“Jika orientasi
pendidikan hanyalah urusan duniawi semata, maka apalah guna nyalimu? Ia bukan
sesuatu yang bisa dibeli dengan materi” (Sanggar Anak Alam)
Setiap kali ada karya siswa yang mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya melebihi
harapan guru, di situ saya selalu merasa takjub dengan potensi anak-anak. Apresiasi yang besar juga saya sampaikan untuk para fasilitator yang
mengantarkan proses belajar menyenangkan. Fasilitator yang mampu memfasilitasi
anak hingga mengeluarkan potensi terbaik dari dalam dirinya.
Pembelajaran mendalam atau deep learning adalah salah satu fokus pembelajaran yang sering saya
lakukan. Untuk diri saya, pembelajaran mendalam membuat saya memahami sisi-sisi
lain dari setiap hal yang saya pelajari. Sementara mengantarkan asyiknya
pembelajaran mendalam buat anak menjadi pengantara agar anak tidak sekadar
belajar saja. Lebih dari sekadar belajar tetapi memaknai, mampu mengaplikasikan
pengetahuannya dalam keseharian, dan mampu menjadi bagian utuh dalam
dirinya yang tidak terpisah satu sama lain.
Mula-mula lewat proses berpikir mendalam pada setiap
kejadian atau pada setiap pelajaran setelah itu terbiasa melakukannya dalam
keseharian. Berpikir mendalam akan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan penting
yang akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Pertanyaan menjadi jalan
masuk untuk mempelajari sesuatu, penuh rasa ingin tahu, takjub, kemudian
bertanya sesuatu yang mendasar lewat ‘mengapa?’. Mengapa begini, mengapa
begitu, bagaimana ini bisa terjadi, bagaimana jika begini, dan masih banyak
lagi pertanyaan-pertanyaan terbuka yang membuat gairah untuk mencari tahu
semakin besar.
Peran Guru
Guru di jaman sekarang bukan lagi sosok super yang tahu
segala hal. Guru bukan lagi sumber ilmu pengetahuan. Guru sekarang harus bisa
menjadi fasilitator untuk pembelajaran anak. Membangun kemandirian anak agar
mampu belajar dengan cara sendiri. Guru tidak perlu tahu segala sesuatu karena
bantuan teknologi membuat anak bisa mengakses sendiri pengetahuan yang ingin ia
dapatkan. Guru hanya memberikan sebuah stimulan tentang bagaimana mendapatkan
jawaban atas pertanyaan tersebut. Guru tak perlu menjawab semua pertanyaan
karena hal ini bisa membuat anak tergantung segalanya kepada guru. Efeknya saat
tidak ada guru, anak menjadi malas untuk belajar mandiri, belajar mencaru tahu
sendiri, ngulik, dan efek kemalasan lainnya.
Guru yang baik di jaman sekarang harus mampu menyesuaikan
kebutuhan pembelajaran anak dengan memfasilitasi pembelajaran di mana pun dan
kapan pun. Jika sudah memahami konsep pengalaman adalah guru terbaik, maka
sebaik-baiknya guru cukup dengan memberikan pengalaman pada tiap anak didiknya
kemudian biarkan anak yang mengambil pelajaran dari pengalaman yang sudah
dialaminya.
Less is more, semakin sedikit guru berperan dalam kehidupan
anak maka semakin besar potensi anak untuk belajar lewat pengalaman dirinya
sendiri. Demikian juga sebaliknya semakin besar peran guru, maka semakin kecil
peran anak untuk belajar mandiri.
Sanggar Anak Alam Yogyakarta (salamjogja.wordpress.com) |
Pembelajaran mendalam
di Sanggar Anak Alam
Lewat pengalaman yang dilalui bersama teman-temannya,
anak-anak di Sanggar Anak Alam Yogyakarta mampu mengambil pelajaran penting
yang berguna untuk kehidupannya. Anak-anak yang karyanya ditulis dalam buku
Kami Tidak Seragam menunjukan kedalaman berpikir yang sangat menarik. Sebut
saja Natalia Nane atau Nane anak kelas 6 yang menuliskan pengalaman bertanding
badminton. Ia tidak sekadar bermain badminton, ia tidak sekadar bertanding, ia
tidak sekadar berlatih, ia mengambil pelajaran penting dari kegiatan yang
dilakukannya.
Di buku itu menulis “Selama ini aku dilatih dan disiapkan
oleh Pak Ari untuk menjadi pemain tunggal. Pemain tunggal biasanya mengupayakan
agar lawan bergerak ke sekeliling lapangan sesering mungkin, dan agar dia
berpindah dari posisi basis atau pangkalannya. Pada akhirnya, lawan terpaksa
melakukan pukulan yang lemah, agar bola itu bisa dipukul jatuh. Dan lawan harus
dibuat bergerak pontang-panting terus, dengan mengubah teknik pukulan dari
dropshot ke lop dan melakukan lop sedalam mungkin ke sudut backhandnnya”.
Di akhir ia juga menulis sebuah pengalaman yang sangat indah
“Untuk menjadi pemain badminton yang berhasil, aku harus disiplin berlatih,
makan makanan yang sehat, istirahat yang cukup, dan berdoa kepada Tuhan agar
membantu serta merestui usahaku ini”.
Di cerita yang lain, Elang Sakti Wiwardana kelas 5 misalnya menuliskan
sisi yang menarik tentang proses pembelajaran mendalam ini. Risetnya tentang
kegiatan memancing. Dari kegiatan memancing ia menulis pembelajaran yang ia
dapatkan. Misalnya ia menulis “menunggu ikan itu sangat lama dan membutuhkan
kesabaran yang tinggi....... Memancing itu butuh kesabaran, walaupun aku tidak
dapat ikan tetapi aku tetap senang”. Kesenangan adalah awal dari pembelajaran
yang bermakna. Dengan senang hati ia tidak akan merasa capai untuk belajar
bahkan ia tidak merasa sedang belajar padahal banyak sekali pembelajaran yang
ia dapatkan.
Kedua cerita singkat itu sangat indah dan dalam bukan? Yah
buat saya, ia tidak sekadar memancing, bermain, dan berlatih saja tetapi ia
membagi tips dan pelajaran penting dari sebuah pengalaman yang sudah
dilaluinya. Pengalaman yang dituliskan Nane buat beberapa anak yang berlatih
mungkin saja terlewatkan. Demikian juga pengalaman memancing Elang, bisa terlewatkan
begitu saja karena berbagai alasan seperti capai dan malas berpikir. Sayangnya
hal itu tidak berlaku buat mereka. Mereka tetap mengambil pelajaran dari
kegiatan mancing atau berlatih badminton. Jangan lupakan berdoa kepada Tuhan,
kedalaman spiritualisme muncul dari seorang anak kelas 6 lewat kegiatan
berlatih badminton. Persis seperti kutipan di atas, “Jika orientasi pendidikan hanyalah urusan duniawi semata, maka apalah
guna nyalimu? Ia bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan materi”. Ayo
sebarkan semangat pembelajaran mendalam karena pendidikan bukan sekadar urusan
duniawi, ada yang lebih dalam dari itu!
Kami Tidak Seragam, Rekam Jejak Anak Salam (Iden Wildensyah) |