Ruang Sederhana Berbagi

Senin, Juni 03, 2013

Kreativitas Memasak

Satu hal yang menarik dilakukan di sekolah sebagai implementasi pembelajaran menarik dan menyenangkan adalah memasak. Dalam konteks pembelajaran aktif, memasak adalah kegiatan yang secara langsung bisa dilihat hasilnya. Anak yang memiliki kreativitas dan kemauan belajar yang tinggi akan menghasilkan masakan yang menarik dan tentu saja enak.
Kalau saya coba komparasi ke konsep di Waldorf School yang memakai pemikiran Rudolf Steiner, memasak adalah salah satu bentuk berkarya yang secara filosofis mengenalkan kepada anak tentang pentingnya mengolah makanan untuk bekal hidup saat mereka dewasa.
Memasak setelah mereka menanam dari awal benih sampai layak untuk ditanam. Banyak hal menarik di sisi itu, anak bisa diajak untuk merasakan makanan sendiri dari hasil tanaman yang ditanam sendiri di kebun sekolah. Ini bentuk idealnya, bentuk praktisnya bisa saja memasak dari bahan makanan yang sudah disediakan. Misalnya anak memasak telur, nasi, dan lain-lain.
Kemandirian harus ditanamkan sejak dini mulai dari sekolah. Memasak adalah bagian dari pelajaran kemandirian yang akan berguna kelak ketika mereka dewasa saat semua harus dikerjakan sendiri.
Nah, sekolah sejatinya mengajarkan pengalaman-pengalaman yang harus menjadi bekal mereka dikemudian hari saat anak-anak tumbuh dan berkembang untuk menjalankan perannya di kehidupan. Berikan makna pada setiap aktivitasnya agar semuanya terasa bernilai. 

Memasak telur itu menyenangkan, anak-anak menyukainya!
Share:

Jumat, Mei 31, 2013

Koran Bekas Bungkusan

Saya teringat ketika membaca koran waktu kecil, bertanya pada ibu tentang siapa yang suka menulis di koran. Sebagai anak kecil yang penasaran, saya selalu tertarik mengetahui hal baru dari koran walaupun koran bekas bungkus baju, atau makanan. Beruntung, Ibu tidak langsung membuang koran bekas bungkusan tersebut. Inilah awal ketertarikan saya pada dunia tulis menulis.
Newspaper http://www.freegreatpicture.com
Keluarga kami tidak langganan koran, sekalinya langganan yang saya ingat Tabloid Hikmah, itu karena Bapak saya menilai tabloid ini sarat dengan nilai-nilai islam. Dahulu, bapak langganan Panji Mas. Saya menemukan arsipnya yang banyak diperpustakaan rumah. Sudah kotor, berdebu dan kusam. Saya menemukan tulisan-tulisan Hamka serta Muhammada Hatta di majalah tersebut.
Semakin saja saya penasaran tentang sosok dibalik berita serta opini-opini yang muncul. Ibu mengatakan bahwa orang yang suka menulis berita adalah wartawan. Sementara dari kakak saya mengetahui jenis wartawan, wartawan tetap dan wartawan freelance. Saya juga mengetahui kelebihan dan kekurangan kedua jenis wartawan tersebut dari dia. Karena begitu asiknya membaca koran, saya pernah bermimpi menjadi wartawan. Saya membayangkan betapa saya akan menjadi sosok dibalik berita yang ditulis dikoran, majalah ataupun tabloid. 
Memasuki dunia mahasiswa, saya berkenalan dengan Unit Pers Mahasiswa (UPM) Isola Pos. Ketertarikan saya pada mulanya dari mimpi kecil saya menjadi wartawan. Saya masih ingat ketika membaca salah satu poster training pers dan jurnalistik berbunyi ''Tertarik dunia wartawan, kepenulisan dan media? Ayo ikuti Training Pers dan Jurnalistik Mahasiwa (TPJM)''. Tahun pertama kuliah saya tidak mengikuti, baru pada tahun ketiga saya bisa mengikuti rangkaian kegiatan training pers tersebut. Tidak cukup hanya dikampus, saya mengikuti juga training pers diluar kampus.
Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari training pers tersebut, terutama dunia mimpi kecil saya menjadi wartawan. Saya melatih diri membuat tulisan, saya melatih membuat berita dan berlatih mengelola media. Pengalaman yang berharga menjadi bagian dari dunia jurnalistik ini membuat saya semakin jatuh cinta pada dunia baca, tulis dan fotografi. Selain menambah uang beli buku ketika mahasiswa, pengalaman ini membukakan pada satu kenyataan bahwa menjadi wartawan itu mengasyikan walaupun resiko dan beban pekerjaannya berat. Teman saya sampai mengatakan tidak ada Tuhan selain deadline, saking begitu kerasnya mengejar deadline. Untuk teman yang satu ini, saya angkat topi atas pencapaian prestasi luar biasanya dalam mempraksiskan teori. Saya salut sama dia, saya belajar banyak pada dia.
Menjadi wartawan freelance, itulah saya. Dalam beberapa tahun yang lalu, saya pernah menjadi wartawan cabutan. Hanya bertugas kalau ada materi yang harus ditulis. Saya merasa merdeka menjadi wartawan seperti ini, saya tidak dikejar deadline. Kalaupun deadline, tenggang waktunya cukup untuk mengerjakan hal lain. 
Sampai hari ini, saya merasa dunia jurnalistik masih menjadi bagian hidup saya. Saya tetap menulis seperti sedia kala. Menulis membuat energi berlimpah, apalagi mewujud buku atau artikel yang dimuat di majalah, koran, atau media cetak lainnya. Sekarang, media online juga butuh menulis. Content is King, dan saya merasakan betul sebuah ide segar untuk mengisi konten itu sangat berharga. Hati-hati pencuri konten!
Nah.. kembali ke masa lalu, beruntung Ibu saya tidak langsung membuang koran bekas bungkus belanjaan pasar, ternyata koran bekas bungkusan tersebut membuat saya tetap menyukai dunia tulis menulis dan baca hingga kini.
Share:

Solfing dan Handling

Dua kata baru untuk pendidikan alternatif adalah solfing dan handling. Kedua sama-sama penting dalam membangun karakter yang kuat di anak. Seorang anak yang memiliki kemampuan solfing dan handling terhadap apapun akan mampu menunjukan kepercayaan diri yang baik dibanding anak lainnya. Walaupun bukan untuk membanding-bandingkan tetapi kemampuan solfing dan handling ini sangatlah penting dalam konteks pendidikan.
Sebagai pendidik yang selalu mencari alternatif bentuk-bentuk menarik pendidikan, tentu saja dua kata ini sangat penting untuk dicatat. Saya katakan demikian karena kita membutuhkan generasi ini, generasi yang mampu menangani masalah dan mencari solusi serta memecahkan masalah sampai titik praktisnya. 
Banyak sekolah yang kemudian dikritik sistem pendidikan secara umumnya karena hanya mengajarkan teori tanpa menunjukkan prakteknya. Di sisi ini kita tidak bisa menyalahkan guru sebagai penggerak karena guru digerakan oleh sistem kurikulum. Apalagi dengan sosok pegawai dinas yang kaku seolah-olah semua harus sesuai kurikulum negara.
Tetapi jangan khawatir, selama modal kreatifitas kita miliki, maka hambatan dalam penghantaran metode yang menarik pasti akan kita dapatkan.
Mengajarkan anak bukan sekedar menunjukkan teori saja, tetapi menjiwai setiap proses pendidikan yang akan mereka rasakan hasilnya kelak di masa yang akan datang. Barengi teori dengan kemampuan menyelesaikan masalah secara praktis.
Bekerja sama membuat karya di Hari Bumi! Kerjasama akan menumbuhkan kepedulian. Secara tidak langsung mengajarkan praktek tentang pentingnya membangun kerjasama antar pribadi untuk mewujudkan harapan bersama.
Share:

Rabu, Mei 29, 2013

Dari Karya ke Karakter

Sebuah karya bisa menjelaskan pembuatnya. Karya menggambarkan seorang yang ulet, telaten, baik, pemarah, grasa-grusu, sabar, tidak sabar, dan sifat-sifat lainnya yang ada di anak. 
Karya juga menjadi sebuah bentuk inspirasi anak-anak untuk mengalami pengalaman mewujudkan sesuatu. Memberi pengalaman tentang kemandirian menghasilkan sesuatu. Mandiri untuk hidup dan tidak tergantung dari siapa pun selain Tuhan, tentu saja! 
Kemandirian anak adalah salah satu tujuan sekolah dan orangtua. Secara perlahan anak-anak dikenalkan pada dunia dan mereka harus memberikan makna kehidupannya pada dunia. Tidak tergantung lagi pada orangtua. Di jaman yang serba instan dan semua sudah tersedia ini, kemandirian untuk melakukan sesuatu, menghasilkan sesuatu adalah sebuah tantangan bersama.
Berkarya adalah salah satu solusi membangun kemandirian dan mengenal setiap pribadi anak. Jadikan berkarya sebagai keseharian yang kemudian akan menjadi kebiasaan. Jika sudah jadi kebiasaan yang menempel maka karakter anak yang mandiri bisa terwujud.
Karya anak tentang maket Desa Wayang
Share:

Senin, Mei 27, 2013

Crafting

Salah satu bagian paling menarik saat bergiat bersama anak-anak adalah crafting. Dengan berbagai media yang ada, crafting sangatlah menyenangkan. Banyak pembelajaran di dalamnya. Apalagi kalau kita menyelami konsep pembelajaran seperti yang dilakukan di Waldorf School. Sebuah konsep yang dikembangkan oleh Rudolf Steiner melalui pemahaman dan pendalaman spiritual yang tinggi, seorang pengajar atau guru seolah digiring untuk mengenali dirinya sendiri sebelum mengajar atau mendidik anak. Mendidik anak dalam paradigma berpikir  Rudolf Steiner bukanlah sekedar mengantarkan materi-materi pelajaran saja. Tetapi mengenalkan sebuah kehidupan dan makna yang harus mereka (anak-anak) dapatkan selama mereka hidupnya.
Ada penjelasan atau semacam perasaan yang mendalam, yang filosofis pada sebuah kegiatan crafting. Bukan sekedar membuat karya tetapi memberikan pengalaman spiritual pada anak-anak yang tumbuh setiap harinya.
Karya anak kelompok Mahoni tentang rumah dari bahan alami.
Share:

Kreatif Mengemas LKS

Kalau sekedar menghantarkan materi pelajaran, seorang guru tentu tidak akan sulit-sulit mengajarkan. Namanya menghantarkan berarti tinggal buat presentasi, buat lembaran soal, lalu perbanyak dan sebar ke anak-anak. Beres, permasalahan menjadi pengajar sangat simpel dan sederhana. Secara kewajiban, sebagai pekerja, menghantarkan materi sesuai RPP (katakanlah demikian) sudah selesai. 
Tugas guru sebagai penghantar materi pelajaran sudah kita selesaikan dan tinggal menunggu hasil tes yang dilakukan untuk melakukan evaluasi pada materi yang sudah dihantarkan. Anak mengerjakan dengan baik, hasil baik, fotokopian materi sudah selesai dilaksanakan. Kalau hasil baik semua dan indikator RPP sudah dicapai, maka pengajar sudah selesai. 
Tapi memberi makna dan nilai pada sebuah penghantaran materi sangatlah berbeda. Butuh kualitas guru dan kreativitas guru untuk mengemas sebuah bentuk LKS atau juga penghantaran materi yang lebih kreatif. 
Mengajar adalah sebentuk kerja kreatif yang membutuhkan banyak pemikiran kreatif di dalamnya. Tidak sekedar menyampaikan materi saja, tetapi mengemasnya menjadi sesuatu yang asyik, menyenangkan, dan menarik untuk dipelajari. 
Banyak sisi-sisi yang kreatif kalau guru mau membuka diri. Jangan terpatok pada buku paket. Saya tidak mau berada dalam frame berpikir pengarang buku, digiring untuk mengikuti tanpa meliht sisi lainnya. Misalnya memotokopi LKS dari buku tanpa ada pengolah terlebih dahulu.
Selalu cari sisi-sisi lainya agar pembelajar semakin menarik dan menyenangkan.
Ini adalah karya anak kelas 4 tentang materi keragaman budaya di Indonesia.
Sisi-sisi kreatif yang ada pada diri guru dan anak-anak harus saling melengkapi. Guru hanya memberi stimulan dan anak-anaklah yang mengembangkannya lebih dalam dan lebih menarik. Mari menjadi inspirasi kreatif bagi lingkungan!


Share:

Pojok Guru

Salah satu bahasan menarik dari buku Jenny Gichara adalah teacher corner. Saya menangkapnya bukan sekedar memiliki pojok khusus guru tetapi guru juga harus berkarya seperti anak-anak yang sedang belajar. Guru harus punya karya yang bisa menginspirasi muridnya. Guru tidak sekedar berbicara teori tetapi juga praktek. Salah satu bentuk praktek guru yang akan menginspirasi murid-muridnya adalah karya itu sendiri.
Pengalaman mengunjungi sebuah sekolah dengan konsep Waldorf School di Thailand sedikit banyak memberikan inspirasi untuk guru dalam berkarya. Waldorf School yang berdasarkan pemikiran Rudolf Steiner sangatlah inspiratif. Di sekolah tersebut, saya merasakan guru bukan sekedar guru. Guru adalah bagian kehidupan seseorang, bukan sebagai pekerjaan. Guru bisa berperan dalam bidang apapun sebagai dirinya sendiri. Guru bisa menjadi seorang pekerja kayu, guru juga adalah seorang pelukis, guru juga adalah seorang penulis, guru juga adalah seorang pemusik, guru juga adalah seorang penyanyi, dan semua hal yang bisa menginspirasi murid-muridnya.
Teacher corner kadang memancing ide anak-anak. Misalnya setiap pagi anak-anak datang menghampiri meja kemudian bertanya "Kak, ini apa? Kita berkarya ini yu Kak" sambil menunjukkan pada rajutan atau buku inspirasi lainnya.
Teacher corner bukan semata-mata pojok, tetapi lebih dalam dari itu, teacher corner adalah sebuah ajakan untuk guru berkarya dalam hal apapun. Memberikan pembelajaran menyenangkan dengan bukti dari guru tanpa harus banyak berbicara melalui teori. 
Teacher corner juga sebuah percikan ide dan semangat berkarya lebih baik!
Teacher cornerku di sekolah, ada sebuah buku Jalan-Jalan Belajar, recorder, jarum rajut, hasil rajutan, dan lain-lain. Ayo guru, mari berkarya!
Share:

Mendidik Sepenuh Jiwa

Mendidik adalah bagian kehidupan seorang manusia. Tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain. Utuh melengkapi semuanya. Mendidik dengan hati, pikiran, dan fisik, untuk kebaikan semua. Seorang guru mendidik dengan jiwa yang baik untuk memberikan pengalaman kehidupan yang menyenangkan. Guru yang baik sadar pentingnya membawa setiap jiwa dalam segala bentuk pendidikannya.
http://www.nsta.org
Suatu hari, seorang anak akan tumbuh besar dengan pengalamannya. Mereka yang akan mengganti generasi sebelumnya. Demikian seterusnya, sebagai manusia maka pendidikan adalah media memberikan pengalaman menyenangkan tentang segala hal. Bisa jadi ada saat mengalami saat tidak menyenangkan, tetapi itulah kehidupan. Saat apapun, ketika dilakukan dengan menyenangkan maka hasilnya akan menyenangkan.
Setiap anak menangkap jiwa gurunya, ia lebih peka dari apapun. Tanpa harus banyak berkata-kata, seorang anak paham dengan hantaran di bawah sadar yang dibawa oleh gurunya.
Mendidik sepenuh jiwa, memberikan pengalaman bagi anak-anak tentang jiwa yang baik. Dengan dasar spiritualitas yang tinggi, guru akan menjadi panutan di kemudian hari. Jiwa yang selalu dipenuhi kebaikan akan memancarkan kebaikan pula bagi lingkungan sekitarnya. Inilah guru yang mendidik dengan sepenuh jiwa. Guru yang mendidik dengan hati, mendidik dengan pikiran, dan mendidik fisik untuk kebaikan semuanya. Semoga kita termasuk pendidik yang mampu menampilkan sepenuh jiwa kita untuk kebaikan anak-anak.

Share:

Minggu, Mei 26, 2013

Guru (juga) Manusia

Seorang guru memiliki peran penting dalam kehidupan seorang manusia. Jangan jauh-jauh kepada kemajuan bangsa seperti yang dilakukan oleh Jepang kepada guru-gurunya. Saat di bom atom tahun 1945, kaisar menanyakan berapa guru yang masih hidup, membuktikan guru sangat besar bagi bangsa Jepang. 
Selain orangtua sebagai peletak dasar kehidupan, guru juga menjadi bagian utuh sebagai referensi anak untuk menghadapi dunia nyata. Bukan menghadapi, lebih tepatnya memberi makna pada kehidupannya kelak di masa yang akan datang saat anak dewasa.
Guru mengajarkan kehidupan melalui banyak cara, melalui materi pelajaran juga melalui pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
Memberi pondasi dasar yang baik dengan pengalaman belajar yang menyenangkan, akan memberikan banyak makna menarik bagi seorang anak. Idealnya guru adalah sosok yang harus bisa menggambarkan kehidupan baik bagi anak didiknya. Melalui perilaku yang baik, sikap yang baik, serta karakter yang baik pula. Karakter bisa muncul melalui kebiasaan-kebiasaan baik yang terus ditanam setiap hari. Ingat saja "benih kebaikan akan menghasilkan buah kebaikan". Sebuah benih walaupun kecil tetapi punya pengaruh besar dikemudian hari.
Guru juga manusia, terkadang mengalami masa sulit dalam menjalani kehidupannya. Persis seperti kehidupan yang selalu pasang surut, pun dengan seorang guru. Dia sosok yang tetap manusia. Bukan malaikat yang bersih selamanya. Ada saat guru mengalami kesalahan. Misalnya salah mengoreksi soal, salah memberi soal, salah menilai, dan masih banyak lagi.
Selama kita menyadari hal itu sebagai hal yang manusiawi, maka jalannya kehidupan akan ringan. Guru tetap manusiawi dalam mengerjakan semua kewajibannya tanpa merasa berdosa saat mengalami kesalahan. Anggap saja sebagai kehidupan yang naik turun. Kesalahan sedikit bukan sebuah hal yang akan menghancurkan cita-cita dan harapan besarnya pada perkembangan seorang anak didik.
Tetap berpikir positif saat mengalami kesalahan adalah jalan terbaik untuk siapa saja baik itu guru maupun anak didik. Saat salah, akui dan segera perbaiki. Ini akan ringan dibanding 'blaming' ke banyak pihak.
Cari sisi-sisi lainnya saat kita salah, pasti ada pelajaran penting dibalik kesalahan yang sudah dibuat.
Guru juga manusia, bertindak dan bersikap manusiawi saja!
Ingatlah selalu setiap benih kebaikan akan menghasilkan buah kebaikan. Maka, hal-hal yang akan merusak kebaikan harus kita singkirkan. Termasuk bibit-bibit yang akan merusak buah di masa yang akan datang.
Share:

Postingan Populer