Senang rasanya saat mendengar Banderos menjadi salah satu
ikon kota Bandung. Bagaimana tidak, banderos atau bandros adalah jajanan yang
saya jual setiap hari. Oh iya, nama saya Ihin, anak-anak memanggil saya Mang
Ihin. Terutama anak-anak SD tempat saya nongkrong sudah mengenal saya dengan
sebutan Mang Ihin.
Bandros |
Masih sederhana, saya menggunakan dua tanggungan yang dipanggul dengan rancatan. Masih menggunakan kompor dengan arang untuk membuat
bandros.
Pagi-pagi sekali saya mencari bahan-bahan untuk membuat
bandros ke pasar. Saya bertemu banyak orang, ada yang membeli sayuran, makanan,
dan berbagai macam barang segar di warung. Bandros merupakan salah satu jajanan
yang banyak ditemui di daerah Jawa Barat. Saya jualan bandros juga turun
temurun dari kakek dan ayah. Dulu mereka jualan dan sekarang giliran saya.
Membuat bandros itu tidak sulit, walaupun pada awalnya saya
mencoba, rasanya selalu ada yang kurang. Cara membuatnya adalah dengan mencampur
kelapa parut, tepung beras dan garam, lalu tuang santan sedikit demi sedikit
sambil diaduk hingga tercampur rata. Setelah itu panaskan cetakkan bandros,
olesi dengan sedikit minyak, tuang adonan ke dalam cetakan hingga penuh,
kemudian tutup.
Oh iya, nih saya beri resepnya 3/4 sdm garam halus, 2 sdm
minyak goreng untuk olesan, 30 gram gula pasir (untuk taburan saat penyajian),
650 ml santan kelapa, 250 gram tepung beras, 100 gram kelapa parut. Kelapa parut
ini diperas sedikit.
Nah setelah itu baru panggang di atas bara api kecil hingga
matang dan di kedua sisinya garing, angkat. Bandro siap saya jual kepada
pembeli di perumahan atau di sekolah-sekolah dasar tempat biasa saya nangkring.
Saya berangkat setiap jam 8 pagi. Menjelang anak-anak
istirahat yaitu pukul 9.00 sampai 10.00. bahkan saya bisa menunggu sampai pukul
13.00 berharap masih ada yang mau membeli menjelang mereka pulang ke rumah.
Setelah sekolahan bubar, saya berjualan di perumahan. Melewati
gang-gang kecil lalu tunggu sebentar. Di lapangan atau bersyukur jika ada
keramaian, saya bisa lama nongkrongnya. Keramaian yang memancing banyak orang
berdatangan bisa menjadi rejeki buat saya. Paling tidak saya bisa menjual
banyak di saat-saat seperti itu.
Saya senang menjalani keseharian ini. Buat saya, menjual
bandros itu bukan hanya usaha tetapi lebih dari itu, saya melestarikan makanan
lokal. Yah, makanan lokal tersebut sekarang tergerus oleh makanan-makanan dari
luar. Anak-anak sepertinya mulai meninggalkan makanan tradisional karena menganggap
kuno dan ketinggalan jaman. Tapi saya masih yakin, ada banyak orang yang tetap
menginginkan bernostalgia dengan makanan seperti bandros yang saya jual ini.
Salah satu orang yang selalu menjadi langganan saya adalah
Mang Udin. Ia sering nongkrong dekat kantor wilayah. Ia dan temannya seperti
rindu masa kecil, rindu kampung halamannya kalau sedang mencicipi bandros saya.
Mang Udin adalah buruh tukang gali yang sudah lama menjalani profesinya.
0 komentar:
Posting Komentar