“Kesadaran
ekologis yang mendalam adalah kesadaran spiritual atau religius” (Fritjop Capra)
Setiap bidang yang berhubungan dengan manusia
sangat menarik untuk dikaji dengan melihat sisi lainnya. Ada banyak keterkaitan
yang saling mendukung satu sama lain. Keterkaitan ini membuat simpul-simpul
masalah saling
berhubungan. Di samping itu, solusi yang diharapkan bisa muncul dengan berpikir
holistik, terintegrasi, dan melibatkan banyak pemikiran lainnya.Dalam paradigma berpikir holistik, masalah
lingkungan selalu berkaitan satu sama lain. Lingkungan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Untuk melihat keterkaitan
ini
misalnya Mahasiswa Teknik Sipil dan Mahasiswa Teknik Arsitektur bisa belajar dengan
memulainya dari melihat masalah air. Ketika membahas tentang siklus air dalam
mata kuliah hidrologi, terdapat keterkaitan antara satu tahapan dengan tahapan
lainnya.
Secara meteorologis, air merupakan unsur pokok paling penting dalam atmofer bumi. Air terdapat sampai pada ketinggian 12.000 hingga 14.000 meter, dalam jumlah yang kisarannya mulai dari nol di atas beberapa gunung serta gurun sampai empat persen di atas samudera dan laut. Bila seluruh uap air berkondensasi (atau mengembun) menjadi cairan, maka seluruh permukaan bumi akan tertutup dengan curah hujan kira-kira sebanyak 2,5 cm. Air terdapat di atmosfer dalam tiga bentuk: dalam bentuk uap yang tak kasat mata, dalam bentuk butir cairan dan hablur es. Kedua bentuk yang terakhir merupakan curahan yang kelihatan, yakni hujan, hujan es, dan salju.Dari siklus air bisa kita lihat keterkaitan antara matahari, suhu, penguapan, hutan, sungai, dan laut. Jika salah satu proses ada yang salah atau bermasalah maka bersiaplah menghadapi perubahan yang akan terjadi. Dampaknya bukan saja pada manusia tetapi juga pada mahluk hidup yang mendiami bumi. Sekarang sudah berkembang isu tentang hutan dan banjir, pemanasan global, pembalakan liar. Semua isu itu sangat erat dengan kondisi lingkungan yang terjadi.
Air merupakan sumber daya alam strategis yang keberadaannya sangat vital bagi kehidupan manusia. Air yang di zaman dulu hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari dan pertanian, kini merupakan komoditi yang diperebutkan untuk berbagai kepentingan. Hal terjadi karena ketersediaan air (dalam hal ini air tawar) ternyata tidak tersedia dengan cukup. Air tawar yang terdapat di sungai, danau maupun air tanah kurang dari 1 % dari jumlah total air di permukaan bumi. Hubungan selanjutnya selain pada perencanaan ruang, ketersediaan air bagi perumahan juga pada perencanaan jalan dan drainase kota. Ini menunjukan terdapat banyak kaitan yang saling berhubungan dari satu titik pembahasan, yaitu air.
Banyak juga masalah lain yang meluas padahal awalnya hanya berasal dari satu titik saja. Misalnya penulis menemukan kesulitan pada saat mencari kategori lingkungan, arsitektur, atau teknik sipil pada isu yang sedang hangat, yaitu konstruksi berkelanjutan. Konstruksi pada dasarnya bukan saja manifesto teknik sipil, dia juga menjadi bagian tak terpisahkan dari arsitektur, tetapi ketika berbicara tentang keberlanjutan berarti sudah masuk lingkungan. Sementara ketika berbicara lingkungan, maka semua hal yang ada di dalamnya sudah saling berkaitan.Sisi lain fenomena menjamurnya baja ringan dan gempuran produsen dari China yang memasok kebutuhan baja ringan murah, menjadi bahasan menarik ketika dihubungkan dengan lingkungan. Ini menyangkut jejak ekologis dan jawaban atas pertanyaan “benarkah baja ringan ramah lingkungan?”.
Baja ringan diklaim memiliki sifat yang ramah lingkungan, karena menggunakan material yang bisa mengurangi pembalakan liar (illegal logging). Hal ini juga karena tidak jarang kita menemui brosur rangka atap baja ringan dengan kode ekolabel atau ramah lingkungan, label yang menjelaskan produk yang dijual adalah ramah terhadap lingkungan. Namun apakah benar ramah lingkungan?. Untuk mengetahui itu, baiknya kita ketahui dulu penjelasan tentang produk yang ramah lingkungan atau ekolabel. Di sini kita diajak untuk melihat dan berpikir lebih dalam tentang baja ringan.Lebih luas misalnya ketika melihat lingkungan, lingkungan harus dilihat secara utuh dan holistik tidak bisa parsial dengan memilah-milah. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan akan menyangkut semua bidang yang bersentuhan dengan manusia. Segala tindakan manusia selalu berhubungan dengan lingkungan biotik dan abiotik. Dari hal terkecil yang dilakukan manusia, selalu ada dampak yang terjadi pada lingkungan sekitar. Dalam hal ini, penulis setuju dengan kutipan Gandhi bahwa bumi ini cukup untuk semua orang tapi tidak untuk keserakahan kita. Isu-isu ramah lingkungan, konsep green building, konstruksi berkelanjutan, dan lain-lain sudah sangat banyak kita temui melalui slogan dan berita-berita di media masa. Tetapi, pernahkah kita berpikir tentang sisi lainnya? Misalnya tentang memikirkan kembali konsep hijau.
Berpikir lebih mendalam tentang isi yang disampaikan melalui banyak media tentang isu hijau, membuat kita bisa mengerti lebih dalam tentang ungkapan Gandhi. Di sinilah kita butuh untuk “rethingking konsep green” yang sudah sering kita dengar.Masih banyak isu-isu lingkungan lainnya yang perlu kita pikirkan serta solusi yang diharapkan. Ini menyangkut tindakan bijaksana dalam memperlakukan lingkungan sekitar. Dari hal terkecil yang kita bisa agar lingkungan menjadi lebih baik. Kadang kita tidak menyadari banyak hal di sekeliling kita yang bisa membuat bencana, atau bahkan memberikan banyak solusi atas krisis lingkungan yang sedang terjadi. Sisi-sisi yang dituliskan dalam buku ini nyaris tidak ditemukan dalam perkuliahan.
Dengan berbekal pengalaman empiris saat penulis berhubungan dengan banyak pihak seperti kontraktor, arsitek perencana, dan aktivis lingkungan. Buku ini memaparkan banyak sisi-sisi yang menarik tentang dunia konstruksi, arsitektur, dan lingkungan. Sisi yang menarik dalam pandangan holistik yang saling berkaitan satu sama lain. Harapannya semoga buku ini menjadi bagian holistik dalam dunia teknik sipil, arsitektur, dan lingkungan. Harapan selanjutnya tentu saja kepedulian terhadap lingkungan yang semakin baik di masa yang akan datang.
Secara meteorologis, air merupakan unsur pokok paling penting dalam atmofer bumi. Air terdapat sampai pada ketinggian 12.000 hingga 14.000 meter, dalam jumlah yang kisarannya mulai dari nol di atas beberapa gunung serta gurun sampai empat persen di atas samudera dan laut. Bila seluruh uap air berkondensasi (atau mengembun) menjadi cairan, maka seluruh permukaan bumi akan tertutup dengan curah hujan kira-kira sebanyak 2,5 cm. Air terdapat di atmosfer dalam tiga bentuk: dalam bentuk uap yang tak kasat mata, dalam bentuk butir cairan dan hablur es. Kedua bentuk yang terakhir merupakan curahan yang kelihatan, yakni hujan, hujan es, dan salju.Dari siklus air bisa kita lihat keterkaitan antara matahari, suhu, penguapan, hutan, sungai, dan laut. Jika salah satu proses ada yang salah atau bermasalah maka bersiaplah menghadapi perubahan yang akan terjadi. Dampaknya bukan saja pada manusia tetapi juga pada mahluk hidup yang mendiami bumi. Sekarang sudah berkembang isu tentang hutan dan banjir, pemanasan global, pembalakan liar. Semua isu itu sangat erat dengan kondisi lingkungan yang terjadi.
Air merupakan sumber daya alam strategis yang keberadaannya sangat vital bagi kehidupan manusia. Air yang di zaman dulu hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari dan pertanian, kini merupakan komoditi yang diperebutkan untuk berbagai kepentingan. Hal terjadi karena ketersediaan air (dalam hal ini air tawar) ternyata tidak tersedia dengan cukup. Air tawar yang terdapat di sungai, danau maupun air tanah kurang dari 1 % dari jumlah total air di permukaan bumi. Hubungan selanjutnya selain pada perencanaan ruang, ketersediaan air bagi perumahan juga pada perencanaan jalan dan drainase kota. Ini menunjukan terdapat banyak kaitan yang saling berhubungan dari satu titik pembahasan, yaitu air.
Banyak juga masalah lain yang meluas padahal awalnya hanya berasal dari satu titik saja. Misalnya penulis menemukan kesulitan pada saat mencari kategori lingkungan, arsitektur, atau teknik sipil pada isu yang sedang hangat, yaitu konstruksi berkelanjutan. Konstruksi pada dasarnya bukan saja manifesto teknik sipil, dia juga menjadi bagian tak terpisahkan dari arsitektur, tetapi ketika berbicara tentang keberlanjutan berarti sudah masuk lingkungan. Sementara ketika berbicara lingkungan, maka semua hal yang ada di dalamnya sudah saling berkaitan.Sisi lain fenomena menjamurnya baja ringan dan gempuran produsen dari China yang memasok kebutuhan baja ringan murah, menjadi bahasan menarik ketika dihubungkan dengan lingkungan. Ini menyangkut jejak ekologis dan jawaban atas pertanyaan “benarkah baja ringan ramah lingkungan?”.
Baja ringan diklaim memiliki sifat yang ramah lingkungan, karena menggunakan material yang bisa mengurangi pembalakan liar (illegal logging). Hal ini juga karena tidak jarang kita menemui brosur rangka atap baja ringan dengan kode ekolabel atau ramah lingkungan, label yang menjelaskan produk yang dijual adalah ramah terhadap lingkungan. Namun apakah benar ramah lingkungan?. Untuk mengetahui itu, baiknya kita ketahui dulu penjelasan tentang produk yang ramah lingkungan atau ekolabel. Di sini kita diajak untuk melihat dan berpikir lebih dalam tentang baja ringan.Lebih luas misalnya ketika melihat lingkungan, lingkungan harus dilihat secara utuh dan holistik tidak bisa parsial dengan memilah-milah. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan akan menyangkut semua bidang yang bersentuhan dengan manusia. Segala tindakan manusia selalu berhubungan dengan lingkungan biotik dan abiotik. Dari hal terkecil yang dilakukan manusia, selalu ada dampak yang terjadi pada lingkungan sekitar. Dalam hal ini, penulis setuju dengan kutipan Gandhi bahwa bumi ini cukup untuk semua orang tapi tidak untuk keserakahan kita. Isu-isu ramah lingkungan, konsep green building, konstruksi berkelanjutan, dan lain-lain sudah sangat banyak kita temui melalui slogan dan berita-berita di media masa. Tetapi, pernahkah kita berpikir tentang sisi lainnya? Misalnya tentang memikirkan kembali konsep hijau.
Berpikir lebih mendalam tentang isi yang disampaikan melalui banyak media tentang isu hijau, membuat kita bisa mengerti lebih dalam tentang ungkapan Gandhi. Di sinilah kita butuh untuk “rethingking konsep green” yang sudah sering kita dengar.Masih banyak isu-isu lingkungan lainnya yang perlu kita pikirkan serta solusi yang diharapkan. Ini menyangkut tindakan bijaksana dalam memperlakukan lingkungan sekitar. Dari hal terkecil yang kita bisa agar lingkungan menjadi lebih baik. Kadang kita tidak menyadari banyak hal di sekeliling kita yang bisa membuat bencana, atau bahkan memberikan banyak solusi atas krisis lingkungan yang sedang terjadi. Sisi-sisi yang dituliskan dalam buku ini nyaris tidak ditemukan dalam perkuliahan.
Dengan berbekal pengalaman empiris saat penulis berhubungan dengan banyak pihak seperti kontraktor, arsitek perencana, dan aktivis lingkungan. Buku ini memaparkan banyak sisi-sisi yang menarik tentang dunia konstruksi, arsitektur, dan lingkungan. Sisi yang menarik dalam pandangan holistik yang saling berkaitan satu sama lain. Harapannya semoga buku ini menjadi bagian holistik dalam dunia teknik sipil, arsitektur, dan lingkungan. Harapan selanjutnya tentu saja kepedulian terhadap lingkungan yang semakin baik di masa yang akan datang.
Penerbit : Alfabeta, Bandung 2012
Penulis : Iden
Wildensyah