Limbah yang mengandung logam berat merkuri pernah menjadi
malapetaka di berbagai tempat di dunia. Inilah beberapa catatan dampak tailing
pada lingkungan yang sangat merusak dan dampaknya tidak hanya terjadi pada satu
periode saja tetapi bisa sangat panjang dan turun temurun. Beberapa kalangan
menilai logam berat yang berbahaya tersebut ada dalam limbah pembuangan pabrik
kimia dan juga dalam tailing yang dihasilkan oleh pertambangan tembaga, emas,
dan perak. Tailing yang mengandung merkuri dihasilkan oleh perusahaan yang
dalam pengolahannya menggunakan air raksa atau logam berat lainnya. Prof Otto
Soemarwotto seorang ahli lingkungan dari Universitas Padjadjaran dalam bukunya
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan menuliskan beberapa catatan penting tentang
kejadian karena merkuri yang menimpa beberapa negara di dunia.
Minamata
Pada akhir tahun 1953 di antara penduduk nelayan dan
keluarganya di sekitar Teluk Minamata, Jepang di baratdaya Pulau Kyushu, yang
makanan utamanya terdiri atas ikan, terjadilah wabah neurologis yang tidak
menular.
Minamata Bay |
Para penderita secara progresif mengalami melemahnya otot,
hilangnya penglihatan, terganggunya fungsi otak dan kelumpuhan yang dalam
banyak hal berakhir dengan koma dan kematian. Penyakit itu belum dikenal oleh
dunia kedokteran. Baru pada tahun 1959 atau 6 tahun kemudian dapat ditunjukan,
penyakit tersebut disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar oleh
metilmerkuri. Sumber metilmerkuri ialah limbah yang mengandung Hg dari pabrik
kimia Chisso Co. yang memproduksi plastik (PVC). Limbah tersebut dibuang ke
Teluk Minamata selama beberapa tahun sebelum 1953. Metilmerkuri itu terbentuk
dari asetaldehide dan air raksa anorganik yang digunakan sebagai katalisator. Penyakit
ini kemudian dikenal dengan nama penyakit Minamata.
Pada tahun 1964-1965 terjadilah ledakan kedua penyakit
MInamata di antara penduduk nelayan dan keluarganya yang hidup di sekitar
Niigata yang terletak di pantai Laut Jepang di utara Tokyo. Di sini pun ikan
merupakan makanan harian para korban. Ikan itu berasal dari laut dan sungai
Agano yang mengandung limbah pabrik alat listrik Showa. Ledakan ketiga terjadi
pada tahun 1973 di Goshonoura di Pulau Amakusa yang berhadapan dengan Minamata.
Walaupun air raksa di dalam air laut semula rendah,
organisme tertentu dapat menimbun air raksa yang diserapnya dari lingkungannya
ke dalam tubuhnya. Peristiwa ini disebut bioakumulasi. Kadar tersebut makin
lama dapat menjadi makin tinggi dalam rantai makan-memakan dari plankton sampai
ke ikan. Dalam ekologi rantai makan-memakan disebut rantai makanan dan
masing-masing matarantai disebut tingkat trofik. Rantai makanan berlanjut
dengan dimakannya ikan oleh burung, kucing, dan manusia. Dengan demikian kucing
dan burung serta manusia yang menempati tingkat trofik dapat menimbun air raksa
sampai ke tingkat yang beracun. Karena gejala penyakit Minamata tidak hanya
terdapat pada manusia, melainkan juga pada kucing dan burung.
Gandum Tercemar Air Raksa di Irak
Malapetaka selanjutnya yang berkaitan dengan air raksa ini terjadi
di Irak. Saat itu Irak menerima benih gandum dari Meksiko yang telah
diperlakukan dengan fungisida air raksa, yaitu etilmerkuri p-toluen
sulfonanilida. Benih tersebut dimaksudkan untuk ditanam dan bukan untuk
dikonsumsi. Akan tetapi penduduk yang melarat telah memakannya, sehingga
mengalami keracunan. Dengan jatuhnya
korban pemerintah Irak mengumumkan, siapa pun yang mempunyai benih yang telah
diperlakukan itu akan ditindak tegas, bahkan akan dihukum mati.
Pengumuman tersebut membuat petani ketakutan sehingga
membuang benih tersebut ke sungai dan danau yang berdekatan. Akibatnya ialah
tercemarnya air sungai dan danau yang mengakibatkan peracunan penduduk yang
amat luas. Diperkirakan 5.000 sampai 50.000 orang meninggal dan lebih dari
100.000 orang atau bahkan mungkin sampai 500.000 orang telah menjadi cacad
seumur hidup.
Pengolahan konsentrat tanpa merkuri
Begitu besarnya dampak karena pencemaran merkuri dari
tailing sisa pengolahan mineral tambang, kini sudah banyak perusahaan tambang
yang meninggalkan air raksa. Semua pelaku industri dalam pengolahan barang
tambang tidak lagi menggunakan merkuri untuk memisahkan mineral yang
dibutuhkannya. Selain merugikan lingkungan juga merugikan perusahaan itu
sendiri karena proses recovery membutuhkan waktu yang lama.
Penyakit karena merkuri bersifat menurun seperti yang sudah
ditulis sebelumnya. Dalam satu rantai makanan ketika satu mata rantai tercemar
maka rantai-rantai lainnya akan akan ikut tercemar. Bukan hanya satu atau dua
saja korbannya, melihat data dari korban di Irak ternyata bisa sampai 500.000
orang yang menjadi korban karena merkuri ini. Pengawasan yang ketat pada
tailing sangatlah dibutuhkan. Reklamasi lahan yang tepat sehingga bisa
berfungsi kembali seperti sediakala sangat penting untuk dilakukan. Demikian
juga dengan penanganan lingkungan dari mulai hulu sampai hilir mutlak untuk
diperlukan.
Dampak sosial terhadap masyarakat lokal setempat harus
diperhatikan secara menyeluruh. Semua yang terdampak harus mendapatkan
prioritas penanganan yang memadai. Jika tidak dilakukan maka gejolak sosial
karena kehadiran perusahaan tambang akan terjadi. Alih-alih tenang melakukan
eksplorasi, yang terjadi malah sebaliknya. Kerugian besar yang harus ditanggung
oleh perusahaan. Tanggungjawab sosial dan lingkungan adalah kewajiban yang
harus ditunaikan dengan baik.