Ruang Sederhana Berbagi

Senin, November 11, 2019

The Answer Of Why Alternative Education?

"Education is not just a matter of multiplying the contents of brain memory or finding out something that was not known before. But more than that is an effort to connect all that is already known with things that are still a mystery" (Anatole France, 1817-1895 Nobel laureate, France )

These days my blog post is talking about alternative education that is carried by alternative schools in the city of Bandung. I place great respect and appreciation for every alternative school that has developed a humanized learning approach.

The term alternative education is a generic term for various educational programs carried out in a different way from the traditional way. In general alternative education has in common, namely: the approach is individualized, gives great attention to students, parents / family, and educators and is developed based on interests and experience.

This idea of ​​alternative education stems from Father Mangun's criticisms of the form of education which, from the enactment of the 1974 curriculum, developed until the 1994 curriculum.

Alternative education is not interpreted as a substitute for formal schooling, but rather seeking new dedication materials and methods until the new curriculum. According to Nunuk Murniati, education should be contextual, it must be adapted to the environment. Education for the marginal too. Where the concept of link and macth that was heralded by the New Order government in education only produced capitalist screws that were made only to suit the needs of labor in industrial machinery.

According to Jery Mintz (1994: xi) Alternative education can be categorized in four forms of organization, namely:


  1. Public choice schools;
  2. Public schools / educational institutions for problem students (student at risk);
  3. Private / independent school / educational institution and
  4. Home education (homeschooling).

The oldest alternative form of education managed by the community for the community is pesantren. Estimated to begin in the 15th century, it was first developed by Raden Rahmad alias Sunan Ampel. Then came the pesantren Giri by Sunan Giri, pesantren Demak by Raden Fatah and Pesantren Tuban by Sunan Bonang.

In addition to the pesantren, Taman Siswa was established in 1922. Besides Taman Siswa, Mohammad Syafei opened a school in Kayutaman. School with the motto, "Look for yourself and do it yourself". Students are given the skills to make their own tables and chairs for their learning. But the Netherlands has burned down the school.

Arunika Waldorf School (www.arunikawaldorf.blogspot.com)



Spirit Of The Alternative

Despite the great distance since Taman Siswa and Kayutaman School, alternative schools are increasingly thriving in big cities in Indonesia. The thing that we should be proud of is that the community has many choices for getting better learning opportunities for their children. Well, the spirit of providing a more humane educational approach is what I think. Alternative education can be an interesting part of building Indonesia's human resources in a better future.

Alternative schools are proven to be able to provide another dimension in the world of Indonesian education. Alternative schools dare to come out of the standard of learning that just like that. Passive children and teachers lecture all day long. Although this spirit has also been present in the planning of education in the curriculum, but the reality is far from the fire.

Conventional schools still have difficulty implementing interesting things in conveying their learning. The allocation of training funds has been spent a lot but instead of improving the existing education system it is only a waste of budget. The teacher in the class will again take the safest way, search the internet, copy paste and then spread it in class. Even worse, selling LKS then told the children to do it themselves and the teacher just to rest his legs casually while exhaling the cigarette smoke he was smoking. A bad portrait of education that has been very acute.

While in alternative schools, teachers are struggling to find interesting forms in delivering learning that is interesting and easily understood by children through a variety of varied activities. The teacher processes all materials based on competency standards and core competencies to be delivered to their students.

Now the spirit of creative thinking in alternative education is what I want to share with all. Creative education, fun education, creative education is a spirit that must emerge in every educator himself throughout Indonesia. Hopefully more and more alternative schools will be able to make a positive contribution in building a free, independent, creative and empowered Indonesian human being!
Share:

The Excitement of Outbound at Bandung Nature School

Alex Ahmad (not his real name) Bandung Nature School students looked cheerful that morning. "I want to go outbound, sis!" He said with enthusiasm. Alex and his friends have been routinely active in the open since childhood. Bandung Nature School as the name suggests is an alternative school that stands in the middle of the grove, near the rice fields, and next to the Juanda Forest Park.

Outwarbond or well-known outbound is one of the educational media developed by the Bandung Nature School to educate its students. Students at the Bandung Nature School take turns each time conducting outbound activities guided by experienced facilitators. Outboundond experts who have long been poor in training participants from various age levels.

Outbound is said by his teacher to be very effective in educating students to be skilled, trained, and deft. In addition, students become more creative, independent, and able to survive in the wild according to the level of training. Tiered! The level of difficulty that is arranged in such a way and flows as it is natural is done so that the child gets a gradual readiness.

That afternoon, after gathering in a field that was often used by various activities, they practiced with their group. After gathering they walked the long march to the hill in the North Bandung area. Fresh air, warm sun are two of the blessings they get besides there are many more that cannot be written down. This is the joy that radiated that afternoon at the School of Nature in Bandung.

Outbound at Nature School of Bandung

Gather to unite the vision of activities guided by facilitators of outdoor activities.
Alex Ahmad came home after activating, his face lethargic but cheerful tones still radiated from his face. Well Alex really enjoyed the afternoon's activities. After being picked up, he fell into a deep sleep.
Share:

Selasa, Mei 09, 2017

Pindah Karena Harus Belajar

Pindah Karena Harus Belajar


Pendidikan menjadi salah satu bagian penting dalam hidup ini. Orang dewasa mendidik anak-anak. Orang tua mendidik orang dewasa. Anak-anak mendidik orang tua. Demikian seterusnya sampai lingkaran ini utuh karena semuanya saling mendidik.


Pelajaran utama dari pendidikan ini terjadi karena manusia dilahirkan sebagai mahluk pembelajar. Ia harus belajar sepanjang hayat. Jika ia berhenti belajar, maka ia sedang berusaha menjauhi sisi-sisi kemanusiaannya. Manusia yang berhenti belajar akan digerus jaman. 


Pilihannya adalah belajar dan terus belajar. Nah, sebagai pilihan belajar ini, saya mengambil celah untuk memindahkan diri ke www.iden.web.id sebagai lahan baru untuk menempa diri. 


Tempat baru dan pengalaman baru. Pengalaman ini adalah bentuk pembelajaran baru buat saya sebagai pribadi. 


Belajar dari hal-hal baru yang ditemui dimanapun bersama www.iden.web.id 

Share:

Tempat Berubah Karakter Tidak

Tempat Berubah Karakter Tidak 


Pernah melihat orang yang dikenal terus mengalami banyak dinamika dalam hidupnya tapi kita tetap melihat idealismenya. Pancaran idealisme tetap terjaga sekalipun ia berusaha menyembunyikannya. 


Karakter yang muncul tidak akan pernah bisa luntur oleh waktu dan tempat. Dimanapun keberadaannya, ia selalu menjadi pembeda dengan yang lain. Tak bisa disamakan, tidak akan bisa menjadi patokan menyamaratakan satu individu dengan karakter yang sama.


Pembeda itu juga yang mendasar saya mengalihkan ke www.iden.web.id sekalipun itu terasa sangat sulit karena harus berpisah dari tempat lama yang saya sayangi. Tempat yang membuat saya begitu senang mengeksplorasi sisi-sisi lain dari celah manapun.


Sisi yang bikin greget, kadang senang kadang tidak senang. Sisi yang memberikan semacam 'excitement' karena ada hal baru yang bisa saya dapatkan. Sebuah pengalaman baru yang membuat saya senang mempelajarinya. 


Nah, sekalipun tempat berubah, saya yakinkan karakter tidak akan berubah sebagai saya yang anda kenal sebelumnya. 


Selamat datang perubahan, mari kita sambut dengan kegembiraan dan antusiasme baru di www.iden.web.id


Share:

Seperti Traveling Yang Asyik

Seperti Traveling Yang Asyik 


Traveling menjadi hal yang sangat mengasyikan. Terkadang, ia menjadi candu. Membikin ketagihan untuk terus melakukan perjalanan lagi. 


Selepas melakukan perjalanan, bukan rasa tuntas yang muncul tapi keinginan untuk datang lagi mengeksplorasi sisi-sisi lainnya yang tidak muncul saat pertama kali datang. Hal yang sangat wajar karena kesan pertama pada sebuah daerah baru selalu memunculkan keindahan yang tiada taranya. Kata Paulo Coelho, cukup traveling 3 hari saja. Hari pertama dan kedua akan menghadirkan kecantikannya, hari ketiga wajah lain akan muncul.


Seperti traveling, ngeblog juga ada batasan yang harus saya patuhi. Ada saatnya harus meninggalkan kenyamanan dan beralih mencari tantangan-tantangan baru.


Blog ini seperti sebuah perjalanan. Harus saya akhiri tapi tidak akan saya hapus. Saya akan beralih ke www.iden.web.id untuk tantangan barunya! Saya yakin pembaca memahami sisi-sisi petualangan ini yang harus tetap berjalan dan terus berjalan seiring waktu. 



Saya pindah ke www.iden.web.id temui di sana yah :)


Share:

Senin, Mei 08, 2017

Move On Dong Ah!

Move On Dong Ah!


Kamu tahu hal paling sulit ketika ditinggalkan kekasih pujaan hatimu? Move on! Yah, move on itu enak diucapkan tapi pahit dilakukan. Sulit untuk move on terlebih seseorang yang begitu engkau sayangi harus lepas dari pelukanmu.


Itu kisah percintaan, berbeda dengan kisah pekerjaan, persahabatan, dan kisah-kisah kehidupan manusia lainnya. Move on tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan karena ia menjadi penentu dirimu setelah terjatuh, kehilangan, dan kesedihan.


Demikian halnya kehidupan lain, ngeblog juga ternyata butuh saat-saat move on! Setelah melewati fase-fase berat dalam dunia blog, maka move on adalah keharusan.


Move on harus dilakukan siapapun. Tak perduli engkau beauty blogger atau blogger kecantikan yang cantik-cantik, atau blogger laki yang gagah-gagah dan ganteng-ganteng, atau travel blogger yang keren-keren fotonya di tempat yang kece-kece.


Move on juga saya lakukan ke www.iden.web.id setelah cukup lama di sini. Yah, tidak ada yang mendasari selain saya butuh perubahan besar dalam dunia blogging saya. Bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan blogger yang sudah malang melintang. Sekalipun bukan siapa-siapa, saya percaya tetap menjadi penting bagi seseorang. 


Kalau anda! Saya tetap menjadikan anda sebagai prioritas. Anda adalah yang utama buat saya. Kehadiran saya tidak ada apa-apa tanpa anda. 


Ditunggu di www.iden.web.id yaaa 

Share:

Saya Harus Pindah Tempat

Saya Harus Pindah Tempat


Yah, ada saatnya kita harus bersikap tegas pada setiap hal yang terjadi dengan kehidupan kita. Sekalipun itu sangat menyakitkan tapi saya yakin keputusan tegas hari ini akan berguna untuk kita dikemudian hari. 


Keputusan pindah ke www.iden.web.id tentu dipikirkan matang-matang. Tidak asal pindah begitu saja, saya harus bertanya kepada teman-teman dekat saya tentang keputusan ini. Untuk yang terlanjur sayang pada blog, ada banyak kurangi sayang itu. Hakikatnya semua akan berpisah. Jiwa akan berpisah dengan raga, anak berpisah dari orangtua, pertemanan akan berpisah karena pekerjaan, dan masih banyak lagi perpisahan-perpisahan lain yang terjadi di bumi ini.


Terbatas! Semua ada batasnya. Dan blog ini saya batasi saja sampai di sini. Sampai pada postingan ke 6 saja biar tampilannya tetap bisa dinikmati siapapun. 


Saya masih tetap menulis diblog lain, di website lain baik yang saya kelola maupun website milik orang lain untuk berbagi cerita-cerita kejadian seru dari sudut pandang saya.



Saya harus pindah ke www.iden.web.id


Share:

Pindah Tempat Bukan Menghapus

Pindah Tempat Bukan Menghapus


Ini hanya sebuah era baru saja. Tidak ada yang memaksa untuk mengubah apapun selama itu tidak perlu diubah. Ya sudah biarkan saja.


Ini hanya pindah tempat dari satu titik ke titik lainnya. Mencoba meraih sisi-sisi lain tentang hal yang akan terjadi di depan. Bukan karena sebuah evaluasi yang besar-besaran, lebih kepada kebutuhan untuk berubah.


Kalau ada istilah tidak ada yang abadi selain perubahan itu sendiri, maka bisa jadi ini sebentuk perubahan untuk berubah itu sendiri. Tidak lain tidak kurang murni karena butuh untuk berpindah tempat.


Pindah ke www.iden.web.id

Share:

Selasa, Mei 02, 2017

Hari Pendidikan Dan Semangat Merdeka

Guru merdeka! Dua kata ini menarik perhatian saya pada sebuah pelatihan. Pertanyaan-pertanyaan mendasar kemudian bermunculan dalam kepala ini. 

Apa itu guru merdeka? Kenapa guru merdeka, apakah selama ini guru tidak merdeka? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan penting pada konteks guru merdeka ini.

Baiklah, kita coba kesampingkan dulu pertanyaan. Saya ingin melihat sebuah buku menarik tentang menjadi manusia merdeka karya Ki Hadjar Dewantara, bukunya Tan Malaka, lalu tema serupa dari buku-buku Rudolf Steiner, serta buku-buku pendidikan alternatif lainnya seperti Paulo Preire. Buku-buku tersebut fokus utamanya kepada kemerdekaan menjadi manusia. 

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan, ia tidak lagi dijajah oleh pihak manapun dari luar dirinya. Ia merdeka untuk berkehendak, merdeka untuk berpikir, dan merdeka untuk merasakan apapun. Kemerdekaan ini nyatanya sulit didapatkan. Banyak pihak-pihak yang tidak menghendaki manusia menjadi merdeka karena mereka masih membutuhkan kehadiran manusia tidak merdeka untuk kepentingannya. 


Pendidikan untuk memanusiakan manusia sering kita dengar tetapi tak banyak yang tahu bagaimana implementasi memanusiakan manusia dalam kurikulum pendidikan dan kegiatan sehari-harinya di sekolah. Banyak guru yang terjebak hanya di kuadran 'tahu' saja konsep memanusiakan manusia tersebut. Sisanya, guru-guru yang terus menempa diri, belajar ke sana ke mari, mengkaji berbagai buku tentang pendidikan dari pemikir-pemikir pendidikan di masa lalu. Sebagian kecil ini menjadi guru merdeka yang paham dan mampu mengimplementasikan konsep memanusiakan manusia lewat kegiatan di dalam kelas bersama anak didiknya.

Guru-guru merdeka terkadang menjadi minorias di dalam sebuah komunitas sekolah. Menjadi berbeda dalam mengolah pembelajaran, dan selalu berusaha membuat konkret setiap konsep pembelajaran merdeka lewat praktik-praktik kecil di kelas yang dikelolanya.

Walaupun minoritas, percayalah di luar komunitas yang tidak merdeka, guru merdeka belajar mendapatkan banyak dukungan dari komunitas peduli pendidikan alternatif lainnya. 
Share:

Postingan Populer