Ruang Sederhana Berbagi

Senin, Desember 21, 2015

Bisakah Membangun Tanpa Merusak Lingkungan?

Pertanyaan yang muncul saat diskusi lingkungan di sebuah komunitas lingkungan di atas sangat menarik untuk dikaji. Pertanyaan-pertanyaan penting selalu terkenang dan memberikan kesan mendalam untuk si penanya maupun si penjawab. Ada istilah bukan jawabannya yang penting tetapi pertanyaan. Seni bertanya tidak kalah dengan seni menjawab.  
Pembangunan yang ramah lingkungan menjadi semacam keharusan di era sekarang. Bisakah kita membangun tanpa merusak lingkungan? Ada semacam kesimpulan tak tertulis bahwa membangun itu pasti merusak, setidaknya dalam jangka waktu yang pendek. Kalau diperhatikan banyak kerusakan yang terjadi karena pembangunan fisik. Misalnya saja, pohon yang hilang, kontur tanah yang rusak dan berbagai kerusakan-kerusakan lainnya dalam lingkungan hidup sekitar.
Pembangunan konstruksi jalan baru harus memperhitungkan ekologi setempat (iden wildensyah)

Jangan sepelekan pohon yang ditebang atau kontur yang diubah begitu saja. Dalam sebuah pohon itu ada banyak mikroorganisma yang hidup. Apalagi dalam sebidang tanah itu banyak mahluk hidup golongan kecil yang hidup saling terkait satu sama lainnya. Menghancurkannya berarti menghilangkan atau merusak tatanan ekologi yang sudah berlangsung lama. 
Memang sih, ini bisa dihindari dengan alasan setelah pembangunan fisik selesai, kondisi tanah dan mahluk hidup yang ada sebelumnya bisa tergantikan dengan kondisi lingkungan yang akan terbentuk setelah pembangunan fisik selesai. Tetapi yang harus diingat bahwa mahluk hidup dalam lingkungan pra dan pasca pembangunan pasti berbeda. Berbeda karena dia harus menyesuaikan kembali dengan lingkungan hidup yang baru. Yang menarik ketika mengamati pembangunan fisik di sebuah kota disalahsatu negara yang peduli terhadap lingkungan. 
Menyadari bahwa aspal itu kenyataannya menutupi tanah, dan tanah yang ditutupi itu membuat mikroorganisma mati, maka penduduk kota berinisiatif menggantikan aspal, mengangkat lapisan aspal kemudian menggantinya dengan paving blok. Sekarang berandai-andai saja, suatu saat pembangunan di Indonesia sudah benar-benar tidak merusak lingkungan. Jangan seperti sekarang, baru sedikit saja tidak menebang pohon kemudian rame-rame diklaim sebagai perusahaan ramah lingkungan.

Share:

Kamis, Desember 03, 2015

Langit Biru Timika

Melihat langit biru Timika mengingatkan saya pada kota kelahiran saya dahulu di sebuah pesisir selatan Jawa Barat. Langit biru yang bersih dengan awan putih bergumul begitu indah. Awan-awan yang ketika kecil membayangkan berbagai rupa bentuk sesuai imajinasi. Yah, langit biru Timika membawa saya pada imajinasi kecil tentang banyak hal. Imajinasi tentang sebuah kota yang indah tanpa polusi dan begitu indahnya perhatian-perhatian kecil pada alam yang sedang terjadi. Perhatian yang hilang seiring kedewasaan kita.

Langit Biru Timika, Papua (iden wildensyah)
Ah, langit biru Timika siang itu benar-benar membuai saya pada banyak hal yang terjadi di masa lalu. Langit biru awan putih membawa kenangan indahnya masa kecil. Bukan hanya itu saja, langit biru Timika ini menunjukan betapa bersih dan sehatnya udara di sekitar Timika. Bersih karena polusi udara yang tidak terjadi sehingga awan leluasa bergerak membawa butir-butir air hujan. Langit menjadi bersih karena tak terhalangi oleh debu pekat polusi udara. Polusi udara karena pembakaran bahan bakar fosil dari banyaknya kendaraan yang beredar di jalanan kota. Kemacetan yang luar biasa terjadi setiap pagi dan sore bahkan kini berubah menjadi hampir tiap waktu membuat kadar karbonmonoksida yang keluar dari knalpot kendaraan meningkat tajam. Berkumpul di udara maka jadilah langit biru tertutupi oleh polusi udara.

Masih ingat betul ketika pertama kali berkenalan dengan dunia kesukarelawanan di sebuah lembaga lingkungan di Kota Bandung. Saat itu kegiatan koordinasi banyak dilakukan di daerah dengan ketinggian yang relative lumayan tinggi dibandingkan Kota Bandungnya. Alhasil setiap pagi dan sore kita bisa melihat perubahan awan yang menggelayut di atas cekungan Kota Bandung. Saat pagi hari, awan terlihat putih bersih namun berubah ketika hari menjelang sore. Awan yang tadinya putih kemudian berubah menjadi berwarna kotor seperti hitam. Persis seperti melihat jelaga yang menempel di atas awan.


Langit biru Timika harus tetap terjaga agar kehidupan di sana semakin baik tanpa polusi udara. Keindahan langit biru jangan sampai hilang dan baru terasa pentingnya setelah kehilangan momentum birunya langit tersebut. Jangan sampai anak-anak kecil kelak yang menjadi generasi penerus di Timika kehilangan kesempatan melihat langit biru yang aduhai indahnya. 
Share:

Rabu, Desember 02, 2015

Tembagapura, Eksotisme Kota di Ketinggian

Kabut yang turun sore hari seiring rintik-rintik hujan membuat suasana pegunungan semakin terasa. Kepulan uap yang keluar dari mulut saat menghembuskan nafas semakin meyakinkan tingginya permukaan tanah yang diinjak. Untuk para pendaki gunung, suasana tersebut sangat dirindukan. Berada di ketinggian gunung dengan cuaca yang dingin, mendirikan tenda, bakar api unggun, dan menghabis semalam suntuk di depan perapian sambil kongres kalau kata orang-orang di kampus saya. Kongres adalah ngawangkong teu beres-beres (ngobrol tak beres-beres). Dari satu topic pembicaraan ke pembicaraan yang lain. Suasana yang sangat akrab dan hangat antara satu sama lain. Tembagapura, sebuah eksotisme kota di ketinggian mengembalikan memori saya tentang kongres tersebut. Menjelang malam, suhu semakin dingin tetapi suasana semakin hangat dengan berbagai obrolan.

Tembagapura, eksotisme kota di ketinggian (iden wildensyah)
Suhu yang kurang dari 20 derajat celcius sebenarnya bukan suhu yang baru dan aneh buat saya. Sehari-hari berada di kota dengan ketinggian 800-850 meter di atas permukaan laut (mdpl) tak membuat saya cepat merasa dingin. Tembagapura sendiri berada di ketinggian 1.800-an memang lebih dingin. Untuk mereka yang sehari-hari berada di dataran rendah seperti dekat dengan permukaan laut, suhu 20 derajat celcius pasti terasa dingin.

Eksotisme kota di ketinggian ini semakin terasa jika kita keluar sebentar dari Tembagapura, naik ke ketinggian untuk meninjau lebih luas Tembagapura ini. Berada tepat di lembah, diapit oleh pegunungan yang menjulang tinggi. Di sisi tebing-tebingnya mengalir puluhan air terjun yang indah sekali. Saat cuaca cerah di pagi atau siang hari sebelum turun kabut, kita bisa melihat begitu banyak air terjun yang keluar dari balik gunung. Berwarna putih yang mencolok sementara latar gunung yang berwarna kehitaman semakin menambah indahnya sebuah kota di ketinggian tersebut.

Hal-hal yang menarik di kota ketinggian

Lalu apa saja hal-hal yang menarik selain eksotisme kota di ketinggian tersebut? Inilah beberapa catatan yang terekam dalam memori saat mengunjunginya.

1. Fasilitas Yang Memadai
Lapangan bola di Tembagapura (iden wildensyah)
Tembagapura dibangun oleh PT Freeport Indonesia sebagai sarana pendukung untuk karyawan yang bekerja di sana. Berbagai sarana yang memadai disediakan karena kepentingan bermasyarakat adalah kebutuhan yang utama. Fasilitas seperti sekolah, rumah sakit, sarana ibadah, sarana olahraga, dan fasilitas umum lainnya seperti pasar swalayan, kafe, dan perumahan, tersedia di Tembagapura untuk karyawan. Lapangan bola di atas ketinggian pernah digunakan timnas Indonesia untuk berlatih menghadapi SEA Games di bawah kepelatihan Indera Sjafri. Membawa pasukan U19 berlatih di lapangan sepakbola Tembagapura untuk penyesuaian para pemainnya sebelum bertanding di daerah yang memiliki suhu rendah.

2. Kedisiplinan Warga
Jangan berharap melihat sampah berserakan begitu saja di Tembagapura atau melihat orang tidak tertib saat mengantri di dapur umum, semuanya begitu teratur dan disiplin. Kedisiplinan ini misalnya pada jadwal bus yang akan datang dan pergi. Bus selalu datang dan pergi dengan tepat waktu. Penduduk yang menunggu di tiap halte tidak perlu khawatir dengan kedatangan bus. Dijamin tepat waktu. Jika ada perubahan paling Cuma 5 sampai 10 menit itu juga karena factor alam yang tidak bisa diduga sebelumnya. Kedisiplinan warga terlihat juga dari menyeberang jalan, sekalipun tidak ada kendaraan yang lewat, para warga yang melintasi jalan selalu menggunakan jalur khusus. Saat berjalan di pinggir jalan, warga selalu menggunakan trotoar. Jarang sekali saya melihat pejalan kaki yang tidak menggunakan trotoar.

3. Lisensi Khusus Para Pengendara
Parkir kendaraan di tembagapura (iden wildensyah)
Anda bisa mengendarai kendaraan di jalanan Jakarta belum tentu bisa menggunakan kendaraan di Tembagapura. Seorang teman di Tembagapura bercerita bahwa iapun berkali-kali mengikuti ujian untuk mendapatkan lisensi dari otoritas setempat. Lisensi mengendarai di ketinggian berbeda dengan lisensi mengendarai di dataran rendah. Setiap jenis mobil yang beredar di Tembagapura memiliki tingkat ujian yang berbeda. Ketatnya pengaturan lisensi ini sangatlah wajar. Dengan safety procedure di pertambangan yang begitu ketat tentu mempengaruhi ketatnya peraturan di semua lini. Ini adalah tentang keamanan yang menyangkut semua. Artinya peraturan yang ketat dibuat dirasakan oleh semua warga sebagai keharusan karena menyangkut keamanan bukan saja untuk dirinya tetapi juga keamanan untuk orang lain. Menyangkut keamanan ini, ada kode khusus yang unik saat berada di Tembagapura, pengemudi akan membunyikan klakson dua kali saat akan maju dan tiga kali saat akan memundurkan kendaraannya. Teman saya bercerita kebiasaan ini pernah menjadi kelucuan tersendiri saat ia mengendarai di luar Tembagapura, selalu membunyikan klakson yang sekalipun tidak berada di Tembagapura atau Timika.

4. Pejalan Kaki lewat, mobil berhenti
Ini menarik buat saya karena pejalan kaki dihormati begitu besar oleh pengendara mobil. Bayangkan jika sikap ini juga terjadi di masyarakat Indonesia secara umum, pasti tidak akan terjadi kecelakaan tertabraknya pejalan kaki oleh pengendara. Masalahnya bukan pada berhenti atau tidaknya mobil saat melihat ada pejalan kaki yang akan melintasi jalan tetapi pada sikap hormatnya seorang pengendara kepada pejalan kaki. Ini yang penting buat saya! Penting dicatat untuk kita semua. Menghormati orang lain yang sedang berjalan kaki itu sangat utama.  

Menarik bukan? Yah, inilah yang membuat Tembagapura memiliki keunikan tersendiri dari kota-kota lain pernah saya datangi. Inilah eksotisme kota di ketingggian yang menarik untuk dikunjungi (kembali)!
Share:

Selasa, Desember 01, 2015

Fenomena AIDS di Kota Pertambangan

Sisi lain sebuah kota pertambangan adalah denyut kota yang bergairah dari awalnya hanya sebuah wilayah kecil menjadi kota metropolitan yang bergelimang  menawarkan berbagai jenis layanan untuk warganya. Kisah-kisah kemajuan selalu beriringan dengan dampak yang ditimbulkannya. Misalnya hilangnya keanekaragaman hayati di lokasi setempat, tercemarnya air dan tanah serta udara, dan yang tidak kalah menariknya adalah fenomena AIDS di Kota Pertambangan.

Ah, saya katakana saja demikian. Fenomena AIDS di Kota Pertambangan menjadi menarik untuk dilihat sisi-sisi lainnya. Metropolitan terkadang menjadi jahat untuk mereka yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Menjamurnya tempat-tempat hiburan bisa menjadi sebuah alternative untuk melepaskan kepenatan selama beraktivitas. Penat karena pekerjaan yang monoton selama berhari-hari kemudian lepas dan bebas dengan sehari  di tempat hiburan. Pekerjaan ini membutuhkan fokus dan konsentrasi tinggi setiap harinya. Kehilangan fokus dan konsentrasi berakibat fatal pada orang atau alat yang sedang bekerja.
Suatu malam di pinggir jalan, Timika, Papua (iden wildensyah)

Fenomena AIDS di Kota Pertambangan bukan hanya isapan jempol belaka. Dalam Laporan Kementerian Kesehatan di bulan Juni 2011 menunjukkan penularan HIV berubah dalam lima tahun terakhir dan ada kecenderungan penularan baru HIV dan AIDS melalui transmisi seksual dengan kelompok terbesar pada pekerja laki-laki, yang kebanyakan bekerja di sektor-sektor pertambangan, perkebunan, perhubungan dan konstruksi yang berlokasi di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Pekerja di sektor-sektor tersebut umumnya memiliki mobilitas tinggi dan dengan upah yang cukup besar sebagai kompensasi lingkungan yang penuh resiko, namun banyak yang memiliki perilaku seksual berisiko tinggi, seperti membeli pelayanan seks tanpa alat pelindung. Perilaku seks tanpa alat pelindung ini menjadi bagian yang penting dikampanyekan oleh berbagai lembaga yang fokus menangani fenomena AIDS di kota-kota pertambangan. Aturan mengenai penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja sudah dituangkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS.

Godaan Uang, Minuman Keras, dan Seks Bebas

Dalam catatan Kompas, di Timika Ibukota Kabupaten Mimika, Papua. HIV/AIDS menjadi wujud nyata kehancuran orang asli Papua. Mereka diguncang oleh modernitas yang bergelimang uang, gemerlapan, dan konsumtif. Sejak tahun 2006, kota yang dibanjiri uang bisnis pendulangan emas tailing PT Freeport Indonesia (PTFI), dan perputaran dana kemitraan PTFI –lazim disebut dana satu persen- itu telah menjadi kota dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi di Papua. Barangkali sebuah kebetulan bahwa kasus pertama HIV/AIDS di Timika ditemukan tahun 1996, tahun dimana pertama kali pengucuran dana satu persen.

Akan tetapi, jika melihat buku laporan jurnalistik kompas ketika melakukan eksepedisi ke tanah Papua, bukan sebuah kebetulan jika dari 1.382 kasus HIV/AIDS yang ditemukan hingga 30 Juni 2007, 884 kasus dialami warga dari ketujuh suku penerima dana satu persen.

Gaya hidup baru yang bergelimang uang, minuman keras, dan seks bebas terus merebak di Timika, tanpa memandang umur. Di Timika, pelajar SMP sekalipun bisa masuk dalam kelompok berisiko HIV/AIDS, karena maraknya seks bebas dan konsumsi seks. Yang lebih mengenaskan banyak orang di luar kelompok risiko yang juga telah menjadi korban. Sejak 1996 sampai saat ini sudah ditemukan sekira 29 bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV. Seluruh bayi dan anak itu terinfeksi saat berada di dalam kandungan.

Demikian hal dengan ibu rumah tangga, sejumlah 305 terinfeksi HIV/AIDS. Satu kasus penularan HIV/AIDS melalui tranfusi darah menunjukan ancaman besar bagi setiap orang di Timika karena HIV/AIDS telah ada di mana-mana. Data dari Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mimika menunjukan proporsi HIV positif dalam kantung tranfusi darah pada Mei 2007 mencapai 1,44 persen.

Penanggulangan

Fenomena AIDS di kota pertambangan demikian menakutkan tetapi pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi angka yang terinfeksi HIV/AIDS harus terus dilakukan. Dalam beberapa kesempatan, kampanye-kampanye kesehatan dilakukan oleh dinas terkait dan PT Freeport Indonesia. Semua kembali kembali kepada manusianya. Demikian besarnya godaan atas keberlimpahan sumber daya bisa menjadi boomerang jika tidak bisa mengendalikan diri dengan baik.

Sebaik usaha yang dilakukan melalui kampanye-kampanye penanggulangan HIV/AIDS jika tidak ada perubahan dalam diri manusianya pasti hasilnya nihil. Dengan itikad baik untuk mengajak kebaikan, saya yakin kelompok-kelompok spiritual seperti komunitas keagamaan, komunitas sekolah, dan komunitas kemasyarakatan lainnya bisa diandalkan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di masa-masa yang akan datang.  

Harapan tentu masih ada, dengan bersatu padu antar semua elemen masyarakat dan Negara untuk mencegah kenaikan angka yang terinfeksi bisa dilakukan bersama-sama. Semoga jalinan antara berbagai komunitas lintas sector bisa menjadi harapan untuk generasi yang akan datang. Mengabaikan anak-anak yang terinfeksi adalah kesalahan besar, bagaimanapun mereka adalah penerus bangsa ini. Dengan meraih semua pihak dan melibatkan dalam berbagai kampanye kesadaran tentang risiko HIV/AIDS ini mudah-mudahan fenomena AIDS di kota pertambangan hanya menjadi cerita masa lalu saja. Generasi selanjutnya bisa tersenyum lebih baik dari sekarang.



Share:

Senin, November 30, 2015

Anak Anak Hebat di Asrama Papua

Langit Kota Mimika, di Timika, Papua pagi itu terlihat sangat biru. Warna langit yang jarang saya temukan di kota-kota besar karena tertutupi oleh polusi udara. Melewati kota Mimika, perjalanan kami selanjutnya adalah asrama Papua. Yah, buat saya tak ada yang menggembirakan selain bertemu anak anak hebat. Di sana anak-anak hebat ini yang sedang menimba ilmu di jenjang yang berbeda-beda beraktivitas bersama dalam satu lingkungan pendidikan yang kondusif.

Suasana siang itu sangat sepi, tak ada keriuhan khas anak-anak yang sedang bermain. Jam istirahat siang membuat anak-anak harus berada di kamarnya masing-masing. Mereka memiliki jam rutin yang mengharuskan seimbang antara jam main dan jam istirahat. Ini tentang ritme yang nantinya akan mereka lakukan di kehidupan yang akan datang.

Jam istirahat siang penting untuk anak-anak. Ada banyak catatan penelitian tentang pentingnya tidur siang untuk anak-anak. Katanya, seorang anak yang teratur tidur siang biasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak yang tidak tidur siang.

Selepas jam istirahat, riak-riak keramaian khas anak-anak mulai terasa. Beberapa anak-anak mulai mengambil sepatu, di pojok yang lain beberapa anak sudah mengantri untuk bermain sepeda, di sisi yang lain anak-anak duduk nongkrong sambil bermain gitar dan bernyanyi. Saya tertarik melihat mereka bermain bola. Ada anak yang mengajak main bola, "kak, ayo main bola?". "Ayo, tapi kakak cuma main di belakang yah". Saya tak membayangkan betapa sulitnya bermain bola dengan mereka, bayangan saya bermain dengan 10 orang sekelas kakak Boaz Solosa akan membuat saya kerepotan. Dan nyatanya benar, anak-anak Papua bermain sangat bagus!

Sebut saja Stefanus, sore itu ia memakai jersey real madrid.  Meliuk-liuk di antara temannya kemudian melewati lawannya dan dalam satu hentakan ia tendang keras bola saat ada celah kesempatan untuk mencetak gol. stefanus hanya seorang bintang yang saya highlight sore itu, masih banyak stefanus-stefanus lainnya yang tidak kalah benderang sinarnya. saya hanya bisa menonton di pinggir lapangan. menyaksikan para siswa asrama papua yang menikmati permainan bola sore itu.

Di sisi yang lain, beberapa anak terlihat mengantri untuk bermain sepeda terus bersabar untuk mendapatkan gilirannya. di atur dengan baik oleh pak guru yang dengan sabar dan telaten mendampingi anak-anak. terbiasa  bersabar dan antri adalah pelajaran mendasar untuk anak-anak. sebuah pelajaran yang tidak tercantum dalam kurikulum dan buku pelajaran tetapi sangat penting dalam membangun karakter yang baik dalam diri anak di sekolah.

Anak-anak adalah semangat saya. ada rasa yang berbeda saat seorang anak menyapa. baik saat di sekolah atau di luar sekolah. mereka seolah memiliki energi yang positif buat saya.
Anak anak hebat adalah energi saya dalam beraktivitas. bisa berinteraksi dengan anak-dari setiap daerah yang saya kunjungi menjadi kebahagiaan tersendiri. bisa belajar bersama-sama, bermain bersama-sama, bernyanyi bersama-sama itu sangat indah.

Ceria bersama anak-anak (iden wildensyah)

Pesan damai kami untuk semua (iden wildensyah)
Share:

Kamis, November 26, 2015

Tailing Dulu Lapisan Tanah Baru Kemudian

Jika saja saya tak memegang langsung lapisan tanah di bekas lahan tailing, mungkin saya tak akan percaya. Secara perlahan dengan bantuan manusia di lahan tailing bisa merekondisi kembali ke keadaan semula. Tumbuhnya tanaman pelopor mampu menjadi pembuka untuk tumbuhan lainnya.
Awalnya hanya tumbuhan lunak sejenis rumput-rumputan dan alang-alang tetapi setelah terbentuk lapisan tanah maka tumbuhan yang keras siap menyusul. Daun-daun yang kering jatuh ke bawah semakin lama semakin banyak dan mulailah membentuk serasah. Serasah adalah sisa tanaman yang kering dan terkumpul di bawah pohon. Serasah sangat penting dalam proses hidrologis karena mampu menyimpan air yang turun dari langit. Serasah mampu menahan air larian. Air yang tertahan akan membuat lembab daerah tersebut. Kelembaban tersebut menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan organisme yang akan berguna dalam proses menyuburkan tanah.
Di lokasi reklamasi tailing, lapisan tanah baru itu tampak terlihat jelas saat air danau sedang menyusut. Air di bawah sementara lapisan tanah dengan tailing di bagian atasnya. Ikan-ikan hidup normal di danau yang airnya sedang menyusut. Sementara itu pohon dan tanaman lainnya tumbuh seperti sediakala.
Di bagian lainnya, tanaman palawija berjajar dalam gundukan yang ditutupi oleh plastik. Gundukan itu mengingatkan saya pada tempat-tempat di ketinggian yang biasa dilewati saat mendaki gunung. Tempat sayur mayur di ladang petani seperti di daerah Ciwidey, Lembang, Cikajang, dan lain-lain. Menurut pengelola di lokasi, perlakuan pada tanamannya hampir mirip dengan lokasi di daerah pertanian pada umumnya. Menggunakan pupuk organik dan di beberapa tempat masih tetap menggunakan pupuk kimia karena menanam di pasir sisa tambang berbeda dengan tanah pertanian pada umumnya.
Jenis-jenis tanaman yang tumbuh di lahan tailing ternyata banyak sekali. Saat melihat langsung, tak terlihat ada perbedaan yang signifikan. Nanas tumbuh dengan subur, pepaya berbuah manis, sirih dan ilalang tetap ingin tumbuh di sela-sela nanas dan jagung. Tanaman yang dirawat tersebut saya rasakan hasilnya saat berbincang santai di tempat istirahat.
Demikian halnya dengan keanekaragaman hayati yang lain. Di sudut salah satu lahan reklamasi saya melihat sebentuk taman konservasi kupu-kupu. Di dalamnya berbagai jenis kupu-kupu tampak senang berterbangan dari satu bunga ke bunga lainnya. Warna sayapnya rupa-rupa. Tampak sayang jika dilewatkan begitu saja. Beberapa kupu-kupu diabadikan dengan kamera. Sisanya dibiarkan asyik mengisap sari madu bunga dan ada juga yang asyik terbang kesana kemari. Taman kupu-kupu ini sering dikunjungi anak-anak sekolah di kawasan Mimika yang outing atau fieldtrip ke lokasi MP21.
Kehadiran hewan dalam satu lahan reklamasi bisa menjadi preseden yang baik dalam proses pemulihan lahan. Hewan bisa menjadi indikator sehat atau tidaknya sebuah lingkungan. Beberapa peneliti lingkungan menjadikan hewan sebagai indikator yang mudah untuk menentukan kualitas lingkungan setempat. Kupu-kupu, burung, dan satwa lainnya berperan dalam menyebarkan bibit tanaman secara alami. Semakin luas jangkauan hewan melakukan perjalanan dalam hutan, semakin luas hutan yang akan tumbuh secara alami.
Hutan bisa tumbuh dan berkembang secara kualitas dan kuantitas dipengaruhi juga oleh keadaan tanahnya. Semakin bagus kualitas tanah maka semakin cepat sebaran luas hutannya. Tanah di lokasi reklamasi secara perlahan bertambah banyak seiring banyaknya serasah dari daun-daun yang jatuh. Seyogyanya harapan itu terus ditumbuhkan dan dipelahara agar kelak anak cucu kita masih melihat lebatnya hutan sekalipun dasar tanah awalnya adalah tailing dari bekas pertambangan di hulu.
Share:

Senin, November 23, 2015

Banti, Cerita Kepedulian Kepada Lingkungan dan Masyarakat Lokal

Banti bisa jadi salah satu destinasi menarik untuk anda kunjungi. Letak di bawah Tembagapura. Ketinggiannya berkisar antara 1.000-1.500 mdpl. Cukup dingin untuk ukuran mereka yang terbiasa sehari-hari berada di pantai tapi hangat buat mereka yang sering berada di ketinggian seperti Tembagapura. Banti termasuk salah satu wilayah binaan PT Freeport Indonesia. Semua fasilitas umum dibangun dari dana corporat social responsibility untuk masyarakat setempat seperti jalan, jembatan, gedung sekolah, rumah sakit, pasar, dan lain-lain.
Eksotisme Banti sudah terasa sejak memasuki kawasan desa. Dipinggir jalan tanaman hijau tersebar dengan baik. Sungai mengalir dengan deras. Penduduk berjalan dengan damai di pinggir sambil membawa gendongan yang disangkutkan ke kepalanya. Di beberapa lokasi sungai, tampak para penambang tradisional melakukan aktivitas penambangan menggunakan alat seadanya seperti saringan dan penyedot air sungai. Aktivitas yang mengundang banyak pendatang ke Tembagapura. Terlihat sepanjang jalan banyak sekali pendatang yang mendirikan bangunan semi permanen.
Beberapa warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari tampak mencolok karena warna barang jualannya yang kontras berbeda dengan alam sekitar. Sebut saja barang-barang dari plastik seperti ember, gayung, dan beberapa jenis pakaian. Pendatang ini seolah memeriahkan suasana penambangan di sungai tersebut. Beberapa dosen yang saya kenal sewaktu kuliah dulu pernah bercerita tentang para penambang tradisional ini. Mereka menggunakan air raksa untuk memisahkan mineral emas dari pasir tailing yang ada di sungai tersebut. Sebuah aktivitas yang berbahaya karena menyangkut logam merkuri yang akan mencemari air sungai dan biota lainnya. Terlebih selain biota yang hidup di sekitar sungai tetapi juga manusia.
Selama perjalanan ke Banti, sesekali saya melihat rumah tradisional Papua yaitu Honai tetapi sudah lebih modern karena atapnya menggunakan terpal atau plastik. Dalam Honai yang benar-benar asli, atapnya terbuat dari bahan alami yaitu sirap. Honai yang masih tersisa di Banti, bagian bawahnya tetap menggunakan deretan kayu-kayu yang keras. Sebagian rumahnya sudah ada yang berjenis panggung seperti rumah di pulau Jawa. Honai terselip di antara beberapa bangunan di sepanjang jalan.
Akses jalan ke Banti terbilang sangat mulus untuk ukuran jalan desa. Jembatan berdiri kokoh dilewati setiap hari oleh penduduk yang hilir mudik dari atau ke desanya setiap hari. Jalanan yang mulus ini harus tetap berhati-hati jika menggunakan kendaraan. Babi yang dipelihara oleh masyarakat setempat sering berlalu lalang di jalanan. Babi adalah harta yang paling berharga untuk kebanyak suku di Papua. Saking berharganya, babi dijaga sedemikian rupa agar tidak hilang. Babi juga masuk rumah dan tidur bersama-sama dengan pemiliknya di dalam rumah.
Jika saja seekor babi tertabrak dan mati, harga penggantiannya bisa lebih mahal dari harga kambing di pulau Jawa. Misalnya untuk babi yang baru beberapa bulan lahir saja harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Seorang kawan bercerita bahwa temannya pernah harus mengganti sampai dua juta rupiah untuk seekor babi kecil yang tertabrak kendaraannya. Dengan terpaksa mereka harus merogoh sakunya dalam-dalam karena urusannya berabe jika tidak diselesaikan.
Hal lain yang penting diperhatikan adalah etika dan sopan santun. Kedua hal ini sangat universal dimanapun dan kapanpun kita berada. Memasuki Banti berarti anda memasuki wilayah adat tradisional. Di awal kunjungan saya diingatkan untuk berhati-hati saat berbincang dan memotret. Jangan sampai menjadi masalah hanya karena ketidaktahuan kita. Berbicara dengan penduduk lokal tentu sangat mengasyikan tetapi jika tidak tahu caranya, hal itu akan sangat merugikan kita. Para penduduk di Papua sangat berhati-hati saat berbicara dengan pendatang. Seorang guru di asrama Papua menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena antar satu suku dengan suku lainnya terkadang beda makna pada satu jenis kata. Untuk menghindari perbedaan makna ini, para penduduk lebih banyak terlihat seperti malu-malu saat diajak berbicara. Mereka mengobservasi dulu kita. Setelah terasa nyaman, obrolan akan mengalir. Berbeda dengan mereka yang sudah sering berinteraksi dengan penduduk dari luar, sudah tak sungkan lagi dan sangatlah asyik berteman dengan mereka.
Di Banti, semua akses masyarakat untuk pendidikan dan kesehatan dilakukan dengan gratis. Jika ada warga yang sakit, dokter dan tenaga kesehatan tak segan untuk menjemputnya bahkan sekalipun menggapai pedalaman. Dengan menggunakan helikopter, dokter dan tenaga medis siap melakukan pelayanan ke kampung-kampung. Jika bisa dirawat di rumah sakit Banti, warga yang sakit akan dirawat sebaikmungkin. Kalau ternyata sangat parah dan membutuhkan perawatan yang lebih, pasien akan dibawa ke rumah sakit di Jakarta. Jikapun ternyata di Jakarta terbatas, pasien akan dibawa ke luar negeri (Australia) dengan tetap gratis karena biaya perawatan akan dibayar oleh PT Freeport Indonesia.
Sebuah bentuk pelayanan masyarakat yang totalitas serta bakti untuk negeri yang nyata. Banti hanyalah bagian kecil dari bentuk dukungan perusahaan kepada masyarakat setempat. Bagaimanapun segala sesuatunya harus seimbang. Kepedulian kepada masyarakat sekitar harus terus ditingkatkan. Jangkauan yang lebih luas agar semua masyarakat Papua merasakan nilai dari kehadiran perusahaan harus makin dikembangkan. Jika bukan oleh mereka yang memiliki kepedulian kepada sesama, oleh siapa lagi? Tanggungjawab kemanusiaan adalah yang terpenting. Eksplorasi alam boleh dilakukan selama masyarakat setempat bisa merasakan hasilnya. Mengabaikan masyarakat berarti mengabaikan UUD 1945 bahwa alam beserta isinya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Share:

Sabtu, November 21, 2015

2 Contoh Daur Ulang di Lokasi Pertambangan

Selama perjalanan menuju ketinggian Grasberg, ada peringatan agar semua orang yang akan menuju ketinggian tersebut jangan melakukan kegiatan yang sia-sia karena tipisnya kadar oksigen di Grasberg. Prinsip tidak boleh menyia-nyiakan ini mengingatkan saya pada prinsip daur ulang sampah. Prinsip daur ulang ini seyogyanya harus menjadi perhatian semua pihak yang peduli lingkungan. Mendaur ulang berarti membuat sebuah benda yang tadinya tidak bernilai menjadi bernilai kembali. Jika tidak didaur ulang, maka benda tersebut akan menjadi sekumpulan sampah yang kemudian menjadi beban tanah untuk mengurainya kembali. Untuk sampah plastik, dibutuhkan bahkan sampai ribuan tahun untuk terurai kembali.

Sampah jenis plastik menjadi momok yang menakutkan untuk siapapun yang bergerak dan peduli lingkungan. Secara sadar, kampanye lingkungan untuk mengurangi sampah plastik dilakukan dengan rutin. Menolak kemasan plastik saat berbelanja, diet kantong plastik, dan lain-lain adalah dua bentuk upaya mengurangi plastik.

Di lokasi tambang PT Freeport Indonesia baik di Tembagapura atau di daerah area reklamasi MP 21 (departemen lingkungan), terdapat hal yang menarik dalam proses pengolahan sampahnya. Untuk di lokasi lapangan, mengolah sampah-sampah besar seperti ban bekas adalah keharusan karena membuang begitu saja malah menjadi bumerang bagi lingkungan sekitar. Alternatifnya, ban-ban bekas tersebut dibuat menjadi bangunan penahan longsoran pada beberapa titik.

Nah, inilah dua contoh daur ulang yang dilakukan di site yang menarik buat saya.

1.     Pertama, Ban bekas. Mobil kendaraan operasional di lapangan adalah jenis-jenis mobil besar. Tinggi ban mobil truk pengangkut bisa sampai setinggi orang dewasa bahkan untuk beberapa jenis melebihi tinggi badannya. Di lereng yang curam dan potensi longsornya tinggi, ban ban bekas ini kemudian ditumpuk sedemikian rupa menjadi bangunan penahan longsor. Pada beberapa bagian, sudah ditumbuhi dengan rumput-rumput seperti jenis Deschampsia Klossii. Proses mendaurulang ban bekas ini pada melewati banyak tahapan. Menumpuk kemudian mengurug dengan sisa-sisa batuan tambang yang tidak diambil mineralnya.

Daur Ulang Ban Bekas di Area MP 21 (Iden Wildensyah)
Di area MP 21, ban-ban bekas ini menjelma menjadi bahan penutup pinggir kolam ikan di lahan reklamasi. Deretan ban bekas yang disusun sedemikian rupa membuat kolam menjadi lebih indah. Selain ikan-ikan yang hidup seperti sedia kala. Tidak ada bedanya antara kolam di lahan reklamasi dengan kolam di tempat biasa seperti yang sering kita jumpai di masyarakat sunda.

 Kedua, Minyak Jelantah. Minyak jelantah sisa penggorengan dari makanan yang disediakan untuk para karyawan PT Freeport Indonesia tidak terbuang sia-sia. Minyak ini kemudian diolah menjadi biodiesel yang akan digunakan sebagai sumber bahan bakar kendaraan operasional di lokasi tambang seperti bus untuk mengangkut karyawan dan juga kendaraan operasional lainnya.

Itulah dua contoh proses kepedulian lingkungan di lokasi tambang yang serba terbatas. Terbatas karena lokasinya yang jauh dari jangkauan kota. Keterbatasan ini menjadi motivasi untuk melakukan setiap kegiatan dengan seefektif mungkin. Hal yang terbuang sia-sia akan merugikan siapapun. Termasuk saat menginjakan kaki di ketinggian. Dengan selalu berpikir kreatif untuk memaksimalkan barang yang ada agar kembali bernilai, maka kita sudah melangkah lebih maju daripada membuang hal yang akhirnya akan sia-sia.
Share:

Jumat, November 20, 2015

Pengelolaan dan Pengawasan Ketat di Area Reklamasi

Kegiatan operasional PT Freeport Indonesia menghasilkan dua dampak penting, yaitu penempatan batuan penutup yang dihasilkan dalam pengambilan batuan bijih di Grasberg dan SIRSAT. SIRSAT adalah singkatan dari Pasir Sisa Tambang yang dihasilkan dalam proses pengolahan batuan bijih menjadi konsentrat. Sirsat dihasilkan dalam jumlah yang besar karena hanya 3% dari proses produksi yang menjadi konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Sementara sisanya 97% dari batuan bijih yang diproses akan menjadi sirsat dan dialirkan ke dataran rendah melalui sungai untuk diendapkan dan dikelola di dataran rendah. Jadi, Sirsat adalah sisa gerusan batuan bijih setelah mineral tembaga, emas, dan perak diambil dalam bentuk konsentrat pada proses pengapungan di pabrik pengolahan.
Suksesi Alami di Lahan Reklamasi PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)

Sirsat yang diproduksi setelah konsentrat diambil lalu disalurkan melalui sungai Aghawagon pada ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut (mdpl) menuju dataran rendah. Pada ketinggian 500 mdpl, sungai Aghawagon bertemu dengan sungai Otomona yang kemudian akan mengalirkan ke daerah yang lebih rendah lagi. Setelah itu prosesnya akan diendapkan pada kawasan seluas 23.000 hektar. Daerah ini kemudian disebut sebagai Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA). Di kawasan ini, Sirsat dikelola dengan cara membangun tanggul di sebelah timur atau tanggul timur sepanjang 58 Km dan sebelah barat atau tanggul barat sejauh 60 km.
Pengawasan Lingkungan
Ketatnya pengawasan lingkungan untuk meminimalisir dampak dari tailing ini dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dengan seksama. Laboratorium lingkungan yang memadai di Mimika selalu melakukan kontrol lingkungan secara rutin setiap hari dari mulai hulu sampai hilir. Pengambilan sampel pada beberapa titik-titik dilakukan setiap hari. Di sungai Ajkwa, sampel itu kemudian diteliti kandungan logam berat dan kandungan lainnya. Kontrol yang ketat ini ini untuk mencegah adanya korban dari limbah tailing yang ada di sungai.
Laboratorium Lingkungan PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)
Bukan hanya pengambilan sampel pada air dari sungai Ajkwa, para laboran yang bertugas di laboratorium lingkungan yang dibangun secara khusus oleh perusahaan juga tanggap terhadap laporan masyarakat. Misalnya jika mendengar ada ikan-ikan mati di sekitar lokasi pengambilan sampel, maka petugas akan secepat kilat merespon. Setelah sampel diambil, mereka akan lakukan penelitian secara terpadu di laboratorium. Dalam perkembangannya, laboratorium yang sudah mendapat sertifikat dari berbagai lembaga sertifikasi di Indonesia ini terus menerus menambah peralatannya dengan peralatan yang semakin canggih dan akurat. Semua dilakukan untuk melakukan pengawasan yang ketat pada lingkungan agar tidak terjadi dampak yang buruk bagi ekosistem setempat termasuk dampaknya pada manusia.
Pengelolaan SIRSAT
Di pulau Jawa, SIRSAT banyak digunakan untuk berbagai macam kebutuhan konstruksi bangunan. Ketersediaan yang melimpah di Papua seharusnya menjadi potensi yang baik untuk pembangunan konstruksi di pulau tersebut. Misalnya untuk pengeras jalan, campuran adukan beton, dan bahan konstruksi lainnya seperti membuat batu bata. Lahan sirsat di lokasi reklamasi ternyata juga mengalami pemulihan melalui proses suksesi alami primer. Rumput Phragmites Karka merupakan tumbuhan pioneer yang mengawali proses suksesi alami dan sampai saat ini sudah memulai pembentukan hutan sekunder. Keanekaragaman hayati di kawasan reklamasi lahan bekas tailing ini meningkat seiring dengan perkembangan proses suksesi alami. Dari data yang dicatat oleh Departemen Lingkungan berdasarkan studi UNIPA, sebanyak 506 spesies tumbuhan diidentifikasi hadir secara alami dalam kawasan tersebut sehingga mengundang 117 spesies burung, 42 spesies herpeto-fauna, 93 spesies  kupu-kupu dan 10 spesies mamalia.
Nah, dari data tersebut spesies yang tumbuh dan berkembang akan terus bertambah jumlahnya seiring dengan perkembangan proses suksesi alami. Semoga saja perhitungan yang semakin positif tersebut menjadi berita yang menggembirakan untuk pemulihan lahan di tempat lainnya.
Share:

Postingan Populer