“Orang banyak berkonsentrasi belajar dari
buku dan melupakan untuk belajar dari alam bebas yang sebenarnya lebih kaya,
alam terkembang jadi guru” Rabindranath
Tagore
Belajar di era teknologi sekarang semakin terbuka dan mudah.
Kemudahan yang didapat kemudian memberikan dua sisi mata uang yang menarik. Di
satu sisi membuat semua orang bisa melek informasi setiap waktu, di sisi yang
lain membuat beberapa orang malas untuk mencari sesuatu yang baru ketika merasa
semua bisa disediakan dengan mudah. Keseimbangan untuk tetap mencari sesuatu
yang baru lewat kegiatan sehari-hari menjadi sangat penting. Salah satu
kuncinya adalah melatih bertanya!
Di dunia pendidikan sekarang, di mana semua kemudahan sudah
tampak di depan mata, kemampuan bertanya itu menjadi sangat penting. Melatih
anak untuk bertanya menjadi sebuah tantangan tersendiri setidaknya buat saya
selama bergiat di sekolah alternatif. Pada awal bergiat di sekolah, anak sangat
sulit untuk bertanya. Kesulitan anak untuk bertanya ini bisa jadi efek dari
metode pembelajaran sebelumnya yang masih konvensional seperti anak duduk dan
guru ceramah seharian penuh. Duduk pasif dan hanya mengulang kata-kata gurunya.
Giliran diberikan kesempatan bertanya, semua membisu begitu saja. Kemampuan
bertanya diawali oleh kemerdekaan yang harus dimiliki anak, anak yang merdeka
tidak akan merasa sungkan untuk bertanya. Bertanya tentang fenomena alam,
bertanya tentang keseharian, bertanya tentang pelajaran, bertanya tentang
keterkaitan materi satu dengan materi lainya, dan pertanyaan lainnya. Buat saya
munculnya kemampuan bertanya ini juga diawali oleh guru yang merdeka yang siap
memberikan cara untuk mengarahkan anak mendapatkan jawaban. Bukan guru yang menjawab
semua pertanyaan anak sehingga anak menjadi dimanjakan oleh ketersediaan
jawaban yang spontan dijawab saat ada pertanyaan dari anak.
Kami Tidak Seragam, Rekam Jejak Anak Salam (Iden Wildensyah) |
Membangun keterampilan untuk berlatih bertanya menjadi
pengantar menarik buku Kami Tidak Seragam karya Sanggar Anak Alam Yogyakarta.
Sanggar Anak Alam yang dikenal dengan nama SALAM ini membagikan proses
pembelajaran menarik lewat buku. Toto Rahardjo dalam pengantar buku menuliskan bahwa
proses belajar pada dasarnya melatih berpikir, tidak sekadar menambah
pengetahuan, pendidikan tidak berhenti dalam dunia persekolahan tetapi
merupakan proses belajar sepanjang hayat.
Mengaitkan
Pembelajaran
Kemampuan bertanya bisa mewujud dalam bentuk praktik
pembelajaran di sekolah yang selalu mengaitkan antara teori dengan realitas.
Kemampuan mengaitkan ini menjadi sangat penting karena anak akan belajar
menyeluruh dari satu aspek yang dipelajari. Nah, salah satu permasalahan besar
pendidikan di Indonesia adalah sekolah hanya fokus pada ranah teori pengetahuan
saja tetapi lupa mengaitkannya dengan realitas. Lewat daur belajar yang
dipraktikan di SALAM Yogya, anak diajak untuk mengenal, memahami asal usul,
sebab akibat, struktur sejak dari menemukan data, fakta, sampai dengan
kesimpulan.
Praktik-praktik yang berdasarkan daur belajar tersebut
muncul dalam bentuk laporan yang menarik serta cerita-cerita yang unik dari
persfektif anak. Misalnya pada halaman 67 seorang anak kelas 4 menuliskan
tentang riset jus jeruk. Dalam riset tersebut anak tidak sekadar melihat buah
jeruk saja, ia menuliskan juga alasan pemilihan jeruk. Walaupun tetap saja ada
faktor ibu dalam memilih jeruk tersebut. Ia menuliskan manfaat jeruk manis,
menggambarkan bagian-bagian dari buah jeruk, kemudian menggambarkan daur hidup
jeruk dari mulai biji lalu tumbuh tunas menjadi pohon lalu berbuah dan kembali
ada biji.
Dalam cerita laporan riset jus jeruk, ia menuliskan “Sebelum
membuat jus jeruk aku mencuci alat pemerasnya. Setelah itu aku memotong 2 jeruk
lalu aku peras. Setelah itu aku memotong 4 jeruk terus aku memerasnya lalu
dimasukan dalam gelas lalu aku yang minum.... “
Banyak sekali kisah-kisah lain sebagai hasil pembelajaran
menyenangkan di SALAM Yogya yang ada dalam buku tersebut. Hampir kesemuanya
memiliki keterkaitan yang kuat dengan kehidupan ini. Tidak ada yang terpisah
satu sama lain. Anak menuliskan pengalaman di sekolah dan juga kegiatan di luar
sekolah. Bidang-bidang yang ada dalam kehidupan bercampur baur dalam buku
setebal 144 Halaman ini. Sebut saja fotografi, olahraga, musik, pertanian,
teknologi, elektronika, lengkap menjadi kesatuan yang utuh dalam pembelajaran
di sekolah.
Tidak Seragam Itu
Pilihan
Di tengah penyeragaman-penyeragaman yang kencang dihembuskan
oleh berbagai pihak, memilih tidak seragam adalah sebuah hal yang sangat
menarik. Penyeragaman bisa muncul dalam berbagai wujud yang menyeramkan. Sebut
saja proses standarisasi sekolah-sekolah mulai dari seragam anak-anak, seragam
guru, bentuk bangunan yang sama, bahkan buku paket juga diseragamkan atas nama
pemerataan pendidikan. Pada kenyataan, pendidikan seharusnya bisa mengapresiasi
keberagaman manusia. Manusia beragam dalam banyak hal, latar belajang budaya,
adat istiadat, dan keberagaman lainnya yang mendasari Bhineka Tunggal Ika.
Tidak seragam bisa dikaitkan sebagai bentuk pakaian yang
dipakai sehari-hari dengan membebaskan anak untuk memakai baju apapun yang
penting sopan dan juga lebih dalam dari sekadar fisik yaitu pemikiran.
Keberagaman pemikiran hendaknya menjadi acuan untuk tetap bisa saling
berkolaborasi satu sama lain. Hasil riset anak-anak di SALAM Yogya ini
memunculkan keberagaman dalam pemikiran anak-anak yang khas. Yah, mereka tidak
seragam bukan saja pakaiannya tetapi juga pemikirannya.
Saya merasakan banyak sekali pembelajaran yang bisa
diserap dari proses belajar anak di SALAM Yogya ini, proses belajar yang sangat
bermakna sehingga meninggalkan kesan yang mendalam untuk siapa saja yang
bergiat bersama-sama di sekolah tersebut. Bukan hanya untuk anak yang sedang
belajar, orangtua yang mendampingi, dan fasilitator yang membuka pengalaman baru
tetapi juga untuk pembaca seperti saya. Pengalaman yang sangat berharga untuk
menjadi referensi dalam mendidik anak. Inilah sebentuk solusi praktis dan
kreatif untuk membangun pendidikan Indonesia yang lebih baik. Praktik
pendidikan di lapangan yang menarik.
Tidak sekadar berteori saja persis seperti penutup dalam buku “Daripada sibuk
bersungut tentang isu-isu pendidikan yang terasa makin seragam dan tidak masuk
akal, saya memilih untuk belajar lagi tentang apa sesungguhnya makna belajar.
Mengutip sebuah cara pandang SALAM: Belajarlah dimanapun kamu berada, karena
pengetahuan sesungguhnya ada di setiap hembusan nafas”