Ruang Sederhana Berbagi

Jumat, Mei 31, 2013

Solfing dan Handling

Dua kata baru untuk pendidikan alternatif adalah solfing dan handling. Kedua sama-sama penting dalam membangun karakter yang kuat di anak. Seorang anak yang memiliki kemampuan solfing dan handling terhadap apapun akan mampu menunjukan kepercayaan diri yang baik dibanding anak lainnya. Walaupun bukan untuk membanding-bandingkan tetapi kemampuan solfing dan handling ini sangatlah penting dalam konteks pendidikan.
Sebagai pendidik yang selalu mencari alternatif bentuk-bentuk menarik pendidikan, tentu saja dua kata ini sangat penting untuk dicatat. Saya katakan demikian karena kita membutuhkan generasi ini, generasi yang mampu menangani masalah dan mencari solusi serta memecahkan masalah sampai titik praktisnya. 
Banyak sekolah yang kemudian dikritik sistem pendidikan secara umumnya karena hanya mengajarkan teori tanpa menunjukkan prakteknya. Di sisi ini kita tidak bisa menyalahkan guru sebagai penggerak karena guru digerakan oleh sistem kurikulum. Apalagi dengan sosok pegawai dinas yang kaku seolah-olah semua harus sesuai kurikulum negara.
Tetapi jangan khawatir, selama modal kreatifitas kita miliki, maka hambatan dalam penghantaran metode yang menarik pasti akan kita dapatkan.
Mengajarkan anak bukan sekedar menunjukkan teori saja, tetapi menjiwai setiap proses pendidikan yang akan mereka rasakan hasilnya kelak di masa yang akan datang. Barengi teori dengan kemampuan menyelesaikan masalah secara praktis.
Bekerja sama membuat karya di Hari Bumi! Kerjasama akan menumbuhkan kepedulian. Secara tidak langsung mengajarkan praktek tentang pentingnya membangun kerjasama antar pribadi untuk mewujudkan harapan bersama.
Share:

Rabu, Mei 29, 2013

Dari Karya ke Karakter

Sebuah karya bisa menjelaskan pembuatnya. Karya menggambarkan seorang yang ulet, telaten, baik, pemarah, grasa-grusu, sabar, tidak sabar, dan sifat-sifat lainnya yang ada di anak. 
Karya juga menjadi sebuah bentuk inspirasi anak-anak untuk mengalami pengalaman mewujudkan sesuatu. Memberi pengalaman tentang kemandirian menghasilkan sesuatu. Mandiri untuk hidup dan tidak tergantung dari siapa pun selain Tuhan, tentu saja! 
Kemandirian anak adalah salah satu tujuan sekolah dan orangtua. Secara perlahan anak-anak dikenalkan pada dunia dan mereka harus memberikan makna kehidupannya pada dunia. Tidak tergantung lagi pada orangtua. Di jaman yang serba instan dan semua sudah tersedia ini, kemandirian untuk melakukan sesuatu, menghasilkan sesuatu adalah sebuah tantangan bersama.
Berkarya adalah salah satu solusi membangun kemandirian dan mengenal setiap pribadi anak. Jadikan berkarya sebagai keseharian yang kemudian akan menjadi kebiasaan. Jika sudah jadi kebiasaan yang menempel maka karakter anak yang mandiri bisa terwujud.
Karya anak tentang maket Desa Wayang
Share:

Senin, Mei 27, 2013

Crafting

Salah satu bagian paling menarik saat bergiat bersama anak-anak adalah crafting. Dengan berbagai media yang ada, crafting sangatlah menyenangkan. Banyak pembelajaran di dalamnya. Apalagi kalau kita menyelami konsep pembelajaran seperti yang dilakukan di Waldorf School. Sebuah konsep yang dikembangkan oleh Rudolf Steiner melalui pemahaman dan pendalaman spiritual yang tinggi, seorang pengajar atau guru seolah digiring untuk mengenali dirinya sendiri sebelum mengajar atau mendidik anak. Mendidik anak dalam paradigma berpikir  Rudolf Steiner bukanlah sekedar mengantarkan materi-materi pelajaran saja. Tetapi mengenalkan sebuah kehidupan dan makna yang harus mereka (anak-anak) dapatkan selama mereka hidupnya.
Ada penjelasan atau semacam perasaan yang mendalam, yang filosofis pada sebuah kegiatan crafting. Bukan sekedar membuat karya tetapi memberikan pengalaman spiritual pada anak-anak yang tumbuh setiap harinya.
Karya anak kelompok Mahoni tentang rumah dari bahan alami.
Share:

Kreatif Mengemas LKS

Kalau sekedar menghantarkan materi pelajaran, seorang guru tentu tidak akan sulit-sulit mengajarkan. Namanya menghantarkan berarti tinggal buat presentasi, buat lembaran soal, lalu perbanyak dan sebar ke anak-anak. Beres, permasalahan menjadi pengajar sangat simpel dan sederhana. Secara kewajiban, sebagai pekerja, menghantarkan materi sesuai RPP (katakanlah demikian) sudah selesai. 
Tugas guru sebagai penghantar materi pelajaran sudah kita selesaikan dan tinggal menunggu hasil tes yang dilakukan untuk melakukan evaluasi pada materi yang sudah dihantarkan. Anak mengerjakan dengan baik, hasil baik, fotokopian materi sudah selesai dilaksanakan. Kalau hasil baik semua dan indikator RPP sudah dicapai, maka pengajar sudah selesai. 
Tapi memberi makna dan nilai pada sebuah penghantaran materi sangatlah berbeda. Butuh kualitas guru dan kreativitas guru untuk mengemas sebuah bentuk LKS atau juga penghantaran materi yang lebih kreatif. 
Mengajar adalah sebentuk kerja kreatif yang membutuhkan banyak pemikiran kreatif di dalamnya. Tidak sekedar menyampaikan materi saja, tetapi mengemasnya menjadi sesuatu yang asyik, menyenangkan, dan menarik untuk dipelajari. 
Banyak sisi-sisi yang kreatif kalau guru mau membuka diri. Jangan terpatok pada buku paket. Saya tidak mau berada dalam frame berpikir pengarang buku, digiring untuk mengikuti tanpa meliht sisi lainnya. Misalnya memotokopi LKS dari buku tanpa ada pengolah terlebih dahulu.
Selalu cari sisi-sisi lainya agar pembelajar semakin menarik dan menyenangkan.
Ini adalah karya anak kelas 4 tentang materi keragaman budaya di Indonesia.
Sisi-sisi kreatif yang ada pada diri guru dan anak-anak harus saling melengkapi. Guru hanya memberi stimulan dan anak-anaklah yang mengembangkannya lebih dalam dan lebih menarik. Mari menjadi inspirasi kreatif bagi lingkungan!


Share:

Pojok Guru

Salah satu bahasan menarik dari buku Jenny Gichara adalah teacher corner. Saya menangkapnya bukan sekedar memiliki pojok khusus guru tetapi guru juga harus berkarya seperti anak-anak yang sedang belajar. Guru harus punya karya yang bisa menginspirasi muridnya. Guru tidak sekedar berbicara teori tetapi juga praktek. Salah satu bentuk praktek guru yang akan menginspirasi murid-muridnya adalah karya itu sendiri.
Pengalaman mengunjungi sebuah sekolah dengan konsep Waldorf School di Thailand sedikit banyak memberikan inspirasi untuk guru dalam berkarya. Waldorf School yang berdasarkan pemikiran Rudolf Steiner sangatlah inspiratif. Di sekolah tersebut, saya merasakan guru bukan sekedar guru. Guru adalah bagian kehidupan seseorang, bukan sebagai pekerjaan. Guru bisa berperan dalam bidang apapun sebagai dirinya sendiri. Guru bisa menjadi seorang pekerja kayu, guru juga adalah seorang pelukis, guru juga adalah seorang penulis, guru juga adalah seorang pemusik, guru juga adalah seorang penyanyi, dan semua hal yang bisa menginspirasi murid-muridnya.
Teacher corner kadang memancing ide anak-anak. Misalnya setiap pagi anak-anak datang menghampiri meja kemudian bertanya "Kak, ini apa? Kita berkarya ini yu Kak" sambil menunjukkan pada rajutan atau buku inspirasi lainnya.
Teacher corner bukan semata-mata pojok, tetapi lebih dalam dari itu, teacher corner adalah sebuah ajakan untuk guru berkarya dalam hal apapun. Memberikan pembelajaran menyenangkan dengan bukti dari guru tanpa harus banyak berbicara melalui teori. 
Teacher corner juga sebuah percikan ide dan semangat berkarya lebih baik!
Teacher cornerku di sekolah, ada sebuah buku Jalan-Jalan Belajar, recorder, jarum rajut, hasil rajutan, dan lain-lain. Ayo guru, mari berkarya!
Share:

Mendidik Sepenuh Jiwa

Mendidik adalah bagian kehidupan seorang manusia. Tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain. Utuh melengkapi semuanya. Mendidik dengan hati, pikiran, dan fisik, untuk kebaikan semua. Seorang guru mendidik dengan jiwa yang baik untuk memberikan pengalaman kehidupan yang menyenangkan. Guru yang baik sadar pentingnya membawa setiap jiwa dalam segala bentuk pendidikannya.
http://www.nsta.org
Suatu hari, seorang anak akan tumbuh besar dengan pengalamannya. Mereka yang akan mengganti generasi sebelumnya. Demikian seterusnya, sebagai manusia maka pendidikan adalah media memberikan pengalaman menyenangkan tentang segala hal. Bisa jadi ada saat mengalami saat tidak menyenangkan, tetapi itulah kehidupan. Saat apapun, ketika dilakukan dengan menyenangkan maka hasilnya akan menyenangkan.
Setiap anak menangkap jiwa gurunya, ia lebih peka dari apapun. Tanpa harus banyak berkata-kata, seorang anak paham dengan hantaran di bawah sadar yang dibawa oleh gurunya.
Mendidik sepenuh jiwa, memberikan pengalaman bagi anak-anak tentang jiwa yang baik. Dengan dasar spiritualitas yang tinggi, guru akan menjadi panutan di kemudian hari. Jiwa yang selalu dipenuhi kebaikan akan memancarkan kebaikan pula bagi lingkungan sekitarnya. Inilah guru yang mendidik dengan sepenuh jiwa. Guru yang mendidik dengan hati, mendidik dengan pikiran, dan mendidik fisik untuk kebaikan semuanya. Semoga kita termasuk pendidik yang mampu menampilkan sepenuh jiwa kita untuk kebaikan anak-anak.

Share:

Minggu, Mei 26, 2013

Guru (juga) Manusia

Seorang guru memiliki peran penting dalam kehidupan seorang manusia. Jangan jauh-jauh kepada kemajuan bangsa seperti yang dilakukan oleh Jepang kepada guru-gurunya. Saat di bom atom tahun 1945, kaisar menanyakan berapa guru yang masih hidup, membuktikan guru sangat besar bagi bangsa Jepang. 
Selain orangtua sebagai peletak dasar kehidupan, guru juga menjadi bagian utuh sebagai referensi anak untuk menghadapi dunia nyata. Bukan menghadapi, lebih tepatnya memberi makna pada kehidupannya kelak di masa yang akan datang saat anak dewasa.
Guru mengajarkan kehidupan melalui banyak cara, melalui materi pelajaran juga melalui pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
Memberi pondasi dasar yang baik dengan pengalaman belajar yang menyenangkan, akan memberikan banyak makna menarik bagi seorang anak. Idealnya guru adalah sosok yang harus bisa menggambarkan kehidupan baik bagi anak didiknya. Melalui perilaku yang baik, sikap yang baik, serta karakter yang baik pula. Karakter bisa muncul melalui kebiasaan-kebiasaan baik yang terus ditanam setiap hari. Ingat saja "benih kebaikan akan menghasilkan buah kebaikan". Sebuah benih walaupun kecil tetapi punya pengaruh besar dikemudian hari.
Guru juga manusia, terkadang mengalami masa sulit dalam menjalani kehidupannya. Persis seperti kehidupan yang selalu pasang surut, pun dengan seorang guru. Dia sosok yang tetap manusia. Bukan malaikat yang bersih selamanya. Ada saat guru mengalami kesalahan. Misalnya salah mengoreksi soal, salah memberi soal, salah menilai, dan masih banyak lagi.
Selama kita menyadari hal itu sebagai hal yang manusiawi, maka jalannya kehidupan akan ringan. Guru tetap manusiawi dalam mengerjakan semua kewajibannya tanpa merasa berdosa saat mengalami kesalahan. Anggap saja sebagai kehidupan yang naik turun. Kesalahan sedikit bukan sebuah hal yang akan menghancurkan cita-cita dan harapan besarnya pada perkembangan seorang anak didik.
Tetap berpikir positif saat mengalami kesalahan adalah jalan terbaik untuk siapa saja baik itu guru maupun anak didik. Saat salah, akui dan segera perbaiki. Ini akan ringan dibanding 'blaming' ke banyak pihak.
Cari sisi-sisi lainnya saat kita salah, pasti ada pelajaran penting dibalik kesalahan yang sudah dibuat.
Guru juga manusia, bertindak dan bersikap manusiawi saja!
Ingatlah selalu setiap benih kebaikan akan menghasilkan buah kebaikan. Maka, hal-hal yang akan merusak kebaikan harus kita singkirkan. Termasuk bibit-bibit yang akan merusak buah di masa yang akan datang.
Share:

Jumat, Mei 24, 2013

Happy Birthday YPBB #20tahun

Sebuah persembahan untuk Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi atau yang dikenal dengan nama YPBB. Gerakan lingkungan yang digagas YPBB sangat inspiratif, kampanye zero waste, Pendidikan Lingkungan di Taman Kota, dan masih banyak lagi.
Nah sekarang, saya mengenal 10 tahun YPBB dan masih tetap konsisten dengan gerakan penyadaran lingkungannya. Selamat Ulang Tahun YPBB #20tahun
http://www.youtube.com/watch?v=ZHI6ix71dII
A creative man is motivated by desire to achieve, not by desire to beat others

Share:

Senin, Mei 20, 2013

Table Puppet

Salah satu kegiatan yang menarik di Waldorf Study Group, yang selalu saya sukai adalah crafting. Bukan hanya itu, kegiatan bernyanyi, berdiskusi juga tidak kalah menarik. Sebagai pendidik, kegiatan diskusi yang berisi banyak kisah dan pemikiran Rudolf Steiner melalui Waldorf School-nya sangat membantu saya dalam mengenal banyak hal-hal yang mendasar dalam mendidik anak. Seorang guru dituntut secara sadar untuk terus melakukan penggalian ide-ide tentang metode mengajar yang baik untuk anak didiknya.
Di studi group ini, saya belajar banyak terutama mengenal perkembangan anak dari banyak sisi filosofis yang tidak didapatkan di tempat lain. Mengenal anak adalah mengenal manusia. Belajar anak harus belajar tentang manusia, pertumbuhan manusia, perkembangan manusia, dan masih banyak hal lain yang menarik selama diskusi tentang pemikiran Rudolf Steiner ini.
Memahami anak (juga manusia) dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya mengenal secara utuh sebuah kisah dalam fairy tale yang dihimpun oleh Grimm's Brother, lalu melalui karya (crafting). 
Bukan sekedar berkarya, tetapi ada sisi-sisi filosofis di dalamnya. Demikianlah yang terus saya gali dalam setiap saat saya berdiskusi dan berkarya. Nah, salah satu karya yang 'membanggakan' saya adalah table puppet. Selain yang lainnya juga yang tidak kalah 'membanggakan' seperti membuat boneka rajutan, merajut, crocet ( saya lupa menuliskannya), tanah liat, dan masih banyak lagi.
Sabtu yang lalu, saya dan teman-teman membuat 'table puppet'. Rasanya sangat menyenangkan, benar-benar menyenangkan. Prosesnya begitu unik dan filosofis. 
Nah, inilah table puppet saya di antara teman-temannya. Saya membuat table puppet dengan tokoh prince. Belum utuh sih, jadi tunggu selanjutnya setelah 'prince' lahir dengan jubah dan baju kebesarannya, yah!
Share:

Postingan Populer