segar untuk mengisi konten itu sangat berharga. Hati-hati pencuri konten!
Nah.. kembali ke masa lalu, beruntung Ibu saya tidak langsung membuang koran bekas bungkus belanjaan pasar, ternyata koran bekas bungkusan tersebut membuat saya tetap menyukai dunia tulis menulis dan baca hingga kini.
0 komentar:
Posting Komentar