"You know what love is?It is all kindness, generosity"(Rumi)
Saya masih ingat ketika salahsatu Unit Kegiatan Mahasiswa di kampus Setiabudi Bandung mengadakan acara Musikalisasi Puisi. Harap dicatat musikalisasi, entah benar penambahan sasi pada musik atau tidak yang pasti, dalam benak saya, musikalisasi berarti penambahan unsur musik pada puisi, atau sebaliknya puisi yang ditambah unsur musik.
Terinspirasi dari musikalisasi, saya membuat cerpenisasi kartun. Cerpenisasi adalah pembuatan cerita pendek yang berdasarkan kisah di kartun. Cerpenisasi pertama saya yang berhasil adalah kartun Yonk di Buletin Wanadri. Cerpenisasi kartun Yonk, demikian saya menyebutnya. Setiap kartun Yonk keluar, saya selalu buat dalam versi cerpen-nya. Walaupun kadang memaksakan, tetapi ide dasar dari kartun itu bagus untuk dibuatkan cerita pendek.
Selain kartun yong, kartun yang sering saya buat ceritanya adalah Benny dan Mice, salahsatunya adalah
Smartphone sejuta umat yang sudah ada di kompasiana. Lalu konpopila, sukribo dll. Membuat cerpen dari kartun sangat mudah, tinggal tulis saja dari persfektif diri sendiri, maka jadilah cerpenisasi kartun.
Cerita pendek, berarti cerita yang pendek, tidak panjang dan tidak bertele tetapi penuh makna. Minimal ada cerita yang bisa di share dengan pembaca, entah itu muatan nilai-nilainya atau pesan-pesan moral lain yang sengaja dibuat oleh pembuatnya.
Inilah cerpenisasi kartun Yonk yang pernah saya buat.
|
Cat air |
Karena Aku…
(Cerpenisasi kartun Yonk)
Oleh Iden Wildensyah
Sore itu…
” Inilah aku! lihat betapa gagahnya aku” dalam hati aku berbicara pada diriku didepan cermin kamarku sebelum berangkat naik gunung besok pagi. Sebuah ucapan yang mungkin saja bagi sebagian orang terkesan angkuh dan sombong.
Tapi apalah artinya sebuah persepsi orang, toh kenyataannya tiap orang berbeda ketika melihat sisi yang dilihat dari fisiknya. Bisa saja berbicara dari aksesoris tapi sisi yang lebih dalam belum tentu orang bisa melihatnya.
“Aku adalah sang penakluk !” kata orang tentang aku, ya… aku pernah lewati batas tipis antara hidup dan mati, ketika di Himalaya. Aku juga pernah tergantung beku dan nyaris mati, sementara garvitasi siap menghempaskanku kelantai bumi ratusan meter di bawahku.
Panas, dingin, hujan dan badai adalah bagian dari petualangan yang terus aku hadapi, sekalipun dingin es di puncak gunung, aku tetap bertahan. Aku dan alam seperti menyatu sebagai media bermainku. Dengan kegiatandi alam bebas semua orang bahkan dunia pun mengenalku setengah tak percaya, tapi itulah aku.
Sementara itu….
Fenomena alam tempatku bermain terus berlangsung siang malam, musim berganti ada kemarau, ada hujan. Bergilir silih berganti alam mendaur ulang setiap waktu. Proses ini bukan tanpa sebab, semuanya memiliki makna bagi kehidupan ini. Di antara proses ini terjadi juga hal yang positif dan negatif yang alamiah. Barangkali proses negatif yang menelan korban yang paling aku ingat. Lihatlah bencana banjir sebanyak 578 rumah dan 58 hektar (ha) lahan pertanian padi di delapan desa di sebuah kota di Indonesia, lalu fenomena air yang sering di konsumsi setiap hari dimana ekploitasi air yang berlebihan karena peningkatan populasi maupun penggunaan yang semakin konsumtif/boros. Sejak tahun 1950, secara global penggunaan air telah berlipat sebanyak tiga kali, dua kali lebih cepat dari peningkatan jumlah penduduk. Tinggi muka air tanah di semua benua saat ini telah mencapai titik terendah dalam sejarah. Berkurangnya sumberdaya air diperkirakan akan menjadi tantangan yang paling mendasar bagi keberlanjutan manusia pada abad 21.
Pencemaran hingga penggundulan hutan semakin menjadi. Aku seperti tidak bisa berbuat apa-apa, akibatnya tanah longsor dan banjir terjadi dimana-mana.
“Apa yang bisa aku lakukan?” aku bertanya pada diriku setiap saat ketika mendengar berita tentang bencana alam ini.
Aku sadar saatnya alam menagih kontribusi dari apa yang selalu manusia “Exploitasi” pada dirinya. Aku juga sadar betapa selama ini kurangnya perhatian kita pada alam dan lingkungan sedikitnya.
Malam itu….
Dengan segelas kopi panas dan sebatang rokok. Sekedar mengisi malamku, aku duduk didepan televisi, menikmati tayangan yang semakin hari semakin menjemukan, sinetron-sinetron palsu pembawa impian yang membuat aku mual melihat tayangan-tayangan sekarang.
Tapi berbeda dengan malam itu, aku sengaja melihat berita terbaru tentang bencana alam di Indonesia. Aku jadi malu dengan diriku, terlintas sejenak aktivitasku, saat dengan gagahnya aku taklukan gunung-gunung, kuarungi angkasa, laut serta jeram-jeram sungainya lalu dengan garangnya aku tancapkan paku-paku tebingku tanpa ampun.
Sejenak aku termenung lalu bertanya masih pada diriku
” untuk apa semua ini?”
Lewat layar kaca didepanku malam itu, aku saksikan bagaimana alam menjerit kesakitan ketika hutan-hutannya digunduli, sungai dan udaranya pun di cemari. Dan ketika rasa sakit sudah tak tak tertahankan alam pun mengamuk.
Tersentak aku memandanginya, aku hanya bisa menahan nafas sembari menghitung berapa korban yang tewas hingga kini. Tak ada yang bisa aku lakukan walau tak ada kata terlambat. Aku akan berikan cinta yang terbaik untuk Tuhan, manusia dan alam semesta.
Selanjutnya…
Besok pagi aku naik gunung sebagai seorang pecinta alam saatnya mulai untuk bergerak bersama menjaga alam ini, melestarikan dan menggunakannya dengan tidak serakah karena aku seorang pencinta alam.