Ruang Sederhana Berbagi

Selasa, Oktober 08, 2013

Saya dan Bis Kota

Catatan ini adalah pengalaman ketika masih berkuliah di setiabudi 207 Bandung, seperti biasa setiap hal yang berkesan di benak selalu saya tuliskan. Naik bis kota adalah salah satunya, baik sendirian atau bersama seseorang untuk mengantar Ledeng-Leuwipanjang atau sebaliknya jemput leuwipanjang-ledeng. Pertanyaan awalnya adalah apa istimewanya naik bis kota? Berdesak-desakan, bau keringat, polusi udara, bising dan kalau lagi apes mungkin saja kecopetan. Jauh-jauh lah dari musibah itu selain kapok juga rugi materi, uang hilang atau HP dan barang berharga lainnya.

Bus Damri
Tapi jangan berkecil hati dulu, ternyata naik bis kota juga sebetulnya mengasikan. Bukan karena bau keringatnya, bukan karena polusinya tapi karena pengalamannya. Nah pengalaman saya naik bis kota di Bandung membuat saya tertarik untuk menuliskannya.
Siang itu seperti biasa sehabis kuliah saya pulang sengaja tidak naik angkot, selain ongkos angkot rada mahal, kadang panas dan gerah terus banyak “ngetem” menunggu penumpang.

Bahkan perjalanan yang biasa ditempuh dengan waktu 1 jam pun bisa molor sampai 2 jam, bagaimana ga bete kenyataannya seperti itu. Disamping murah, naik bis kota selalu menginspirasi saya untuk menulis, biasanya ide yang muncul itu tiba-tiba saja ketika ada peristiwa atau percakapan orang lain yang terekam dalam memori. Kalau dewi, seorang penulis novel di Bandung, bilang bahwa itulah proses imajinasi, bukan melamun, kalau imajinasi diarahkan kalau melamun itu melayang-layang tidak tentu arahnya.

Barangkali anda tahu bahwa bagi sebagian orang bis kota adalah ladang untuk mencari nafkah, sesuap nasi. Ada banyak kreatifitas yang muncul dari mereka yang selalu tampil didalam bis kota. Anak-anak kecil, dewasa dan orang tua berlomba membuat kreasi-kreasi baru dalam menarik perhatian penumpang.

Ada yang bernyanyi solo tanpa gitar dan “genjring” ada yang berkelompok lengkap dengan instrumennya, ada yang berpuisi ria, ada yang bercerita, ada yang berpantun dan selalu saya melihatnya dari persfektif seni.

Kadang ada tawa ditengah kreasi mereka, kadang ada tangis, kadang ada bete-nya juga. Kalau kebetulan bete, saya tidak menikmati sajian kreasi apapun dalam bis kota itu. Biasanya saya mencoba mengusirnya dengan membaca buku-buku yang selalu saya sediakan dalam tas karena saya tahu kadang sewaktu-waktu pasti ada banyak waktu untuk membaca salahsatunya di dalam bis kota yang tentunya setelah menunggu di halte.

Bete saya hilang, tapi tidak dengan pembaca pantun pada waktu itu, ia begitu antusias membacakan pantunnya, sehabis membacakan pantun seperti biasa ia mengeluarkan kotak lalu menyodorkan satu persatu ke penumpang.Sampailah kotak itu pada saya, lalu saya masukan uang receh yang sudah saya siapkan. Entah kenapa tiba-tiba ia berujar, sambil loncat keluar bis “Buat apa membaca kalau tidak bisa di bagi dengan orang lain”.

Saya termenung sejenak, ada kemarahan yang muncul begitu saja, alasannya hanya saya tidak diberi kesempatan buat menjawa “Membaca itu tergantung selera, tidak semua yang dibaca harus dibagi”. Namun dia sudah ada diluar bis kota, walaupun demikian dari pengalaman itu saya berfikir mungkin benar buat apa membaca bila tidak bisa di bagi dengan orang lain. Tapi sekali lagi bagaimana dengan membaca komik, novel atau cerpen ?
Itulah bis kota, ada banyak dinamika didalamnya. Tentunya kita harus tahan dengan cobaannya selain jarang, juga banyak orang yang mengincar untuk naik bis kota dengan kepentingan – kepentingan yang beragam. Bila ingin berdinamika naiklah bis kota.
Share:

Senin, Oktober 07, 2013

Kuda Poni Dan Kuda Zebra

Di sebuah padang rumput yang terbentang luas, tersebutlah dua kuda sedang menyaksikan balapan. Kuda-kuda balap berpacu dengan kencang. Melesat bagai anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Secepat kilat melintas di antara mereka berdua.

"Ah seandainya aku bisa menjadi kuda balap, aku bisa berlari kencang menghindari musuh-musuhku" kata kuda poni.
"Kamu harus bersyukur, walau kamu tidak bisa berlari secepat kuda balap, warna kulitmu bisa menyamarkan dari musuhmu" kata kuda zebra. "Lihatlah aku, belang-belang ini memancing musuh untuk memangsaku" lanjut kuda zebra.

"Kamu juga tetap harus bersyukur, justru karena belang-belang itulah kamu sulit ditangkap musuhmu. Saat kamu berada di antara teman-temanmu, penglihatan musuhmu bisa kabur karena kesulitan fokus" jawab kuda poni.

"Oh benar, berarti kita tetap harus bersyukur. Bagaimanapun lambatnya kita berlari yang tak secepat kuda balap, kita masih tetap punya banyak keistimewaan yang tidak dimiliki yang lain" kata kuda zebra.

"Yah, kita harus bersyukur" jawab kuda poni.


Share:

Randu Dan Mawar

Alkisah di sebuah negeri hutan yang hijau dan lebat. Ada banyak pohon yang menjulang tinggi tetapi ada juga tanaman di bawah yang melata. Menghijau dan berwarna-warna bila dilihat dari dekat. 

Tersebutlah dua buah tanaman yang hidup berdampingan selalu setiap hari. Mereka berbagi cerita baik pengalaman sehari-harinya. Pohon randu yang tinggi dan bunga mawar. 

"Hai mawar, apakah kamu merasa cukup dengan hidup di bawah seperti itu?" Tanya pohon randu. "Aku senang, walaupun aku tidak setinggi kamu, tapi aku bisa memberikan bunga yang indah dan mudah dipetik siapa saja" Jawab mawar. 

"Kamu hidup setinggi itu, apa kamu tidak merasa kecapean ditempa angin kencang terus menerus" tanya mawar. "Aku senang dengan tinggiku, aku bisa melihat sekitar dengan luas. Setiap hari aku bisa mendapatkan sinar matahari yang sangat banyak" jawab randu.

"Lalu, bagaimana orang memanfaatkan kamu dari hutan ini" tanya mawar lagi. "Mawar, apakah kamu tidak lihat? Setiap pergantian musim aku selalu berbunga. Bunga-bungaku mekar kemudian muncul kapuk yang bisa dimanfaatkan untuk alas tempat tidur" jawab randu. 

"Dan, kemunculan bunga serta kapuk ini juga membuat orang bisa melihat pergantian musim ke musim berikutnya" kata randu melanjutkan.
Demikianlah mereka bercerita dan berbagi pengalaman setiap hari. Bunga mawar dan pohon randu selalu senang berbagi kebaikan.

Share:

Minggu, Oktober 06, 2013

Kisah Tiga Sapi

Nun jauh di sebuah negeri yang aman dan damai. Di dalam sebuah rumah yang mungil hidup tiga sapi. Masing-masing sapi berbeda dengan sapi lainnya. Ada yang berwarna cokelat, ada yang berwarna putih, dan ada yang berwarna putih hitam.

Setiap hari mereka pergi ke ladang yang luas, banyak rumput yang hijau, pepohonan yang rindang, dan burung-burung yang berkicau merdu. 

Sapi-sapi itu hidup rukun dengan semua temannya. Tidak suka bertengkar dan tidak suka mengejek. Mereka senang berteman. Mereka makan rumput yang hijau. Membiarkan burung hinggap dipunggungnya untuk mengambil kutu-kutu yang ada dibadannya.

Sapi-sapi itu suka dengan keramahan temannya. Mereka senang juga berbagi cerita kesehariannya. Misalnya mendongeng masa lalu, membuatkan mainan untuk hewan anak-anak yang masih kecil.

Ketiga sapi itu tidak pernah bertengkar. Walaupun warna kulit mereka berbeda, mereka tetap bisa bermain bersama. Mereka tidak membeda-bedakan warna. Mereka senang membantu satu sama lain yang membutuhkan.

Mereka sadar satu hal yang membuat mereka tetap rukun, ramah, dan bisa bekerja sama. Mereka adalah sapi yang hidup di rumah mungil.

#ceritaanak #dongeng
Share:

Rabu, Oktober 02, 2013

Relevansi

Suatu siang saya bertemu seorang auditor dari salah satu kementerian pendidikan di Jakarta. Ia menyapa saya dengan baik. Menanyakan nama kemudian pekerjaan. Ia juga mengenalkan dirinya dan menyebutkan pekerjaan. 
Dari pekerjaannya, saya tahu ia seorang auditor. Ia sedang mengaudit kegiatan pelatihan sertifikasi guru. 
Saya pun mengenalkan diri dan kegiatan sehari-hari. Ia kemudian tertarik mengetahui tentang studi saya dan bidang yang saya geluti sekarang.
Ada semacam gurat pertanyaan dalam benaknya. Saya biarkan saja menebak. Memang aneh tetapi bukan sesuatu yang baru. Ia bertanya tentang relevansi.
Tidak ada relevansi dan tidak butuh relevansi untuk mendidik anak-anak. Karena mendidik anak-anak adalah panggilan jiwa. Mendidik anak-anak adalah kerja kreatif. Selama kreativitas dan ide-ide untuk menginspirasi hadir, maka pendidikan akan berlangsung sebagaimana mestinya. 
Relevansi, mari kita berkenalan saja!
Share:

Minggu, September 29, 2013

Keliling Sumatra Bersama Ary

Selalu menarik ketika membaca kisah perjalanan. Saya menyukainya karena dengan membaca kisah perjalanan, saya dibawa pada tempat-tempat menarik yang belum saya kunjungi. Beberapa tempat yang sudah dikunjungipun tetap akan menarik karena kita akan melihat dari sisi yang lain.
Saya suka membaca kisah perjalanan, sebut saja kisah perjalanan Marco Polo keliling dunia. Setiap dinamika yang terjadi disebuah tempat pasti akan diceritakan. Pun dengan kisah Deandels sewaktu menggarap proyek Anyer-Panarukan yang dikisahkan oleh Pramoedya Ananta Toer. Setiap tempat punya kisah yang berbeda, setiap tempat punya catatan yang berbeda. Setiap tempat memberikan banyak catatan yang menarik bagi siapa saja yang merekamnya dalam tulisan.
Tempat yang menarik tentu saja akan membawa cerita yang menarik juga. Ujung-ujungnya seperti ada magnet yang membawa ke tempat tersebut. Rasa penasaran yang akan muncul kemudian membawanya pergi ke tempat yang dimaksud dalam bacaan tersebut. Tidak mungkin tercatat jika tempat itu biasa-biasa saja.
Ary Amhir sudah membawa saya jalan-jalan keliling Sumatera selama 30 hari. Selama 30 hari itu banyak dinamika yang menarik. Misalnya ketika dia mengunjungi sebuah tempat di Padang, lalu kisah penyair Amir Hamzah dikesultanan langkat yang meninggal oleh revolusi rakyat. Kemudian juga saat mengunjungi Kota Medan. Ary menceritakan dengan baik saat mengunjungi tempat salah satu Taipan besar Medan yaitu Tjong A Fie.
Medan dalam catatan Ary Amhir sangat unik dan menarik. Saat Ary mengunjungi kuil ditengah kota, kemudian kawasan India yang mengingatkannya pada sebuah tempat di Malaysia. Suasana beragam penuh dinamika yang menarik untuk dinikmati.
Dalam buku ini Ary juga bercerita yang dalam kamus saya seperti tips bagi siapa saja yang mau berpetualang dengan modal yang cukup tetapi tidak begitu mewah. Cukup untuk makan, nginap, dan ongkos naik angkutan. Tips terbaik yang saya dapatkan misalnya untuk menginap, cari losmen murah atau penginapan murah, terbaik lagi adalah cari warnet 24 jam. Online semalam, sewa dalam paket 12 jam atau perkirakan sampai pagi siap pergi lagi. Untuk makan, cari warung kopi, ganjal dengan makanan yang ada di warung tersebut. Dijamin tidak akan terlalu mahal. Bonusnya adalah cerita, kita akan diberikan cerita menarik oleh abang di warung atau juga pengunjung.
Saya salut dengan Ary Amhir, karya buku ini menunjukan kekuatan kreatifitasnya yang berbeda. Sangat menarik untuk menyimak karya Ary selanjutnya.

Judul : 30 Hari Keliling Sumatra
Penulis : Ary Amhir
Penerbit : Dolphin
Cetakan : I, 2013
Tebal : 278 hlm
Share:

Minggu, September 22, 2013

Inspirasi Anies Baswedan

Suatu hari di siang yang cerah, saya mendapat kesempatan untuk datang di diskusi yang dihadiri oleh Anies Baswedan.Tentu saja ini menjadi spesial karena kehadiran Anies Baswedan, tokoh muda Indonesia yang masuk dalam jajaran 100 orang intelektual muda berpengaruh di dunia pada abad ini.
Anies Baswedan menyempatkan diri untuk berbagi pengalaman tentang pendidikan, masa depan pendidikan Indonesia, dan Indonesia Mengajar. Anies memulai dengan mengatakan bahwa siapa saja di antara kita yang membicarakan harapan, masa depan dengan belajar dari sejarah, dialah seorang muda. Sementara seorang tua hanya berbicara tentang romantika sejarah di belakang. Berbicara pendidikan berarti berbicara masa depan bangsa Indonesia. Segudang masalah pendidikan Indonesia hanya bisa diselesaikan oleh siapapun yang bergerak untuk memperbaikinya. Bukan oleh konsultan, bukan juga oleh peneliti yang hanya memberikan solusi tetapi tidak sanggup berada dalam masalah.
Anies Baswedan
Anies mengatakan bahwa hal pertama yang bisa dilakukan adalah memasuki masalah itu sendiri. Jadikan diri kita sebagai bagian dari masalah pendidikan, masalah harus dimiliki agar kita tergerak untuk memperbaikinya dengan karya nyata. Indonesia Mengajar adalah bagian dari karya nyata seorang Anies Baswedan dalam memberikan pengalaman baik untuk guru maupun anak-anak sekolah di pelosok. Indonesia Mengajar adalah bentuk pemenuhan janji bangsa Indonesia dalam ”Mencerdaskan kehidupan bangsa” yang tertuang dalam UUD 45.
Guru.. Yah.. Bagi Anies, guru punya peran strategis dalam membangun semangat kebangsaan dan membangun bangsa yang terdidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi kualitas guru yang ada belum sepenuhnya memadai, guru-guru berkualitas hanya ada di kota-kota besar dengan fasilitas gaji yang memadai, rumah, dan tunjangan ini itu. Berbeda dengan guru yang ada di pelosok, padahal murid-murid tidak mengenal kota dan desa. Murid-murid adalah anak yang memiliki potensi
luar biasa dalam belajar. Dan jangan dilupakan bahwa generasi selanjutnya yang akan meneruskan bangsa ini adalah anak-anak sekarang.

Anies sebagaimana akademisi lainnya, juga memberikan data dan fakta global seputar pendidikan. Tentang Amerika, China, India, Taiwan, dan Singapura yang fokus pada pendidikannya sangat besar dibanding Indonesia. Kemudian fakta-fakta tentang produk hasil sekolah yang kemudian menjadi bagian dari kebanggaan bangsanya.
Anies juga menyoroti tentang kualitas mahasiswa lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia dengan lulusan Perguruan Tinggi di luar negeri seperti China. Jauhlah pokoknya kalau bicara fakta yang dipaparkan Anies Baswedan.
Di acara tersebut juga hadir budayawan Aat Soeratin yang membuka acara dengan mengkhidmati hari kemerdekaan RI dengan menyanyikan lagu kebangsaan serta merangkai acara awal dan akhir yang menarik. Setelah Anies Baswedan memaparkan pandangannya tentang pendidikan, diskusi interaktif dilakukan dengan peserta. Setelah acara diskusi beres, menjelang akhir acara, Anies Baswedan menyalakan obor di depan merah putih. Obor semangat kebangsaan yang harus terus dinyalakan untuk generasi bangsa yang lebih baik. Anies sudah membawa semangat kebangsaan pada diskusi sore itu!
Share:

Jumat, September 20, 2013

Menghapal Perkalian

Ada satu hal yang dulu sangat berat untuk dihapal, perkalian. Selain rumit, perkalian itu matematika. Pokoknya ketika berhubungan dengan matematika, rasanya menghapal itu sebuah hal yang berat. 
Dahulu saya tidak tahu alasan harus menghapal selain bisa menjawab perkalian. Menghapal perkalian bukan menghapal IPA atau IPS atau PMP. Di luar matematika, saya masih senang menghapalkan. 
Belakangan saya makin tidak suka menghapal karena terlalu dangkal untuk belajar. Menghapal bukan menganalisis, bukan juga mengikat makna. Menghapal hanya sekedar mengingat.
Tetapi sekarang saya tahu makna dibalik menghapal terutama matematika. Dalam matematika, operasi hitung itu sudah menjadi keseharian. Semua akan bermuara di penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Nah, hapal perkalian akan memudahkan analisis selanjutnya. Itu berarti menghapal menjadi penting untuk diperhatikan.
Masalahnya sekarang adalah mencari pola-pola menghapal yang menyenangkan dan mengasyikan. Misalnya menghapal dengan lagu-lagu. Biasanya yang dibawakan dalam nyanyian akan teringat terus. Selain itu, saya coba mencari literatur tentang menghapal dan pola perkalian yang diajarkan di Waldorf School. Muncullah beberapa pola yang menarik.
Pertama permainan mengingat bilangan loncat atau kelipatan bilangan. Misalnya kelipatan dua, tiga, dan seterusnya. Sambil bermain sambil mengingat pola kelipatan atau pola loncatnya bilangan ke bilangan selanjutnya.
Kedua, dengan bentuk pola. Polanya seperti bintang, mandala, dll. Caranya dengan menghubungkan setiap angka dengan angka yang lainnya sesuai kelipatannya. Misalnya dari perkalian 2 akan terhubung mulai dari 0, 2, 4, 6, 8, dan 0. 0 yang kedua nilainya jadi 10, 2 yang kedua nilainya jadi 12, demikian seterusnya sampai kembali ke 0 ketiga yang nilainya 20. Cara ini sangat mengasyikan karena anak akan mengingat pola bukan sekedar mengingat hasil angka perkalian saja.
Menghapal perkalian sambil berkarya!
Share:

Rabu, September 18, 2013

Catatan Bergambar

Sejujurnya saya kagum dengan catatan anak-anak sekolah Waldorf yang saya datangi di Thailand. Mereka mencatat dengan sangat indah. Sesuatu yang wajar di sekolah Waldorf karena keindahan adalah bagian dari kehidupan. 
Life is beautiful, hidup itu indah. Mereka, para guru di Waldorf seperti sudah tertanam chip keindahan untuk menginspirasi para murid-muridnya. Demikian juga dengan murid-muridnya yang sudah diberikan bentuk-bentuk keindahan sejak dini. Melalui dongeng atau fairy tale yang diceritakan dari sumber buku Grimm Brother. Keindahan dalam berkarya ini kemudian juga diturunkan dalam bentuk apapun. Misalnya membuat catatan bergambar, membuat ukiran pada kayu, membuat bentuk-bentuk yang menarik rajutan, dan lain-lain.
Ini pula yang mendasari saya membangun semangat keindahan dalam setiap apapun. Menulis bergambar yang indah. 
Sangat kontras memang, di sekolah dulu kita dibedakan antara belajar dan menggambar atau berkarya. Bahkan buku tulisan yang bergambar sering dimarahi guru. 
Nah, sekarang saya balik. Setiap catatan harus diberi gambar agar seimbang otak kiri dan otak kanan. Menulis itu kerja otak kiri sementara menggambar itu kerja otak kanan. Harapannya sih semoga dengan membuat catatan indah itu membangun manusia holistik menjadi kenyataan.
Mencatat itu menyeimbangkan!

Share:

Postingan Populer