Ruang Sederhana Berbagi

Jumat, Maret 24, 2017

Ini Alasan Kenapa Jalan-Jalan Itu Baik

Jika perkembangan profesi sekarang semakin pesat dan banyak yang tidak terduga sebelumnya, maka traveler menjadi salah satu profesi yang bisa masuk dalam kategori tersebut.
Tidak sedikit yang bangga untuk menuliskan profesinya sebagai traveler. Aktor Nicholas Saputra misalnya, ia dengan bangga menyebut dirinya sebagai fulltime traveler. Lalu Trinity Traveler yang sudah menempelkan traveler dalam namanya. 
Dalam jajaran blogger, travel blogger semakin banyak. Blogger yang mengkhususkan diri pada kegiatan traveling, penjelajahan, dan jalan-jalan lainnya. Kekhususan dalam tema tulisan yang diangkat dalam blognya seringkali menjadi referensi para traveler lainnya sebelum berangkat menuju tempat tujuan baik di dalam negeri atau di luar negeri.
Pendidikan! Ah iya, tidak sedikit juga para traveler yang menjadikan pendidikan sebagai pokok utama perjalanannya. Bukan sekadar jalan-jalan saja tetapi juga membawa misi pendidikan. Sebut saja sebuah akun @1000_guru yang tagline-nya traveling and teaching. Pegiat komunitasnya sudah tersebar banyak di berbagai kota di Indonesia. Ini bentuk alternatif baru membangun kepedulian pendidikan kepada anak muda lewat cara-cara yang fun, menarik, medsos center. Belum ada ukuran berhasil atau tidak tapi untuk sebuah semangat layak untuk diapresiasi.

Jalan-Jalan Untuk Guru
Sebenarnya kalau disebut mendobrak sistem, enggak juga. Jalan-jalan adalah sesuatu yang biasa saja. Sudah dilakukan sejak lama oleh para pegiat pendidikan di jaman dahulu kala. Mereka bepergian ke sebuah daerah untuk mencari ilmu, mendapatkan pengalaman langsung dari guru di daerah yang dimaksud. Misalnya ketika mereka ingin belajar tentang pertanian, langsung menuju tempat pertanian dan belajar langsung selama sekian waktu. Menyelami proses belajar bertani dengan terjun langsung di lapangan. Merasakan keseharian petani kemudian setelah pengalamannya memadai ia akan pulang lalu mengaplikasikan pengalaman belajarnya.
Banyak pengalaman yang menarik selama proses jalan-jalan berlangsung. Proses mengenal diri sendiri, lingkungan baru, dan hal-hal yang bisa membukakan wacana sebelumnya. Terutama jika sudah terkukung oleh paradigma sendiri, jalan-jalan menjadi celah masuk untuk melihat ada yang lain di luar sana. Misalnya metode pendekatan belajar yang baru, ilmu-ilmu baru, dan hal-hal lain yang bisa diaplikasikan di dalam kelasnya. 
Khusus untuk kegiatan bertajuk fieldtrip, outing, study ekskursi, karya wisata, wisata edukasi, dan nama-nama lainnya menjadi sangat positif jika mampu diarahkan dengan baik tidak sekadar kegiatan rutin tahunan menghabiskan anggaran atau lebih parah lagi dijadikan ajang bisnis oleh sekolah untuk menarik uang dari orangtua siswa.
Semangat jalan-jalan guru akan menjadi inspirasi buat anak didiknya ketika ia mampu mengemas kegiatan tersebut sebagai pembelajaran. Siswa menyerap proses yang berlangsung dalam diri gurunya lewat cerita perjalanan yang disampaikan pada waktu-waktu tertentu. 
Selain semangat yang bisa mengalir kepada anak didiknya, jalan-jalan juga membuat semangat bekerja semakin baik. Guru akan terlepas dari rasa bosan, penat, dan stress karena tekanan mengajar dan rutinitas sehari-hari. 
Cerita perjalanan saya ada juga di https://steller.co/idenide

Jalan Jalan Untuk Siswa
Mari kita bedah dari sisi siswa yang turut serta dalam kegiatan yang dirancang oleh gurunya atau secara mandiri atau bersama-sama antara guru dan siswa. 
Dalam sisi pembelajaran, semua kegiatan ke luar ruangan selalu banyak sisi yang menarik untuk dikaji. Terutama mengaitkan teori dan praktik. Yang paling menarik misalnya sains, ilmu kebumian, dan ilmu sosial. 
Ilmu yang berhubungan bumi tentu sangat menarik jika siswa langsung melihat dan merasakan bentuk konkrit teori dalam buku. Misalnya melihat jenis-jenis batuan, fenomena alam, kenampakan alam, dan lain-lain. Antusiasme mereka berbeda ketika mendengarkan teori di dalam kelas dengan melihat langsung. Guru bahkan tidak harus memberikan banyak ceramah, cukup memberikan stimulan sebelumnya kemudian biarkan siswa yang menyerap proses pengalaman tersebut di lapangan. 
Jalan-jalan buat siswa juga menjadi media untuk belajar mengambil jeda dari rutinitas keseharian. Memberikan pengalaman untuk membuat mereka tetap bersemangat menjalani rutinitas. Siswa yang sehari-hari bergiat dengan teks-teks buku pelajaran butuh ruang baru untuk melihat dan merasakan suasana baru yang berbeda dari keseharian yang mereka lalui.
Inspirasi jalan-jalan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi akan menjadi pembelajaran seumur hidup buat mereka terutama ketika mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru, suasana baru, kegiatan baru, dan hal-hal baru lainnya yang kelak akan mereka temukan dalam kehidupan yang akan datang. 
Cerita perjalanan mereka bisa menjadi sebuah hal yang menarik dan menginspirasi jika guru mampu mengemas sebuah perjalanan sebagai pendekatan baru dalam mendidik. Tidak usah jauh dari lingkungan sekolah, di lingkungan terdekatpun, sebagai guru kita bisa mengajak mereka untuk jalan-jalan mengenal lingkungan terdekatnya. Jalan-jalan untuk mengkaji, menganalisis, dan membuat solusi atas masalah yang ditemukan selama jalan-jalan. Dalam proses ini, kita sudah mendekatkan proses pembelajaran dari realitas sosial terdekat dengan anak. 

Temui juga cerita lainnya di https://steller.co/idenide



Share:

Rabu, Maret 22, 2017

Hei! Anak Baru Yang Manis Itu Namanya Ratna

Ah Ratna! Jika saja aku bertemu kamu saat masih SMA mungkin tidak akan menulis ini untukmu. Kamu yang cantik, kamu yang manis, anak baru pula. Tentu akan menarik banyak cowok-cowok satu sekolahan berebut perhatianmu. Bukan hanya cowok sekelasmu yang akan jatuh hati, terpikat oleh pesonamu tapi satu sekolahan. Catet! Satu sekolahan, Ratna! Mereka mengejarmu untuk mendapatkan cintamu.
Anak basket! Yah, mereka akan bersemangat mengejarmu seperti mereka berlomba mengejar bola kemudian lempar ke atas ring untuk mendapatkan point. Anak basket yang tinggi, putih, rambut belah tengah, dan wangi, akan berusaha menunjukkan kehebatannya di hadapanmu. 
Kamuuuu! Ratna! Anak baru yang datang dari Jakarta bersiaplah dinyinyirin sama para cheersleader yang udah mati-matian menarik perhatian cowok keren satu sekolahan. Mereka yang berjuang sejak masuk sekolah ketika kamu belum datang, pasti melirik tajam kehadiranmu, menyunggingkan mulut dengan lirikan sudut mata sambil mengumpat "hih! Anak baru gak tau diri!" 
Anak beladiri, anak musik, anak pecintaalam, dan anak-anak eskul lainnya akan mencoba peruntungannya dengan mendekatimu lewat cara-cara mereka. Lewat perhatian-perhatian yang mereka tampilkan ke hadapanmu.
Bersyukur! Kamu memilih Galih dari sekian banyak pilihan keren yang hadir tepat di depan matamu. Galih engkau rasakan berbeda daripada cowok-cowok lainnya. Yah, Galih memang berbeda dan kamu tepat memilih dia sebagai pacarmu. 
Kamu asyik menjalin hubungan dengan Galih yang mengirimimu lagu lewat mix tape, meraih manisnya masa remaja, mencumbu kehangatan satu sama lain, dan melukiskan indahnya hari-hari yang kalian lewati.
Di sudut lain yang duduk termenung dan hanya mengagumi kecantikanmu dari jauh itu aku! Aku yang tidak bisa meraihmu, menjangkau dengan tangan pendek dan langkah kecil, tak bisa menyelami kedalaman hatimu. Padahal, Ratna! Perlu kamu ketahui setiap hari tak bisa melepaskan ingatanku kepadamu. Pada manisnya senyumanmu, pada indahnya gerai rambut hitammu, pada wangi tubuhmu ketika lewat di hadapanku. Ah Ratna! Cukup aku mengetahui namamu saja. Anak baru yang manis, yang cantik seperti bidadari turun dari kahyangan, seorang perempuan yang diciptakan Tuhan ketika sedang tersenyum. Cukup aku tahu namamu saja, Ratna!


Share:

Jumat, Februari 10, 2017

Kisah Raja Awan dan Ratu Angin Yang Baik Hati

Suatu hari Raja Awan bersedih. Sudah lama ia tidak melihat keceriaan petani yang mengolah tanah. Raja Awan memanggil Ratu Angin. Mereka berbicara tentang petani yang kesulitan air.

Nun jauh di negeri seberang, ada pengganggu yang bernama Raja Awan Hitam. Dia gak suka melihat petani bersuka cita. 

Untungnya, Raja Awan dan Ratu Angin punya pengawal sejati yang bisa menghilangkan Raja Awan Hitam. Mereka adalah Ksatria Petir dan Pangeran Gemuruh.

Kalau ksatria petir dan pangeran gemuruh sudah datang, raja awan hitam hilang lalu turun hujan. 

Raja Matahari kemudian muncul dari balik awan. Titik-titik air hujan kemudian mewujud pelangi yang indah. 

Hujan turun dan petanipun riang gembira. Bersenang hati karena tanamannya kini tumbuh dengan baik.
Raja Awan dan Ratu Angin pun tersenyum senang hatinya.


Kisah Raja Awan dan Ratu Angin Yang Baik Hati (Iden Wildensyah)


Share:

Selasa, Februari 07, 2017

Spiritualisme Itu Penting Pertamakali Diajarkan Di Sekolah

"One's everyday life is never capable of being separated from his spiritual being" (Mahatma Gandhi)

Saya memilih konsep ketuhanan dari sekian banyak pilihan workshop yang bisa saya ikuti dalam Temu Pendidik Nusantara. Saya tahu konsep ketuhanan itu nyata tetapi bagaimana dari persfektif orang lain yang juga sudah lama berkecimpung dalam bidang keagamaan ini. Hasilnya! Sungguh luar biasa. Banyak sekali jawaban-jawaban yang saya dapatkan dari Pak Ustadz, saya panggil pak Ustadz sebagai bentuk penghargaan dan penghormataan saya pada keilmuan yang sudah dimiliki pemateri saat itu.

Ustadz menyampaikan dengan cara yang elegan bahwa untuk mengenal konsep ketuhanan ini hal yang utama dan mendasar perlu ditanamkan dalam diri anak adalah konsep spiritualisme. Spiritualisme ini sangat penting agar kelak anak tidak memahami agama sebagai aksiomatik. Agama bukan sekadar dogmatik saja tetapi agama adalah sebuah kebutuhan hidup yang memancarkan kebaikan untuk umatnya.

Spiritualisme Itu Penting Pertamakali Diajarkan Di Sekolah (Iden Wildensyah)
Hal ini menampik kenyataan banyaknya orang yang beragama tetapi masih dipermukaan saja, isinya sangat jauh berbeda. Bungkus yang berbeda dengan isi, padahal seharusnya bungkus menggambarkan isi dari dalam. Nah, konsep ketuhanan yang didasari oleh spiritualisme ini seiring degan kajian-kajian di Studi Group yang saya ikuti saat membahas pemikiran Rudolf Steiner atau yang menginisiasi Sekolah Waldorf, bahwa mengajarkan agama itu lewat spiritualisme bukan lewat dogma-dogma yang sekarang bertebaran di sekolah-sekolah.

Menginternalisasi nilai-nilai agama dalam diri pendidik adalah hal utama sebelum mengajarkan agama yang baik pada anak didik di sekolah atau di rumah. Internalisasi ini menjadi sangat penting karena nilai inilah yang akan memancarkan kebaikan untuk anak-anak kemudian diserapnya menjadi sebuah kebaikan yang universal.

Tentang hal ini saya mengingat sebuah tulisan dari Emha Ainun Najib berikut ini:
Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya: kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama.

Idealnya, orang beragama itu mesti shalat, misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang.

Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.

Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya. Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.

Spiritualisme dalam Kebersihan Pangkal Kesehatan

Di sesi selanjutanya saya bernyanyi bersama-sama. Tidak bertolak belakang, keduanya memiliki nilai spiritualisme yang menarik satu sama lain. Dalam sesi workshop kedua itu saya bertemu dengan para pegiat pendidikan alternatif yang sudah lama melakukan kegiatan peduli musik anak seperti Karina dan Ribut Cahyono. Sungguh sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan saat bersama-sama mengkaji kedalaman sebuah arti musik untuk anak-anak. Terlebih dari musik bukan sekadar lagu yang akan dinyanyikan dan harus dihapal tetapi lebih dari itu, musik akan menumbuhkan sense yang berguna untuk anak-anak.

Bernyanyi selanjutnya adalah kebersihan pangkal kesehatan! Jauh dari pembahasan awal di tulisan saya tetapi lagu sederhana yang dinyanyikan untuk anak-anak biasanya memiliki nilai yang luar biasa besar. Less is more, semakin sedikit semakin besar makna yang didapatkan oleh anak. Daripada banyak-banyak instrumen, melodi, dan lirik yang aduhai banyak, cukup sedikit tapi akan memberikan banyak makna untuk anak-anak.

Lalu, apa spiritualisme dalam sebuah kalimat ‘kebersihan pangkal kesehatan?’ Kalau di sekolah-sekolah sering terlihat banyak sekali slogan-slogan yang dipampang di pintu atau di dalam kelas. Misalnya berlomba-lomba dalam kebajikan, jangan menunda pekerjaan, jagalah kebersihan, dan kebersihan sebagian dari iman. Akan tetapi kenyataan masih kotor di beberapa tempat, kamar mandi atau wc siswa di beberapa sekolah penuh dengan coretan-coretan, berbau tak sedap, bahkan tak jarang kotornya sangat keterlaluan. Pertanyaannya apakah siswa atau guru tidak bisa membaca makna dari kebersihan sebagian dari iman? Mereka bisa membaca, tahu tapi hanya sekadar tahu tidak mempraktikannya dalam keseharian. Persis seperti beragama, banyak yang tahu ayat-ayat tetapi pada praktiknya masih jauh dari nilai-nilai yang terkandung dalam ayat tersebut.

Sangat komplek dan begitu mendalam bahasan ini buat saya. Inilah kenapa saya katakan bukan sekadar pertemuan, ini adalah tentang berbagi inspirasi, berbagi semangat, dan berkolaborasi. Kolaborasi dalam sebuah nyanyian terasa merdu saat semua orang diberi kesempatan yang sama dengan apresiasi yang sama pula dari semuanya. Tak bisa berdiri sendiri, iyah! Nyanyian terasa merdu saat dinyanyikan dengan penghayatan yang dalam. Jadi, Mas Ibut ayo ambil gitarnya mari bernyanyi! “Kebersihan pangkal kesehatan!”

Share:

Senin, Februari 06, 2017

Bukan Sekadar Pertemuan Tapi Berbagi Inspirasi Mendidik

Live as if you were to die tomorrow. Learn as if you were to live forever” (Mahatma Gandhi)

Bulan November 2016 hujan sedang mengguyur sebagian besar Indonesia tak terkecuali Kota Jakarta. Hujan tak menyurutkan semangat para pendidik dari berbagai wilayah di Indonesia untuk bersama-sama berbagi cerita dalam sebuah acara yang inspiratif, Temu Pendidik Nusantara. Dari Bandung saya bergegas berangkat pada hari H, beberapa pendidik sudah hadir di Jakarta sehari sebelumnya terutama yang berasal dari luar pulau Jawa. Mereka bersemangat untuk menghadiri dengan aktif pertemuan dan workshop yang sudah jauh-jauh hari disampaikan dalam media publikasi yang disebarkan oleh panitia pelaksana.

Bukan Sekadar Pertemuan Tapi Berbagi Inspirasi Mendidik (Iden Wildensyah)

Pertemuan para penggerak guru belajar dilaksanakan di Gelanggang Remaja Jalan Ragunan no 1 Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Najeela Shihab, seorang pendiri sekolah Cikal dan Bukik sudah memandu acara sejak pagi, saya datang di tengah-tengah acara berlangsung. Walaupun datang di tengah-tengah, saya sudah menangkap beberapa inti dari pertemuan sebelumnya. Diskusi interaktif tersebut begitu memukau karena menghadirkan guru-guru inspiratif yang memberikan warna-warna baru buat pendidikan di Indonesia.

Kalau cuma sekadar mengikuti acara duduk manis kemudian pulang itu sudah mainstream dilakukan pendidik di Indonesia. Memberikan dimensi yang berbeda pada setiap pertemuan itu baru antimainstream. Bertemu tokoh-tokoh yang menginspirasi dari berbagai pelosok negeri ini adalah hal termewah yang saya syukuri saat itu. Mereka adalah guru saya, mereka adalah inspirator saya dalam bergiat. Sebut saja ada Lany Rh, Rizqy Rahmat Hani, Imanuel Lawalata, mereka memberikan dimensi yang menarik selama pertemuan. Bersama mereka saling menguatkan semangat, berbagi ide, berbagi keceriaan, dan tidak lupa bagi-bagi nomor telepon satu sama lain.

Berbagi Inspirasi Lewat Diskusi Interaktif

Kegiatan yang dilakukan para pendidik di Indonesia biasanya monoton, ada pemateri kemudian sisanya duduk manis. Dalam beberapa kesempatan saya selalu tak bisa tahan dalam kondisi seperti itu. Saya memilih keluar ruangan kemudian mencari ide segar di luar seminar atau workshop jika kondisi terjadi satu arah.

Berbeda dengan seminar para pendidik umumnya, diskusi pagi itu adalah diskusi interaktif yang sangat saya sukai. Saya suka bukan hanya pengemasanya tetapi juga konten dan konteksnya. Sebut saja salah satu pemicu diskusi kelompok yang saya ikuti yaitu tentang bagaimana meningkatkan kreativitas dengan mendobrak senioritas yang muncul dalam lembaga pendidikan. Senioritas perlu dilawan dengan kreativitas dengan tetap memunculkan rasa hormat untuk mereka yang sudah duluan terjun dalam mendidik anak-anak. Yah, saya paling suka melawan jika muncul senioritas. Senioritas hanya melahirkan sikap arogan yang tidak membangun. Sikap ini bisa menghilangkan kreativitas dalam mendidik yang hadir dari para anak muda yang mau menjadi pendidik.

Diskusi lainnya tak kalah menarik terutama misalnya saat mendengarkan cerita Bupati Bojonegoro yang dipandu oleh Najwa Shihab. Dengan gaya yang interaktif, Najwa mampu membawa peserta merasa terlibat dalam setiap diskusinya. Nah, di saat itu ada satu pertanyaan yang bisa juga menjadi satu pernyataan untuk Bupati Bojonegoro dalam persfektif saya yaitu sikapnya terhadap pendidikan alternatif. Baiklah, saya tuliskan saja di sini. Saya ingin tahu bagaimana pengelolaan sekolah-sekolah alternatif di Bojonegoro dalam mempertahankan keunikannya. Apakah dengan tetap mengikuti standarisasi yang diberikan oleh pemerintah atau berani untuk tetap bertahan sekalipun kemudian seolah terlepas dari akreditasi, misalnya! Nah hal ini ingin saya sampaikan mengingat salah satu tantangan sekolah alternatif adalah hantu standarisasi dari pemerintah.

Share:

Senin, Januari 09, 2017

Ludwig Wittgenstein, Pengaruh Russel, Dan Guru Sekolah Dasar

Dari sekian banyak filsuf yang beredar, Ludwig Wittgenstein saya pilih karena memberikan hal yang sangat menarik sebagai guru. Tentu saja di samping cerita-cerita lainnya yang ia bawa sebagai manusia biasa yang lahir ke dunia ini. Ludwig Wittgenstein berlatar belakang yang jauh dari dunia filsafat adalah seorang mahasiswa Teknik Mesin di Universitas Manchester saat pertama kali berkenalan dengan filsafat. Ia terkejut dengan sebuah pertanyaan, “Apa angka itu?”

Pertanyaan itu yang ternyata jauh lebih menarik dibandingkan materi perkuliahan yang ia dapatkan di bidang teknik mesin. Ia menyadari bahwa pertanyaan itu sangat sulit untuk dijawab.

Ludwig Wittgenstein Bersama Siswa Sekolah Dasar (sumber: theparisreview)

Bertrand Russel
Dari sebuah pertanyaan itu kemudian ia pergi ke Cambrigde untuk menemui Bertrand Russel seorang ahli matematika yang terkenal pada masa itu. Alih-alih memberikan jawaban, Russel malah menyuruh Wittgenstein pergi dan menulis tentang pertanyaan itu. Ketika ia kembali dengan esainya beberapa bulan kemudian, Russel sangat terkesan dengan esainya dan memintanya menjadi seorang filsuf.

Wittgenstein yang awalnya dari bidang teknik mesin di Universitas Manchester kemudian pergi meninggalkan bidang tersebut dan ia pindah ke Cambridge untuk belajar di bawah bimbingan Russel.
Secara tidak langsung, Russel sangat memengaruhi Wittgenstein dan dia menjadi sangat serius menekuni berbagai masalah dan isu filsafat bahasa yang sedang dikembangkan oleh Frege dan Russel. Aliran ini berusaha keras mencari jawaban dari pertanyaan yang dalam dan sangat membingungkan, yaitu “Apa yang membuat bahasa menjadi bermakna?” Para filsuf bahasa biasanya menghabiskan banyak waktu memikirkan mengapa, misalnya kata “ayam” dan “kentang goreng” memiliki arti seperti yang dimaksudkan.

Wittgenstein muda mengembangkan filsafatnya tentang bagaimana kata-kata memperoleh artinya. Menurutnya, bahasa manusia menjadi berarti karena mewakili kenyataan seperti gambar. Sebuah kalimat (para filsuf lebih suka menyebutnya proposisi) punya makna bila kalimat tersebut menggambarkan suatu hubungan yang mungkin. Teori ini kadang disebut teori arti gambar. Dari sini, Wittgenstein memublikasikannya dalam buku Tractatus Logico-philosophicus yang terbit pada tahun 1921.

Buku Tractatus Logico-philosophicus memiliki cerita yang menarik juga. Buku tersebut ditulis dalam parit perlindungan saat Perang Dunia I berkecamuk. Ketika itu, ia menjadi sukarelawan dalam tentara Austria. Menurut catatan, buku ini adalah salah satu buku yang paling sulit dimengerti dalam sejarah filsafat. Kejadian ini mengingat saya pada sosok Tan Malaka yang menyusun buku Madilog dalam berbagai kondisi kritis yang dialami oleh penulisnya. Dalam pengejaran polisi, atau dalam kondisi yang sangat sulit dibayangkan untuk keadaan sekarang.

Menjadi Guru Sekolah Dasar

Salah satu fase perjalanan yang menarik dari filsuf ini adalah guru. Wittgenstein adalah seorang guru sekolah dasar. Setelah menyelesaikan bukunya dan yakin telah menyelesaikan semua masalah filsafat, ia mulai bekerja sebagai guru di sekolah dasar di Austria. Namun jangan dibayangkan ia menjadi guru kreatif, menyenangkan, dan mengasyikan. Kenyataannya semua tidak selancar yang dibayangkannya. Para orangtua murid mengeluh bahwa anak-anak mereka sering diperlakukan kasar oleh Wittgenstein. Mereka bahkan menuntut Wittgenstein dengan tuduhan telah berbuat keji. Wittgenstein akhirnya berhenti mengajar dan kembali ke Cambridge.

Pertanyaan kenapa ia menjadi guru yang kejam buat saya sangat menarik. Kenapa ia berlaku keji saat menjadi pengajar di sekolah dasar tersebut? Saya menganggap ekspektasi dia terhadap anak didiknya terlalu tinggi sementara kenyataan tidak sesuai ekspektasi. Terutama dia yang sangat fokus pada konsep-konsep dasar yang berawal dari bahasa kemudian mentok ketika berhadapan dengan anak-anak atau bisa jadi banyak sekali pertanyaan anak-anak yang mendasar yang ia tidak bisa jawab sebagaimana adanya anak-anak.

Menjadi guru di sekolah dasar bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak sekali hal yang harus dipersiapkan terutama hal-hal yang sifatnya filosofis, psikologis, dan persiapan mental lainnya . Ada kesadaran anak yang belum bisa dijangkau oleh orang dewasa yang membuat mereka terkadang sulit untuk dimengerti dalam wacana orang dewasa. Di sinilah saya menaruh respect kepada guru-guru senior di jenjang pendidikan anak yang sudah lama berkecimpung dengan dunia anak dan tetap bisa objektif dalam membangun pembelajaran menarik dan menyenangkan untuk anak-anak. Saya kira, Wittgenstein tidak sampai pada kesadaran pendidikan anak seperti itu.



Share:

Rabu, Januari 04, 2017

Masa Transisi Filsafat, Thomas Hobbes, Dan Pergeseran Cara Berpikir

Dalam perkembangan filsafat, setiap waktu selalu menarik untuk melihat transisi-transisi yang memengaruhi pemikiran selanjutnya. Pergolakan pemikiran akan terus berlanjut selama manusia masih menggunakan otaknya untuk berpikir. Manusia masih bertanya-tanya tentang fenomena yang terjadi. Dahulu dengan sekarang pada hakikatnya tidak jauh berbeda. Teknologi yang berkembang sekarang hanya pembeda kecilnya.

Pada kenyataannya, transisi ini selalu memberikan hal yang unik karena sebagai pembaca, saya menemukan sisi-sisi yang menjadi referensi buat pemikiran yang akan datang. Pada masa transisi ini juga lahir tokoh-tokoh baru yang melawan, mengkritik, atau mendukung pemikiran sebelumnya. Eh kalau ditelusuri lebih jauh juga ternyata kehadiran pemikir semacam Plato, Socrates, Aristoteles juga karena ada sebuah kondisi transisi. Mereka kemudian memberikan ide-ide dan menyebarkan konsep tersebut kepada khalayak banyak pada masanya.

Philosophy


Dari sekian banyak filsuf di masa lalu, adakah yang tahu siapa Maimonides, Averroes, Aristophanes, dan perannya di tengah-tengah para filsuf terkenal seperti Thomas Aquinas, Ibnu Sina, dan lain-lain. Mereka adalah filsuf yang muncul di tengah-tengah untuk menyeimbangkan antara pemikiran sebelumnya dengan fenomena yang sedang terjadi.

Maimonides (1135-1204) misalnya, ia adalah seorang filsuf Yahudi yang melihat ada hutang terhadap orang Arab pengikut Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal adalah Guide for the Perplexed, di mana dia mencoba mengharmoniskan ajaran Aristoteles dengan Judaisme. Dia mengatakan bahwa baik Muhammad maupun Aristoteles tidak memberikan kita catatan yang meyakinkan tentang kebenaran, tetapi bahwa usaha mencari kebenaran harus dilihat sebagai suatu misi spiritual. (Neil Turnbull, Filsafat, Hal 87)

Beda dengan Maimonides, Aristophanes adalah sosok yang menyerang Socrates. Socrates sering disangka seorang sofis. Aristophanes (448 – 388 SM), seorang penulis naskah drama yang menyerang Socrates sebagai pemilik ilmu bodoh dalam dramanya yang berjudul The Clouds. Namun, Socrates bukanlah seorang sofis. Ia malah berusaha mencegah filsafat terlibat dalam kebudayaan sinis pasar Athena (agora).

Thomas Hobbes dan Pergeseran Cara Berpikir
Berbeda dengan para pemikir sebelumnya, Thomas Hobbes hadir menjadi filsuf pertama yang memberikan contoh pergeseran cara berpikir. Bagi para rasionalis awal, tidak ada pengetahuan pasti selain pengetahuan matematis. Matematika dilihat para pemikir teknokrasi sebagai dasar yang paling jelas, ringkas, dan aman untuk membangun teknokrasi baru.

Thomas Hobbes (1588-1679) berasal dari Inggris, Hobbes berkarya pada masa perselisihan paling tegang antara para modernis dan generasi kuno, yaitu pada masa perang saudara Inggris (1642-1648). Menurut Hobbes, jika dibiarkan bertindak menurut sifat aslinya, manusia tidak memiliki moral sama sekali. Altruisme, yaitu gagasan bahwa kita harus menghargai orang lain seperti kita menghargai diri sendiri, hanya ilusi. Oleh sebab itu, masyarakat yang kekurangan pussat-pusat kekuasaan untuk mengendalikan sifat egoisnya akan berubah menjadi anarkis. Pada kondisi itu, kehidupan manusia terpencil, buruk, kasar, dan kerdil. Satu-satunya cara untuk menekan watak alami kita, menurut Hobbes, adalah dengan menyerahkan kehendak kita kepada Leviathan yang maha kuasa. Leviathan adalah penguasa imajiner yang memaksa manusia hidup beradab.

Ada banyak sekali pemimpin-pemimpin imajiner di sekitar kita yang menguasai manusia secara tidak sadar. Mereka yang digerakan tanpa berpikir lebih mudah dikuasai oleh para pemimpin imajiner seperti itu. Dalam konteks kekinian, banyak sekali tokoh-tokoh politik yang bergerak dan muncul ke depan sementara pemimpinnya yang tidak kelihatan mengendalikan di luar kuasa dirinya.

Nah, di sinilah sosok-sosok yang muncul di tengah-tengah yang mampu memberikan sisi lain untuk dipelajari. Masih banyak sekali tokoh filsuf yang menuliskan pemikirannya di tengah-tengah kondisi yang tidak memungkinkan jika dilihat dalam kondisi sekarang. Baik kondisi perang, keadaan transisi antara kelompok satu dengan kelompok lainnya serta hal-hal lain. Kehadiran di masa transisi selalu menarik untuk diamati. Termasuk dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini ketika kelompok satu bertikai dengan kelompok lainnya untuk memberikan pengaruh besar bagi rakyat Indonesia. Buat saya, kondisi ini menjadi menarik untuk para pengamat 
Share:

Selasa, Desember 27, 2016

Berjalan Mengelilingi Bumi

Sempat terlintas dalam benak ini ketika selesai menonton film Around The World In 80 Days, berjalan kaki mengelilingi dunia. Fantastis bukan? Nah karena ini sangat fantastis, berarti persiapan juga harus fantastis. Membayangkan setiap hari di sebuah daerah baru yang tidak dikenal sebelumnya.
Berjalan Mengelilingi Bumi Sepertinya Menantang

Pertanyaannya adalah butuh berapa lama waktu untuk mengelilingi dunia dengan berjalan kaki? Pertanyaannya keren kan? Yah, ini pertanyaan yang ternyata sempat terlontar dari banyak orang. Pertanyaan unik selalu memunculkan keingintahuan yang unik juga, dan jawaban yang tidak terduga.

Sebuah majalah pendidikan menjawab keingintahuan ini. Dalam catatannnya dituliskan sebagai berikut: Jika kita berjalan mengelilingi Bumi dalam satu putaran, jaraknya kira-kira 40.000 km. Jika seorang berjalan 5.000 langkah setiap hari dengan jarak tiap langkah 0,5 m maka hasilnya akan terjadi seperti ini:

5.000 langkah x 0,5 m x 365 hari = 912.500 m
Karena 1 km = 1.000 m  maka 40.000 km = 40.000.000 m
40.000.000 m : 912.500 m = 43,8

Jadi, untuk mengelilingi Bumi dalam satu putaran membutuhkan waktu 43,8 tahun!

Nah, catat 43,8 tahun! Sekarang tambahkan dengan umur kamu saat ini. Kalau mulai dari umur sekarang, berarti selesai mengelilingi pada umur berapa tahun? Silahkan hitung sendiri.
Share:

Jumat, Desember 23, 2016

Bulan Desember, Film Keluarga, dan Santa Klaus

"Its good for your heart, and your legs, and your feet" (Charlie Brown)
"Knowledge will give you power, but character respect" (Bruce Lee)
"Be peaceful, be courteous, obey the law, respect everyone; but if someone puts his hand on you, send him to the cemetery" (Malcolm X)

Desember berarti akhir tahun, berarti liburan akhir tahun. Yah.. Liburan ini biasanya diisi dengan berbagai kegiatan, jalan-jalan, main bareng, dan nonton film yang menarik. Film di bulan Desember seru sekali. Isi dan muatannya sangat menarik, misalnya tentang keluarga, persahabatan, kisah santa, dan masih banyak lagi film seru yang ringan untuk ditonton. Menonton film menjadi hal yang mengasyikan untuk mengisi liburan. Liburan benar-benar digunakan untuk merefresh kepenatan berdinamika dengan ritme harian di tempat berkarya, merefresh dari ide-ide yang bergerombol yang seolah saling memburu keluar kepala menjadi tulisan atau karya apapun. 

Di beberapa stasiun televisi nasional atau internasional acaranya hampir sama, berisi tentang kegiatan seputar Natal dan Tahun Baru. Film-film yang diputar rata-rata sama, yaitu semangat Natal, keharuan, kegembiraan dan drama keluarga.

Santa Klaus 
Majalah Primetime mencatat bahwa film-film bertema Natal pernah booming pada 1940-an dan 1950-an. Film-film itu biasanya berisi kisah sederhana dengan pesan Natal yang membuat haru dan permukaan mata basah. Beberapa film yang masih saya ingat diantaranya, Home Alone, Die Hard, Fred Claus, The Grinch dan film-film lainnya. Sebuah film bisa membuat banyak ide, tergantung dari sisi mana kita melihatnya dan menarik kesimpulannya. Sebuah film bagus bisa menjadi tidak bagus jika dilihat subjektif, tetapi film biasa saja, cerita sederhanya akan menjadi bermakna jika dikaji secara objektif. Tidak ada salahnya kita melihat kebaikan-kebaikan universal dalam sebuah film Natal. Banyak sekali pelajaran dari sebuah film bertema Natal dan tahun baru.

Visualisasi sineas luar dalam menyampaikan pesan sangat baik hampir tidak mendapatkan cela. Film Natal bisa menjadi hiburan alternatif untuk merefresh otak yang terlalu mekanis memandang hidup, bekerja sepanjang minggu, memeras produktifitas dan lupa memberi asupan bergizi bagi otak dalam bentuk hiburan.

Fenomena Santa Klaus Dan Tips Menjadi Santa Klaus
Desember menarik selanjutnya adalah Santa Klaus. Coba tanyakan apa yang menarik di malam natal bagi anak-anak? Jawaban Santa Klaus. Santa Klaus itu selalu memakai baju berwarna merah dengan janggut putih dan topi khasnya, diantar menggunakan kereta yang ditarik oleh rusa-rusa ajaib bisa terbang.

Di luar kisahnya yang nyata atau hanya dongeng, Santa Klaus diciptakan sangat menarik untuk anak-anak. Setiap permohonan anak-anak akan dikabulkan oleh Santa Klaus dimalam natal melalui cerobong asap rumah. Santa Klaus membawa pesanan permintaan anak-anak di dalam kantung berwarna merah seirama dengan bajunya.

Mengapa ada Santa Klaus untuk anak-anak? mengapa orang dewasa tidak mendapatkan hadiah dari Santa Klaus. Santa Klaus ternyata menyayangi anak baik, permintaan anak baik akan dikabulkan oleh Santa Klaus. membuat cerita tentang Santa Klaus membuat anak-anak menyenangi malam natal dan perayaan natal itu sendiri. Natal selalu ditunggu agar mendapatkan hadiah dari Santa Klaus dengan catatan harus menjadi anak baik.

Santa Klaus menjadi cerita rakyat sejak abad ketiga Masehi. Kisah ini menemukan inspirasi pada diri Uskup Nikolas di Myra, Turki. Sang Uskup terkenal baik hati dan gemar memberi hadiah bagi orang tak mampu.

Imajinasi tentang Santa Klaus ternyata berkembang dari waktu ke waktu. Awalnya, orang-orang Eropa membayangkan Santa Klaus berperawakan tinggi, kurus, pendiam. Pada 1882, Clement C. Moore, sastrawan Amerika, dalam puisinya, The Night Before Chrishtmas, menggambarkan sang Santa sebagai sosok gendut, berjanggut putih, mengisap cerutu panjang, dan naik kereta yang ditarik rusa: citra ini bertahan sampai kini.

Tips menjadi Santa Klaus menurut Tempo pada edisi Desember 2009 adalah sebagai berikut. Pertama, tak merokok atau minum minuman beralkohol di tempat umum. Kedua, tak pernah bersumpah atau mengatakan hal-hal jahat dan kejam. Ketiga, cek aroma mulut, jangan sampai mengeluarkan bau rokok. Keempat, gunakan cold vest atau jaket bagian dalam yang diisi es untuk membuat tubuh lebih sejuk.
Share:

Postingan Populer