Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Keindahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keindahan. Tampilkan semua postingan

Minggu, Oktober 23, 2016

Gadis dan Hujan

Di sebuah kafe di kota kecil, seorang gadis duduk di pojok ruangan. Di tangannya sebuah buku yang berjudul The Man Who Love Books Too Much, tampak asyik tidak terganggu lalu lalang pengunjung yang datang silih berganti. Sesekali ia berhenti untuk menyeruput kopi yang tersedia di mejanya.
Menunggumu yang tak jua datang ketika hujan terus mengguyur
Meja di pojok itu kecil, terbuat dari kayu jati dengan gurat-gurat yang masih alami. Dua kursi nyaman yang senada dengan warna kayu dibuat agar pengunjung nyaman mendudukinya. Satu kursi kosong, sepertinya ia sediakan untuk temannya. Bisa jadi teman lelakinya atau teman perempuannya. Ia sedang menunggu seseorang yang akan datang sore itu.

Di luar, air hujan jatuh membasahi jalanan. Lalu lalang angkot yang membawa penumpang tak berhenti di depan kafe itu. Hujan makin deras. Angin bertiup kencang dan suhu terasa makin dingin. Tanpa pendingin ruangan saja, suhu sudah teras dingin.

Di raihnya tas ransel yang ia simpan di samping kursinya, lalu ia ambil sweater. Dingin membuat ia harus memakai baju hangat. Bukunya masih terbuka, ia lepaskan dari tangannya sebentar kemudian ia letakan di atas meja. Baju hangat kini ia pakai. Sebentar ia urai rambut panjangnya yang kusut saat mengenakan baju hangat tadi dengan tangannya. Ia raih kembali buku yang tadi ia simpan di atas meja. Kembali ia tenggelam dalam bukunya.

Hujan masih terus mengguyur kota, orang-orang berteduh di pelataran toko, di halte angkot, di terminal, dan tempat-tempat yang cukup aman untuk berlindung dari derasnya air hujan.

Hampir 2 jam lebih, gadis itu masih asyik dengan buku di tangannya. Seseorang yang ia nantikan belum datang jua. Ia masih tetap berharap seseorang menemaninya membaca buku sore itu. Hujan belum juga reda dan seseorang masih tertahan langkahnya, entah berada dimana.

[Bulan Indah Januari]
Share:

Selasa, Oktober 07, 2014

Kemarau

Panasnya terasa menusuk kulit, rasanya seperti berada di puncak gunung. Siang ini sudah beberapa bulan dilanda kemarau. Kekeringan melanda. Sumur-sumur mengering kalaupun ada, keberadaannya sangat terbatas.

Angin berhembus kencang dari barat ke timur, ada juga yang bilang dari arah tenggara. Tiupannya seperti membawa kabar tentang kepahitan hidup tanpa air. Air yang menjadi sumber kehidupan seperti cepat menguap ke udara. Disertai suhu yang panas dan angin, lengkap sudah rasa gerah menghinggapi tubuh. Dahaga dan haus melengkapi rasa gerah tersebut.

Debu-debu berterbangan kesana kemari dibawa angin. Masuk tenggorokan kemudian tersangkut di antara hidung dan mulut. Gejala flu dan batuk kemudian menjangkiti setiap orang. Debu-debu juga hinggap diberbagai tempat, di rumah, di mobil, diperabotan rumah, dipelataran rumah, dan di segala tempat yang mampu dijangkaunya.

Rumput dan tumbuhan terlihat kering kerontang. Warnanya kuning karena kurang air. Seharus ia bisa berwarna hijau. Sayangnya, air tak cukup membuatnya mengantarkan proses fotosintesis yang utuh setiap hari. Ia korbankan warna hijau dengan mengganti dengan warna kuning, sampai waktu berlimpah air untuk mengembalikan lagi warna hijaunya.

Inilah kemarau. Saat dimana air begitu langka dan berharga. Inilah kemarau, saat manusia harus sadar untuk menjaga lingkungannya. Ini juga kemarau, saat manusia harus bersiap jika suatu saat berlimpah air dan menjadi bencana.

#Tuesday 
Share:

Sudahi

Kering kerontang rumput
Menguning lesu setiap saat
Panas ini menusuk kulit
Menyayat perasaan yang sakit
Mengingat pada mereka yang kuat
Bertahan dalam penat

Ada kesegaran pada tiap daun
Yang tak jatuh berguguran
Bersatu saling menguatkan
Memberi kehidupan pada tanaman
Setiap saat mengingatkan
Kemarau ini, Tuhan
Semoga menjadi pengingat kekuasan
Tak ada yang lebih besar darimu, Tuhan

Inilah kuasamu
Sebuah kondisi tak menentu
Air yang terasa menjauh
Tetaplah didekatku
Karenamu yang selalu ada dimanapun
Aku, kita, dan semuanya hari ini merindu
Sebuah hujan yang turun
Untuk kesegaran, sudahi sampai disini kemarau!


Share:

Selasa, Desember 31, 2013

Gerimis Desember

Angin desember menjelang pergantian tahun baru ini sangat dingin melebihi kata sejuk untuk menggambarkannya. Melewati celah-celah jendela dan pintu rumah, angin meresap memasuki rumah kemudian menempa kulitku. Dingin terasa lalu kuambil baju hangat untuk mengurangi rasa yang membuat bulu halus di tangan berdiri. 

Gerimis turun bersama angin. Terseok-seok pucuk pohon mangga mengikuti alur angin. Tidak berusaha menolak setiap hembusan yang datang kepadanya. Titik-titik air hujan turun melekat di daun kemudian mengalir ke tangkai kemudian membasahi dahan dan batang pohon. Semut-semut kecil yang biasa berduyun-duyun di batang pohon mangga terpaksa mencari jalan lain yang masih kering. Khawatir terbawa aliran air, beberapa semut memilih diam sementara sampai butiran air jatuh turun ke tanah.

Desember ini angin bertiup sepoi-sepoi, dingin menusuk kulit membawa gerimis yang sudah menggelayut sejak beberapa hari yang lalu. Gerimis titik-titik hujan jatuh di merahnya bunga kertas yang mekar di beranda rumah. Indah nian di tengah dinginnya siang di akhir tahun ini. Oh seandainya aku bisa mereguk semua keindahan ini, akan kusimpan sampai seribu tahun lamanya.


Share:

Postingan Populer