Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Cerita Pendek. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Pendek. Tampilkan semua postingan

Jumat, April 04, 2014

Bandros Mang Ihin

Senang rasanya saat mendengar Banderos menjadi salah satu ikon kota Bandung. Bagaimana tidak, banderos atau bandros adalah jajanan yang saya jual setiap hari. Oh iya, nama saya Ihin, anak-anak memanggil saya Mang Ihin. Terutama anak-anak SD tempat saya nongkrong sudah mengenal saya dengan sebutan Mang Ihin.

Bandros 
Masih sederhana, saya menggunakan dua tanggungan yang dipanggul dengan rancatan. Masih menggunakan kompor dengan arang untuk membuat bandros.

Pagi-pagi sekali saya mencari bahan-bahan untuk membuat bandros ke pasar. Saya bertemu banyak orang, ada yang membeli sayuran, makanan, dan berbagai macam barang segar di warung. Bandros merupakan salah satu jajanan yang banyak ditemui di daerah Jawa Barat. Saya jualan bandros juga turun temurun dari kakek dan ayah. Dulu mereka jualan dan sekarang giliran saya.

Membuat bandros itu tidak sulit, walaupun pada awalnya saya mencoba, rasanya selalu ada yang kurang. Cara membuatnya adalah dengan mencampur kelapa parut, tepung beras dan garam, lalu tuang santan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga tercampur rata. Setelah itu panaskan cetakkan bandros, olesi dengan sedikit minyak, tuang adonan ke dalam cetakan hingga penuh, kemudian tutup.

Oh iya, nih saya beri resepnya 3/4 sdm garam halus, 2 sdm minyak goreng untuk olesan, 30 gram gula pasir (untuk taburan saat penyajian), 650 ml santan kelapa, 250 gram tepung beras, 100 gram kelapa parut. Kelapa parut ini diperas sedikit.

Nah setelah itu baru panggang di atas bara api kecil hingga matang dan di kedua sisinya garing, angkat. Bandro siap saya jual kepada pembeli di perumahan atau di sekolah-sekolah dasar tempat biasa saya nangkring.

Saya berangkat setiap jam 8 pagi. Menjelang anak-anak istirahat yaitu pukul 9.00 sampai 10.00. bahkan saya bisa menunggu sampai pukul 13.00 berharap masih ada yang mau membeli menjelang mereka pulang ke rumah.

Setelah sekolahan bubar, saya berjualan di perumahan. Melewati gang-gang kecil lalu tunggu sebentar. Di lapangan atau bersyukur jika ada keramaian, saya bisa lama nongkrongnya. Keramaian yang memancing banyak orang berdatangan bisa menjadi rejeki buat saya. Paling tidak saya bisa menjual banyak di saat-saat seperti itu.

Saya senang menjalani keseharian ini. Buat saya, menjual bandros itu bukan hanya usaha tetapi lebih dari itu, saya melestarikan makanan lokal. Yah, makanan lokal tersebut sekarang tergerus oleh makanan-makanan dari luar. Anak-anak sepertinya mulai meninggalkan makanan tradisional karena menganggap kuno dan ketinggalan jaman. Tapi saya masih yakin, ada banyak orang yang tetap menginginkan bernostalgia dengan makanan seperti bandros yang saya jual ini.


Salah satu orang yang selalu menjadi langganan saya adalah Mang Udin. Ia sering nongkrong dekat kantor wilayah. Ia dan temannya seperti rindu masa kecil, rindu kampung halamannya kalau sedang mencicipi bandros saya. Mang Udin adalah buruh tukang gali yang sudah lama menjalani profesinya.
Share:

Jumat, Maret 28, 2014

Sepeda Sayur

Awalnya saya berniat menggunakan gerobak untuk jualan sayur ini. Tetapi sepeda yang saya punya menjadi nganggur. Setelah berdiskusi dengan teman, maka diputuskanlah saya menggunakan sepeda dengan tambahan bagain belakang untuk sayuran yang akan saya jual.

Berbeda dengan gerobak sayur yang didorong, saya mendapat keuntungan saat jalanan menurun dan datar. Tinggal naik lalu saya kayuh. Lumayan juga meringankan beban biaya transportasi saat saya harus belanja ke pasar pagi-pagi untuk berburu sayuran segar. Di pasar, saya bertemu juga dengan beberapa tukang sayur. Kadang berburu paling pagi agar dapat sayuran yang lebih segar sebelum dipilih yang lain.

Sepeda Sayur
Dengan sepeda yang saya sebut sebagai sepeda sayur, saya bisa melewati lorong-lorong sempit gang untuk melayani kebutuhan pembeli yang biasa. Sayuran yang saya bawa tidak sebanyak gerobak dorong, tetapi saya selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarga yang ingin makanan sehat secukupnya. Jika ada yang merasa kurang, saya beri alternatif untuk menunggu besok dengan memesan terlebih dahulu atau saya bilang, secukupnya saja biar tidak busuk.

Saya merasakan setiap hari berbeda, walaupun melewati jalur yang sama. Saya bisa tahu setiap kebutuhan keluarga yang langganan membeli sayuran kepada saya. Mereka menunggu saya dan saya tahu semua sudah diatur. Jadi, saya jalani setiap hari dengan pikiran bahwa dagangan saya hari ini habis.

Oh iya, ada juga sesama tukang sayur yang sering berada di jalur yang sama dengan saya. Namanya Didi, ia menggunakan gerobak dorong. Saya tidak merasa ia sebagai saingan. Begitu juga dengan Didi, ia tidak merasakan bahwa saya adalah saingannya. Kadang kita berbagi kesempatan, misalnya saat langganan menginginkan sesuatu yang tidak ada di dagangannya, Didi sering menyarankan untuk menunggu saya. Demikian juga sebaliknya, jika di dagangan saya tidak ada, saya berharap Didi masih tersedia banyak.

Tuhan tak pernah keliru menyisihkan rejekinya. Sekalipun sama-sama berdagang sayuran, saya masih bisa meraih sedikit-sedikit pembeli yang cukup untuk memenuhi modal dagang besok harinya. Saya melihat setiap hari demikian adanya dengan pasrah pada Tuhan Yang Maha Esa. Tak pernah mengeluh karena hujan atau apapun. Saya juga belajar banyak dari tukang banderos yang sudah lebih lama berjualan dan tetap setia berjualan sampai saat ini. Namanya Mang Ihin.
Share:

Rabu, Maret 26, 2014

Tukang Sayur

Nama saya Didi, orang menyebut saya mang Didi. Sapaan mang bagi orang Sunda adalah bentuk akrab, biasanya lebih tua dari panggilan Aa. Misalnya A Didi, saya lebih suka dipanggil mang Didi saja walaupun usia saya belum terlalu tua untuk ukuran emang-emang. Tak apa, yang penting panggilan itu mengakrabkan saya dengan orang lain.

Sayuran Sehat
Setiap pagi saya bergegas menuju pasar di dekat rumah. Pagi sebelum subuh sudah menunggu sayuran datang dibongkar dari mobil bak terbuka yang datang dari daerah Lembang atau Pangalengan. Sayuran segar yang akan saya jajakan setiap harinya. Dengan modal seperti biasa, saya merencanakan semuanya dengan matang. Bersyukur jika sayuran yang saya inginkan tersedia, saya bisa menjajakan sesuai rencana. Jikapun tidak ada, paling saya coba alihkan untuk membeli sayuran jenis lainnya yang tersedia. Oh iya, kadang saya mengingat pesanan ibu-ibu langganan yang memesan sayuran yang sebelumnya tidak ada.

Sehabis sholat subuh, saya menyiapkan segala kebutuhan untuk dagang hari ini. Roda yang biasa saya gunakan ditata sedemikian rupa agar terlihat menarik perhatian pembeli. Sayuran yang lebih segar disimpan di samping kiri, di tengah saya simpan ikan, daging, dan sayuran yang berat dan tak mungkin di simpan di tiang. Sayuran seperti kol, kentang, wortel, tomat, dan labu, pasti akan saya simpan di tengah gerobak.

Timbangan, saya simpan di dekat pegangan untuk mendorong agar saya bisa mengontrol jika sesekali terlepas atau butuh menimbang dengan cepat. Tatakan untuk memotong daging dan ikan, saya simpan di bawah roda. Saya sediakan tempatnya khusus berdekatan dengan ember yang membawa air.

Pagi hari, tepat jam 6 saya berkeliling komplek. Melewati gang-gang yang juga tempat langganan saya. Di belokan gang sebelum memasuki komplek perumahan, saya menunggu pembeli. Biasanya ibu-ibu sudah menunggu di sana. Kalau belum terlihat, saya akan teriak, "sayuuuuuuurrr!" Teriakan khas yang sengaja saya buat agar menarik perhatian pembeli. Syukur-syukur dapat langgangan baru. Lumayan bisa menambah penghasilan hari ini.

Sangat menarik! saya senang melayani mereka semua. Ada kesenangan ketika saya mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan mereka. Tawar menawar itu sebuah hal biasa. Saya tak bisa menolak itu. Saya hanya menyiasati untuk menaikan harga sedikit untuk mengambil untung, istilahnya ongkos belanja ke pasar. Ongkos cape menawar di pasar. Kalaupun menawar, saya tidak mengurangi dari modal yang saya keluarkan. Jikapun pas-pasan antara modal dengan harga jual, saya terima saja. Mudah-mudahan sayuran yang dimakan keluarganya menjadi kebaikan buat saya. Saya menikmati keseharian menjual sayuran, lauk pauk, dan daging ini.

Selain saya, ada teman saya juga yang menggunakan jalur ini. Bedanya ia menggunakan sepeda. Namanya mang Yana.
Share:

Selasa, Maret 18, 2014

Cinta dan Impian

Apa itu cinta? Cinta adalah sebuah kisah antara aku dan kamu. Banyak orang menafsir cinta. Ketika menggambarkannya, setiap kita punya rasa yang berbeda. Sebuah kisah berikut ini sangat menarik untuk menggambarkan cinta dan impian.

Seorang perempuan muda yang tidak berpakaian hitam mendekat. Dia membawa bejana di bahunya, dan kepalanya tertutup kerudung, tapi wajahnya terbuka. Si bocah mendekatinya untuk bertanya tentang sang alkemis itu.

Saat itulah si bocah merasa waktu berhenti, dan Jiwa Buana menyentak keluar dari dalam dirinya. Ketika dia menatap gadis itu, dan melihat bibirnya bersikap antara tertawa dan diam, dia mengerti bagian terpenting dari bahasa yang digunakan oleh seluruh dunia - bahasa yang bisa dipahami oleh setiap orang di bumi dengan hati mereka. Itulah cinta. Sesuatu yang lebih tua dari umat manusia, lebih purba dari gurun. Sesuatu yang menggunakan daya yang sama kapanpun dua pasang mata bertemu, seperti mata mereka kini dan di sini, di sumur ini. 

Gadis itu tersenyum, dan itu pastilah sebuah pertanda - pertanda yang telah dinantinya, sepanjang hidupnya. Pertanda yang dicarinya bersama domba-dombanya dan dalam buku-bukunya, dalam kristal-kristal dan dalam kesunyian gurun.

Itulah Bahasa Buana yang murni. Ia tidak membutuhkan penjelasan, sebagaimana alam semesta tak memerlukan apapun saat berjalan melewati waktu yang tiada akhir. Apa yang dirasakan si bocah pada saat itu adalah bahwa dia berada di hadapan satu-satunya perempuan dalam hidupnya, dan bahwa, tanpa perlu kata-kata, gadis itu merasakan hal yang sama. Dia lebih yakin pada hal itu daripada terhadap apapun di dunia ini.

Dia pernah diberitahu oleh orang tua dan kakek-neneknya bahwa dia harua jatuh cinta dan benar-benar mengenal seseorang sebelum terikat. Tapi mungkin orang-orang yang merasakannya tidak pernah memahami bahasa universal ini. Karena, jika kita memahami bahasa itu, mudahlah untuk mengerti bahwa seseorang di dunia menanti kita, entah di tengah gurun, atau di kota besar. Dan saat dua orang itu berjumpa, dan mata mereka bertemu, masa lalu dan masa depan menjadi tak penting. Yang ada hanyalah momen itu, dan kepastian yang ajaib bahwa segala yang ada di langit dan di bumi telah dituliskan oleh tangan yang esa. Itulah tangan yang menimbulkan cinta, dan menciptakan suatu jiwa kembar bagi setiap orang di dunia. Tanpa cinta seperti itu, impian-impian seseorang tidak bermakna.

Share:

Minggu, Maret 16, 2014

Nelayan dan Ikannya

Berharap keberuntungan saja tidak cukup, ia harus berusaha melawan rasa malasnya untuk bergerak mencari lokasi yang tepat untuk memancing.

Ikan bukanlah hewan yang berdiam diri di satu tempat untuk waktu yang lama kecuali beberapa jenis ikan. Ia akan bergerak ke sana ke mari mengikuti aliran air ke hilir atau juga menerjang melawan arah semestinya.

Muara ini sangat tenang, alirannya tak sederas di hulu. Banyak ikan yang bermigrasi dari lautan menuju sungai melewati muara ini. Air yang tenang ini hanya kelihatan dari permukaan. Arus di bawah sebenarnya deras apalagi kalau sudah naik air pasang laut. 

Hari ini cuaca sedang baik untuk memancing ikan di muara. Selama menunggu jadwal melaut, waktu senggang ia gunakan untuk memperbaiki jaringnya yang putus. Merajut kembali bagian-bagian yang bolong dan putus agar bisa digunakan dengan baik dan mampu menjaring ikan lebih banyak lagi. Sisa waktu setelah merajut jaringnya, ia memancing.

Dibandingkan dengan menjaring ikan di laut, memancing itu tidak ada apa-apanya. Hanya sedikit yang ia dapatkan dari hasil memancing. Baginya, hal ini cukup untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Memancing di sebuah muara yang besar penuh dengan ketidakterdugaan. Ia hanya setitik kecil di muara itu. Ia melemparkan sedikit saja pancingan sambil berharap ikan besar menyantap kailnya.

Melemparkan kail ke muara yang besar dengan keyakinan akan ada ikan yang menyantapnya. Menarik tali kail ketika terasa ada getaran yang merambat lewat tangannya. Jika beruntung, ikan bisa ia dapatkan lalu ia simpan dalam keranjang. Ia tak terlalu pusing dengan ikan yang menyantap kailnya. Setiap kali ada gerakan pada kailnya, ia akan tarik dan ambil. Sesekali bukan ikan yang memakan umpan di kailnya, tapi kepiting kecil yang hidup di dasar muara. 

Semesta (gambar krayon by Ming Kry)
Kecewa, tentu saja ia merasakan kekecewaan saat diangkat bukan ikan. Sayangnya, ia bukan nelayan yang gampang menyerah. Dengan keyakinan yang sama, ia akan lemparkan lagi umpan yang baru.

Berapapun ikan yang ia dapatkan hari itu, selalu ia syukuri. Ia percaya ikan yang didapatkan hari itu adalah pemberian yang cukup dari semesta. Semesta tak pernah memberikan ikan yang berlebihan kepadanya. Hanya sifat manusia saja yang selalu merasa tidak cukup. Ia sadar tentang hal ini.

Hari memasuki sore, sinar matahari berubah menjadi kuning dengan perpaduan oranye. Panasnya mulai berubah menjadi hangat. Ia menengok ke keranjang ikan hasil pancingan. Cukup! Ia berkata untuk dirinya sendiri. Ia gulung benang kailnya kemudian beranjak pergi. Nelayan itu kemudian membereskan kail dan keranjangnya. Ia bergegas mengakhiri sore itu menuju rumahnya yang tidak jauh dari muara. Ada tugas semesta lainnya yang harus ia kerjakan.


Share:

Jumat, Maret 14, 2014

Pengembala Dan Kambingnya

Di pohon itu ia bersandar, hari ini matahari terasa sangat panas. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Ia bisa merasakan setiap perubahan alam yang tidak biasa. Sebuah anugerah bagi ia yang sering menguatkan perasaannya pada kejadian sehari-hari. Bagi beberapa orang bisa saja tidak terasa perubahan. Tetapi ia mampu merasakan bahwa matahari bersinar lebih terik siang itu. Bersandar sambil memandangi hamparan padang rumput yang luas adalah hal yang menyenangkan. Sambil mengamati kambing-kambing peliharaannya.

Pohon (iden wildensyah)
Ia sadar betul, kambing-kambing itu tak butuh untuk diamati terus untuk dikendalikan. Justru kekhawatirannya yang harus ia kendalikan. Khawatir yang sering muncul karena ketakutan datangnya harimau atau serigala yang akan memangsa kambing-kambingnya. Atau kambing-kambingnya yang pergi menjauhinya. Ia mencoba meraih lebih dalam, ia sadar ketakutan pada dirinya. Kekhawatiran yang muncul hanya karena ia tak mampu mengendalikan dirinya dengan baik.

Kekhawatiran itu muncul, ia berusaha melihat lebih luas tentang hukum alam. Hukum alam yang mengatur segala sesuatu yang ada di alam. Hujan yang bisa datang setelah musim kemarau, atau musim kemarau yang banyak menghilangkan rumput-rumputan untuk kambingnya. Tetapi setelah kehilangan itu, akan muncul lagi rumput baru untuk menggantikan rumput lama yang kering kerontang karena tak tahan terik matahari. 

Iapun melihat lebih jauh. Kekhawatiran kehilangan kambingnya justru akan membuat ia makin kehilangan akan kendali pada dirinya. Ia menjadi penakut. Untuk jadi pemberani, ia hilangkan segala ketakutan kehilangan itu. Bahwa segala sesuatu diatur oleh hukum alam yang adil, maka ia lebih nyaman untuk terus bersandar di bawah pohon itu. Ia tenang sampai akhirnya terlelap dengan nyaman sambil menunggu kambingnya yang terus makan rumput dengan asyiknya.  
Share:

Selasa, Desember 31, 2013

Gerimis Desember

Angin desember menjelang pergantian tahun baru ini sangat dingin melebihi kata sejuk untuk menggambarkannya. Melewati celah-celah jendela dan pintu rumah, angin meresap memasuki rumah kemudian menempa kulitku. Dingin terasa lalu kuambil baju hangat untuk mengurangi rasa yang membuat bulu halus di tangan berdiri. 

Gerimis turun bersama angin. Terseok-seok pucuk pohon mangga mengikuti alur angin. Tidak berusaha menolak setiap hembusan yang datang kepadanya. Titik-titik air hujan turun melekat di daun kemudian mengalir ke tangkai kemudian membasahi dahan dan batang pohon. Semut-semut kecil yang biasa berduyun-duyun di batang pohon mangga terpaksa mencari jalan lain yang masih kering. Khawatir terbawa aliran air, beberapa semut memilih diam sementara sampai butiran air jatuh turun ke tanah.

Desember ini angin bertiup sepoi-sepoi, dingin menusuk kulit membawa gerimis yang sudah menggelayut sejak beberapa hari yang lalu. Gerimis titik-titik hujan jatuh di merahnya bunga kertas yang mekar di beranda rumah. Indah nian di tengah dinginnya siang di akhir tahun ini. Oh seandainya aku bisa mereguk semua keindahan ini, akan kusimpan sampai seribu tahun lamanya.


Share:

Rabu, Desember 18, 2013

Merindumu

Ada satu bait lagu Jikustik yang menarik bagi saya, isinya tentang kerinduan menulis untuk seseorang yang selalu di hatinya. Menulis bagi saya sudah seperti bagian hidup. Apapun itu, selalu saya usahakan untuk merekamnya dalam sebuah catatan.
Singapore 2013 (@idenide)
Catatan penting ataupun tidak penting bagi saya tidak masalah yang penting menulis. Sekali lagi menulis, ketika ide-ide liar berterbangan maka menulis adalah jalan satu-satunya mengumpulkan, merunut dan mungkin saja menyimpulkan langsung dari setiap ide yang ada. Setelah ide, tentu saja bergerak. Membaca, menulis adalah bagian dari gerakan.
Maka bait lagu Jikustik menjadi menarik yang berisi tentang menulis. Inilah bait lagu yang dimaksud.

Kapan lagi kutulis untukmu tulisan-tulisan indahku yang dulu, 
pernah warnai dunia, puisi terindahku hanya untukmu..
Mungkinkah kau kan kembali lagi, menemaniku menulis lagi?
Kita arungi bersama puisi terindahku hanya untukmu.


Tak lupa sebuah kerinduan, saya senang membaca bait lagu Payung Teduh 'Resah' saat saya tak bisa menggambarkan saat-saat merasa penjelajahan berakhir dan akan berganti.

Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu
Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
Untukmu yang membaca tulisan ini, mungkin perasaan kita sama saat mengalami kejadian yang sama. Saat menjelang perpisahan dan mengingat perjalanan ke belakang yang penuh dinamika. Saat senang, saat bersama-sama yang berkesan. Kita tidak bisa berada di tempat yang sama terus, saatnya melepaskan semua hal yang terjadi dengan keikhlasan. Biarkan semuanya menjadi kenangan, begitu juga dengan tulisan ini. Ini adalah kenangan saat melepas penjelajahan yang sudah dilewati bersama-sama untuk melanjutkan penjelajahan dengan jalur yang berbeda dan anggota yang beda. 
Share:

Rabu, November 27, 2013

Kepada Hujan

Hujan telah bertahan berhari-hari, Tuhanku, dalam hatiku gersang. Kaki langit telanjang bulat tak ada selembar awan tipis pun menutupi, tak ada sekecil apa pun tanda-tanda akan datangnya hujan yang menyejukan. 1)
Mendung datang berlapis-lapis dan langit menjadi gelap. Ah, kekasih mengapa engkau biarkan aku sendirian menunggu di depan pintu? 2)
Hujan tumpah dengan deras dari langit, aku melihat dan tak mampu menghitung tetes demi tetes air yang turun melewati sirap. Barangkali aku tak memiliki cinta sebanyak curah hujan. Tapi tak bisakah aku diberi kesempatan?.
Ingin aku menjadi hujan yang tak pernah pamrih, yang menyirami bumi tanpa meminta imbalan.
Hujan, mestinya aku belajar darimu bagaimana caranya mencintai. 3)
Cinta adalah titik-titik hujan yang jatuh dari langit. Bunga bermekaran dan kupu-kupu menari-nari di sekelilingnya. Pelangi melengkung indah dan kamu berkecipak-kecipuk di tanah basah. 4)

Kepada hujan


1) Rabindranath Tagore, Gitanjali, kidung 40 hal 24.
2) Rabindranath Tagore, Gitanjali, kidung 18 hal 11.
3) Andrei Aksana, Kompas. 05 Okt 2009.
4) Clara Ng, ‘Melukis Cinta’. Hal 8.
Share:

Minggu, November 17, 2013

Lelaki Yang Dihentikan Hujan

Sore itu hujan di bulan November saat gemuruh dan kilat saling berlomba menuju pelataran toko. Lelaki muda dengan tas selempang dan sebungkus rokok berteduh di salahsatu sisi pertokoan sederhana. Sore itu harusnya bertemu dengan seorang perempuan, tapi malang harus batal karena hujan. Si pemuda tidak tampak gelisah, dia menyalakan sebatang rokok dari dari dalam bungkusan berwarna putih. Rokok masih tersisa 6 dari 12 batang sebelumnya. Sudah setengahnya pemuda itu menghabiskan rokok. Di tengah gemuruh dan hujan, udara memang terasa menjadi lebih dingin, pemuda itu menyalakan rokok untuk kesekian kalinya. Dia menengok sebentar ke samping kiri dan kanannya. Tidak ada yang berubah sejak pertama dia datang berteduh.

Pemuda itu berpikir bahwa perempuan yang sedang menunggunya akan marah karena terlambat datang menemui. Tapi pemuda itu tak peduli, dia menikmati waktu berteduh dengan rokok yang terus menempel di tangannya.

Seorang lelaki paruh baya tergopoh-gopoh menggapai tempat berteduh setelah turun dari kendaraan umum. Hujan bertambah deras. Beberapa orang memilih berteduh daripada beresiko sakit karena kehujanan. Lelaki paruh baya mendekati pemuda yang sedang merokok. Sejenak mereka berdua berbincang. Lelaki paruh baya begitu ramah menyapa setiap orang yang berteduh termasuk pemuda itu. Pemuda yang disapa berpikir bahwa lelaki paruh baya baik hati.

Hujan belum reda, yang terjadi malah bertambah deras. Lelaki paruh baya yang ramah dan pemuda yang angkuh itu melebur dalam sebuah percakapan. Mereka ngobrol dengan asiknya. Dari pembicaraan itu mereka menyadari tentang arti persahabatan. Lelaki paruh baya mengajarkan kearifan, pemuda itu murid yang sedang belajar kearifan. Jika sebuah keangkuhan sekarang menimpa dirinya, pemuda anggap sebagai proses melewati dinamika.
Lelaki paruh baya bercerita tentang seorang temannya ketika mereka masih sama sama muda. Persahabatan yang terus terbina sampai sore ketika hujan deras turun di kota itu. Sore ini mereka akan bertemu disalahsatu tempat. Sayangnya hujan menghentikan langkah lelaki paruh baya untuk menemui temannya.

Pemuda menyimak semua cerita dengan seksama. Ada raut kekaguman pada lelaki paruh baya di sampingnya. Obrolan mereka melupakan orang yang menunggu di tempat berbeda.
Di tempat yang lain, seorang perempuan menunggu gelisah kedatangan pemuda. Sudah hampir dua jam lelaki yang ditunggunya tidak memberi kabar. Kegelisahan makin menjadi karena hujan bertambah deras. Tidak bisa diam dengan tenang, perempuan itu tampak gusar. Saat pertemuan terakhir mereka di sebuah sudut perpustakaan yang menyenangkan kini mereka hendak bertemu untuk kesekian kalinya. Sama halnya dengan pertemuan sebelumnya, mereka hendak membahas sebuah buku serta menulis beberapa artikel.

Sore itu ketika hujan deras dan gemuruh semakin menjadi, pemuda dan perempuan itu hendak bertemu. Hujan menghentikan langkah pemuda dan membuat gusar perempuan yang menunggunya sekian lama. Hujan masih turun tetapi pertemuan itu belum juga terwujud.



Share:

Senin, Oktober 14, 2013

Rungkad

Kamari poho cai can dikocorkan ka kamalir sawah, atuh eta sawah digirang rungkad galenganna, Kapanggih poe isukan, dibejaan ku mang juned yen galengan sawah kuring nu lebah kaler kudu digancang diomean bisi kaburu banjir deui.  
Mang Juned geus ngabejaan tilu poe katukang perkara sawah di Ciburahol teh. Ngan dasar sok diengke-engke. Atuh pas hujan badag peuting tadi, galengan rungkad. Mang Entis rek dibejaan tapi keur euweuh di imah. Bejana mah keur di pasir, ngahuma.  
Hayangna mah harita keneh kuring indit nyusul ka huma, tapi euweuh kuda. Kabeh keur dipake bapa indit ka dayeuh. Bapa kuring tea teu bisa dicaram lamun geus aya kahayang indit ka dayeuh, hayang neangan bako palembang cenah. Bako ti kebon geus beak. Bapa indit naek si jalu. Si jalu kuduna aya ayeuna. Nya atuh galengan nu rungkad teh can bisa diomean da euweuh si jalu
sawah dok. idenide
Share:

Selasa, Maret 09, 2010

Cerpenisasi Kartun Atau Membuat Cerita Pendek Yang Terinspirasi Oleh Gambar Kartun


"You know what love is?
It is all kindness, generosity"
(Rumi)

Saya masih ingat ketika salahsatu Unit Kegiatan Mahasiswa di kampus Setiabudi Bandung mengadakan acara Musikalisasi Puisi. Harap dicatat musikalisasi, entah benar penambahan sasi pada musik atau tidak yang pasti, dalam benak saya, musikalisasi berarti penambahan unsur musik pada puisi, atau sebaliknya puisi yang ditambah unsur musik.
Terinspirasi dari musikalisasi, saya membuat cerpenisasi kartun. Cerpenisasi adalah pembuatan cerita pendek yang berdasarkan kisah di kartun. Cerpenisasi pertama saya yang berhasil adalah kartun Yonk di Buletin Wanadri. Cerpenisasi kartun Yonk, demikian saya menyebutnya. Setiap kartun Yonk keluar, saya selalu buat dalam versi cerpen-nya. Walaupun kadang memaksakan, tetapi ide dasar dari kartun itu bagus untuk dibuatkan cerita pendek.
Selain kartun yong, kartun yang sering saya buat ceritanya adalah Benny dan Mice, salahsatunya adalah Smartphone sejuta umat yang sudah ada di kompasiana. Lalu konpopila, sukribo dll. Membuat cerpen dari kartun sangat mudah, tinggal tulis saja dari persfektif diri sendiri, maka jadilah cerpenisasi kartun.
Cerita pendek, berarti cerita yang pendek, tidak panjang dan tidak bertele tetapi penuh makna. Minimal ada cerita yang bisa di share dengan pembaca, entah itu muatan nilai-nilainya atau pesan-pesan moral lain yang sengaja dibuat oleh pembuatnya.
Inilah cerpenisasi kartun Yonk yang pernah saya buat.


Cat air

Karena Aku…
(Cerpenisasi kartun Yonk)
Oleh Iden Wildensyah
Sore itu…
” Inilah aku! lihat betapa gagahnya aku” dalam hati aku berbicara pada diriku didepan cermin kamarku sebelum berangkat naik gunung besok pagi. Sebuah ucapan yang mungkin saja bagi sebagian orang terkesan angkuh dan sombong.
Tapi apalah artinya sebuah persepsi orang, toh kenyataannya tiap orang berbeda ketika melihat sisi yang dilihat dari fisiknya. Bisa saja berbicara dari aksesoris tapi sisi yang lebih dalam belum tentu orang bisa melihatnya.
“Aku adalah sang penakluk !” kata orang tentang aku, ya… aku pernah lewati batas tipis antara hidup dan mati, ketika di Himalaya. Aku juga pernah tergantung beku dan nyaris mati, sementara garvitasi siap menghempaskanku kelantai bumi ratusan meter di bawahku.
Panas, dingin, hujan dan badai adalah bagian dari petualangan yang terus aku hadapi, sekalipun dingin es di puncak gunung, aku tetap bertahan. Aku dan alam seperti menyatu sebagai media bermainku. Dengan kegiatandi alam bebas semua orang bahkan dunia pun mengenalku setengah tak percaya, tapi itulah aku.
Sementara itu….
Fenomena alam tempatku bermain terus berlangsung siang malam, musim berganti ada kemarau, ada hujan. Bergilir silih berganti alam mendaur ulang setiap waktu. Proses ini bukan tanpa sebab, semuanya memiliki makna bagi kehidupan ini. Di antara proses ini terjadi juga hal yang positif dan negatif yang alamiah. Barangkali proses negatif yang menelan korban yang paling aku ingat. Lihatlah bencana banjir sebanyak 578 rumah dan 58 hektar (ha) lahan pertanian padi di delapan desa di sebuah kota di Indonesia, lalu fenomena air yang sering di konsumsi setiap hari dimana ekploitasi air yang berlebihan karena peningkatan populasi maupun penggunaan yang semakin konsumtif/boros. Sejak tahun 1950, secara global penggunaan air telah berlipat sebanyak tiga kali, dua kali lebih cepat dari peningkatan jumlah penduduk. Tinggi muka air tanah di semua benua saat ini telah mencapai titik terendah dalam sejarah. Berkurangnya sumberdaya air diperkirakan akan menjadi tantangan yang paling mendasar bagi keberlanjutan manusia pada abad 21.
Pencemaran hingga penggundulan hutan semakin menjadi. Aku seperti tidak bisa berbuat apa-apa, akibatnya tanah longsor dan banjir terjadi dimana-mana.
“Apa yang bisa aku lakukan?” aku bertanya pada diriku setiap saat ketika mendengar berita tentang bencana alam ini.
Aku sadar saatnya alam menagih kontribusi dari apa yang selalu manusia “Exploitasi” pada dirinya. Aku juga sadar betapa selama ini kurangnya perhatian kita pada alam dan lingkungan sedikitnya.
Malam itu….
Dengan segelas kopi panas dan sebatang rokok. Sekedar mengisi malamku, aku duduk didepan televisi, menikmati tayangan yang semakin hari semakin menjemukan, sinetron-sinetron palsu pembawa impian yang membuat aku mual melihat tayangan-tayangan sekarang.
Tapi berbeda dengan malam itu, aku sengaja melihat berita terbaru tentang bencana alam di Indonesia. Aku jadi malu dengan diriku, terlintas sejenak aktivitasku, saat dengan gagahnya aku taklukan gunung-gunung, kuarungi angkasa, laut serta jeram-jeram sungainya lalu dengan garangnya aku tancapkan paku-paku tebingku tanpa ampun.
Sejenak aku termenung lalu bertanya masih pada diriku
” untuk apa semua ini?”
Lewat layar kaca didepanku malam itu, aku saksikan bagaimana alam menjerit kesakitan ketika hutan-hutannya digunduli, sungai dan udaranya pun di cemari. Dan ketika rasa sakit sudah tak tak tertahankan alam pun mengamuk.
Tersentak aku memandanginya, aku hanya bisa menahan nafas sembari menghitung berapa korban yang tewas hingga kini. Tak ada yang bisa aku lakukan walau tak ada kata terlambat. Aku akan berikan cinta yang terbaik untuk Tuhan, manusia dan alam semesta.
Selanjutnya…
Besok pagi aku naik gunung sebagai seorang pecinta alam saatnya mulai untuk bergerak bersama menjaga alam ini, melestarikan dan menggunakannya dengan tidak serakah karena aku seorang pencinta alam.
Share:

Kamis, Oktober 20, 2005

Saya Ada Karena Saya Menulis!

Saya hanya ingin menulis !
Tulisanku terdampar di surat pembaca :-) ha..ha..ha.. aku senang, karena aku hanya ingin menulis, sekali lagi aku hanya ingin menulis, itu saja.


Nah, kalau anda sering menghargai karya sendiri, dimanapun tulisan itu mampir maka anda akan bersyukur setidaknya orang lain bisa membaca pemikiran anda. ah saya hanya iseng saja dari pada melamun, bayangkan bila kepala kita hanya di isi lamunan saja, mungkin hanya akan menjadi sebentuk benda yang gunanya selain memenuhi juga melengkapi tubuh saja.

Saya yakin sekecil apapun elemen pembentuk tubuh ini pasti ada gunanya, jadi untuk satu hal tentang keyakinan, saya tidak akan memungkiri peran kepala serta isinya ini termasuk juga karya yang keluar dari ide-ide segarnya.lain kepala lain tubuh, yang keduanya adalah benda.

Konteks sekarang adalah apa yang membedakan antara mengkhayal dan berimajinasi?saya tidak mau belibet dengan teori alam bawah sadar itu, baik Tony Buzan atau Freud atau Maslow. yang ingin saya tuliskan hanya berupa pemahaman pribadi saja. bahwasanya pengkhayal adalah proses berpikir yang tidak diarahkan, dalam artian dibiarkan melayang ke mana saja, terserah mau sampai ke bulan, mars atau sampai pluto-pun, khayalan itu bebas. Ia tidak terikat ruang dan waktu serta jarak, semisal kadang saya tidak sadar ketika saya berkhayal tentang sesuatu yang jauh misalnya "wah jadi astronot itu keren ya, tapi di indonesia-kan saya belajar teknik, wah ada kucing lewat, duh kasian dia kayaknya belum makan" coba dari astronot berakhir di memberi kucing yang kelihatan kelaparan. Demikian itu tidak terarah dan tidak diarahkan.sementara imajinasi berbeda.

Imajinasi tanpa harus dijelaskan juga, saya yakin anak kemaren sore (children yesterday afternoon) pasti sudah tahu, imajinasi itu kebalikan dari khayalan. semacam ketika saya jalan-jalan lalu terbersit ide membuat tulisan tentang hujan atau gedung tinggi gara-gara lihat gedung tinggi, nah otomatis saya akan mengarahkan kemana ujungnya tulisan tersebut, kerangka seperti apa? lalu datanya apa saja? dll sampai kesimpulan kalau perlu saat itu juga.lantas sekarang apa hubungannya antara saya senang ketika tulisan saya terdampar di surat pembaca dengan khayalan dan imajinasi? saya sendiri tidak tahu, hanya mungkin kalimat terakhir saja yang cukup kuat untuk dijadikan dasar KARENA SAYA HANYA INGIN MENULIS, SEKALI LAGI SAYA HANYA INGIN MENULIS, itu saja terimakasih!

idea

Share:

Postingan Populer