Ruang Sederhana Berbagi

Senin, Oktober 28, 2013

28 Oktober, Mari Berkarya!

Hari ini tanggal 28 Oktober adalah tonggak awal kemerdekaan Indonesia saat pemuda Indonesia berkumpul untuk menyatakan kesatuan dan persatuan. Bersatu dalam satu tekad keindonesiaan. Bukan lagi suku-suku, daerah-daerah, bahasa-bahasa yang berbeda tetapi semuanya menjadi bagian dari Indonesia.

Tonggak awal untuk mempersatukan bangsa Indonesia ini patut diapresiasi karena terbayang susahnya membangun koordinasi antar daerah pada masa itu. Jangan dibayangkan sekarang yang tinggal ketik nomor tujuan dan detik itu pula kita bisa berkomunikasi dengan orang di seberang pulau atau bahkan di luar negeri.

Hari ini kita maknai perjuangan besar para pemersatu Indonesia ini dengan berbagai kreativitas untuk bangsa Indonesia yang beragam dengan tetap bersatu. Selamat Hari Sumpah Pemuda! Mari berkarya!




Share:

Minggu, Oktober 27, 2013

Hari Blogger Nasional

Saya baru tahu kalau hari ini adalah Hari Blogger Nasional. Tahu dari @bentang saat membuka @idenide di twitter. Jadi ingin mengingat kembali masa awal menjadi blogger.

Menjadi blogger pada masa awal internet mahal adalah sesuatu yang mewah. Belum lagi mencari ide menulis itu sulit sekali. Rata-rata saya memosting tulisan yang sudah muncul di media. Jarang menghabiskan waktu menulis sambil online karena sayang harga warnetnya mahal kalau sekedar buat menulis saja.

Dari catatan yang sudah ada kemudian saya posting. Blog pertama saya adalah www.penakayu.blogdrive.com. Lama saya berada di blog itu karena mudah dan tampilan relatif sederhana. Begitu pula bahasa html-nya mudah ditebak.

Setelah itu baru saya coba di blog milik google, yaitu blogger. Awalnya bernama www.wildensyah.blogspot.com. Lama dengan nama itu lalu saya ubah menjadi www.idenide.blogspot.com. Dengan nama baru ini, tampilan juga ikut berubah. Lebih dinamis dengan tampilan majalah seperti sekarang.

Nah, itulah masa mengenang awal menjadi blogger. Selamat Hari Blogger Nasional!

Share:

Kamis, Oktober 24, 2013

Cerita Memanah

Senin pagi seperti biasa rutin pagi. Anak-anak bercerita tentang libur akhir pekannya. Beragama cerita yang mereka sampaikan. Sekalipun hanya di rumah, tetapi selalu ada yang menarik.


Misalnya, Bryan yang berkata "bosan, aku di rumah saja. Baru pindahan dan semuanya beres-beres". Berbeda dengan Bryan, Bintang cerita tentang kegiatan akhir pekannya bersama keluarga di arena panahan. Ini yang menarik! Memanah.


Bintang kemudian menyusun ceritanya, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan. Ia berkisah bahwa memanah itu sulit. Berkali-kali ia gagal melepaskan anak panah dengan baik karena pegangannya yang tidak tepat. Walaupun ia berhasil melepaskan anak panah, tetap saja belum mencapai sasaran.


Apa yang disampaikan oleh Bintang ini menjadi awal untuk saya bercerita tentang kisah dibalik memanah. Kebetulan sehari sebelumnya saya melihat ada seorang anak yang memajang photo dirinya berkostum Merida (tokoh kartun perempuan yang ingin jadi pemanah). 


Memanah, bukan sekedar melepaskan anak panah saja. Ada pembelajaran menarik di dalamnya yang bisa dibagikan. Memanah dan berkuda adalah dua kegiatan menarik anak laki-laki jaman dahulu. Bahkan Nabi Muhammad menganjurkan anak lelaki untuk bermain panah dan berkuda sebagai kemampuan dasarnya (ditambah juga berenang). 


Memanah adalah sebentuk latihan berpikir dan merasa dengan seimbang. Fokus dan menjiwai setiap kali akan melepaskan anak panahnya. Hasil bidikannya adalah bentuk perpaduan yang harmonis antara fokus, konsentrasi, dan kematangan jiwa.


Saya selalu terkesan dengan catatan Paulo Coelho tentang memanah dan melihat bagaimana ia berpikir mendalam dari kegiatan memanah.


"Ketika aku menarik busurku," kata Herrigel kepada guru Zen-nya, "kadang aku merasa seolah-olah aku tak bisa bernapas jika tidak segera melepaskan anak panah itu."


"Kalau engkau terus berupaya mengusik momen-momen saat engkau harus melepaskan anak panah, maka engkau tidak akan pernah mempelajari seni sang pemanah" kata gurunya. "Kadang-kadang, hasrat berlebihan sang pemanah sendirilah yang merusak ketepatan bidikannya." (Paulo Coelho, Kitab Suci Kesatria Cahaya, hal 43)


Semakin kita renungi cerita anak-anak kemudian merefleksikannya dalam catatan atau keseharian, semakin mudah menarik kesadaran dalam ritme yang ingin dibangun.


Share:

Rabu, Oktober 23, 2013

Ulat Bulu

Sore itu ia sedang berjalan kaki di atas dahan biasa yang sudah lama ia lewati. Berpindah dari satu daun ke daun lainnya untuk menggemukan badannya. Kelak ia akan berhenti makan. Puasa untuk menyongsong kelahiran sosok baru yang lebih baik dari saat ini.

Saat dimana ia tidak bisa bergerak kemana-mana di tubuh yang rapuh terbungkus kepompong. Semedi dalam kedamaian, merenung, menanti proses selanjutnya.

Sore ini berjalan seperti biasa. Sekumpulan anak-anak bermain di bawah pohon. Saling kejar dan teriak. Terlihat bergembira bermain bersama-sama. Sampai tiba-tiba ada seorang manusia yang lebih besar dari ukuran anak-anak mendekati pohon yang ia hinggapi. Dari atas, ulat merasa ada sesuatu yang aneh. Pohon bergoyang! Dan jatuhlah ia tepat dileher orang yang duduk di bawah pohok tersebut.

Sedikit kaget, orang tersebut meraba lehernya. Sama halnya dengan ulat yang kaget dan buru-buru membuat rasa amannya terganggu. Ia melepaskan bulu-bulu yang akan menarik perhatian orang tersebut. Lewat kulitnya, orang tersebut mulai merasakan sengatan. Diusapnya  leher lalu digaruk. Rasa gatal mulai menjalari tubuhnya. Ia pindah menggaruk ke bagian tangan, wajah, dan perutnya.

Ulat masih menempel di bajunya. Tiba-tiba orang tersebut sadar. Ia berkata "oooh ini ulat bulu, pantas saja gatal-gatal". Dilemparkannya tubuh lemah ulat bulu itu ke tanah. Ia terus menggaruk karena efek sengatan ulat bulu.

Sementara itu, sang ulat bulu yang dilempar manusia kembali mencari dahan untuk dipanjat. Ia kelaparan. Ia ingin makan lagi untuk persiapan menjadi kepompong.

Share:

Selasa, Oktober 22, 2013

Mencuri Matahari

Alkisah di sebuah hutan yang sangat lebat, hiduplah dua orang manusia dalam satu rumah. Sepasang manusia itu belum tahu menghangatkan ruangan hingga mereka selalu kedinginan setiap malam. 

Gelap gulita dan kedingingan! Itulah yang terjadi pada mereka berdua. Mereka menikmati suasana gelap gulita dan kedinginan. 

Lama kelamaan mulailah salah satu dari mereka berpikir. Ia tidak mau begitu selamanya. Ia ingin malam yang bercahaya dan hangat. Bukan lagi malam yang dingin dan gelap.

Cahaya bulan adalah satu-satunya penerang mereka di malam hari. Sayangnya bulan tidak hadir setiap malam. Ada saatnya bulan hilang dan mereka kembali bersedih.

Mereka berharap kehangatan yang muncul seperti matahari. Merekapun berharap matahari bisa bersama mereka sepanjang hari. Tapi sayang, matahari tenggelam pada sore hari. Ia baru muncul keesokan harinya. 

Mereka berpikir mengambil matahari. Mereka akan mencuri kehangatan dan sinarnya untuk malam hari. Mereka akan menyimpan matahari di rumahnya. Segala upaya mereka lakukan saat matahari muncul. Dengan saling pangku mereka coba gapai matahari, dengan tongkat mereka coba raih matahari. Segala upaya mereka lakukan untuk mendapatkan matahari. Sayang, tak satupun usaha mereka yang berhasil menggapai matahari.

Kesal, digosok-gosokanlah tongkat pada papan rumah yang kering. Semakin lama semakin keras. Semakin keras dan mereka rasakan ada panas pada papan yang digosok. Tiba-tiba, percikan api muncul. Mereka semakin penasaran! Mereka gosok terus dan munculah api yang menggigit daun kering di sampingnya.

Gembira! Mereka menari di pinggir api yang baru saja menyala. Ada cahaya dan ada kehangatan sekarang. Mulai saat itulah mereka tak lagi berpikir mencuri matahari untuk mendapatkan kehangatan. Mereka bergembira dengan cahaya dan kehangatan yang hadir di antara mereka. Malam pun tak gelap gulita lagi.

Share:

Rabu, Oktober 16, 2013

Kamu Tetap Bernilai

Jika merasa dicampakan, terbuang sia-sia, dan merasa tidak berharga dan tidak dihargai, ingatlah selalu salah satu tulisan Paulo Coelho yang dikabarkan dari Carson Said Amer.
Dikisahkan seorang pengajar yang memulai seminar dengan memperlihatkan selembar uang dua puluh dolar dan bertanya, "Siapa yang menginginkan lembaran dua puluh dolar ini?"

Paulo Coelho
Beberapa orang mengangkat tangan, tetapi si pengajar berkata, "Sebelum saya memberikannya pada Anda, saya ingin melakukan sesuatu"

Dia meremas-remas lembar uang itu dan berkata, "Siapa yang masih menginginkan uang ini?"
Tangan-tangan kembali teracung.
Dia melemparkan lembar uang yang sudah kucal itu ke tembok, dan setelah lembar uang itu terjatuh, dia menginjak-injaknya, kemudian sekali lagi dia menunjukannya kepada peserta seminar --sekarang uang itu sudah benar-benar kucal dan kotor. Dia mengajukan pertanyaan yang sama, dan orang-orang tadi tetap mengangkat tangan.

"Jangan pernah melupakan pelajaran ini," katanya."Tidak masalah, apapun yang saya lakukan kepada lembar uang ini. Ini tetap selembar uang dua puluh dolar. Dalam hidup kita, sering kali kita dibuat kucal, diinjak-injak, diperlakukan buruk, dihina. Akan tetapi, meski mengalami semua itu, nilai kita tidak akan berubah."
 

Share:

Senin, Oktober 14, 2013

Semua Adalah Ilusi

Zen mengatakan "semua adalah ilusi". Ilusi adalah suatu persepsi panca indera yang disebabkan adanya rangsangan panca indera yang ditafsirkan secara salah. Ilusi yang paling mudah dikenal adalah ilusi optik. Ilusi optis adalah ilusi yang terjadi karena kesalahan penangkapan mata manusia. 

Semua yang tidak ada di hadapan kita itu hanya ilusi karena sebenarnya kita bisa membuatnya nyata di alam pikiran kita. Kita bisa saja berbicara dengan siapa saja yang kita inginkan, melakukan apa saja dengan mereka melalui alam pikiran kita. Kita bisa melakukan apa saja dengan bebas tanpa mengganggu orang lain di alam pikiran kita. Kita hanya cukup dengan menciptakan dunia di pikiran kita dan kita bebas melakukan apa saja di dunia kita.

Kita bisa saja ke masa depan dengan segala imajinasi yang kita miliki, kita bisa menjelajah jauh beberapa tahun ke depan yang mungkin tahun itu kita tidak hidup lagi. Jadi semua yang ada di dunia ini, yang kita lewati dan yang akan datang hanyalah ilusi.

Terkadang ilusi ini menyadarkan kita tentang hal yang terjadi dan bertentangan dengan pikiran kita adalah sesuatu yang wajar. Itulah ilusi. Demikian dan seterusnya, sebuah fakta dan pikiran bisa selalu bertentangan. Kedua bisa jadi benar tetapi keduanya bisa juga selaras. Pikiran kita dan hati kita mengendalikan semuanya. Seandainya orang lain menilai dengan subjektif tentang kenyataannya, ya terima saja. Lebih mudah! Semua adalah ilusi!


www.searchquotes.com

Share:

Rungkad

Kamari poho cai can dikocorkan ka kamalir sawah, atuh eta sawah digirang rungkad galenganna, Kapanggih poe isukan, dibejaan ku mang juned yen galengan sawah kuring nu lebah kaler kudu digancang diomean bisi kaburu banjir deui.  
Mang Juned geus ngabejaan tilu poe katukang perkara sawah di Ciburahol teh. Ngan dasar sok diengke-engke. Atuh pas hujan badag peuting tadi, galengan rungkad. Mang Entis rek dibejaan tapi keur euweuh di imah. Bejana mah keur di pasir, ngahuma.  
Hayangna mah harita keneh kuring indit nyusul ka huma, tapi euweuh kuda. Kabeh keur dipake bapa indit ka dayeuh. Bapa kuring tea teu bisa dicaram lamun geus aya kahayang indit ka dayeuh, hayang neangan bako palembang cenah. Bako ti kebon geus beak. Bapa indit naek si jalu. Si jalu kuduna aya ayeuna. Nya atuh galengan nu rungkad teh can bisa diomean da euweuh si jalu
sawah dok. idenide
Share:

Rabu, Oktober 09, 2013

Berinteraksi Melalui Soal

Jika selama ini anak pasif menerima soal-soal matematika, cobalah untuk membuatnya lebih aktif dalam membuat soal.

Saran ini terinspirasi dari paparan Prof Iwan Pranoto dalam sebuah seminar pendidikan matematika di sebuah sekolah di Kota Bandung.

Dengan membuat soal sendiri, anak memiliki soal tersebut. Harapannya, soal matematika menjadi tidak menakutkan lagi bagi dirinya. Matematika dengan mudah bisa dikenali dan dikerjakan dengan baik oleh anak-anak.

Jangan dikira membuat soal itu mudah, terkadang lebih sulit dari menjawab. Akan tetapi dalam bentuk pembelajaran aktif, anak harus mencoba membuat soal tersendiri. Variasinya bisa membuat soal untuk teman dan juga untuk dikerjakan sendiri.

Melalui soal juga, kita berinteraksi dengan anak. Kita bisa mengenal anak per anak melalui soal-soal yang ia buat sendiri. Anak yang cari aman, anak yang tertantang, dan anak yang biasa saja. Maka berinteraksilah dengan soal-soal yang dibuat sendiri dan anak-anak akan menyenanginya.

Nah, mari kita coba!

Share:

Postingan Populer