Hujan telah bertahan berhari-hari, Tuhanku, dalam hatiku gersang. Kaki langit telanjang bulat tak ada selembar awan tipis pun menutupi, tak ada sekecil apa pun tanda-tanda akan datangnya hujan yang menyejukan. 1)
Mendung datang berlapis-lapis dan langit menjadi gelap. Ah, kekasih mengapa engkau biarkan aku sendirian menunggu di depan pintu? 2)
Hujan tumpah dengan deras dari langit, aku melihat dan tak mampu menghitung tetes demi tetes air yang turun melewati sirap. Barangkali aku tak memiliki cinta sebanyak curah hujan. Tapi tak bisakah aku diberi kesempatan?.
Ingin aku menjadi hujan yang tak pernah pamrih, yang menyirami bumi tanpa meminta imbalan.
Hujan, mestinya aku belajar darimu bagaimana caranya mencintai. 3)
Cinta adalah titik-titik hujan yang jatuh dari langit. Bunga bermekaran dan kupu-kupu menari-nari di sekelilingnya. Pelangi melengkung indah dan kamu berkecipak-kecipuk di tanah basah. 4)
Mendung datang berlapis-lapis dan langit menjadi gelap. Ah, kekasih mengapa engkau biarkan aku sendirian menunggu di depan pintu? 2)
Hujan tumpah dengan deras dari langit, aku melihat dan tak mampu menghitung tetes demi tetes air yang turun melewati sirap. Barangkali aku tak memiliki cinta sebanyak curah hujan. Tapi tak bisakah aku diberi kesempatan?.
Ingin aku menjadi hujan yang tak pernah pamrih, yang menyirami bumi tanpa meminta imbalan.
Hujan, mestinya aku belajar darimu bagaimana caranya mencintai. 3)
Cinta adalah titik-titik hujan yang jatuh dari langit. Bunga bermekaran dan kupu-kupu menari-nari di sekelilingnya. Pelangi melengkung indah dan kamu berkecipak-kecipuk di tanah basah. 4)
Kepada hujan |
1) Rabindranath Tagore, Gitanjali, kidung 40 hal 24.
2) Rabindranath Tagore, Gitanjali, kidung 18 hal 11.
3) Andrei Aksana, Kompas. 05 Okt 2009.
4) Clara Ng, ‘Melukis Cinta’. Hal 8.