Sekali lagi, sepakbola adalah permainan yang melibatkan 22 pemain di lapangan, 1 wasit dibantu 2 Asisten Wasit, Pelatih di pinggir lapangan, Pemain cadangan di bench dan penonton di tribun. Walaupun hanya sebuah permainan, tetapi sepakbola memberikan banyak hal menarik yang bisa menjadi dinamika. Itulah kenapa sebuah permainan sepakbola selalu dinamis, sama halnya seperti aliran bola dari kaki ke kaki. Banyak hal yang bisa dijadikan bahan untuk menulis, bahan perbincangan, bahan diskusi dll.
Indonesia terbukti sebagai pasar potensial untuk apapun, termasuk sepakbola. Kali ini saya melihat sebuah ironi yang menimpa Liga Indonesia, Liga Indonesia ternyata menjadi pasar potensial untuk memutar uang pembelian pemain. Pemain-pemain dari luar negeri adalah bahan komoditas yang laku di bursa transfer oleh agen-agennya. Banyak pemain-pemain dari Eropa, Amerika Latin dan Asia yang berlaga di LIga Indonesia. Semakin semaraklah perhelatan sepakbola di tanah air ini.
Yang paling fenomenal ketika Pelita Jaya mendatangkan Mario Kempes, Roger Milla dan Maboang Kesack tahun 1994. Mereka adalah pemain-pemain dunia yang pernah menyemarakan Piala Dunia (World Cup). Kehadiran mereka benar-benar membuktikan bahwa Liga Indonesia adalah Liga yang patut diperhitungkan. Setelah waktu berlanjut, kebijakan datang dan pergi, tambal sulam pemain dll sampai ke kebijakan pembatasan pemain asing yang ada di Liga Indonesia. Yang paling fantastis ketika kebijakan 5 pemain asing darimanapun, kalau sekarang komposisinya tetap lima tetapi harus menyertakan 2 dari Asia.
Kebijakan dari Asia ini membuat serbuan pemain-pemain dari Asia Tenggara, Asia Tengah dan Australia gencar ke Indonesia. Yang paling menarik adalah Thailand, banyak pemain Thailand yang berkiprah mengadu nasib di Liga Indonesia. Sebut saja Sinthaweetchai Hathairatanakool, Suchao Nutnum, Yutazack Konjan, Pipat Tonkya, lalu dari Jepang Takasi Uchida dan Satoshi Otomo, dari Korea misalnya Park jung Hwan dll. Tidak lupa dari Australia, Josh Maguire yang bermain di Persebaya. Timur tengah, tentu tidak ketinggalan menyerbu Indonesia, Afshin Rad dan Vali Kenari dari Iran yang sudah dipecat dari skuad Persitara, dan pemain-pemain asia lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Ironi ketika serbuan pemain dari Asia ini tidak disertai dengan prestasi Timnas Indonesia di Kancah Asia ataupun Internasional. Di Piala Tiger Indonesia keok, di penyisihan Piala Asia juga bernasib sama. Kalau seperti ini bisa jadi prestasi terbaik Indonesia hanya mendatangkan pemain untuk bermain di Indonesia saja. Ironi selanjutnya adalah karena ketidakmampuan berprestasi di ajang internasional, pemain-pemain Indonesia sedikit yang dilirik club sepakbola luar. Indonesia boleh saja bangga ketika Kurniawan Dwi Julianto berhasil menembus Liga Italia bersama Sampdoria walaupun main hanya sebentar saja di bawah asuhan Sven Goran Erikson. Lalu Bambang Pamungkas dan Elie Eiboy yang cemerlang bermain di Liga Malaysia, tetapi setelah itu siapa lagi?
Pameo tentang Indonesia adalah pasar potensial memang benar, bahkan untuk sepakbola-pun Indonesia menjadi lahan subur untuk mencari keuntungan. Pemain dari luar menyerbu pasar Liga Indonesia, sementara pemain Indonesia belum mampu bersaing diluar, akankah ini menjadi sebuah kenyataan yang terus berlangsung? semoga saja tidak. Saya yakin jika dibenahi dengan baik, kaderisasi yang terstruktur dan pembinaan yang memadai, Sepakbola Indonesia bisa maju. Mungkin bisa menjadi kompetitor di ajang piala Dunia 2014 atau 2018 atau 2012. Mudah-mudahan.
Indonesia terbukti sebagai pasar potensial untuk apapun, termasuk sepakbola. Kali ini saya melihat sebuah ironi yang menimpa Liga Indonesia, Liga Indonesia ternyata menjadi pasar potensial untuk memutar uang pembelian pemain. Pemain-pemain dari luar negeri adalah bahan komoditas yang laku di bursa transfer oleh agen-agennya. Banyak pemain-pemain dari Eropa, Amerika Latin dan Asia yang berlaga di LIga Indonesia. Semakin semaraklah perhelatan sepakbola di tanah air ini.
Si Jalak Harupat (Photo by Iden Wildensyah) |
Kebijakan dari Asia ini membuat serbuan pemain-pemain dari Asia Tenggara, Asia Tengah dan Australia gencar ke Indonesia. Yang paling menarik adalah Thailand, banyak pemain Thailand yang berkiprah mengadu nasib di Liga Indonesia. Sebut saja Sinthaweetchai Hathairatanakool, Suchao Nutnum, Yutazack Konjan, Pipat Tonkya, lalu dari Jepang Takasi Uchida dan Satoshi Otomo, dari Korea misalnya Park jung Hwan dll. Tidak lupa dari Australia, Josh Maguire yang bermain di Persebaya. Timur tengah, tentu tidak ketinggalan menyerbu Indonesia, Afshin Rad dan Vali Kenari dari Iran yang sudah dipecat dari skuad Persitara, dan pemain-pemain asia lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Ironi ketika serbuan pemain dari Asia ini tidak disertai dengan prestasi Timnas Indonesia di Kancah Asia ataupun Internasional. Di Piala Tiger Indonesia keok, di penyisihan Piala Asia juga bernasib sama. Kalau seperti ini bisa jadi prestasi terbaik Indonesia hanya mendatangkan pemain untuk bermain di Indonesia saja. Ironi selanjutnya adalah karena ketidakmampuan berprestasi di ajang internasional, pemain-pemain Indonesia sedikit yang dilirik club sepakbola luar. Indonesia boleh saja bangga ketika Kurniawan Dwi Julianto berhasil menembus Liga Italia bersama Sampdoria walaupun main hanya sebentar saja di bawah asuhan Sven Goran Erikson. Lalu Bambang Pamungkas dan Elie Eiboy yang cemerlang bermain di Liga Malaysia, tetapi setelah itu siapa lagi?
Pameo tentang Indonesia adalah pasar potensial memang benar, bahkan untuk sepakbola-pun Indonesia menjadi lahan subur untuk mencari keuntungan. Pemain dari luar menyerbu pasar Liga Indonesia, sementara pemain Indonesia belum mampu bersaing diluar, akankah ini menjadi sebuah kenyataan yang terus berlangsung? semoga saja tidak. Saya yakin jika dibenahi dengan baik, kaderisasi yang terstruktur dan pembinaan yang memadai, Sepakbola Indonesia bisa maju. Mungkin bisa menjadi kompetitor di ajang piala Dunia 2014 atau 2018 atau 2012. Mudah-mudahan.
0 komentar:
Posting Komentar