Ruang Sederhana Berbagi

Senin, November 23, 2015

Banti, Cerita Kepedulian Kepada Lingkungan dan Masyarakat Lokal

Banti bisa jadi salah satu destinasi menarik untuk anda kunjungi. Letak di bawah Tembagapura. Ketinggiannya berkisar antara 1.000-1.500 mdpl. Cukup dingin untuk ukuran mereka yang terbiasa sehari-hari berada di pantai tapi hangat buat mereka yang sering berada di ketinggian seperti Tembagapura. Banti termasuk salah satu wilayah binaan PT Freeport Indonesia. Semua fasilitas umum dibangun dari dana corporat social responsibility untuk masyarakat setempat seperti jalan, jembatan, gedung sekolah, rumah sakit, pasar, dan lain-lain.
Eksotisme Banti sudah terasa sejak memasuki kawasan desa. Dipinggir jalan tanaman hijau tersebar dengan baik. Sungai mengalir dengan deras. Penduduk berjalan dengan damai di pinggir sambil membawa gendongan yang disangkutkan ke kepalanya. Di beberapa lokasi sungai, tampak para penambang tradisional melakukan aktivitas penambangan menggunakan alat seadanya seperti saringan dan penyedot air sungai. Aktivitas yang mengundang banyak pendatang ke Tembagapura. Terlihat sepanjang jalan banyak sekali pendatang yang mendirikan bangunan semi permanen.
Beberapa warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari tampak mencolok karena warna barang jualannya yang kontras berbeda dengan alam sekitar. Sebut saja barang-barang dari plastik seperti ember, gayung, dan beberapa jenis pakaian. Pendatang ini seolah memeriahkan suasana penambangan di sungai tersebut. Beberapa dosen yang saya kenal sewaktu kuliah dulu pernah bercerita tentang para penambang tradisional ini. Mereka menggunakan air raksa untuk memisahkan mineral emas dari pasir tailing yang ada di sungai tersebut. Sebuah aktivitas yang berbahaya karena menyangkut logam merkuri yang akan mencemari air sungai dan biota lainnya. Terlebih selain biota yang hidup di sekitar sungai tetapi juga manusia.
Selama perjalanan ke Banti, sesekali saya melihat rumah tradisional Papua yaitu Honai tetapi sudah lebih modern karena atapnya menggunakan terpal atau plastik. Dalam Honai yang benar-benar asli, atapnya terbuat dari bahan alami yaitu sirap. Honai yang masih tersisa di Banti, bagian bawahnya tetap menggunakan deretan kayu-kayu yang keras. Sebagian rumahnya sudah ada yang berjenis panggung seperti rumah di pulau Jawa. Honai terselip di antara beberapa bangunan di sepanjang jalan.
Akses jalan ke Banti terbilang sangat mulus untuk ukuran jalan desa. Jembatan berdiri kokoh dilewati setiap hari oleh penduduk yang hilir mudik dari atau ke desanya setiap hari. Jalanan yang mulus ini harus tetap berhati-hati jika menggunakan kendaraan. Babi yang dipelihara oleh masyarakat setempat sering berlalu lalang di jalanan. Babi adalah harta yang paling berharga untuk kebanyak suku di Papua. Saking berharganya, babi dijaga sedemikian rupa agar tidak hilang. Babi juga masuk rumah dan tidur bersama-sama dengan pemiliknya di dalam rumah.
Jika saja seekor babi tertabrak dan mati, harga penggantiannya bisa lebih mahal dari harga kambing di pulau Jawa. Misalnya untuk babi yang baru beberapa bulan lahir saja harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Seorang kawan bercerita bahwa temannya pernah harus mengganti sampai dua juta rupiah untuk seekor babi kecil yang tertabrak kendaraannya. Dengan terpaksa mereka harus merogoh sakunya dalam-dalam karena urusannya berabe jika tidak diselesaikan.
Hal lain yang penting diperhatikan adalah etika dan sopan santun. Kedua hal ini sangat universal dimanapun dan kapanpun kita berada. Memasuki Banti berarti anda memasuki wilayah adat tradisional. Di awal kunjungan saya diingatkan untuk berhati-hati saat berbincang dan memotret. Jangan sampai menjadi masalah hanya karena ketidaktahuan kita. Berbicara dengan penduduk lokal tentu sangat mengasyikan tetapi jika tidak tahu caranya, hal itu akan sangat merugikan kita. Para penduduk di Papua sangat berhati-hati saat berbicara dengan pendatang. Seorang guru di asrama Papua menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena antar satu suku dengan suku lainnya terkadang beda makna pada satu jenis kata. Untuk menghindari perbedaan makna ini, para penduduk lebih banyak terlihat seperti malu-malu saat diajak berbicara. Mereka mengobservasi dulu kita. Setelah terasa nyaman, obrolan akan mengalir. Berbeda dengan mereka yang sudah sering berinteraksi dengan penduduk dari luar, sudah tak sungkan lagi dan sangatlah asyik berteman dengan mereka.
Di Banti, semua akses masyarakat untuk pendidikan dan kesehatan dilakukan dengan gratis. Jika ada warga yang sakit, dokter dan tenaga kesehatan tak segan untuk menjemputnya bahkan sekalipun menggapai pedalaman. Dengan menggunakan helikopter, dokter dan tenaga medis siap melakukan pelayanan ke kampung-kampung. Jika bisa dirawat di rumah sakit Banti, warga yang sakit akan dirawat sebaikmungkin. Kalau ternyata sangat parah dan membutuhkan perawatan yang lebih, pasien akan dibawa ke rumah sakit di Jakarta. Jikapun ternyata di Jakarta terbatas, pasien akan dibawa ke luar negeri (Australia) dengan tetap gratis karena biaya perawatan akan dibayar oleh PT Freeport Indonesia.
Sebuah bentuk pelayanan masyarakat yang totalitas serta bakti untuk negeri yang nyata. Banti hanyalah bagian kecil dari bentuk dukungan perusahaan kepada masyarakat setempat. Bagaimanapun segala sesuatunya harus seimbang. Kepedulian kepada masyarakat sekitar harus terus ditingkatkan. Jangkauan yang lebih luas agar semua masyarakat Papua merasakan nilai dari kehadiran perusahaan harus makin dikembangkan. Jika bukan oleh mereka yang memiliki kepedulian kepada sesama, oleh siapa lagi? Tanggungjawab kemanusiaan adalah yang terpenting. Eksplorasi alam boleh dilakukan selama masyarakat setempat bisa merasakan hasilnya. Mengabaikan masyarakat berarti mengabaikan UUD 1945 bahwa alam beserta isinya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Share:

Sabtu, November 21, 2015

2 Contoh Daur Ulang di Lokasi Pertambangan

Selama perjalanan menuju ketinggian Grasberg, ada peringatan agar semua orang yang akan menuju ketinggian tersebut jangan melakukan kegiatan yang sia-sia karena tipisnya kadar oksigen di Grasberg. Prinsip tidak boleh menyia-nyiakan ini mengingatkan saya pada prinsip daur ulang sampah. Prinsip daur ulang ini seyogyanya harus menjadi perhatian semua pihak yang peduli lingkungan. Mendaur ulang berarti membuat sebuah benda yang tadinya tidak bernilai menjadi bernilai kembali. Jika tidak didaur ulang, maka benda tersebut akan menjadi sekumpulan sampah yang kemudian menjadi beban tanah untuk mengurainya kembali. Untuk sampah plastik, dibutuhkan bahkan sampai ribuan tahun untuk terurai kembali.

Sampah jenis plastik menjadi momok yang menakutkan untuk siapapun yang bergerak dan peduli lingkungan. Secara sadar, kampanye lingkungan untuk mengurangi sampah plastik dilakukan dengan rutin. Menolak kemasan plastik saat berbelanja, diet kantong plastik, dan lain-lain adalah dua bentuk upaya mengurangi plastik.

Di lokasi tambang PT Freeport Indonesia baik di Tembagapura atau di daerah area reklamasi MP 21 (departemen lingkungan), terdapat hal yang menarik dalam proses pengolahan sampahnya. Untuk di lokasi lapangan, mengolah sampah-sampah besar seperti ban bekas adalah keharusan karena membuang begitu saja malah menjadi bumerang bagi lingkungan sekitar. Alternatifnya, ban-ban bekas tersebut dibuat menjadi bangunan penahan longsoran pada beberapa titik.

Nah, inilah dua contoh daur ulang yang dilakukan di site yang menarik buat saya.

1.     Pertama, Ban bekas. Mobil kendaraan operasional di lapangan adalah jenis-jenis mobil besar. Tinggi ban mobil truk pengangkut bisa sampai setinggi orang dewasa bahkan untuk beberapa jenis melebihi tinggi badannya. Di lereng yang curam dan potensi longsornya tinggi, ban ban bekas ini kemudian ditumpuk sedemikian rupa menjadi bangunan penahan longsor. Pada beberapa bagian, sudah ditumbuhi dengan rumput-rumput seperti jenis Deschampsia Klossii. Proses mendaurulang ban bekas ini pada melewati banyak tahapan. Menumpuk kemudian mengurug dengan sisa-sisa batuan tambang yang tidak diambil mineralnya.

Daur Ulang Ban Bekas di Area MP 21 (Iden Wildensyah)
Di area MP 21, ban-ban bekas ini menjelma menjadi bahan penutup pinggir kolam ikan di lahan reklamasi. Deretan ban bekas yang disusun sedemikian rupa membuat kolam menjadi lebih indah. Selain ikan-ikan yang hidup seperti sedia kala. Tidak ada bedanya antara kolam di lahan reklamasi dengan kolam di tempat biasa seperti yang sering kita jumpai di masyarakat sunda.

 Kedua, Minyak Jelantah. Minyak jelantah sisa penggorengan dari makanan yang disediakan untuk para karyawan PT Freeport Indonesia tidak terbuang sia-sia. Minyak ini kemudian diolah menjadi biodiesel yang akan digunakan sebagai sumber bahan bakar kendaraan operasional di lokasi tambang seperti bus untuk mengangkut karyawan dan juga kendaraan operasional lainnya.

Itulah dua contoh proses kepedulian lingkungan di lokasi tambang yang serba terbatas. Terbatas karena lokasinya yang jauh dari jangkauan kota. Keterbatasan ini menjadi motivasi untuk melakukan setiap kegiatan dengan seefektif mungkin. Hal yang terbuang sia-sia akan merugikan siapapun. Termasuk saat menginjakan kaki di ketinggian. Dengan selalu berpikir kreatif untuk memaksimalkan barang yang ada agar kembali bernilai, maka kita sudah melangkah lebih maju daripada membuang hal yang akhirnya akan sia-sia.
Share:

Jumat, November 20, 2015

Pengelolaan dan Pengawasan Ketat di Area Reklamasi

Kegiatan operasional PT Freeport Indonesia menghasilkan dua dampak penting, yaitu penempatan batuan penutup yang dihasilkan dalam pengambilan batuan bijih di Grasberg dan SIRSAT. SIRSAT adalah singkatan dari Pasir Sisa Tambang yang dihasilkan dalam proses pengolahan batuan bijih menjadi konsentrat. Sirsat dihasilkan dalam jumlah yang besar karena hanya 3% dari proses produksi yang menjadi konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Sementara sisanya 97% dari batuan bijih yang diproses akan menjadi sirsat dan dialirkan ke dataran rendah melalui sungai untuk diendapkan dan dikelola di dataran rendah. Jadi, Sirsat adalah sisa gerusan batuan bijih setelah mineral tembaga, emas, dan perak diambil dalam bentuk konsentrat pada proses pengapungan di pabrik pengolahan.
Suksesi Alami di Lahan Reklamasi PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)

Sirsat yang diproduksi setelah konsentrat diambil lalu disalurkan melalui sungai Aghawagon pada ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut (mdpl) menuju dataran rendah. Pada ketinggian 500 mdpl, sungai Aghawagon bertemu dengan sungai Otomona yang kemudian akan mengalirkan ke daerah yang lebih rendah lagi. Setelah itu prosesnya akan diendapkan pada kawasan seluas 23.000 hektar. Daerah ini kemudian disebut sebagai Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA). Di kawasan ini, Sirsat dikelola dengan cara membangun tanggul di sebelah timur atau tanggul timur sepanjang 58 Km dan sebelah barat atau tanggul barat sejauh 60 km.
Pengawasan Lingkungan
Ketatnya pengawasan lingkungan untuk meminimalisir dampak dari tailing ini dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dengan seksama. Laboratorium lingkungan yang memadai di Mimika selalu melakukan kontrol lingkungan secara rutin setiap hari dari mulai hulu sampai hilir. Pengambilan sampel pada beberapa titik-titik dilakukan setiap hari. Di sungai Ajkwa, sampel itu kemudian diteliti kandungan logam berat dan kandungan lainnya. Kontrol yang ketat ini ini untuk mencegah adanya korban dari limbah tailing yang ada di sungai.
Laboratorium Lingkungan PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)
Bukan hanya pengambilan sampel pada air dari sungai Ajkwa, para laboran yang bertugas di laboratorium lingkungan yang dibangun secara khusus oleh perusahaan juga tanggap terhadap laporan masyarakat. Misalnya jika mendengar ada ikan-ikan mati di sekitar lokasi pengambilan sampel, maka petugas akan secepat kilat merespon. Setelah sampel diambil, mereka akan lakukan penelitian secara terpadu di laboratorium. Dalam perkembangannya, laboratorium yang sudah mendapat sertifikat dari berbagai lembaga sertifikasi di Indonesia ini terus menerus menambah peralatannya dengan peralatan yang semakin canggih dan akurat. Semua dilakukan untuk melakukan pengawasan yang ketat pada lingkungan agar tidak terjadi dampak yang buruk bagi ekosistem setempat termasuk dampaknya pada manusia.
Pengelolaan SIRSAT
Di pulau Jawa, SIRSAT banyak digunakan untuk berbagai macam kebutuhan konstruksi bangunan. Ketersediaan yang melimpah di Papua seharusnya menjadi potensi yang baik untuk pembangunan konstruksi di pulau tersebut. Misalnya untuk pengeras jalan, campuran adukan beton, dan bahan konstruksi lainnya seperti membuat batu bata. Lahan sirsat di lokasi reklamasi ternyata juga mengalami pemulihan melalui proses suksesi alami primer. Rumput Phragmites Karka merupakan tumbuhan pioneer yang mengawali proses suksesi alami dan sampai saat ini sudah memulai pembentukan hutan sekunder. Keanekaragaman hayati di kawasan reklamasi lahan bekas tailing ini meningkat seiring dengan perkembangan proses suksesi alami. Dari data yang dicatat oleh Departemen Lingkungan berdasarkan studi UNIPA, sebanyak 506 spesies tumbuhan diidentifikasi hadir secara alami dalam kawasan tersebut sehingga mengundang 117 spesies burung, 42 spesies herpeto-fauna, 93 spesies  kupu-kupu dan 10 spesies mamalia.
Nah, dari data tersebut spesies yang tumbuh dan berkembang akan terus bertambah jumlahnya seiring dengan perkembangan proses suksesi alami. Semoga saja perhitungan yang semakin positif tersebut menjadi berita yang menggembirakan untuk pemulihan lahan di tempat lainnya.
Share:

Kamis, November 19, 2015

Jagung Manis Dari Lahan Reklamasi

Cuaca cerah dengan suhu berkisar antara 30 sampai 33 derajat celcius dan langit biru di kota Mimika mengiringi perjalanan kami menuju MP 21. Suhu 30 derajat celcius bisa jadi sangat terasa panas untuk kami yang biasa berada di suhu 25-29 derajat celcius. MP 21 adalah sebutan untuk pusat reklamasi dan keanekaragaman hayati yang dibangun oleh PT Freeport Indonesia. MP 21 adalah departemen khusus yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Siang itu, seorang petugas dari MP 21 menerima dengan ramah di ruang tamu. Setelah perkenalan satu persatu, obrolan mengalir ke sana ke mari terutama berhubungan dengan kegiatan operasional. Jagung berwarna kuning serta nanas yang sudah dipotong-potong tersaji di meja. Sementara obrolan terus berlanjut dari satu kegiatan-kegiatan yang lainnya.
Jagung Manis Dari Lahan Reklamasi (iden wildensyah)
Beberapa hal yang menarik di MP 21 antara lain program reklamasi lahan, pengelolaan endapan tailing yang meliputi reforestrasi tanaman kehutanan, kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, penelitian, pendidikan, pengendalian erosi, penunjang fasilitas konservasi, dan pemantauan suksesi alami tumbuhan.
Pendidikan Lingkungan
Semua bidang garapan kerja di MP 21 sangatlah menarik. Sebut saja tentang pendidikan. Pendidikan lingkungan untuk generasi muda adalah hal yang sangat penting. Pendidikan menjadi tulang punggung pembangunan Indonesia, demikian sering dikatakan oleh Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Anies Baswedan. Dengan pendidikan yang baik, maka generasi muda sebagai tonggak penerus estafet negeri ini akan memiliki modal yang baik dalam membangun kelak dikemudian hari.
Di area kerja MP 21, pendidikan lingkungan sering dilakukan kepada anak-anak sekolah di sekitar lokasi di Mimika, Papua. Anak-anak dikenalkan kepada berbagai jenis flora dan fauna endemic Papua yang harus dikenali oleh anak-anak. Sebut saja di lokasi konservasi kupu-kupu, anak-anak bisa melihat langsung berbagai jenis kupu-kupu serta proses menjadi kupu-kupu mulai dari ulat, kepompong, dan akhirnya menjadi kupu-kupu. Pendidikan lingkungan bukan hanya mengenal flora dan fauna saja, pendidikan lingkungan lebih luas dari sekadar melihat hal yang ada di alam ini. Pendidikan lingkungan adalah penyadaran. Nah, harapannya dengan anak-anak melihat langsung keanekaragaman hayati Papua, mereka memiliki jiwa yang peduli dan sadar untuk bertindak ramah lingkungan.
Lebih jauh tentang pertambangan, anak-anak bisa melihat setiap aktivitas pemulihan lingkungan yang dilakukan oleh PT Freeport. Anak mengenal sisi-sisi lainnya tentang pengawasan yang ketat kepada pengendapan tailing di hilir yang bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk konstruksi seperti pasir beton, pengeras jalan raya, dan lain-lain.
Lahan Reklamasi
Di lahan reklamasi selain bisa dimanfaatkan untuk pekerjaan konstruksi, lahan tersebut bisa juga diolah untuk menanam berbagai jenis tanaman yang bisa dikonsumsi. Misalnya untuk menanam cabai, menanam terong, menanam berbagai jenis tanaman khas Papua seperti buah merah. Lapisan tanah di endapan tailing pada waktu tertentu bisa kembali seperti semula. Saya melihat langsung lapisan tanah yang sudah ditumbuhi secara alami oleh tanaman keras dan lunak. Tanaman keras seperti pohon pinus, pohon manga, serta tanaman lunak seperti jenis rumput-rumputan bisa tumbuh dengan baik. Suksesi alami berjalan dengan baik pada saat intervensi manusia tidak terlalu mendominasi. Intervensi manusia seperti pemupukan yang berlebihan, penebangan pohon yang tidak terkendali, dan lain-lain.
Berbagai jenis pohon tumbuh subur di lahan reklamasi PT Freeport Indonesia (iden wildensyah)
Dalam data yang dirilis oleh environmental departement PT Freeport Indonesia, di lahan pertanian di atas tanah tailing sudah berhasil menanam lebih dari 20 tanaman sayuran, padi, dan palawija dengan total lebih dari 70 varietas. Metode yang digunakan terdapat dua jenis yaitu hidroponik dan pertanian konvensional. Hasil pertanian ini dipantau secara ketat dan sistematis termasuk memantau serapan logam yang terkandung dalam tanaman yang akan dikonsumsi nanti. Hasilnya sungguh menarik, pengukuran serapan logam dalam tanaman menunjukan nilai yang memenuhi baku mutu makanan jika mengacu kepada keputusan Dirjen Pom no. 03725/B/SK/B/VII/89.
Acuan ini sebenarnya membuat siapapun yang mengonsumsi makanan dari tanaman yang ditanam di lahan reklamasi tidak perlu merasa khawatir. Ini pula yang membuat kami merasa sangat menikmati siang itu, menikmati suguhan jagung rebus segar yang rasanya manis. Rasa jagung biasanya khas tanpa rasa atau sedikit manis. Untuk jagung siang itu, rasanya manis dan membuat kami tak segan untuk kembali mencicipi jagung yang disuguhkan di depan kami.
Share:

Rabu, November 18, 2015

Malapetaka lingkungan Karena Merkuri

Limbah yang mengandung logam berat merkuri pernah menjadi malapetaka di berbagai tempat di dunia. Inilah beberapa catatan dampak tailing pada lingkungan yang sangat merusak dan dampaknya tidak hanya terjadi pada satu periode saja tetapi bisa sangat panjang dan turun temurun. Beberapa kalangan menilai logam berat yang berbahaya tersebut ada dalam limbah pembuangan pabrik kimia dan juga dalam tailing yang dihasilkan oleh pertambangan tembaga, emas, dan perak. Tailing yang mengandung merkuri dihasilkan oleh perusahaan yang dalam pengolahannya menggunakan air raksa atau logam berat lainnya. Prof Otto Soemarwotto seorang ahli lingkungan dari Universitas Padjadjaran dalam bukunya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan menuliskan beberapa catatan penting tentang kejadian karena merkuri yang menimpa beberapa negara di dunia.

Minamata

Pada akhir tahun 1953 di antara penduduk nelayan dan keluarganya di sekitar Teluk Minamata, Jepang di baratdaya Pulau Kyushu, yang makanan utamanya terdiri atas ikan, terjadilah wabah neurologis yang tidak menular.

Minamata Bay
Para penderita secara progresif mengalami melemahnya otot, hilangnya penglihatan, terganggunya fungsi otak dan kelumpuhan yang dalam banyak hal berakhir dengan koma dan kematian. Penyakit itu belum dikenal oleh dunia kedokteran. Baru pada tahun 1959 atau 6 tahun kemudian dapat ditunjukan, penyakit tersebut disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar oleh metilmerkuri. Sumber metilmerkuri ialah limbah yang mengandung Hg dari pabrik kimia Chisso Co. yang memproduksi plastik (PVC). Limbah tersebut dibuang ke Teluk Minamata selama beberapa tahun sebelum 1953. Metilmerkuri itu terbentuk dari asetaldehide dan air raksa anorganik yang digunakan sebagai katalisator. Penyakit ini kemudian dikenal dengan nama penyakit Minamata.

Pada tahun 1964-1965 terjadilah ledakan kedua penyakit MInamata di antara penduduk nelayan dan keluarganya yang hidup di sekitar Niigata yang terletak di pantai Laut Jepang di utara Tokyo. Di sini pun ikan merupakan makanan harian para korban. Ikan itu berasal dari laut dan sungai Agano yang mengandung limbah pabrik alat listrik Showa. Ledakan ketiga terjadi pada tahun 1973 di Goshonoura di Pulau Amakusa yang berhadapan dengan Minamata.

Walaupun air raksa di dalam air laut semula rendah, organisme tertentu dapat menimbun air raksa yang diserapnya dari lingkungannya ke dalam tubuhnya. Peristiwa ini disebut bioakumulasi. Kadar tersebut makin lama dapat menjadi makin tinggi dalam rantai makan-memakan dari plankton sampai ke ikan. Dalam ekologi rantai makan-memakan disebut rantai makanan dan masing-masing matarantai disebut tingkat trofik. Rantai makanan berlanjut dengan dimakannya ikan oleh burung, kucing, dan manusia. Dengan demikian kucing dan burung serta manusia yang menempati tingkat trofik dapat menimbun air raksa sampai ke tingkat yang beracun. Karena gejala penyakit Minamata tidak hanya terdapat pada manusia, melainkan juga pada kucing dan burung.

Gandum Tercemar Air Raksa di Irak

Malapetaka selanjutnya yang berkaitan dengan air raksa ini terjadi di Irak. Saat itu Irak menerima benih gandum dari Meksiko yang telah diperlakukan dengan fungisida air raksa, yaitu etilmerkuri p-toluen sulfonanilida. Benih tersebut dimaksudkan untuk ditanam dan bukan untuk dikonsumsi. Akan tetapi penduduk yang melarat telah memakannya, sehingga mengalami keracunan.  Dengan jatuhnya korban pemerintah Irak mengumumkan, siapa pun yang mempunyai benih yang telah diperlakukan itu akan ditindak tegas, bahkan akan dihukum mati.
Pengumuman tersebut membuat petani ketakutan sehingga membuang benih tersebut ke sungai dan danau yang berdekatan. Akibatnya ialah tercemarnya air sungai dan danau yang mengakibatkan peracunan penduduk yang amat luas. Diperkirakan 5.000 sampai 50.000 orang meninggal dan lebih dari 100.000 orang atau bahkan mungkin sampai 500.000 orang telah menjadi cacad seumur hidup.

Pengolahan konsentrat tanpa merkuri

Begitu besarnya dampak karena pencemaran merkuri dari tailing sisa pengolahan mineral tambang, kini sudah banyak perusahaan tambang yang meninggalkan air raksa. Semua pelaku industri dalam pengolahan barang tambang tidak lagi menggunakan merkuri untuk memisahkan mineral yang dibutuhkannya. Selain merugikan lingkungan juga merugikan perusahaan itu sendiri karena proses recovery membutuhkan waktu yang lama.

Penyakit karena merkuri bersifat menurun seperti yang sudah ditulis sebelumnya. Dalam satu rantai makanan ketika satu mata rantai tercemar maka rantai-rantai lainnya akan akan ikut tercemar. Bukan hanya satu atau dua saja korbannya, melihat data dari korban di Irak ternyata bisa sampai 500.000 orang yang menjadi korban karena merkuri ini. Pengawasan yang ketat pada tailing sangatlah dibutuhkan. Reklamasi lahan yang tepat sehingga bisa berfungsi kembali seperti sediakala sangat penting untuk dilakukan. Demikian juga dengan penanganan lingkungan dari mulai hulu sampai hilir mutlak untuk diperlukan.


Dampak sosial terhadap masyarakat lokal setempat harus diperhatikan secara menyeluruh. Semua yang terdampak harus mendapatkan prioritas penanganan yang memadai. Jika tidak dilakukan maka gejolak sosial karena kehadiran perusahaan tambang akan terjadi. Alih-alih tenang melakukan eksplorasi, yang terjadi malah sebaliknya. Kerugian besar yang harus ditanggung oleh perusahaan. Tanggungjawab sosial dan lingkungan adalah kewajiban yang harus ditunaikan dengan baik.
Share:

Sabtu, November 14, 2015

Edelweis Cantik Di Tengah Kerasnya Dunia Pertambangan

Edelweiss disebut sebagai bunga abadi karena selalu berbunga setiap musim. Tak peduli hujan, kemarau, suhu dingin, dan suhu panas, tumbuhan edelweiss selalu berbunga dengan cantiknya. Sebelum beredarnya larangan memetik bunga edelweis dari puncak-puncak gunung, seorang pecinta alam atau pendaki gunung begitu membanggakan diri dengan bunga abadi ini. Kepemilikan bunga edelweiss seola menasbihkan diri bahwa ia adalah pendaki gunung yang sudah berhasil sampai puncak dan edelweiss adalah buktinya. Karena laju pendakian yang semakin ramai sementara tumbuhan edelweiss hanya segitu-gitunya dikhawatirkan populasi tumbuhan edelweiss berkurang secara signifikan dari waktu ke waktu maka memetik edelweiss menjadi sebuah kegiatan haram yang bisa menyebabkan seorang pecinta alam atau pendaki gunung disanksi jika kedapatan membawa pulang bunga edelweiss.
Edelweis Cantik Di Tengah Kerasnya Dunia Pertambangan (iden wildensyah)
Lain di puncak gunung lain cerita pendaki, di sisi Grasberg yang lainnya tumbuhan edelweiss menjadi bagian dari kegiatan reklamasi lahan yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Di lahan Carstenz, tumbuhan edelweiss tumbuh dengan subur. Saat pertama kali menginjakan kaki di ketinggian sekitar 3.800 mdpl tersebut seorang petugas memetik beberapa bunga edelweiss. Spontan saya berkata “eh, kenapa dipetik mas? Itukan bunga edelweiss, gak boleh dipetik begitu saja”. Dengan santainya si mas yang dimaksud menjawab: “Di sini banyak mas, ambil aja. Tuh lihat ke arah sana!” katanya sambil menunjukan ke lokasi lahan tumbuhan edelweiss yang banyak. Benar saja! Saat saya lihat ke arah yang dimaksud, banyak sekali bunga edelweiss yang sedang mekar. Saya tetap tidak berani memetik karena selalu teringat bahwa edelweiss akan tetap indah di tempatnya, bukan dibawa pulang ke rumah kemudian dipajang.
Melihat indahnya bunga edelweiss di lahan reklamasi PT Freeport Indonesia ini mengingatkan saya pada prioritas kelestarian alam yang dituliskan oleh Sony Keraf. Prioritas tersebut adalah nilai keindahan alam. Keindahan alam yang rusak karena aktivitas pertambangan bisa kembali terlihat baik saat dilakukan perencanaan reklamasi dengan baik. Reklamasi yang sangat terperinci dan detail termasuk masalah estetika ini sangat penting untuk dilakukan. Reklamasi tidak asal menanam kembali apalagi mengejar proyek asal jadi seperti proyek-proyek yang dilakukan oleh para koruptor.
Area Reklamasi Carstenz (iden wildensyah)
Reklamasi yang baik untuk memulihkan kondisi lingkungan setempat agar memiliki nilai kembali harus diprioritaskan setiap perusahaan tambang. Menyesuaikan berbagai jenis tanaman dengan kondisi lingkungan yang ada. Setiap lokasi atau lahan yang akan direklamasi tentu harus melewati berbagai tahap studi. Tidak mentang-mentang edelweiss itu sangat cantik kemudian semua lokasi reklamasi ditanami oleh tanaman edelweiss. Alih-alih membuat indah lahan bekas tambang, jika tidak dilakukan perencanaan yang baik akan terlihat sia-sia. Keindahan yang awalnya hendak dicapai malah menjadi bumerang karena tumbuhan menjadi tidak bisa hidup.
Vegetasi tanaman hanya bagian kecil dalam proses reklamasi, masih banyak hal lainnya yang juga penting untuk diperhatikan. Flora dan fauna yang biasa hidup di sekitar lokasi pertambangan harus dilestarikan sedemikian rupa. Bahkan ke satwa kecil atau hewan-hewan kecil yang sangat berguna dalam mendukung kehidupan satwa yang besar. Hewan yang tidak diperhitungkan seperti semut atau serangga-serangga kecil harus bisa kembali lagi ke lokasi.
Lapisan tanah dan batuan yang bisa membuat tanaman hidup tidak bisa bergantung kepada satu pihak saja. Ada perlakuan alami yang biasa terjadi satu hewan dengan hewan lainnya. Saling ketergantungan kemudian membentuk sebuah ekosistem yang baik di lokasi tersebut.
Melihat bunga edelweiss yang indah di tengah kerasnya dunia pertambangan, buat saya seolah menyiratkan pesan tentang masih adanya harapan perbaikan lingkungan dikemudian hari. Butuh kerja keras untuk mereklamasi lahan bekas tambang tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Pasti akan selalu ada hal yang menggembirakan selama berusaha memperbaikinya. Semoga saja keindahan edelweiss tersebut menandai keindahan alam di masa yang akan datang.

Share:

Jumat, November 13, 2015

Reklamasi Lahan Yang Menarik di Sisi Grasberg

Rumput hijau yang indah di sisi tebing karst (Iden Wildensyah)
Selama ini banyak orang hanya terfokus melihat penambangan terbuka yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di Grasberg tetapi tak banyak orang yang melirik aktivitas reklamasi lahan di sisi yang lainnya. Reklamasi di sisi Grasberg juga sangat penting untuk diperhatikan selain aktivitas penambangannya itu sendiri. Penambangan dan reklamasi lahan adalah dua hal yang harus berjalan beriringan. Ketika salah satu aktivitas dilakukan tanpa diikuti dengan aktivitas lainnya, maka ketidakseimbangan ekosistem akan terjadi. Reklamasi ini sangat penting dalam rangka mengembalikan kondisi tanah sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya, maka terhadap lahan bekas pertambangan, selain dilakukan penutupan tambang, juga harus dilakukan pemulihan kawasan bekas pertambangan.
Penambangan terbuka jelas mengubah bentuk dan struktur bumi. Misalnya dari sebuah lahan terbuka dengan banyak sekali vegetasi, ketika terjadi penambangan maka lahan tersebut akan hilang. Vegetasi alami yang awalnya tumbuh di atas lapisan atas akan berubah seiring perubahan pada kontur tanahnya. Perubahan ini bukan tanpa sebab, perubahan lahan ini memang di desain untuk mendapatkan kandungan mineral yang dibutuhkan. Mineral yang ditambang misalnya seperti tembaga, emas, dan perak. Bahan mineral ini kemudian diolah menjadi bahan baku untuk barang-barang yang kita gunakan sehari-hari seperti perangkat alat elektronik, kendaraan, dan kebutuhan lainnya.

Kelestarian Alam dan Reklamasi

Bibit tanaman untuk reklamasi lahan PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)
Dalam bukunya Etika Lingkungan, Sony Keraf mengatakan bahwa melestarikan warisan alam adalah memberi prioritas pada nilai lain selain nilai ekonomis, nilai keindahan alam, nilai penghormatan akan apa yang diciptakan sendiri dan lebih dari itu, nilai kehidupan itu sendiri.
Reklamasi tambang pada dasarnya adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan kembali kondisi lahan setelah aktivitas penambangan selesai. Aktivitas pertambangan yang melakukan penggalian dan merubah bentang lahan, perubahan iklim mikro hingga ke kondisi fisik lingkungan harus dilakukan usaha memulihkan kembali. Pemulihan ini berguna agar bentang alam yang sudah rusak masih mampu menopang kehidupan di sekitarnya. Baik untuk hewan, tumbuhan, bahkan manusia. Di sisi yang lain industri pertambangan juga menimbulkan dampak positif sebagai sumber devisa negara, pendapatan asli daerah, penciptaan lahan kerja, perubahan ekonomi hingga bertindak sebagai development agen bagi daerahnya. 

Reklamasi Lahan di Grasberg

Luas areal pertambangan terbuka Grasberg berdiameter sekitar 4 km, dengan kedalaman 1 km lebih. Dari Grasberg ini cadangan tembaga, emas, dan peraknya ditambang setiap hari. berdasarkan data produksi bijih (batuan mineral) PT Freeport Indonesia sekitar 220.000-240.000 ton per hari, sekitar 70% datang dari Grasberg.  Grasberg merupakan ikon tambang dunia yang terkenal. Tepat di bagian atas lokasi penambangan Grasberg terdapat sebuah lahan luas yang diperuntukan sebagai tempat budidaya tanaman endemik Papua yang nantinya akan ditanam di lokasi bekas urugan batuan sisa tambang. Lokasinya bernama Nursery Manado Grasberg. Dengan ketinggian lebih dari 3.800 Mdpl, beberapa tanaman khas yang hidup di daerah sub alpine dipelihara setiap hari. Dengan pengawasan yang ketat serta sistematis, beberapa tanaman jenis rumput-rumputan sudah menyebar tumbuh dengan baik di ketinggian Grasberg. Grasberg yang berarti gunung rumput begitu menawan karena kontrasnya warna gunung dinding karst dengan hijaunya daun rumput.
Sebagian polybag menggunakan bahan dari tumbuhan lokal (Iden Wildensyah)
Vegetasi tumbuhan yang dikembangkan di areal pembibitan tersebut antara lain: Deschamsia Klosii, Deschamsia Caespitosa, Rhododendiron spp, dan lain-lain. Tiga bagian yang saya sebut adalah jenis yang ditanam paling banyak. Untuk mereka yang sering naik gunung, beberapa jenis paku-pakuan, serta tanaman yang hanya tumbuh di puncak gunung pasti sudah tak asing lagi saat melihat langsung.
Tanaman-tanaman tersebut dipelihara dan akan menjadi tanaman pelopor di kawasan reklamasi tambang. Tanaman pelopor yang diharapkan menjadi awal untuk mengundang berbagai jenis satwa liar yang biasa hidup di lokasi seperti berbagai jenis burung dan satwa-satwa kecil. Keberadaan satwa ini akan menjadi penyebar alami lewat buah dimakannya kemudian biji yang keluar bersama kotoran hewan tersebut.
Nah, menarik bukan? Buat saya bukan hanya menarik dari sisi pemandangan tetapi dari cara berpikir. Di Grasberg saya melihat cara berpikir yang utuh dan terintergasi saat melakukan eksplorasi alam. Hal ini menjadi penting karena lingkungan itu satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Saat melakukan kegiatan pertambangan, semua aspek lingkungan harus dipikirkan secara bersamaan. Reklamasi lahan di lokasi PT Freeport Indonesia ini bisa menjadi contoh untuk siapapun. Tentang sistemnya, tentang keteraturan, dan tentang pengawasan yang ketat pada segala aspek lingkungan.
Share:

Rabu, November 04, 2015

Kelola sampahmu, Simpan Dan Dapatkan Keuntungan Dari Bank Sampah

Salah satu masalah akut lingkungan hidup adalah sampah. Kenapa menjadi akut karena gejala sudah tahu tetapi sulit untuk disembuhkan. Setiap orang tahu bahwa sampah adalah sumber masalah. Pelajaran di Sekolah Dasar jaman dahulu disebutkan bahwa sampah menyebabkan banjir. Misalnya karena seorang yang senang membuang sampah ke saluran air kemudian saat musim hujan saluran air tersebut tertutupi oleh sampah. Air meluber sampai ke atas dan menyebabkan banjir di wilayah tersebut.
Bank Sampah (iden wildensyah)

Demikian seterusnya pelajaran itu hanyaa menjadi sebuah teori saja. Teori yang hanya diketahui tetapi tidak dijadikan sebagai acuan untuk bertindak. Orang-orang masih senang membuang air ke saluran air. Tengok saja di sungai Citarum kalau musim kemarau, sungai berubah menjadi tempat berkumpulnya berbagai jenis sampah. Mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Sampah-sampah organic dan sampah anorganik bercampur baur menjadi satu. Alhasil, sungai menjadi bau tak sedap.

Mental manusianya yang harus dibenahi. Pendidikan lingkungan hidup jangan berhenti hanya diteori saja. Praktek lebih penting karena sejatinya teori dibuat untuk mendukung pelaksanaannya. Mengajak orang-orang agar lebih mencintai lingkungan dengan hal yang mudah dari membuang sampah pada tempatnya. Sampah-sampah yang sudah dibuang kemudian dikumpulkan dan disimpan di tempat akhir pembuangan sampah.

Paradigma Baru

Yayasan Pengelolaan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) di Kota Bandung sudah gencar melakukan kampanye penyadaran lingkungan dengan segala cara. Membuat kegiataan bersama dalam event tahunan seperti Hari Bumi, Hari Lingkungan Hidup, dan hari-hari lainnya yang berhubungan dengan lingkungan. YPBB sangat konsen dalam mengampanyekan gerakan zero waste atau gerakan nol sampah mulai dari diri sendiri. Pelan-pelan mengubah kebiasaan masyarakat dari suka menghasilkan sampah menjadi masyarakat yang mulai mengurangi dan bahkan menghilangkan sampah dengan cara seperti membuat gerakan membawa kantung yang serbaguna, selalu membawa bekal sendiri yang dikemas dalam wadah yang bisa dipakai berulang kali.
Para volunteer bergerak bersama-sama mulai dari diet kantong plastik yang diganti dengan tas serbaguna, menolak pemberian plastik saat membungkus makanan atau barang selepas berbelanja. Melakukan kampanye pemilahan sampah di rumah-rumah dengan komposter, keranjang takakura, dan lubang biopori untuk menampung air hujan dan menyimpan beberapa bagian sampah organic rumahan.

Bank Sampah

Bank Sampah (iden wildensyah)
Lain YPBB di tempat lain pengelolaan sampah dengan cara yang baru dalam pengelolaan sampah. Sampah-sampah anorganik yang biasanya menjadi tak bernilai dan hanya diambil oleh pemulung sampah, kini menjadi bernilai bahkan menjadi investasi. Bank sampah namanya. Sampah-sampah yang dikirimkan oleh orang atau masyarakat kemudian menjadi nasabah di Bank Sampah tersebut. Berbagai jenis sampah anorganik bisa disimpan dan ditukar dalam bentuk uang. Ada nilai dan tentu saja berbeda setiap nilainya berdasarkan jenis sampah yang disimpan oleh nasabah.

Namanya Bank Samici atau Bank Sampah Induk Cimahi terletak di Jl KH Usman Dhomiri no 15 Cimahi. Bank yang memiliki semboyan Cetar Membahana ini mengingatkan saya pada sosok artis Sahrini. Cetar Membahana adalah singkatan dari Cerdas dan Pintar Mengolah dan Membuat Sampah menjadi Berkah). Sebuah cita-cita luhur yang sangat baik untuk semua masyarakat bukan hanya untuk masyarakat di sekitar Cimahi saja tetapi juga Bandung dan sekitarnya.

Dari penuturan pengelola yang sedang berjaga di lokasi, kehadiran Bank Samici ini sangat positif buat masyarakat sekitar karena mampu mengubah cara pandang masyarakat yang awalnya apatis dengan sampah kini menjadi peduli. Masyarakat sudah melihat sampah sebagai investasi, tak lagi melihat sampah sebagai sumber masalah. Terbukti memang, di sekitar jalan menuju lokasi Bank Samici nyaris tak terlihat sampah di pinggir jalan. Sebuah revolusi mental yang nyata di masyarakat. Oh iya, masyarakat juga diajak untuk memilah sampah. Sampah-sampah yang ada rumahnya dipilah berdasarkan jenis yang sudah ditentukan seperti kaca, plastik, botol air kemasan, kertas, kaleng, dan lain-lain.

Nah, jika anda tertarik untuk menjadi nasabah di Bank Samici, ada beberapa cara yang bisa anda lakukan. Di antaranya:
  1. Nasabah datang ke Bank Sampah dengan membawa buku tabungan
  2. Membawa sampah yang akan ditabung (Sampah telah terpilah jenisnya), berat minimal adalah 1 kg.
  3. Sampah yang dibawa dicatat dan ditimbang oleh petugas
Jadwal pelayanan dilakukan setiap hari senin sampai hari jumat untuk waktu kerja normal yaitu jam 08.00-16.00 sementara untuk hari sabtu, jam kerja mulai 08.00-14.00. Sangat menarik bukan? Ayo menabung di Bank Sampah!

Revolusi Mental

Kehadiran dua lembaga yang focus dalam pendidikan lingkungan tersebut menjadi angin segar buat masyarakat. Dukungan satu sama lain dalam mewujudkan masyarakat yang peduli lingkungan sangat mutlak dibutuhkan. Memang tidak mudah mengubah mental yang sudah tertanam jauh dalam dirinya. Mental dalam memandang sampah sebagai masalah kemudian berubah menjadi melihat sampah sebagai investasi.
Bukan hanya sampah organic tetapi juga sampah anorganik. Keduanya memiliki nilai yang baik untuk kehidupan jika kita berhasil mengolah menjadi kebaikan. Mengubah mental sangatlah mendasar. Sebuah sampah bisa menjadi bernilai kembali pada saat kita berhasil mengubah cara pandang kita terhadap sampah. 
Share:

Senin, November 02, 2015

Wawancara Imajiner Dengan Valentino Rossi

Setelah balapan selesai dari Sirkuit Sepang Malaysia yang dramatik itu, saya mendekati Valentino Rossi yang sedang duduk. Tampak sekali kelelahan di wajahnya. Setiap lap berpacu dengan kecepatan yang aduhai, cepat nian!
Saya: Hai Ross! Gimana rasanya setelah menuntaskan balapan kali ini?
Rossi: Baik mas, gimana kalau panggil saya Vale aja. Rossi itu kayak pembawa acara aja.
Saya: oke, baiklah. Vale pakai vi atau ef atau pe?
Rossi: Vale mas, pakai vi, vi bukan ef atau pe!
Saya: Sip, Vale. Gimana rasanya balapan tadi? Katanya anda menendang Marcuez?
*Rossi diganti jadi Vale
Vale: Gini mas, saya itu sebenarnya tidak nendang Marc dia itu teman saya. Masa saya tendang tendang begitu saja. Saking bertemannya, mas lihat sendiri tadi Marc itu nguntit saya terus.
Saya: Kalau gak nendang terus kaki yang mengenai motor itu apa dong?
Vale: nah ini mas, harus saya jelaskan di sini. Waktu itu kaki saya pegel, agak menjelang kram, gatal gitulah. Selonjorin dikit kan lumayan tuh buat ngilangin pegel. Memacu di atas kecepatan itu membuat kaki saya benar-benar pegal. Waktu saya selonjorin, baru sedikit aja eeeh kena motornya Marc. Untung mas!
Saya: lho kenapa untung?
Vale: untung sekali mas, untung saya gak jatuh. Kalau jatuh saya malu mas. Malu balapan kali ini terjatuh karena kaki saya pegal.
Rossi dan Marquez 

Share:

Postingan Populer