Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Gandawesi KPALH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gandawesi KPALH. Tampilkan semua postingan

Rabu, Desember 07, 2016

Logika Terbalik Mendaki Gunung

It’s not the mountain we conquer, but ourselves.” (Sir Edmund Hillary)

Kesenangan mendaki gunung memang tiada duanya. Sekali mendaki gunung, selanjutnya bisa bikin ketagihan. Di luar risiko-risiko berat yang terjadi selama proses mendaki gunung, kegiatan ini tetap menjadi favorit siapa saja yang menyukai tantangan. Tantangan berarti siap dengan segala resikonya. Seperti cedera, cape bahkan kehilangan nyawa sekalipun. Tidak ada yang bisa menjelaskan alasan kuat perihal kesenangan mendaki gunung ini. Jawaban umum kenapa mendaki gunung ''Because it's there''. Karena di sana, sambil menunjuk puncak gunung.

Logika terbalik mendaki gunung

Yah, karena puncak gunung di sana, nun di puncak sana, dan kami mau mendakinya. Bukan karena alasan rekreasi, olahraga ataupun memecahkan kepenasaran. Mendaki gunung karena dia disana. Tidak lebih tidak kurang. Yang mengherankan tentu saja, efeknya. Efek mendaki gunung adalah perasaan untuk mendaki gunung kembali. Setelah sukses mendaki satu gunung, tantangan selanjutnya adalah gunung berikutnya. Demikian dan demikian terus. Mendaki gunung memberikan sensasi banyak hal, dari mulai hal yang sangat filosofis, seperti menyadarkan betapa kecilnya manusia dalam ciptaan Tuhan, hingga permasalahan pragmatis seperti naik gunung yah sekadar naik gunung saja, memuaskan hasrat kepenasaran akan sebuah gunung tinggi. Yang patut dipertimbangkan sewaktu naik gunung selain persiapan fisik dan mental juga logistik dan perlengkapan penunjang lainnya seperti, tenda untuk menginap, sleeping bag, Jas hujan, baju hangat dan baju ganti serta makanan penunjang. Ini menjadi sangat penting karena naik gunung harus membawa perlengkapan ekstra safety agar selama perjalanan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Logika Terbalik 

Bisa saja mendaki gunung seadanya tanpa harus repot-repot membawa perlengkapan. Cukup baju yang melekat ke tubuh dan beberapa perbekalan lainnya yang tidak begitu banyak. Tetapi tahukah anda, bahwa mendaki gunung itu penuh dengan resiko bahaya yang mengancam jiwa?. Sudah banyak kejadian pendaki gunung yang tewas karena kekurangan logistik dan persiapan yang tidak matang. Bagaimana mungkin mendaki gunung seadanya. Tetapi jika dipikir kembali, mendaki gunung itu berarti menempuh perjalanan panjang yang menanjak. Logika normalnya, jika perjalanan menanjak maka beban yang ada di badan kita harus dilepaskan satu persatu hingga akhirnya badan kita menjadi ringan. Ringan berarti perjalanan lancar. Tapi, itu logika pada umumnya bahwa menanjak atau mendaki berarti beban kita harus dikurangi agar perjalanan lancar.

Logika pada umumnya itu akan menjadi terbalik ketika mendaki gunung. Semakin banyak perlengkapan safety kita berarti semakin berat beban kita, tetapi semakin ringan kita ketika menerima bahaya sewaktu-waktu. Misalnya badai dingin malam hari, bagi yang membawa persediaan baju hangat dan sleeping bag akan terasa lebih ringan dibandingkan dengan pendaki yang membawa sarung sekedarnya saja. Atau ketika perut menagih makanan, bagi mereka yang membawa logistik banyak akan terasa ringan karena tinggal ambil dari persediaan. Sementara bagi mereka yang membawa seadanya, tanggung risiko jika kelaparan.

Mahasiswa Pecinta Alam mendaki puncak gunung Merapi

Anda akan berat berada di alam terbuka tanpa persediaan logistik yang memadai. Jadi, mending berat membawa perlengkapan safety serta persediaan logistik yang memadai tetapi akan menjadi ringan ketika sudah berada di alam terbuka, daripada ringan karena membawa perlengkapan seadanya dan logistik semaunya tetapi akan menjadi berat ketika sudah berada di alam terbuka. Mendaki gunung penuh dengan resiko yang mengancam setiap saat. Persiapkan matang-matang perlengkapan, logistik makanan, serta fisik dan mental sebelum melakukan pendakian gunung. Persiapan yang bagus akan mendukung kegiatan pendakian dengan lancar.
Share:

Selasa, Desember 06, 2016

Kolaborasi Dalam Pendidikan Dasar Pecinta Alam

Ini sebuah moment Pendidikan Dasar Pecinta Alam yang dibangun dengan semangat kolaborasi. Pendidikan Dasar di alam terbuka membutuhkan kecakapan khusus buat semua pegiatnya. Kolaborasi dengan anggota Kopasus dan anggota Wanadri sudah dilakukan sejak kursus kepelatihan untuk satuan komando Pendidikan Dasar. 

Kolaborasi untuk membangun pondasi pendidikan dasar yang baik, menumbuhkan semangat bekerjasama dengan semua potensi pecinta alam yang ada. Kolaborasi ini sejatinya bukan sekadar membuat calon siswa menjadi anggota Gandawesi yang Samagata, Samala, dan Samahita. Lebih dari itu, kolaborasi ini untuk Indonesia! Untuk sebuah semangat kebangsaan yang dibangun dengan semangat pribadi yang tangguh, terampil, cekatan, kreatif, dan berwawasan lingkungan. 
Kolaborasi Dalam Pendidikan Dasar Pecinta Alam (iden wildensyah)

Menjadi Mahasiswa Pecinta Alam
Menjadi mahasiswa adalah kebanggaan tersendiri buat siapapun yang mengalaminya. Banyak pengalaman yang menarik seperti menjadi aktivis, pegiat organisasi mahasiswa, dan juga menjadi mahasiswa pecinta alam. Soe Hok Gie adalah seorang mahasiswa pecinta alam yang menjadi legenda sampai hari ini. Soe Hok Gie dianggap mewakili suara-suara kaum muda yang berani, progresif, dan tentu saja pecinta alam. Soe Hok Gie adalah seorang mahasiswa yang menjadi sejarah dalam dunia Mahasiswa Pecinta Alam. Mapala UI adalah hasil dari olah pikirnya. Bersama kawan-kawan Mapala UI-nya, Soe Hok Gie menuntaskan gelora jiwa muda dengan mendaki gunung.

Di organisasi mahasiswa pecinta alam, semua anggota diwajibkan untuk melakukan kajian terlebih dahulu mulai dari persiapan sampai akhir pendakian tentang risiko dan hal-hal penting lainnya. Tentu akan senang jika perjalanan mendaki gunung berakhir dengan baik.
Berorganisasi di mahasiswa pecinta alam itu sangat menantang dan dinamis. Kadang dituntut bermental sekeras baja untuk mempertahankan idealisme, terkadang juga harus melunakan baja tersebut untuk mengakui argumentasi orang lain yang lebih baik agar tetap bisa bekerjasama. 

Tak ada guru yang baik selain pengalaman itu sendiri. Sebanyak-banyaknya membaca buku teori berorganisasi jika tidak diaplikasikan tetap hasilnya nol besar. Tetapi jika sudah membaca teori berorganisasi, teori kepemimpinan, kemudian mengaplikasikannya di organisasi mahasiwa pecinta alam, maka lengkaplah kemampuan secara teori dan praktik.

Pendidikan dasar sejatinya menumbuhkan jiwa-jiwa yang tangguh, bermental baja dan mandiri. Seperti tekad Gandawesi! Ini adalah tentang menumbuhkan generasi yang peduli lingkungan, peduli kepada sesama, cinta tanah air dan bangsa. Salam hormat dari saya untuk Bang Yos dari Kopasus untuk percikan semangat dan kolaborasi yang indah!
Pendidikan Dasar Pecinta Alam Untuk Samagata, Samahita, Samala! (iden wildensyah)
Cerita tentang pendidikan dasar bisa dilihat juga disini
Share:

Selasa, Desember 31, 2013

Kenangan Kebersamaan

Foto di atas adalah salah satu moment yang selalu saya ingat. Kenangan terbaik dalam hidup saya selama ini. Merasakan dinamika bersama mereka selama hampir satu dekade lebih di kampus dan di lapangan saat ada acara-acara penting.

Saya hanya bisa menggambarkan bagaimana kebersamaan itu melekat sampai sekarang. Kami bisa main bersama, berkonflik bersama, dan terutama kami belajar kehidupan bersama-sama. Tak bisa dipungkiri, selama bersama-sama itu hadir berbagai dinamika yang naik turun. Ada saatnya menyenangkan dan ada saatnya tidak menyenangkan.

Sama halnya dengan naik gunung, perlu kebersamaan dan kekompakan untuk bisa menggapai puncak bersama-sama. Banyak gunung yang kita daki bersama-sama. Banyak lembah yang kita susuri, sungai, dan juga bukit-bukit. Rasa capek dan kesal tak jarang menghinggapi diri kita masing-masing tetapi semua sadar tentang satu tekad satu tujuan.

Foto di atas adalah saat melanjutkan perjalanan setelah mendaki gunung Guntur di Kota Garut kemudian mendaki gunung Papandayan untuk menuju kabupaten Bandung dari arah selatan. Perjalanan panjang dan melelahkan tetapi bisa dinikmati dan sampai kembali pulang ke kampus untuk melanjutkan kehidupan kampus.

Merasakan saat tersesat, mencari alternatif jalan menuju lembah dan mendapati pemukiman di perkebunan teh paling jauh dari Pangalengan dan lebih dekat ke kaki gunung. Udara dingin dengan hujan rintik-rintik, setia mengikuti perjalanan kita mencapai pemukiman terdekat yang bisa dijangkau sekedar bermalam sebelum melanjutkan perjalanan menuju Bandung.

Melihat asap dari kejauhan yang muncul dari ladang petani itu sangat terasa sampai sekarang. Ada harapan karena masih bisa bertemu penduduk. Ada yang diutus bertanya tentang daerahnya kemudian bertanya alternatif jalan yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

Kita semua sampai dipemukiman saat hari menjelang malam. Hujan masih mengguyur kampung itu. Bersyukur ada penduduk yang memberi ruang untuk beristirahat. Seingat saya waktu itu kita bermalam di sebuah masjid penduduk. Sampai pagi dan kemudian pulang menggunakan angkutan umum yang pemberangkatannya satu kali dalam satu hari.

Kini, semua sudah memiliki kehidupan masing-masing. Sesekali kita masih berkumpul kalau ada acara bersama di Situ Lembang atau di Citatah. Bersama mereka, saya bersyukur belajar banyak tentang kehidupan, tentang kebersamaan, dan rasa saling menghargai satu sama lain. Terima kasih, Tuhan! Berikan banyak kebaikan kepada mereka yang sudah bersama-sama dalam satu kesempatan menarik. 

Catatan di dedikasikan kepada teman-teman yang ada di foto antara lain: Nurcahya, Cecep Permana, Iman Kape, Hendi Tale, Erwin, Andi, dan Iwan Embu. Dua orang traveller itu, saya lupa namanya.

Saat itu, saya merasakan banget efek dari "Kuliah tong ngaganggu ulin!" yang kemudian menjadi jargon tak resmi sampai sekarang.
Share:

Selasa, November 12, 2013

Kisah Tak Terduga

Tentu seperti yang sudah ditulis sebelumnya, tak terduga! Banyak hal tak terduga dalam hidup ini. Termasuk kabar beberapa hari yang lalu tentang kejadian di Gunung Semeru. Kebetulan beberapa teman saya dari @Gandawesi_KPALH sedang melakukan pendakian ke sana.

Tak terduga, tentu saja! Kejadian di luar perencanaan. Saya mendapatkan kabar ini dari @osiikecil lewat link ini -> https://www.facebook.com/groups/119186654850695/permalink/399601316809226/
Laporan, salam lestari!
Melaporkan kegiatan Mahameru Attack yg pd awalnya kegiatan ini dilaksanakan dari tanggal 6 - 12 Nov 2013. 
Di awal kegiatan, team Mahameru Attack melaksanakannya sesuai juknis yg direncanakan. Sampai pada akhirnya 8 Nov 2013, kami tiba di Ranu Pani pd pukul 13.00 Wib. Di pos pendakian awal, banyak pendaki2 yg dr pagi-pun blm diperbolehkan utk mendaki. Setelah kami cari tau, ternyata ada 2 org pendaki dr Jakarta yg terpisah dr rombongannya dan di nyatakan hilang. Namun blm ada kepastian dr pihak TNBTS utk menutup, mencari ataupun membuka kembali gerbang Semeru. Malam itu kami memutuskan utk menunggu keputusan sampai bsk pagi dan membicarakab langkag selanjutnya. Keesokan harinya, hingga pukul 11.00 Wib masih blm ada kepastian. Sempat ada kabar akan adanya Open SAR, dan sudah merundingkan jika ada open Sar kami akan mengutus 2 anggota Gandawesi utk ikut mengingat Basarnas blm knjung dtg. Ketika ditunggu sampai pukul 14.00 Wib, masih blm ada kepastian, kami memutuskab utk mundur krn tdk lg bisa brbuat apa2 di Ranu Pani.
Sekian laporan kami. Maaf team Mahameru Attack tdk bisa mempersembahkan hari pahlawan di puncak Para Dewa. Kami sudah berusaha semampu yg bisa kami lakukan. Mohon dimaklumi.
Salam Lestari!

Inilah sesuatu yang tak terduga, kisah tak terduga. Walau demikian, bagi saya ini tetap sesuatu yang patut diapresiasi atas keberhasilan mereka dalam menuntaskan rencana walau pelaksanaannya tidak sesuai dengan perencanaan. 

Kejadian tak terduga itu sesuatu yang di luar kendali manusia. Saya percaya jikapun berada di sana pada saat itu, keputusannya akan sama seperti yang mereka lakukan.

Penuh hormat dan apresiasi untuk mereka yang sudah bergerak melakukan lebih dari sekedar berbicara atau berteori saja. Tetap semangat dan sejarah sudah mencatat atas namamu.
Foto diambil dari group di fb kiriman @osiikecil. Kisah tentang pendakian yang tertunda karena ada hal tak terduga. Dua orang pendaki gunung Semeru terpisah dari kelompoknya, tersesat dan sedang dalam proses pencarian. Pendakian ditutup total sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan!
Semoga pendaki yang hilang di Gunung Semeru bisa cepat kembali pulang. Amiin


Share:

Jumat, November 08, 2013

Menjelajah, Bertualang, dan Belajar

Kemarin malam saya mendapatkan kabar bahwa teman-teman @Gandawesi_KPALH sedang melakukan perjalanan ke Surabaya untuk menuju Gunung Semeru di Malang. Mereka akan mendaki gunung mencapai puncak Mahameru. Puncak yang disebut puncak para dewa.

Setiap teringat @Gandawesi_KPALH, saya selalu ingat slogan tak resmi yang menghiasi kehidupan saya. "Kuliah tong ngaganggu ulin". Semacam slogan yang terus menjadi bagian penting agar tetap "ulin" atau bermain.

Tak cukup hanya bermain tetapi ada banyak pembelajaran di dalamnya. Melalui akun @idenide di @twitter, saya mengirim pesan @idenide: selamat menjelajah, bertualang, dan belajar untuk teman-teman @Gandawesi_KPALH, ingatlah selalu "kuliah tong ngaganggu ulin".

Mari kita bermain agar semuanya menyenangkan. Anggap saja hidup ini juga per mainan. Oh iya, tentang permainan ini, saya ingat juga seorang teman. "Semua games ada akhirnya, semua permainan ada games over-nya". Saat itu, kalimat ini menguatkan saya tatkala tesis belum mendapat persetujuan untuk sidang. Padahal, saya merasa sudah mengerahkan semua kemampuan terbaik untuk menyelesaikannya. "Semua games pasti ada games over-nya" jadi saya tenang, semua hal yang terjadi akan berakhir, demikian juga dengan sebuah kehidupan.

Tetap semangat bermain!



Share:

Postingan Populer