Ruang Sederhana Berbagi

Selasa, Desember 29, 2015

Kajian Lingkungan Dalam Persfektif Islam

Catatan ini adalah sebuah resensi buku Perlindungan Lingkungan: sebuah persfektif dan spiritualitas islam. Islam dan lingkungan atau lingkungan dalam persfektif islam adalah dua hal yang menarik untuk dikaji. Ada satu ayat dalam Al Quran yang selalu menjadi patokan bahwa kerusakan di dunia ini adalah karena keserakahan manusia, lebih lengkapnya begini ''Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).'' (Q.S. Ar-Ruum (30):41).

Kerusakan ini akibat dari tangan-tangan manusia, karena pandangan hidupnya yang tidak ramah terhadap alam. Dalam pengantar yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir ini selanjutnya dituliskan bahwa kerusakan ini jika dihubungkan dengan sejarah peradaban modern adalah buah dari penuhanan terhadap diri manusia. Manusia modern menganggap bahwa manusia adalah pusat alam semesta, dan memandang alam ada untuk ditaklukan dan untuk melayani manusia. Inilah sebenarnya yang menjadi sumber malapetaka lingkungan sedang kita hadapi. Lagi-lagi dalam sejarah, paradigma ini dikenal dengan paradigam Cartesian yang dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang populer dengan sebutan bapak filsafat modern. Sejak lahirnya era pencerahan ini, dunia barat giat melakukan penaklukan-penaklukan dengan mengadakan ekspansi ke berbagai belahan dunia. Buku ini sepertinya berpijak pada ayat tadi (Ar-Ruum:30) karena memulai mengantarkan pembaca pada konteks kerusakan yang terjadi dimuka bumi ini. Dan menjadikan agama (dan filsafat) sebagai solusi untuk mengatasi masalah lingkungan terutama yang berasal dari cara pandang. 

Keyakinan penulis tercermin pada awal pendahuluan yang menyatakan bahwa agama berperan dalam merumuskan pandangan mengenai alam dan dalam menciptakan perspektif-perspektif mengenai peran manusia terhadap alam. Karena agama memiliki konsepsi yang jelas mengenai hubungan antara manusia dengan Pencipta, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam sekelilingnya.

Dalam posisi ini, agama menjadi sangat penting artinya untuk menganalisis akar krisis lingkungan dan mencari pemecahannya. Di samping itu, agama-agama besar dunia telah mengembangkan etika mengenai hubungan sosial di antara manusia, dan manusia dengan alam sudah tentu meliputi persoalan-persoalan krisis ekologi ini (hal 17). 
Islam dan lingkungan adalah hal yang tidak bisa pisahkan (idenide.blogspot.com)
Buku ini selebihnya dibagi dalam tiga bagian penting, (1) Pandangan-dunia Islam tentang perlindungan lingkungan; (2) Perlindungan alam dalam praktek; dan (3) menuju fiqih lingkungan. Ketiga bagian ini diuraikan dalam bentuk paparan-paparan yang menarik dikaji, misalnya dalam bagian pertama pandangan-dunia islam tentang perlindungan lingkungan, kita akan dibawa untuk menggali justifikasi dari sumber hukum islam. Lantas dari manakah menggali sumber justifikasi itu? Selanjutnya penulis memaparkan (1) Al Quran, (2) Al Hadist, (3) Ijma, (4) Qiyas dan (5)Tradisi-tradisi umat islam. (hal 30-32). 

Kelima dasar inilah yang akan menjadi panduan selanjutnya menggali masalah dan persoalan lingkungan. Setelah mengetahui dasar justifikasi dalam Islam, selanjutnya bagaimana konsepsi islam dalam memandang alam semesta. Di dalam ayat-ayat yang tersebar, Al-Qur'an menunjukan banyak sekali subjek-subjek alam semesta baik mikrokosmos maupun makrokosmos, yang layak dipikirkan dan direnungkan. Al-Qur'an suci menyatakan dalam Al Anbiya (21): 107 ''Katakanlah: 'perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi'' (hal 34). 

Ketiga konsepsi tentang alam ini terdiri dari (1) konsepsi ilmiah, (2) Konsepsi filosofis, dan (3) konsepsi religius. Dalam pandangan islam, alam semesta itu ada dalam takdir Sang Pencipta dan ada dalam pemeliharaannya. Allah Yang Maha Suci telah menentukan alam raya ini dengan seimbang dan harmonis yang mana tiap-tiap bentuk yang ada di langit dan di bumi serta yang ada diantara keduanya diciptakan dengan sifat-sifat alamiahnya masing-masing untuk membimbing peranannya menuju kesempurnaan masing-masing. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa bentuk-bentuk kreasi tidak ada yang sia-sia. Mereka diciptakan bukan tanpa alasan dan tujuan, segala sesuatu diarahkan menuju kesempurnaannya sendiri. Islam mengajarkan bahwa alam raya diliputi oleh hukum alam sebagai hukum milik Allah yang di dalamnya berlaku sebab dan akibat (hal 39). 

Dalam perlindungan terhadap lingkungan, penulis buku ini menunjukan ayat-ayat yang berhubungan misalnya dengan Air (Al Anbiya (21): 30), serta usaha proteksinya misalnya dalam Hadist riwayat Imam Muslim, riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Al Hakim dan Al Baihaqi dari Muadz (hal 81). Usaha proteksi selanjut pada tanah, udara, tumbuhan, binatang dan energi. Penulis disini menyampaikan dengan seksama ayat ataupun hadist dan rujukan yang penting dalam menguraikan bentuk usaha yang bisa menjadi alternatif pengelolaan lingkungan. 

Dalam menuju fiqih Islam, pertama-tama penulis membongkar paradigma cartesian dan budaya saintisme. Paradigma Cartesian yang semakin kokoh dengan lahirnya revolusi sainsdan modern. Melalui penemuan-penemuan baru disegala bidang ilmu pengetahuan, kedudukan filsafat Des Cartes semakin kokoh. Penulis mengkritik paradigma ini sebagai biang kerusakan lingkungan. Dengan paradigma Des Cartes ini, lahir pola pikir, sikap mental dan sistem nilai yang mendorong terciptanya berbagai problem dan krisis global yang kompleks dan multidimensional seperti krisis ekologi, krisis moral, dehumanisasi, kekerasan, ketimpangan global, dan krisis eksistensial (hal 112). 

Penulis menawarkan solusi menangani persoalan itu dengan pendekatan Islam. Karena Islam memandang persoalan-persoalan dengan sudut pandang dan cara pendekatan yang menyeluruh tetapi spesifik dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lain, yang dengannya ia diterima oleh semua orang tanpa memandang kelas sosial, kecerdasan dan tingkat pendidikan. Wilayah moral adalah salah satu wilayah penting dalam islam dimana Islam dapat menyampaikan pesan-pesannya secara efektif, karena moral adalah nilai-nilai yang diterima dan diperlukan oleh semua lapisan manusia (hal 126). 

Untuk kajian Islam, buku ini sangat menarik, dari sisi universalitas pemaparan yang mengambil ayat Al-Qur'an tanpa menuliskan dalam bentuk tulisan arabnya, harusnya bisa diterima dengan mudah oleh semua kalangan. Misalnya para pecinta alam, aktivis masjid yang mengadvokasi lingkungan dll. Kajian-kajian ayat yang mendalam serta menyeluruh membuktikan secara khusus buku ini sangat dalam dan bergizi. 

Kritiknya hanya pada ilustrasi, lagi-lagi saya selalu melihat sebuah buku tidak saja pada isi tetapi juga pada tampilan. Untuk kalangan akademisi, buku ini cocok menjadi referensi kajian lingkungan berbasis agama, sayangnya dalam ranah populer, buku sepertinya masih terbatas pada pembaca yang beragama Islam saja. Buku setebal 141, ditulis oleh Sunardi, Ph.D. Seorang staf pengajar muda di Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran dan Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Unpad, Bandung. Buku ini diterbitkan oleh Program Studi Magister Ilmu Lingkungan- Universitas Padjadjaran dengan dukungan dari Yayasan Pribumi Alam Lestari. Secara pribadi saya sangat mengagumi karya Pak Sunardi ini, sebuah karya yang akan menjadi kenangan sepanjang masa.

Share:

Kamis, Desember 24, 2015

Blogger Go Green, Penting Dalam Kampanye Kesadaran Lingkungan

"Bumi ini cukup untuk kita semua, tetapi tidak untuk satu orang yang serakah" (Mahatma Gandhi)

Sebenarnya judul diatas hanya untuk gaya saja, soalnya kalau di Indonesiakan jadi aneh. mari hijau, ya kita bisa! Kalau Go Green, rasanya semua sudah mengetahui bahwa hakekatnya Go Green adalah mengajak untuk peduli lingkungan. Program kesadaran lingkungan harus dilakukan secara benar dan bermanfaat sehingga dapat dinikmati secara terus menerus tanpa merusak keadaannya, turut menjaga dan melestarikan sehingga ada manfaat yang berkesinambungan. Masyarakat adalah unsur yang menikmati langsung kondisi lingkungan. Blogger bisa mengajak masayarakat untuk menjadi media kontrol secara langsung terhadap lingkungannya dan berperan aktif untuk peka terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam upaya pelestarian lingkungan dengan menanamkan pengertian “Membangun bukan berarti harus merusak”

Gerakan lingkungan yang nge-pop jauh dari hingar bingar demonstrasi berteriak-teriak menuntut pemerintah mengadili perusak lingkungan, atau demonstrasi lain yang lebih berbeda dan unik. Go Green lebih ditujukan seperti kepada para eksekutif, anak-anak muda serta anak-anak kecil. Ajakan untuk Go Green ini disampaikan dalam beberapa paket termasuk bahkan dalam label produk, dalam even dan dalam gaya hidup lainnya.

Pencantuman logo ekolabel akan memberikan informasi kepada masyarakat dan memfasilitasi aksi nyata untuk merubah pola konsumsi melalui pemilihan produk yang ramah lingkungan, sehingga prinsip “green life-style” dan “green consumer” dapat terwujud. Dari sisi produsen, pencantuman logo ekolabel memberikan apresiasi atau insentif bagi produsen yang telah mulai “menghijaukan” barang/jasa dengan memenuhi standar/kriteria tertentu. Insentif berupa “image” yang baik terhadap barang/jasa ramah lingkungan dapat meningkatkan daya saing di pasar domestik dan internasional. Standar/kriteria ekolabel juga mendorong timbulnya inovasi dan investasi dalam menghasilkan barang/jasa yang ramah lingkungan.
Blogger go green untuk lingkungan yang lebih baik (idenide.blogspot.com)
Pelabelan Go Green itu ada yang benar-benar Green ada yang pseudo-green (gerakan lingkungan palsu seolah-olah gerakan lingkungan padahal ada kepentingan korporasi didalamnya). Selamat datang blogger green, semoga menjadi awal untuk memancing gerakan lingkungan lainnya yang lebih massive, lebih dinamis dan lebih nyata.

Bermula dari tulisan lalu menjadi sebuah karya nyata untuk bumi yang rapuh ini. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi. "Bumi ini cukup untuk kita semua, tetapi tidak untuk satu orang yang serakah", demikian kata Mahatma Gandhi. Pesan yang sangat dalam untuk kita agar menggunakan sesuai kadarnya, tidak berlebihan dan tidak serakah tentu saja. Blogger Go Green, Yes We Can !
Share:

Senin, Desember 21, 2015

Bisakah Membangun Tanpa Merusak Lingkungan?

Pertanyaan yang muncul saat diskusi lingkungan di sebuah komunitas lingkungan di atas sangat menarik untuk dikaji. Pertanyaan-pertanyaan penting selalu terkenang dan memberikan kesan mendalam untuk si penanya maupun si penjawab. Ada istilah bukan jawabannya yang penting tetapi pertanyaan. Seni bertanya tidak kalah dengan seni menjawab.  
Pembangunan yang ramah lingkungan menjadi semacam keharusan di era sekarang. Bisakah kita membangun tanpa merusak lingkungan? Ada semacam kesimpulan tak tertulis bahwa membangun itu pasti merusak, setidaknya dalam jangka waktu yang pendek. Kalau diperhatikan banyak kerusakan yang terjadi karena pembangunan fisik. Misalnya saja, pohon yang hilang, kontur tanah yang rusak dan berbagai kerusakan-kerusakan lainnya dalam lingkungan hidup sekitar.
Pembangunan konstruksi jalan baru harus memperhitungkan ekologi setempat (iden wildensyah)

Jangan sepelekan pohon yang ditebang atau kontur yang diubah begitu saja. Dalam sebuah pohon itu ada banyak mikroorganisma yang hidup. Apalagi dalam sebidang tanah itu banyak mahluk hidup golongan kecil yang hidup saling terkait satu sama lainnya. Menghancurkannya berarti menghilangkan atau merusak tatanan ekologi yang sudah berlangsung lama. 
Memang sih, ini bisa dihindari dengan alasan setelah pembangunan fisik selesai, kondisi tanah dan mahluk hidup yang ada sebelumnya bisa tergantikan dengan kondisi lingkungan yang akan terbentuk setelah pembangunan fisik selesai. Tetapi yang harus diingat bahwa mahluk hidup dalam lingkungan pra dan pasca pembangunan pasti berbeda. Berbeda karena dia harus menyesuaikan kembali dengan lingkungan hidup yang baru. Yang menarik ketika mengamati pembangunan fisik di sebuah kota disalahsatu negara yang peduli terhadap lingkungan. 
Menyadari bahwa aspal itu kenyataannya menutupi tanah, dan tanah yang ditutupi itu membuat mikroorganisma mati, maka penduduk kota berinisiatif menggantikan aspal, mengangkat lapisan aspal kemudian menggantinya dengan paving blok. Sekarang berandai-andai saja, suatu saat pembangunan di Indonesia sudah benar-benar tidak merusak lingkungan. Jangan seperti sekarang, baru sedikit saja tidak menebang pohon kemudian rame-rame diklaim sebagai perusahaan ramah lingkungan.

Share:

Kamis, Desember 03, 2015

Langit Biru Timika

Melihat langit biru Timika mengingatkan saya pada kota kelahiran saya dahulu di sebuah pesisir selatan Jawa Barat. Langit biru yang bersih dengan awan putih bergumul begitu indah. Awan-awan yang ketika kecil membayangkan berbagai rupa bentuk sesuai imajinasi. Yah, langit biru Timika membawa saya pada imajinasi kecil tentang banyak hal. Imajinasi tentang sebuah kota yang indah tanpa polusi dan begitu indahnya perhatian-perhatian kecil pada alam yang sedang terjadi. Perhatian yang hilang seiring kedewasaan kita.

Langit Biru Timika, Papua (iden wildensyah)
Ah, langit biru Timika siang itu benar-benar membuai saya pada banyak hal yang terjadi di masa lalu. Langit biru awan putih membawa kenangan indahnya masa kecil. Bukan hanya itu saja, langit biru Timika ini menunjukan betapa bersih dan sehatnya udara di sekitar Timika. Bersih karena polusi udara yang tidak terjadi sehingga awan leluasa bergerak membawa butir-butir air hujan. Langit menjadi bersih karena tak terhalangi oleh debu pekat polusi udara. Polusi udara karena pembakaran bahan bakar fosil dari banyaknya kendaraan yang beredar di jalanan kota. Kemacetan yang luar biasa terjadi setiap pagi dan sore bahkan kini berubah menjadi hampir tiap waktu membuat kadar karbonmonoksida yang keluar dari knalpot kendaraan meningkat tajam. Berkumpul di udara maka jadilah langit biru tertutupi oleh polusi udara.

Masih ingat betul ketika pertama kali berkenalan dengan dunia kesukarelawanan di sebuah lembaga lingkungan di Kota Bandung. Saat itu kegiatan koordinasi banyak dilakukan di daerah dengan ketinggian yang relative lumayan tinggi dibandingkan Kota Bandungnya. Alhasil setiap pagi dan sore kita bisa melihat perubahan awan yang menggelayut di atas cekungan Kota Bandung. Saat pagi hari, awan terlihat putih bersih namun berubah ketika hari menjelang sore. Awan yang tadinya putih kemudian berubah menjadi berwarna kotor seperti hitam. Persis seperti melihat jelaga yang menempel di atas awan.


Langit biru Timika harus tetap terjaga agar kehidupan di sana semakin baik tanpa polusi udara. Keindahan langit biru jangan sampai hilang dan baru terasa pentingnya setelah kehilangan momentum birunya langit tersebut. Jangan sampai anak-anak kecil kelak yang menjadi generasi penerus di Timika kehilangan kesempatan melihat langit biru yang aduhai indahnya. 
Share:

Rabu, Desember 02, 2015

Tembagapura, Eksotisme Kota di Ketinggian

Kabut yang turun sore hari seiring rintik-rintik hujan membuat suasana pegunungan semakin terasa. Kepulan uap yang keluar dari mulut saat menghembuskan nafas semakin meyakinkan tingginya permukaan tanah yang diinjak. Untuk para pendaki gunung, suasana tersebut sangat dirindukan. Berada di ketinggian gunung dengan cuaca yang dingin, mendirikan tenda, bakar api unggun, dan menghabis semalam suntuk di depan perapian sambil kongres kalau kata orang-orang di kampus saya. Kongres adalah ngawangkong teu beres-beres (ngobrol tak beres-beres). Dari satu topic pembicaraan ke pembicaraan yang lain. Suasana yang sangat akrab dan hangat antara satu sama lain. Tembagapura, sebuah eksotisme kota di ketinggian mengembalikan memori saya tentang kongres tersebut. Menjelang malam, suhu semakin dingin tetapi suasana semakin hangat dengan berbagai obrolan.

Tembagapura, eksotisme kota di ketinggian (iden wildensyah)
Suhu yang kurang dari 20 derajat celcius sebenarnya bukan suhu yang baru dan aneh buat saya. Sehari-hari berada di kota dengan ketinggian 800-850 meter di atas permukaan laut (mdpl) tak membuat saya cepat merasa dingin. Tembagapura sendiri berada di ketinggian 1.800-an memang lebih dingin. Untuk mereka yang sehari-hari berada di dataran rendah seperti dekat dengan permukaan laut, suhu 20 derajat celcius pasti terasa dingin.

Eksotisme kota di ketinggian ini semakin terasa jika kita keluar sebentar dari Tembagapura, naik ke ketinggian untuk meninjau lebih luas Tembagapura ini. Berada tepat di lembah, diapit oleh pegunungan yang menjulang tinggi. Di sisi tebing-tebingnya mengalir puluhan air terjun yang indah sekali. Saat cuaca cerah di pagi atau siang hari sebelum turun kabut, kita bisa melihat begitu banyak air terjun yang keluar dari balik gunung. Berwarna putih yang mencolok sementara latar gunung yang berwarna kehitaman semakin menambah indahnya sebuah kota di ketinggian tersebut.

Hal-hal yang menarik di kota ketinggian

Lalu apa saja hal-hal yang menarik selain eksotisme kota di ketinggian tersebut? Inilah beberapa catatan yang terekam dalam memori saat mengunjunginya.

1. Fasilitas Yang Memadai
Lapangan bola di Tembagapura (iden wildensyah)
Tembagapura dibangun oleh PT Freeport Indonesia sebagai sarana pendukung untuk karyawan yang bekerja di sana. Berbagai sarana yang memadai disediakan karena kepentingan bermasyarakat adalah kebutuhan yang utama. Fasilitas seperti sekolah, rumah sakit, sarana ibadah, sarana olahraga, dan fasilitas umum lainnya seperti pasar swalayan, kafe, dan perumahan, tersedia di Tembagapura untuk karyawan. Lapangan bola di atas ketinggian pernah digunakan timnas Indonesia untuk berlatih menghadapi SEA Games di bawah kepelatihan Indera Sjafri. Membawa pasukan U19 berlatih di lapangan sepakbola Tembagapura untuk penyesuaian para pemainnya sebelum bertanding di daerah yang memiliki suhu rendah.

2. Kedisiplinan Warga
Jangan berharap melihat sampah berserakan begitu saja di Tembagapura atau melihat orang tidak tertib saat mengantri di dapur umum, semuanya begitu teratur dan disiplin. Kedisiplinan ini misalnya pada jadwal bus yang akan datang dan pergi. Bus selalu datang dan pergi dengan tepat waktu. Penduduk yang menunggu di tiap halte tidak perlu khawatir dengan kedatangan bus. Dijamin tepat waktu. Jika ada perubahan paling Cuma 5 sampai 10 menit itu juga karena factor alam yang tidak bisa diduga sebelumnya. Kedisiplinan warga terlihat juga dari menyeberang jalan, sekalipun tidak ada kendaraan yang lewat, para warga yang melintasi jalan selalu menggunakan jalur khusus. Saat berjalan di pinggir jalan, warga selalu menggunakan trotoar. Jarang sekali saya melihat pejalan kaki yang tidak menggunakan trotoar.

3. Lisensi Khusus Para Pengendara
Parkir kendaraan di tembagapura (iden wildensyah)
Anda bisa mengendarai kendaraan di jalanan Jakarta belum tentu bisa menggunakan kendaraan di Tembagapura. Seorang teman di Tembagapura bercerita bahwa iapun berkali-kali mengikuti ujian untuk mendapatkan lisensi dari otoritas setempat. Lisensi mengendarai di ketinggian berbeda dengan lisensi mengendarai di dataran rendah. Setiap jenis mobil yang beredar di Tembagapura memiliki tingkat ujian yang berbeda. Ketatnya pengaturan lisensi ini sangatlah wajar. Dengan safety procedure di pertambangan yang begitu ketat tentu mempengaruhi ketatnya peraturan di semua lini. Ini adalah tentang keamanan yang menyangkut semua. Artinya peraturan yang ketat dibuat dirasakan oleh semua warga sebagai keharusan karena menyangkut keamanan bukan saja untuk dirinya tetapi juga keamanan untuk orang lain. Menyangkut keamanan ini, ada kode khusus yang unik saat berada di Tembagapura, pengemudi akan membunyikan klakson dua kali saat akan maju dan tiga kali saat akan memundurkan kendaraannya. Teman saya bercerita kebiasaan ini pernah menjadi kelucuan tersendiri saat ia mengendarai di luar Tembagapura, selalu membunyikan klakson yang sekalipun tidak berada di Tembagapura atau Timika.

4. Pejalan Kaki lewat, mobil berhenti
Ini menarik buat saya karena pejalan kaki dihormati begitu besar oleh pengendara mobil. Bayangkan jika sikap ini juga terjadi di masyarakat Indonesia secara umum, pasti tidak akan terjadi kecelakaan tertabraknya pejalan kaki oleh pengendara. Masalahnya bukan pada berhenti atau tidaknya mobil saat melihat ada pejalan kaki yang akan melintasi jalan tetapi pada sikap hormatnya seorang pengendara kepada pejalan kaki. Ini yang penting buat saya! Penting dicatat untuk kita semua. Menghormati orang lain yang sedang berjalan kaki itu sangat utama.  

Menarik bukan? Yah, inilah yang membuat Tembagapura memiliki keunikan tersendiri dari kota-kota lain pernah saya datangi. Inilah eksotisme kota di ketingggian yang menarik untuk dikunjungi (kembali)!
Share:

Selasa, Desember 01, 2015

Fenomena AIDS di Kota Pertambangan

Sisi lain sebuah kota pertambangan adalah denyut kota yang bergairah dari awalnya hanya sebuah wilayah kecil menjadi kota metropolitan yang bergelimang  menawarkan berbagai jenis layanan untuk warganya. Kisah-kisah kemajuan selalu beriringan dengan dampak yang ditimbulkannya. Misalnya hilangnya keanekaragaman hayati di lokasi setempat, tercemarnya air dan tanah serta udara, dan yang tidak kalah menariknya adalah fenomena AIDS di Kota Pertambangan.

Ah, saya katakana saja demikian. Fenomena AIDS di Kota Pertambangan menjadi menarik untuk dilihat sisi-sisi lainnya. Metropolitan terkadang menjadi jahat untuk mereka yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Menjamurnya tempat-tempat hiburan bisa menjadi sebuah alternative untuk melepaskan kepenatan selama beraktivitas. Penat karena pekerjaan yang monoton selama berhari-hari kemudian lepas dan bebas dengan sehari  di tempat hiburan. Pekerjaan ini membutuhkan fokus dan konsentrasi tinggi setiap harinya. Kehilangan fokus dan konsentrasi berakibat fatal pada orang atau alat yang sedang bekerja.
Suatu malam di pinggir jalan, Timika, Papua (iden wildensyah)

Fenomena AIDS di Kota Pertambangan bukan hanya isapan jempol belaka. Dalam Laporan Kementerian Kesehatan di bulan Juni 2011 menunjukkan penularan HIV berubah dalam lima tahun terakhir dan ada kecenderungan penularan baru HIV dan AIDS melalui transmisi seksual dengan kelompok terbesar pada pekerja laki-laki, yang kebanyakan bekerja di sektor-sektor pertambangan, perkebunan, perhubungan dan konstruksi yang berlokasi di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Pekerja di sektor-sektor tersebut umumnya memiliki mobilitas tinggi dan dengan upah yang cukup besar sebagai kompensasi lingkungan yang penuh resiko, namun banyak yang memiliki perilaku seksual berisiko tinggi, seperti membeli pelayanan seks tanpa alat pelindung. Perilaku seks tanpa alat pelindung ini menjadi bagian yang penting dikampanyekan oleh berbagai lembaga yang fokus menangani fenomena AIDS di kota-kota pertambangan. Aturan mengenai penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja sudah dituangkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS.

Godaan Uang, Minuman Keras, dan Seks Bebas

Dalam catatan Kompas, di Timika Ibukota Kabupaten Mimika, Papua. HIV/AIDS menjadi wujud nyata kehancuran orang asli Papua. Mereka diguncang oleh modernitas yang bergelimang uang, gemerlapan, dan konsumtif. Sejak tahun 2006, kota yang dibanjiri uang bisnis pendulangan emas tailing PT Freeport Indonesia (PTFI), dan perputaran dana kemitraan PTFI –lazim disebut dana satu persen- itu telah menjadi kota dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi di Papua. Barangkali sebuah kebetulan bahwa kasus pertama HIV/AIDS di Timika ditemukan tahun 1996, tahun dimana pertama kali pengucuran dana satu persen.

Akan tetapi, jika melihat buku laporan jurnalistik kompas ketika melakukan eksepedisi ke tanah Papua, bukan sebuah kebetulan jika dari 1.382 kasus HIV/AIDS yang ditemukan hingga 30 Juni 2007, 884 kasus dialami warga dari ketujuh suku penerima dana satu persen.

Gaya hidup baru yang bergelimang uang, minuman keras, dan seks bebas terus merebak di Timika, tanpa memandang umur. Di Timika, pelajar SMP sekalipun bisa masuk dalam kelompok berisiko HIV/AIDS, karena maraknya seks bebas dan konsumsi seks. Yang lebih mengenaskan banyak orang di luar kelompok risiko yang juga telah menjadi korban. Sejak 1996 sampai saat ini sudah ditemukan sekira 29 bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV. Seluruh bayi dan anak itu terinfeksi saat berada di dalam kandungan.

Demikian hal dengan ibu rumah tangga, sejumlah 305 terinfeksi HIV/AIDS. Satu kasus penularan HIV/AIDS melalui tranfusi darah menunjukan ancaman besar bagi setiap orang di Timika karena HIV/AIDS telah ada di mana-mana. Data dari Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mimika menunjukan proporsi HIV positif dalam kantung tranfusi darah pada Mei 2007 mencapai 1,44 persen.

Penanggulangan

Fenomena AIDS di kota pertambangan demikian menakutkan tetapi pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi angka yang terinfeksi HIV/AIDS harus terus dilakukan. Dalam beberapa kesempatan, kampanye-kampanye kesehatan dilakukan oleh dinas terkait dan PT Freeport Indonesia. Semua kembali kembali kepada manusianya. Demikian besarnya godaan atas keberlimpahan sumber daya bisa menjadi boomerang jika tidak bisa mengendalikan diri dengan baik.

Sebaik usaha yang dilakukan melalui kampanye-kampanye penanggulangan HIV/AIDS jika tidak ada perubahan dalam diri manusianya pasti hasilnya nihil. Dengan itikad baik untuk mengajak kebaikan, saya yakin kelompok-kelompok spiritual seperti komunitas keagamaan, komunitas sekolah, dan komunitas kemasyarakatan lainnya bisa diandalkan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di masa-masa yang akan datang.  

Harapan tentu masih ada, dengan bersatu padu antar semua elemen masyarakat dan Negara untuk mencegah kenaikan angka yang terinfeksi bisa dilakukan bersama-sama. Semoga jalinan antara berbagai komunitas lintas sector bisa menjadi harapan untuk generasi yang akan datang. Mengabaikan anak-anak yang terinfeksi adalah kesalahan besar, bagaimanapun mereka adalah penerus bangsa ini. Dengan meraih semua pihak dan melibatkan dalam berbagai kampanye kesadaran tentang risiko HIV/AIDS ini mudah-mudahan fenomena AIDS di kota pertambangan hanya menjadi cerita masa lalu saja. Generasi selanjutnya bisa tersenyum lebih baik dari sekarang.



Share:

Senin, November 30, 2015

Anak Anak Hebat di Asrama Papua

Langit Kota Mimika, di Timika, Papua pagi itu terlihat sangat biru. Warna langit yang jarang saya temukan di kota-kota besar karena tertutupi oleh polusi udara. Melewati kota Mimika, perjalanan kami selanjutnya adalah asrama Papua. Yah, buat saya tak ada yang menggembirakan selain bertemu anak anak hebat. Di sana anak-anak hebat ini yang sedang menimba ilmu di jenjang yang berbeda-beda beraktivitas bersama dalam satu lingkungan pendidikan yang kondusif.

Suasana siang itu sangat sepi, tak ada keriuhan khas anak-anak yang sedang bermain. Jam istirahat siang membuat anak-anak harus berada di kamarnya masing-masing. Mereka memiliki jam rutin yang mengharuskan seimbang antara jam main dan jam istirahat. Ini tentang ritme yang nantinya akan mereka lakukan di kehidupan yang akan datang.

Jam istirahat siang penting untuk anak-anak. Ada banyak catatan penelitian tentang pentingnya tidur siang untuk anak-anak. Katanya, seorang anak yang teratur tidur siang biasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak yang tidak tidur siang.

Selepas jam istirahat, riak-riak keramaian khas anak-anak mulai terasa. Beberapa anak-anak mulai mengambil sepatu, di pojok yang lain beberapa anak sudah mengantri untuk bermain sepeda, di sisi yang lain anak-anak duduk nongkrong sambil bermain gitar dan bernyanyi. Saya tertarik melihat mereka bermain bola. Ada anak yang mengajak main bola, "kak, ayo main bola?". "Ayo, tapi kakak cuma main di belakang yah". Saya tak membayangkan betapa sulitnya bermain bola dengan mereka, bayangan saya bermain dengan 10 orang sekelas kakak Boaz Solosa akan membuat saya kerepotan. Dan nyatanya benar, anak-anak Papua bermain sangat bagus!

Sebut saja Stefanus, sore itu ia memakai jersey real madrid.  Meliuk-liuk di antara temannya kemudian melewati lawannya dan dalam satu hentakan ia tendang keras bola saat ada celah kesempatan untuk mencetak gol. stefanus hanya seorang bintang yang saya highlight sore itu, masih banyak stefanus-stefanus lainnya yang tidak kalah benderang sinarnya. saya hanya bisa menonton di pinggir lapangan. menyaksikan para siswa asrama papua yang menikmati permainan bola sore itu.

Di sisi yang lain, beberapa anak terlihat mengantri untuk bermain sepeda terus bersabar untuk mendapatkan gilirannya. di atur dengan baik oleh pak guru yang dengan sabar dan telaten mendampingi anak-anak. terbiasa  bersabar dan antri adalah pelajaran mendasar untuk anak-anak. sebuah pelajaran yang tidak tercantum dalam kurikulum dan buku pelajaran tetapi sangat penting dalam membangun karakter yang baik dalam diri anak di sekolah.

Anak-anak adalah semangat saya. ada rasa yang berbeda saat seorang anak menyapa. baik saat di sekolah atau di luar sekolah. mereka seolah memiliki energi yang positif buat saya.
Anak anak hebat adalah energi saya dalam beraktivitas. bisa berinteraksi dengan anak-dari setiap daerah yang saya kunjungi menjadi kebahagiaan tersendiri. bisa belajar bersama-sama, bermain bersama-sama, bernyanyi bersama-sama itu sangat indah.

Ceria bersama anak-anak (iden wildensyah)

Pesan damai kami untuk semua (iden wildensyah)
Share:

Kamis, November 26, 2015

Tailing Dulu Lapisan Tanah Baru Kemudian

Jika saja saya tak memegang langsung lapisan tanah di bekas lahan tailing, mungkin saya tak akan percaya. Secara perlahan dengan bantuan manusia di lahan tailing bisa merekondisi kembali ke keadaan semula. Tumbuhnya tanaman pelopor mampu menjadi pembuka untuk tumbuhan lainnya.
Awalnya hanya tumbuhan lunak sejenis rumput-rumputan dan alang-alang tetapi setelah terbentuk lapisan tanah maka tumbuhan yang keras siap menyusul. Daun-daun yang kering jatuh ke bawah semakin lama semakin banyak dan mulailah membentuk serasah. Serasah adalah sisa tanaman yang kering dan terkumpul di bawah pohon. Serasah sangat penting dalam proses hidrologis karena mampu menyimpan air yang turun dari langit. Serasah mampu menahan air larian. Air yang tertahan akan membuat lembab daerah tersebut. Kelembaban tersebut menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan organisme yang akan berguna dalam proses menyuburkan tanah.
Di lokasi reklamasi tailing, lapisan tanah baru itu tampak terlihat jelas saat air danau sedang menyusut. Air di bawah sementara lapisan tanah dengan tailing di bagian atasnya. Ikan-ikan hidup normal di danau yang airnya sedang menyusut. Sementara itu pohon dan tanaman lainnya tumbuh seperti sediakala.
Di bagian lainnya, tanaman palawija berjajar dalam gundukan yang ditutupi oleh plastik. Gundukan itu mengingatkan saya pada tempat-tempat di ketinggian yang biasa dilewati saat mendaki gunung. Tempat sayur mayur di ladang petani seperti di daerah Ciwidey, Lembang, Cikajang, dan lain-lain. Menurut pengelola di lokasi, perlakuan pada tanamannya hampir mirip dengan lokasi di daerah pertanian pada umumnya. Menggunakan pupuk organik dan di beberapa tempat masih tetap menggunakan pupuk kimia karena menanam di pasir sisa tambang berbeda dengan tanah pertanian pada umumnya.
Jenis-jenis tanaman yang tumbuh di lahan tailing ternyata banyak sekali. Saat melihat langsung, tak terlihat ada perbedaan yang signifikan. Nanas tumbuh dengan subur, pepaya berbuah manis, sirih dan ilalang tetap ingin tumbuh di sela-sela nanas dan jagung. Tanaman yang dirawat tersebut saya rasakan hasilnya saat berbincang santai di tempat istirahat.
Demikian halnya dengan keanekaragaman hayati yang lain. Di sudut salah satu lahan reklamasi saya melihat sebentuk taman konservasi kupu-kupu. Di dalamnya berbagai jenis kupu-kupu tampak senang berterbangan dari satu bunga ke bunga lainnya. Warna sayapnya rupa-rupa. Tampak sayang jika dilewatkan begitu saja. Beberapa kupu-kupu diabadikan dengan kamera. Sisanya dibiarkan asyik mengisap sari madu bunga dan ada juga yang asyik terbang kesana kemari. Taman kupu-kupu ini sering dikunjungi anak-anak sekolah di kawasan Mimika yang outing atau fieldtrip ke lokasi MP21.
Kehadiran hewan dalam satu lahan reklamasi bisa menjadi preseden yang baik dalam proses pemulihan lahan. Hewan bisa menjadi indikator sehat atau tidaknya sebuah lingkungan. Beberapa peneliti lingkungan menjadikan hewan sebagai indikator yang mudah untuk menentukan kualitas lingkungan setempat. Kupu-kupu, burung, dan satwa lainnya berperan dalam menyebarkan bibit tanaman secara alami. Semakin luas jangkauan hewan melakukan perjalanan dalam hutan, semakin luas hutan yang akan tumbuh secara alami.
Hutan bisa tumbuh dan berkembang secara kualitas dan kuantitas dipengaruhi juga oleh keadaan tanahnya. Semakin bagus kualitas tanah maka semakin cepat sebaran luas hutannya. Tanah di lokasi reklamasi secara perlahan bertambah banyak seiring banyaknya serasah dari daun-daun yang jatuh. Seyogyanya harapan itu terus ditumbuhkan dan dipelahara agar kelak anak cucu kita masih melihat lebatnya hutan sekalipun dasar tanah awalnya adalah tailing dari bekas pertambangan di hulu.
Share:

Senin, November 23, 2015

Banti, Cerita Kepedulian Kepada Lingkungan dan Masyarakat Lokal

Banti bisa jadi salah satu destinasi menarik untuk anda kunjungi. Letak di bawah Tembagapura. Ketinggiannya berkisar antara 1.000-1.500 mdpl. Cukup dingin untuk ukuran mereka yang terbiasa sehari-hari berada di pantai tapi hangat buat mereka yang sering berada di ketinggian seperti Tembagapura. Banti termasuk salah satu wilayah binaan PT Freeport Indonesia. Semua fasilitas umum dibangun dari dana corporat social responsibility untuk masyarakat setempat seperti jalan, jembatan, gedung sekolah, rumah sakit, pasar, dan lain-lain.
Eksotisme Banti sudah terasa sejak memasuki kawasan desa. Dipinggir jalan tanaman hijau tersebar dengan baik. Sungai mengalir dengan deras. Penduduk berjalan dengan damai di pinggir sambil membawa gendongan yang disangkutkan ke kepalanya. Di beberapa lokasi sungai, tampak para penambang tradisional melakukan aktivitas penambangan menggunakan alat seadanya seperti saringan dan penyedot air sungai. Aktivitas yang mengundang banyak pendatang ke Tembagapura. Terlihat sepanjang jalan banyak sekali pendatang yang mendirikan bangunan semi permanen.
Beberapa warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari tampak mencolok karena warna barang jualannya yang kontras berbeda dengan alam sekitar. Sebut saja barang-barang dari plastik seperti ember, gayung, dan beberapa jenis pakaian. Pendatang ini seolah memeriahkan suasana penambangan di sungai tersebut. Beberapa dosen yang saya kenal sewaktu kuliah dulu pernah bercerita tentang para penambang tradisional ini. Mereka menggunakan air raksa untuk memisahkan mineral emas dari pasir tailing yang ada di sungai tersebut. Sebuah aktivitas yang berbahaya karena menyangkut logam merkuri yang akan mencemari air sungai dan biota lainnya. Terlebih selain biota yang hidup di sekitar sungai tetapi juga manusia.
Selama perjalanan ke Banti, sesekali saya melihat rumah tradisional Papua yaitu Honai tetapi sudah lebih modern karena atapnya menggunakan terpal atau plastik. Dalam Honai yang benar-benar asli, atapnya terbuat dari bahan alami yaitu sirap. Honai yang masih tersisa di Banti, bagian bawahnya tetap menggunakan deretan kayu-kayu yang keras. Sebagian rumahnya sudah ada yang berjenis panggung seperti rumah di pulau Jawa. Honai terselip di antara beberapa bangunan di sepanjang jalan.
Akses jalan ke Banti terbilang sangat mulus untuk ukuran jalan desa. Jembatan berdiri kokoh dilewati setiap hari oleh penduduk yang hilir mudik dari atau ke desanya setiap hari. Jalanan yang mulus ini harus tetap berhati-hati jika menggunakan kendaraan. Babi yang dipelihara oleh masyarakat setempat sering berlalu lalang di jalanan. Babi adalah harta yang paling berharga untuk kebanyak suku di Papua. Saking berharganya, babi dijaga sedemikian rupa agar tidak hilang. Babi juga masuk rumah dan tidur bersama-sama dengan pemiliknya di dalam rumah.
Jika saja seekor babi tertabrak dan mati, harga penggantiannya bisa lebih mahal dari harga kambing di pulau Jawa. Misalnya untuk babi yang baru beberapa bulan lahir saja harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Seorang kawan bercerita bahwa temannya pernah harus mengganti sampai dua juta rupiah untuk seekor babi kecil yang tertabrak kendaraannya. Dengan terpaksa mereka harus merogoh sakunya dalam-dalam karena urusannya berabe jika tidak diselesaikan.
Hal lain yang penting diperhatikan adalah etika dan sopan santun. Kedua hal ini sangat universal dimanapun dan kapanpun kita berada. Memasuki Banti berarti anda memasuki wilayah adat tradisional. Di awal kunjungan saya diingatkan untuk berhati-hati saat berbincang dan memotret. Jangan sampai menjadi masalah hanya karena ketidaktahuan kita. Berbicara dengan penduduk lokal tentu sangat mengasyikan tetapi jika tidak tahu caranya, hal itu akan sangat merugikan kita. Para penduduk di Papua sangat berhati-hati saat berbicara dengan pendatang. Seorang guru di asrama Papua menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena antar satu suku dengan suku lainnya terkadang beda makna pada satu jenis kata. Untuk menghindari perbedaan makna ini, para penduduk lebih banyak terlihat seperti malu-malu saat diajak berbicara. Mereka mengobservasi dulu kita. Setelah terasa nyaman, obrolan akan mengalir. Berbeda dengan mereka yang sudah sering berinteraksi dengan penduduk dari luar, sudah tak sungkan lagi dan sangatlah asyik berteman dengan mereka.
Di Banti, semua akses masyarakat untuk pendidikan dan kesehatan dilakukan dengan gratis. Jika ada warga yang sakit, dokter dan tenaga kesehatan tak segan untuk menjemputnya bahkan sekalipun menggapai pedalaman. Dengan menggunakan helikopter, dokter dan tenaga medis siap melakukan pelayanan ke kampung-kampung. Jika bisa dirawat di rumah sakit Banti, warga yang sakit akan dirawat sebaikmungkin. Kalau ternyata sangat parah dan membutuhkan perawatan yang lebih, pasien akan dibawa ke rumah sakit di Jakarta. Jikapun ternyata di Jakarta terbatas, pasien akan dibawa ke luar negeri (Australia) dengan tetap gratis karena biaya perawatan akan dibayar oleh PT Freeport Indonesia.
Sebuah bentuk pelayanan masyarakat yang totalitas serta bakti untuk negeri yang nyata. Banti hanyalah bagian kecil dari bentuk dukungan perusahaan kepada masyarakat setempat. Bagaimanapun segala sesuatunya harus seimbang. Kepedulian kepada masyarakat sekitar harus terus ditingkatkan. Jangkauan yang lebih luas agar semua masyarakat Papua merasakan nilai dari kehadiran perusahaan harus makin dikembangkan. Jika bukan oleh mereka yang memiliki kepedulian kepada sesama, oleh siapa lagi? Tanggungjawab kemanusiaan adalah yang terpenting. Eksplorasi alam boleh dilakukan selama masyarakat setempat bisa merasakan hasilnya. Mengabaikan masyarakat berarti mengabaikan UUD 1945 bahwa alam beserta isinya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Share:

Sabtu, November 21, 2015

2 Contoh Daur Ulang di Lokasi Pertambangan

Selama perjalanan menuju ketinggian Grasberg, ada peringatan agar semua orang yang akan menuju ketinggian tersebut jangan melakukan kegiatan yang sia-sia karena tipisnya kadar oksigen di Grasberg. Prinsip tidak boleh menyia-nyiakan ini mengingatkan saya pada prinsip daur ulang sampah. Prinsip daur ulang ini seyogyanya harus menjadi perhatian semua pihak yang peduli lingkungan. Mendaur ulang berarti membuat sebuah benda yang tadinya tidak bernilai menjadi bernilai kembali. Jika tidak didaur ulang, maka benda tersebut akan menjadi sekumpulan sampah yang kemudian menjadi beban tanah untuk mengurainya kembali. Untuk sampah plastik, dibutuhkan bahkan sampai ribuan tahun untuk terurai kembali.

Sampah jenis plastik menjadi momok yang menakutkan untuk siapapun yang bergerak dan peduli lingkungan. Secara sadar, kampanye lingkungan untuk mengurangi sampah plastik dilakukan dengan rutin. Menolak kemasan plastik saat berbelanja, diet kantong plastik, dan lain-lain adalah dua bentuk upaya mengurangi plastik.

Di lokasi tambang PT Freeport Indonesia baik di Tembagapura atau di daerah area reklamasi MP 21 (departemen lingkungan), terdapat hal yang menarik dalam proses pengolahan sampahnya. Untuk di lokasi lapangan, mengolah sampah-sampah besar seperti ban bekas adalah keharusan karena membuang begitu saja malah menjadi bumerang bagi lingkungan sekitar. Alternatifnya, ban-ban bekas tersebut dibuat menjadi bangunan penahan longsoran pada beberapa titik.

Nah, inilah dua contoh daur ulang yang dilakukan di site yang menarik buat saya.

1.     Pertama, Ban bekas. Mobil kendaraan operasional di lapangan adalah jenis-jenis mobil besar. Tinggi ban mobil truk pengangkut bisa sampai setinggi orang dewasa bahkan untuk beberapa jenis melebihi tinggi badannya. Di lereng yang curam dan potensi longsornya tinggi, ban ban bekas ini kemudian ditumpuk sedemikian rupa menjadi bangunan penahan longsor. Pada beberapa bagian, sudah ditumbuhi dengan rumput-rumput seperti jenis Deschampsia Klossii. Proses mendaurulang ban bekas ini pada melewati banyak tahapan. Menumpuk kemudian mengurug dengan sisa-sisa batuan tambang yang tidak diambil mineralnya.

Daur Ulang Ban Bekas di Area MP 21 (Iden Wildensyah)
Di area MP 21, ban-ban bekas ini menjelma menjadi bahan penutup pinggir kolam ikan di lahan reklamasi. Deretan ban bekas yang disusun sedemikian rupa membuat kolam menjadi lebih indah. Selain ikan-ikan yang hidup seperti sedia kala. Tidak ada bedanya antara kolam di lahan reklamasi dengan kolam di tempat biasa seperti yang sering kita jumpai di masyarakat sunda.

 Kedua, Minyak Jelantah. Minyak jelantah sisa penggorengan dari makanan yang disediakan untuk para karyawan PT Freeport Indonesia tidak terbuang sia-sia. Minyak ini kemudian diolah menjadi biodiesel yang akan digunakan sebagai sumber bahan bakar kendaraan operasional di lokasi tambang seperti bus untuk mengangkut karyawan dan juga kendaraan operasional lainnya.

Itulah dua contoh proses kepedulian lingkungan di lokasi tambang yang serba terbatas. Terbatas karena lokasinya yang jauh dari jangkauan kota. Keterbatasan ini menjadi motivasi untuk melakukan setiap kegiatan dengan seefektif mungkin. Hal yang terbuang sia-sia akan merugikan siapapun. Termasuk saat menginjakan kaki di ketinggian. Dengan selalu berpikir kreatif untuk memaksimalkan barang yang ada agar kembali bernilai, maka kita sudah melangkah lebih maju daripada membuang hal yang akhirnya akan sia-sia.
Share:

Jumat, November 20, 2015

Pengelolaan dan Pengawasan Ketat di Area Reklamasi

Kegiatan operasional PT Freeport Indonesia menghasilkan dua dampak penting, yaitu penempatan batuan penutup yang dihasilkan dalam pengambilan batuan bijih di Grasberg dan SIRSAT. SIRSAT adalah singkatan dari Pasir Sisa Tambang yang dihasilkan dalam proses pengolahan batuan bijih menjadi konsentrat. Sirsat dihasilkan dalam jumlah yang besar karena hanya 3% dari proses produksi yang menjadi konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Sementara sisanya 97% dari batuan bijih yang diproses akan menjadi sirsat dan dialirkan ke dataran rendah melalui sungai untuk diendapkan dan dikelola di dataran rendah. Jadi, Sirsat adalah sisa gerusan batuan bijih setelah mineral tembaga, emas, dan perak diambil dalam bentuk konsentrat pada proses pengapungan di pabrik pengolahan.
Suksesi Alami di Lahan Reklamasi PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)

Sirsat yang diproduksi setelah konsentrat diambil lalu disalurkan melalui sungai Aghawagon pada ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut (mdpl) menuju dataran rendah. Pada ketinggian 500 mdpl, sungai Aghawagon bertemu dengan sungai Otomona yang kemudian akan mengalirkan ke daerah yang lebih rendah lagi. Setelah itu prosesnya akan diendapkan pada kawasan seluas 23.000 hektar. Daerah ini kemudian disebut sebagai Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA). Di kawasan ini, Sirsat dikelola dengan cara membangun tanggul di sebelah timur atau tanggul timur sepanjang 58 Km dan sebelah barat atau tanggul barat sejauh 60 km.
Pengawasan Lingkungan
Ketatnya pengawasan lingkungan untuk meminimalisir dampak dari tailing ini dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dengan seksama. Laboratorium lingkungan yang memadai di Mimika selalu melakukan kontrol lingkungan secara rutin setiap hari dari mulai hulu sampai hilir. Pengambilan sampel pada beberapa titik-titik dilakukan setiap hari. Di sungai Ajkwa, sampel itu kemudian diteliti kandungan logam berat dan kandungan lainnya. Kontrol yang ketat ini ini untuk mencegah adanya korban dari limbah tailing yang ada di sungai.
Laboratorium Lingkungan PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)
Bukan hanya pengambilan sampel pada air dari sungai Ajkwa, para laboran yang bertugas di laboratorium lingkungan yang dibangun secara khusus oleh perusahaan juga tanggap terhadap laporan masyarakat. Misalnya jika mendengar ada ikan-ikan mati di sekitar lokasi pengambilan sampel, maka petugas akan secepat kilat merespon. Setelah sampel diambil, mereka akan lakukan penelitian secara terpadu di laboratorium. Dalam perkembangannya, laboratorium yang sudah mendapat sertifikat dari berbagai lembaga sertifikasi di Indonesia ini terus menerus menambah peralatannya dengan peralatan yang semakin canggih dan akurat. Semua dilakukan untuk melakukan pengawasan yang ketat pada lingkungan agar tidak terjadi dampak yang buruk bagi ekosistem setempat termasuk dampaknya pada manusia.
Pengelolaan SIRSAT
Di pulau Jawa, SIRSAT banyak digunakan untuk berbagai macam kebutuhan konstruksi bangunan. Ketersediaan yang melimpah di Papua seharusnya menjadi potensi yang baik untuk pembangunan konstruksi di pulau tersebut. Misalnya untuk pengeras jalan, campuran adukan beton, dan bahan konstruksi lainnya seperti membuat batu bata. Lahan sirsat di lokasi reklamasi ternyata juga mengalami pemulihan melalui proses suksesi alami primer. Rumput Phragmites Karka merupakan tumbuhan pioneer yang mengawali proses suksesi alami dan sampai saat ini sudah memulai pembentukan hutan sekunder. Keanekaragaman hayati di kawasan reklamasi lahan bekas tailing ini meningkat seiring dengan perkembangan proses suksesi alami. Dari data yang dicatat oleh Departemen Lingkungan berdasarkan studi UNIPA, sebanyak 506 spesies tumbuhan diidentifikasi hadir secara alami dalam kawasan tersebut sehingga mengundang 117 spesies burung, 42 spesies herpeto-fauna, 93 spesies  kupu-kupu dan 10 spesies mamalia.
Nah, dari data tersebut spesies yang tumbuh dan berkembang akan terus bertambah jumlahnya seiring dengan perkembangan proses suksesi alami. Semoga saja perhitungan yang semakin positif tersebut menjadi berita yang menggembirakan untuk pemulihan lahan di tempat lainnya.
Share:

Kamis, November 19, 2015

Jagung Manis Dari Lahan Reklamasi

Cuaca cerah dengan suhu berkisar antara 30 sampai 33 derajat celcius dan langit biru di kota Mimika mengiringi perjalanan kami menuju MP 21. Suhu 30 derajat celcius bisa jadi sangat terasa panas untuk kami yang biasa berada di suhu 25-29 derajat celcius. MP 21 adalah sebutan untuk pusat reklamasi dan keanekaragaman hayati yang dibangun oleh PT Freeport Indonesia. MP 21 adalah departemen khusus yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Siang itu, seorang petugas dari MP 21 menerima dengan ramah di ruang tamu. Setelah perkenalan satu persatu, obrolan mengalir ke sana ke mari terutama berhubungan dengan kegiatan operasional. Jagung berwarna kuning serta nanas yang sudah dipotong-potong tersaji di meja. Sementara obrolan terus berlanjut dari satu kegiatan-kegiatan yang lainnya.
Jagung Manis Dari Lahan Reklamasi (iden wildensyah)
Beberapa hal yang menarik di MP 21 antara lain program reklamasi lahan, pengelolaan endapan tailing yang meliputi reforestrasi tanaman kehutanan, kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, penelitian, pendidikan, pengendalian erosi, penunjang fasilitas konservasi, dan pemantauan suksesi alami tumbuhan.
Pendidikan Lingkungan
Semua bidang garapan kerja di MP 21 sangatlah menarik. Sebut saja tentang pendidikan. Pendidikan lingkungan untuk generasi muda adalah hal yang sangat penting. Pendidikan menjadi tulang punggung pembangunan Indonesia, demikian sering dikatakan oleh Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Anies Baswedan. Dengan pendidikan yang baik, maka generasi muda sebagai tonggak penerus estafet negeri ini akan memiliki modal yang baik dalam membangun kelak dikemudian hari.
Di area kerja MP 21, pendidikan lingkungan sering dilakukan kepada anak-anak sekolah di sekitar lokasi di Mimika, Papua. Anak-anak dikenalkan kepada berbagai jenis flora dan fauna endemic Papua yang harus dikenali oleh anak-anak. Sebut saja di lokasi konservasi kupu-kupu, anak-anak bisa melihat langsung berbagai jenis kupu-kupu serta proses menjadi kupu-kupu mulai dari ulat, kepompong, dan akhirnya menjadi kupu-kupu. Pendidikan lingkungan bukan hanya mengenal flora dan fauna saja, pendidikan lingkungan lebih luas dari sekadar melihat hal yang ada di alam ini. Pendidikan lingkungan adalah penyadaran. Nah, harapannya dengan anak-anak melihat langsung keanekaragaman hayati Papua, mereka memiliki jiwa yang peduli dan sadar untuk bertindak ramah lingkungan.
Lebih jauh tentang pertambangan, anak-anak bisa melihat setiap aktivitas pemulihan lingkungan yang dilakukan oleh PT Freeport. Anak mengenal sisi-sisi lainnya tentang pengawasan yang ketat kepada pengendapan tailing di hilir yang bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk konstruksi seperti pasir beton, pengeras jalan raya, dan lain-lain.
Lahan Reklamasi
Di lahan reklamasi selain bisa dimanfaatkan untuk pekerjaan konstruksi, lahan tersebut bisa juga diolah untuk menanam berbagai jenis tanaman yang bisa dikonsumsi. Misalnya untuk menanam cabai, menanam terong, menanam berbagai jenis tanaman khas Papua seperti buah merah. Lapisan tanah di endapan tailing pada waktu tertentu bisa kembali seperti semula. Saya melihat langsung lapisan tanah yang sudah ditumbuhi secara alami oleh tanaman keras dan lunak. Tanaman keras seperti pohon pinus, pohon manga, serta tanaman lunak seperti jenis rumput-rumputan bisa tumbuh dengan baik. Suksesi alami berjalan dengan baik pada saat intervensi manusia tidak terlalu mendominasi. Intervensi manusia seperti pemupukan yang berlebihan, penebangan pohon yang tidak terkendali, dan lain-lain.
Berbagai jenis pohon tumbuh subur di lahan reklamasi PT Freeport Indonesia (iden wildensyah)
Dalam data yang dirilis oleh environmental departement PT Freeport Indonesia, di lahan pertanian di atas tanah tailing sudah berhasil menanam lebih dari 20 tanaman sayuran, padi, dan palawija dengan total lebih dari 70 varietas. Metode yang digunakan terdapat dua jenis yaitu hidroponik dan pertanian konvensional. Hasil pertanian ini dipantau secara ketat dan sistematis termasuk memantau serapan logam yang terkandung dalam tanaman yang akan dikonsumsi nanti. Hasilnya sungguh menarik, pengukuran serapan logam dalam tanaman menunjukan nilai yang memenuhi baku mutu makanan jika mengacu kepada keputusan Dirjen Pom no. 03725/B/SK/B/VII/89.
Acuan ini sebenarnya membuat siapapun yang mengonsumsi makanan dari tanaman yang ditanam di lahan reklamasi tidak perlu merasa khawatir. Ini pula yang membuat kami merasa sangat menikmati siang itu, menikmati suguhan jagung rebus segar yang rasanya manis. Rasa jagung biasanya khas tanpa rasa atau sedikit manis. Untuk jagung siang itu, rasanya manis dan membuat kami tak segan untuk kembali mencicipi jagung yang disuguhkan di depan kami.
Share:

Rabu, November 18, 2015

Malapetaka lingkungan Karena Merkuri

Limbah yang mengandung logam berat merkuri pernah menjadi malapetaka di berbagai tempat di dunia. Inilah beberapa catatan dampak tailing pada lingkungan yang sangat merusak dan dampaknya tidak hanya terjadi pada satu periode saja tetapi bisa sangat panjang dan turun temurun. Beberapa kalangan menilai logam berat yang berbahaya tersebut ada dalam limbah pembuangan pabrik kimia dan juga dalam tailing yang dihasilkan oleh pertambangan tembaga, emas, dan perak. Tailing yang mengandung merkuri dihasilkan oleh perusahaan yang dalam pengolahannya menggunakan air raksa atau logam berat lainnya. Prof Otto Soemarwotto seorang ahli lingkungan dari Universitas Padjadjaran dalam bukunya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan menuliskan beberapa catatan penting tentang kejadian karena merkuri yang menimpa beberapa negara di dunia.

Minamata

Pada akhir tahun 1953 di antara penduduk nelayan dan keluarganya di sekitar Teluk Minamata, Jepang di baratdaya Pulau Kyushu, yang makanan utamanya terdiri atas ikan, terjadilah wabah neurologis yang tidak menular.

Minamata Bay
Para penderita secara progresif mengalami melemahnya otot, hilangnya penglihatan, terganggunya fungsi otak dan kelumpuhan yang dalam banyak hal berakhir dengan koma dan kematian. Penyakit itu belum dikenal oleh dunia kedokteran. Baru pada tahun 1959 atau 6 tahun kemudian dapat ditunjukan, penyakit tersebut disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar oleh metilmerkuri. Sumber metilmerkuri ialah limbah yang mengandung Hg dari pabrik kimia Chisso Co. yang memproduksi plastik (PVC). Limbah tersebut dibuang ke Teluk Minamata selama beberapa tahun sebelum 1953. Metilmerkuri itu terbentuk dari asetaldehide dan air raksa anorganik yang digunakan sebagai katalisator. Penyakit ini kemudian dikenal dengan nama penyakit Minamata.

Pada tahun 1964-1965 terjadilah ledakan kedua penyakit MInamata di antara penduduk nelayan dan keluarganya yang hidup di sekitar Niigata yang terletak di pantai Laut Jepang di utara Tokyo. Di sini pun ikan merupakan makanan harian para korban. Ikan itu berasal dari laut dan sungai Agano yang mengandung limbah pabrik alat listrik Showa. Ledakan ketiga terjadi pada tahun 1973 di Goshonoura di Pulau Amakusa yang berhadapan dengan Minamata.

Walaupun air raksa di dalam air laut semula rendah, organisme tertentu dapat menimbun air raksa yang diserapnya dari lingkungannya ke dalam tubuhnya. Peristiwa ini disebut bioakumulasi. Kadar tersebut makin lama dapat menjadi makin tinggi dalam rantai makan-memakan dari plankton sampai ke ikan. Dalam ekologi rantai makan-memakan disebut rantai makanan dan masing-masing matarantai disebut tingkat trofik. Rantai makanan berlanjut dengan dimakannya ikan oleh burung, kucing, dan manusia. Dengan demikian kucing dan burung serta manusia yang menempati tingkat trofik dapat menimbun air raksa sampai ke tingkat yang beracun. Karena gejala penyakit Minamata tidak hanya terdapat pada manusia, melainkan juga pada kucing dan burung.

Gandum Tercemar Air Raksa di Irak

Malapetaka selanjutnya yang berkaitan dengan air raksa ini terjadi di Irak. Saat itu Irak menerima benih gandum dari Meksiko yang telah diperlakukan dengan fungisida air raksa, yaitu etilmerkuri p-toluen sulfonanilida. Benih tersebut dimaksudkan untuk ditanam dan bukan untuk dikonsumsi. Akan tetapi penduduk yang melarat telah memakannya, sehingga mengalami keracunan.  Dengan jatuhnya korban pemerintah Irak mengumumkan, siapa pun yang mempunyai benih yang telah diperlakukan itu akan ditindak tegas, bahkan akan dihukum mati.
Pengumuman tersebut membuat petani ketakutan sehingga membuang benih tersebut ke sungai dan danau yang berdekatan. Akibatnya ialah tercemarnya air sungai dan danau yang mengakibatkan peracunan penduduk yang amat luas. Diperkirakan 5.000 sampai 50.000 orang meninggal dan lebih dari 100.000 orang atau bahkan mungkin sampai 500.000 orang telah menjadi cacad seumur hidup.

Pengolahan konsentrat tanpa merkuri

Begitu besarnya dampak karena pencemaran merkuri dari tailing sisa pengolahan mineral tambang, kini sudah banyak perusahaan tambang yang meninggalkan air raksa. Semua pelaku industri dalam pengolahan barang tambang tidak lagi menggunakan merkuri untuk memisahkan mineral yang dibutuhkannya. Selain merugikan lingkungan juga merugikan perusahaan itu sendiri karena proses recovery membutuhkan waktu yang lama.

Penyakit karena merkuri bersifat menurun seperti yang sudah ditulis sebelumnya. Dalam satu rantai makanan ketika satu mata rantai tercemar maka rantai-rantai lainnya akan akan ikut tercemar. Bukan hanya satu atau dua saja korbannya, melihat data dari korban di Irak ternyata bisa sampai 500.000 orang yang menjadi korban karena merkuri ini. Pengawasan yang ketat pada tailing sangatlah dibutuhkan. Reklamasi lahan yang tepat sehingga bisa berfungsi kembali seperti sediakala sangat penting untuk dilakukan. Demikian juga dengan penanganan lingkungan dari mulai hulu sampai hilir mutlak untuk diperlukan.


Dampak sosial terhadap masyarakat lokal setempat harus diperhatikan secara menyeluruh. Semua yang terdampak harus mendapatkan prioritas penanganan yang memadai. Jika tidak dilakukan maka gejolak sosial karena kehadiran perusahaan tambang akan terjadi. Alih-alih tenang melakukan eksplorasi, yang terjadi malah sebaliknya. Kerugian besar yang harus ditanggung oleh perusahaan. Tanggungjawab sosial dan lingkungan adalah kewajiban yang harus ditunaikan dengan baik.
Share:

Sabtu, November 14, 2015

Edelweis Cantik Di Tengah Kerasnya Dunia Pertambangan

Edelweiss disebut sebagai bunga abadi karena selalu berbunga setiap musim. Tak peduli hujan, kemarau, suhu dingin, dan suhu panas, tumbuhan edelweiss selalu berbunga dengan cantiknya. Sebelum beredarnya larangan memetik bunga edelweis dari puncak-puncak gunung, seorang pecinta alam atau pendaki gunung begitu membanggakan diri dengan bunga abadi ini. Kepemilikan bunga edelweiss seola menasbihkan diri bahwa ia adalah pendaki gunung yang sudah berhasil sampai puncak dan edelweiss adalah buktinya. Karena laju pendakian yang semakin ramai sementara tumbuhan edelweiss hanya segitu-gitunya dikhawatirkan populasi tumbuhan edelweiss berkurang secara signifikan dari waktu ke waktu maka memetik edelweiss menjadi sebuah kegiatan haram yang bisa menyebabkan seorang pecinta alam atau pendaki gunung disanksi jika kedapatan membawa pulang bunga edelweiss.
Edelweis Cantik Di Tengah Kerasnya Dunia Pertambangan (iden wildensyah)
Lain di puncak gunung lain cerita pendaki, di sisi Grasberg yang lainnya tumbuhan edelweiss menjadi bagian dari kegiatan reklamasi lahan yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Di lahan Carstenz, tumbuhan edelweiss tumbuh dengan subur. Saat pertama kali menginjakan kaki di ketinggian sekitar 3.800 mdpl tersebut seorang petugas memetik beberapa bunga edelweiss. Spontan saya berkata “eh, kenapa dipetik mas? Itukan bunga edelweiss, gak boleh dipetik begitu saja”. Dengan santainya si mas yang dimaksud menjawab: “Di sini banyak mas, ambil aja. Tuh lihat ke arah sana!” katanya sambil menunjukan ke lokasi lahan tumbuhan edelweiss yang banyak. Benar saja! Saat saya lihat ke arah yang dimaksud, banyak sekali bunga edelweiss yang sedang mekar. Saya tetap tidak berani memetik karena selalu teringat bahwa edelweiss akan tetap indah di tempatnya, bukan dibawa pulang ke rumah kemudian dipajang.
Melihat indahnya bunga edelweiss di lahan reklamasi PT Freeport Indonesia ini mengingatkan saya pada prioritas kelestarian alam yang dituliskan oleh Sony Keraf. Prioritas tersebut adalah nilai keindahan alam. Keindahan alam yang rusak karena aktivitas pertambangan bisa kembali terlihat baik saat dilakukan perencanaan reklamasi dengan baik. Reklamasi yang sangat terperinci dan detail termasuk masalah estetika ini sangat penting untuk dilakukan. Reklamasi tidak asal menanam kembali apalagi mengejar proyek asal jadi seperti proyek-proyek yang dilakukan oleh para koruptor.
Area Reklamasi Carstenz (iden wildensyah)
Reklamasi yang baik untuk memulihkan kondisi lingkungan setempat agar memiliki nilai kembali harus diprioritaskan setiap perusahaan tambang. Menyesuaikan berbagai jenis tanaman dengan kondisi lingkungan yang ada. Setiap lokasi atau lahan yang akan direklamasi tentu harus melewati berbagai tahap studi. Tidak mentang-mentang edelweiss itu sangat cantik kemudian semua lokasi reklamasi ditanami oleh tanaman edelweiss. Alih-alih membuat indah lahan bekas tambang, jika tidak dilakukan perencanaan yang baik akan terlihat sia-sia. Keindahan yang awalnya hendak dicapai malah menjadi bumerang karena tumbuhan menjadi tidak bisa hidup.
Vegetasi tanaman hanya bagian kecil dalam proses reklamasi, masih banyak hal lainnya yang juga penting untuk diperhatikan. Flora dan fauna yang biasa hidup di sekitar lokasi pertambangan harus dilestarikan sedemikian rupa. Bahkan ke satwa kecil atau hewan-hewan kecil yang sangat berguna dalam mendukung kehidupan satwa yang besar. Hewan yang tidak diperhitungkan seperti semut atau serangga-serangga kecil harus bisa kembali lagi ke lokasi.
Lapisan tanah dan batuan yang bisa membuat tanaman hidup tidak bisa bergantung kepada satu pihak saja. Ada perlakuan alami yang biasa terjadi satu hewan dengan hewan lainnya. Saling ketergantungan kemudian membentuk sebuah ekosistem yang baik di lokasi tersebut.
Melihat bunga edelweiss yang indah di tengah kerasnya dunia pertambangan, buat saya seolah menyiratkan pesan tentang masih adanya harapan perbaikan lingkungan dikemudian hari. Butuh kerja keras untuk mereklamasi lahan bekas tambang tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Pasti akan selalu ada hal yang menggembirakan selama berusaha memperbaikinya. Semoga saja keindahan edelweiss tersebut menandai keindahan alam di masa yang akan datang.

Share:

Jumat, November 13, 2015

Reklamasi Lahan Yang Menarik di Sisi Grasberg

Rumput hijau yang indah di sisi tebing karst (Iden Wildensyah)
Selama ini banyak orang hanya terfokus melihat penambangan terbuka yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di Grasberg tetapi tak banyak orang yang melirik aktivitas reklamasi lahan di sisi yang lainnya. Reklamasi di sisi Grasberg juga sangat penting untuk diperhatikan selain aktivitas penambangannya itu sendiri. Penambangan dan reklamasi lahan adalah dua hal yang harus berjalan beriringan. Ketika salah satu aktivitas dilakukan tanpa diikuti dengan aktivitas lainnya, maka ketidakseimbangan ekosistem akan terjadi. Reklamasi ini sangat penting dalam rangka mengembalikan kondisi tanah sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya, maka terhadap lahan bekas pertambangan, selain dilakukan penutupan tambang, juga harus dilakukan pemulihan kawasan bekas pertambangan.
Penambangan terbuka jelas mengubah bentuk dan struktur bumi. Misalnya dari sebuah lahan terbuka dengan banyak sekali vegetasi, ketika terjadi penambangan maka lahan tersebut akan hilang. Vegetasi alami yang awalnya tumbuh di atas lapisan atas akan berubah seiring perubahan pada kontur tanahnya. Perubahan ini bukan tanpa sebab, perubahan lahan ini memang di desain untuk mendapatkan kandungan mineral yang dibutuhkan. Mineral yang ditambang misalnya seperti tembaga, emas, dan perak. Bahan mineral ini kemudian diolah menjadi bahan baku untuk barang-barang yang kita gunakan sehari-hari seperti perangkat alat elektronik, kendaraan, dan kebutuhan lainnya.

Kelestarian Alam dan Reklamasi

Bibit tanaman untuk reklamasi lahan PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)
Dalam bukunya Etika Lingkungan, Sony Keraf mengatakan bahwa melestarikan warisan alam adalah memberi prioritas pada nilai lain selain nilai ekonomis, nilai keindahan alam, nilai penghormatan akan apa yang diciptakan sendiri dan lebih dari itu, nilai kehidupan itu sendiri.
Reklamasi tambang pada dasarnya adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan kembali kondisi lahan setelah aktivitas penambangan selesai. Aktivitas pertambangan yang melakukan penggalian dan merubah bentang lahan, perubahan iklim mikro hingga ke kondisi fisik lingkungan harus dilakukan usaha memulihkan kembali. Pemulihan ini berguna agar bentang alam yang sudah rusak masih mampu menopang kehidupan di sekitarnya. Baik untuk hewan, tumbuhan, bahkan manusia. Di sisi yang lain industri pertambangan juga menimbulkan dampak positif sebagai sumber devisa negara, pendapatan asli daerah, penciptaan lahan kerja, perubahan ekonomi hingga bertindak sebagai development agen bagi daerahnya. 

Reklamasi Lahan di Grasberg

Luas areal pertambangan terbuka Grasberg berdiameter sekitar 4 km, dengan kedalaman 1 km lebih. Dari Grasberg ini cadangan tembaga, emas, dan peraknya ditambang setiap hari. berdasarkan data produksi bijih (batuan mineral) PT Freeport Indonesia sekitar 220.000-240.000 ton per hari, sekitar 70% datang dari Grasberg.  Grasberg merupakan ikon tambang dunia yang terkenal. Tepat di bagian atas lokasi penambangan Grasberg terdapat sebuah lahan luas yang diperuntukan sebagai tempat budidaya tanaman endemik Papua yang nantinya akan ditanam di lokasi bekas urugan batuan sisa tambang. Lokasinya bernama Nursery Manado Grasberg. Dengan ketinggian lebih dari 3.800 Mdpl, beberapa tanaman khas yang hidup di daerah sub alpine dipelihara setiap hari. Dengan pengawasan yang ketat serta sistematis, beberapa tanaman jenis rumput-rumputan sudah menyebar tumbuh dengan baik di ketinggian Grasberg. Grasberg yang berarti gunung rumput begitu menawan karena kontrasnya warna gunung dinding karst dengan hijaunya daun rumput.
Sebagian polybag menggunakan bahan dari tumbuhan lokal (Iden Wildensyah)
Vegetasi tumbuhan yang dikembangkan di areal pembibitan tersebut antara lain: Deschamsia Klosii, Deschamsia Caespitosa, Rhododendiron spp, dan lain-lain. Tiga bagian yang saya sebut adalah jenis yang ditanam paling banyak. Untuk mereka yang sering naik gunung, beberapa jenis paku-pakuan, serta tanaman yang hanya tumbuh di puncak gunung pasti sudah tak asing lagi saat melihat langsung.
Tanaman-tanaman tersebut dipelihara dan akan menjadi tanaman pelopor di kawasan reklamasi tambang. Tanaman pelopor yang diharapkan menjadi awal untuk mengundang berbagai jenis satwa liar yang biasa hidup di lokasi seperti berbagai jenis burung dan satwa-satwa kecil. Keberadaan satwa ini akan menjadi penyebar alami lewat buah dimakannya kemudian biji yang keluar bersama kotoran hewan tersebut.
Nah, menarik bukan? Buat saya bukan hanya menarik dari sisi pemandangan tetapi dari cara berpikir. Di Grasberg saya melihat cara berpikir yang utuh dan terintergasi saat melakukan eksplorasi alam. Hal ini menjadi penting karena lingkungan itu satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Saat melakukan kegiatan pertambangan, semua aspek lingkungan harus dipikirkan secara bersamaan. Reklamasi lahan di lokasi PT Freeport Indonesia ini bisa menjadi contoh untuk siapapun. Tentang sistemnya, tentang keteraturan, dan tentang pengawasan yang ketat pada segala aspek lingkungan.
Share:

Postingan Populer