Seminggu ini rasanya diaduk-aduk perasaan oleh sebuah peristiwa pelepasan sekolah. Walaupun hanya satu tahun bersama-sama tetapi tetap saja, saat harus berada dalam situasi haru, meneteslah air mata ini.
Setiap pertemuan akan selalu ada perpisahan. Hal ini sudah diketahui bersama. Bertemu kemudian berpisah. Berpisah kemudian bertemu kembali. Ini hal lumrah karena inilah kehidupan. Tidak ada yang abadi. Semua hal yang terjadi selalu ada akhirnya. Bahkan dunia ini, kita percaya ada akhirnya.
Melepas mereka untuk tidak bersama-sama lagi adalah kebahagiaan tersendiri. Mendidik dalam kebersamaan dan kerjasama selama berbulan-bulan, melewati banyak dinamika yang menyenangkan dan juga tidak menyenangkan.
Seperti menjalani pendakian gunung, ada saatnya naik dan ada saatnya turun. Sampai di puncak gunung harus berjuang sekuat tenaga untuk kembali turun. Kepuasan sampai di puncak gunung karena berhasil melewati banyak rintangan. Sampai kemudian harus turun kembali dan bersiap menyongsong tantangan selanjutnya.
Demikian halnya dengan saat kita harus berpisah dari teman-teman seperjuangan selama setahun, ada keharuan dan juga kebanggaan. Saya tak bisa menahan segala rasa yang berkecamuk. Tapi semua harus terjadi dan kita harus pergi untuk petualangan selanjutnya. Untuk jenjang selanjutnya, untuk dinamika selanjutnya, dan tentu saja untuk pertemuan dan perpisahan selanjutnya.
Keharuan anak-anak saat melepas kakak kelasnya di Sekolah Alam Bandung
Di Tiongkok pernah ada seorang guru yang sangat dihormati karena tegas & jujur.
Suatu hari, 2 murid menghadap sang guru. Mereka bertengkar hebat & nyaris beradu fisik.
Keduanya berdebat tentang jumlah hitungan 3x7. Murid yg pandai mengatakan 21, Sedangkan si murid bodoh bersikukuh mengatakan 27.
Perdebatan dan Kearifan
Murid bodoh menantang murid pandai u/ meminta sang guru sebagai jurinya untuk mengetahui siapa yang benar di antara mereka.
Si murid bodoh mengatakan, "Jika saya yang benar 3 x 7 = 27 maka engkau harus mau dicambuk 10 kali oleh guru, tapi jika kamu yg benar (3x7=21) maka saya bersedia untuk memenggal kepala saya sendiri." kata si bodoh menantang dengan sangat yakinnya.
"Katakan guru mana yang benar?" tanya si murid bodoh.
Ternyata sang guru memvonis cambuk 10x bagi si murid pandai (yang menjawab 21).
Si murid pandai protes keras!
Sang guru menjawab, "Hukuman ini bukan untuk hasil hitunganmu, tapi untuk ketidakarifanmu yg mau-maunya berdebat dgn orang bodoh yg tidak tahu kalo 3x7 adalah 21.
"Sang guru melanjutkan, "Lebih baik melihatmu dicambuk & menjadi arif, daripada saya harus melihat 1 nyawa terbuang sia-sia!"
Berdebat atau bertengkar untuk hal yg tidak benar & tidak berguna, hanya akan menguras energi percuma.
Ada saatnya kita diam u/ menghindari perdebatan atau pertengkaran yg sia-sia. Diam bukan berarti kalah, bukan? Memang tidak mudah, tapi janganlah sekali-kali berdebat dgn orang yang tidak memahami permasalahan, tapi merasa dirinya sudah paling benar padahal sudah jelas-jelas salah.
"Merupakan suatu kearifan bagi kita, yg bisa mengontrol & menjauhkan Diri dari perdebatan yg tak berguna."
Pada suatu hari ada seorang pemuda yang berniat membuang ibunya kehutan, karena si Ibu telah lumpuh dan agak pikun.. Si pemuda tampak bergegas menyusuri hutan sambil menggendong ibunya. Si Ibu yang kelihatan tak berdaya berusaha menggapai setiap ranting pohon yang bisa diraihnya lalu mematahkannya, menaburkannya di sepanjang jalan yg mereka lalui.
Sesampainya di dalam hutan yang sangat lebat, si anak menurunkan Ibu tersebut lalu mengucapkan kata perpisahan sambil berusaha menahan sedih karena ternyata dia tidak menyangka tega melakukan perbuatan ini terhadap ibunya.
Justru si Ibu yg tampak tegar, dalam senyumnya dia berkata 'Anakku, Ibu sangat menyayangimu. Sejak kau kecil sampai dewasa Ibu selalu merawatmu dengan segenap cintaku. Bahkan hingga hari ini rasa sayangku tidak berkurang sedikitpun.
Tadi Ibu sudah menandai sepanjang jalan yang kita lalui dengan ranting-ranting kayu. Ibu takut kau tersesat, ikutilah tanda itu agar kau selamat sampai di rumah..
Setelah mendengar kata-kata tersebut, si anak menangis dgn sangat keras, kemudian langsung memeluk ibunya dan kembali menggendongnya untuk membawa si Ibu pulang kerumah. Pemuda itu akhirnya merawat Ibu yg sangat mengasihinya hingga Ibunya meninggal..
Orang tua bukan barang rongsokan yang bisa dibuang atau diabaikan setelah terlihat tidak berdaya..
Karena pada saat engkau menggapai sukses atau saat engkau dalam keadaan susah, hanya orang tua yang mengerti kita, bathinnya akan menderita kalau kita susah..
Belum tentu istri, suami, ataupun teman sanggup menyayangi seperti itu..
Orang tua kita tidak pernah meninggalkan kita, bagaimanapun keadaan kita, walaupun kita terkadang kurang ajar dan mengabaikan orang tua. Namun Bapak dan Ibu kita akan tetap mengasihi kita..
Mulai sekarang mari kita lebih mengasihi orang tua kita selagi mereka masih hidup.
Ingat produk Xiomi? Yah, sebuah telepon seluler yang beken keluaran dari Tiongkok tetapi memiliki kualitas yang hampir menyamai produk dari Amerika. Ingat Xiomi ingat LAZADA! Saya katakan demikian karena kehadiran Xiomi di Indonesia melalui perantara LAZADA.
Bukan hanya xiomi produk yang ada di Lazada, hampir semua kebutuhan sehari-hari juga muncul di sana. Layanan yang sangat baik karena terpercaya banyak orang. Handphone merek lain juga hadir di sana. Dijual secara online ternyata lebih efektif karena menjangkau banyak kalangan dengan daerah yang lebih luas.
Di era yang super cepat ini, berjualan di internet adalah adalah sebuah alternatif yang bisa kita pilih. Semakin hari perkembangan internet dan teknologi lainnya semakin berkembang dengan cepat. Demikian halnya dengan akses jual beli yang semakin revolusioner dengan kehadiran media internet ini.
Tertarik! silahkan gunakan layanan yang terpercaya agar anda mendapatkan kepuasan dalam berbelanja. Klik di sini untuk mendapatkan banyak manfaat dari berinteraksi dan jual beli di internet yang lebih baik.
"Sejak dulu, Jakarta adalah kota yang kalah. Dia dibangun dari sinergi kemunafikan manusia yang menjadi penghuninya. Tidak ada kegagahan dalam sejarahnya. Jakarta bukan kota yang patut untuk dicintai" (Rahasia Meede hal 198)
Dari Pusat Perniagaan Menjadi Benteng
Mengikuti sejarah Indonesia dan mengkomparasi dengan kehidupan sekarang, sepertinya tidak jauh berbeda. Sayangnya beberapa pengambil kebijakan seakan lupa sejarah atau bisa jadi melupakan sejarah. Ingat kata-kata Soekarno "Jangan sekali-kali melupakan sejarah". Salah satu bagian yang saya komparasi adalah pembangunan mall. Pembangunan mall atau pusat perbelanjaan, atau tempat perniagaan yang kian marak di setiap kota sekarang mengingatkan saya pada pola penjajahan Belanda melalui VOC yang diawali oleh pembangunan sebuah pusat perniagaan. Saya katakan saja sebagai pusat perbelanjaan atau sebuah mall untuk kata yang lebih nge-trend di jaman sekarang.
Kita lihat ke belajabf, bahwa pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Berdirinya pusat perniagaan berawal dari seorang negosiator ulung bernama Kapten Jacques L 'Hermite yang diutus oleh Gubernur Jenderal VOC pertama, Pieter Both, Pangeran Jayawikarta (penguasa Batavia setelah Portugis kalah oleh tentara Demak di bawah pimpinan Fatahillah) memberikan ijin pada VOC untuk membangun pangkalan niaga di Jayakarta pada tahun 1611. Pada tanah yang terletak di pinggir timur muara sungai Ciliwung itu, VOC membangun huis, loge, danfactorij. Bangunan itu kemudian disebut Nassau Huis. Perjanjian itu kemudia diperbarui lagi pada masa Gubernur Jenderal Gerard Reynst. Terus dipertahankan hingga masa pemerintahan singkat Gubernur Jenderal Dr. Laurens Reael.
Ketika pucuk pimpinan berpindah ke tangan Jan Pieterszoon Coen, keadaan tidak lagi sama. Dia menambahkan bangunan baru, Mauritius Huis. Di antara Nassau Huis dan Mauritius Huis dibangun tembok batu yang dijejali dengan meriam. Kekuatan penjaga ditambah berkali lipat. Tembok-tembok itu kemudian disempurnakan menjadi benteng oleh Piere de Carpentier, yang menjadi penguasa selama JP Coen berlayar ke Maluku. Tembok yang membentuk sebuah kota itu kemudian disebut Kasteel Jacatra. Keadaan ini membuat hubungan VOC dan Pangeran Jayawikarta menjadi tegang. Perimbangan kekuatan bermuara pada ide penguasa tunggal terhadap kota.
Kejatuhan Jayakarta tinggal menghitung hari. Dengan tujuh belas armada kapalnya dari Maluku, Coen memimpin sendiri penyerangan terhadap Banten dan Jayakarta. Tepat pada tanggal 30 Mei 1619, Kota Jayakarta dihancurkan. Daerah yang direbut menjadi bagian dari Batavia. Pada 4 Maret 1621, secara resmi Batavia dikukuhkan sebagai nama kota. Mimpi Coen untuk menjadikan Batavia sebagai pusat kerajaan dagang yang terbentang mulai dari Tanjung Harapan hingga Jepang pun dimulai.
Mall Jaman Sekarang
Lantas ada apa dengan pusat perniagaan jaman sekarang? pertanyaan itu untuk memulai mengkomparasi kenyataan bahwa berawal dari mall penjajahan dimulai. Banyak yang bilang bahwa penjajahan jaman sekarang bukan bersifat fisik seperti tanam paksa, kerja paksa dan paksa-paksaan lainnya yang terlihat. Penjajahan jaman sekarang adalah paksaan pada kebutuhan untuk terus menerus menjadi konsumtif. Tidak sadar di jajah oleh merek, oleh gengsi dan oleh mall itu sendiri. Mall sudah menginvasi daerah-daerah vital yang menjadi tempat hidup semua mahluk. Baik manusia maupun hewan. Mall dibangun dibekas sawah, ladang dan pemukiman yang terpaksa harus ditinggalkan karena pembangunan mall.
Banyak sawah yang menjadi korban, sawah hilang berarti sumber makanan harus mendatangkan dari luar. Jika mendatangkan dari luar berarti konsekuensinya kita bergantung pada pihak luar penyedia makanan tersebut. Jika kita bergantung pada pihak luar maka pihak luar dengan mudahnya memainkan harga, kualitas dan kuantitas semaunya. Inilah bentuk penjajahan yang tidak terasa sudah sangat merasuki semua manusia Indonesia, kecuali daerah yang belum terinvasi oleh mall.
Pada awalnya pusat perniagaan, berkembang menjadi pemukiman lalu menjadi benteng dan akhirnya menguasai kota. Kondisi nyata terjadi pula di beberapa kota, sebut saja Kota Bandung. Pada awal berdirinya, ijin dikeluarkan untuk pembangunan mall, lalu berkembang sedikit-sedikit dibangun tempat bermain, berkembang kemudian menjadi tempat parkir dengan alasan tempat yang sudah ada tidak bisa menampung parkir, berkembang kemudian tumbuh hotel. Yang awalnya hanya sebuah mall dengan kawasan hijau yang asri, kini berkembang menjadi sebuah tempat bermain dan hotel. Lalu apa kata walikota melihat perkembangan tidak sesuai ijin ini. "kami kecolongan" setiap kali ada pembangunan, selalu jawaban saktinya adalah "kami kecolongan". halagh cape dech.
Adalah sangat wajar jika ada beberapa kalangan yang menolak pembangunan di beberapa tempat di Kota Bandung. Mereka khawatir kejadian "kecolongan" dan "kecolongan" terus menjadi trend dan sikap developer terus saja membangun agar terus kecolongan, bangun saja dulu, ijin belakangan. Untuk mengantisipasi ini, baiknya pihak terkait, birokrasi dan aparat penegak hukum tegas terhadap segala jenis pelanggaran pembangunan. Saya katakan "saya bukan anti pembangunan, hanya saja pembangunan yang tidak ramah lingkungan, tolong jangan dipaksakan hanya untuk mengejar gengsi dan kebutuhan yang tidak perlu".
Sawah jangan dihilangkan, masa kita harus kehilangan bebegig dan kita hanya bisa melihat sawah di mall. kritik saja, sawah jangan diganti oleh mall dan tolongan jangan tamak dan merusak lingkungan.
Sumber: www.id.wikipedia.com Ito, E. Rahasia Meede. 2007. Hikmah. Bandung
"Pengalaman adalah guru terbaik. Menghadirkan pengalaman adalah bagian terbaik yang bisa dilakukan oleh guru agar anak-anak bisa belajar secara mengasyikan dan menyenangkan".
Bermain, Bertualang, Belajar
Di Sekolah Alam Bandung, anak-anak mengalami dan belajar langsung dari setiap proses yang mereka jalani. Lewat kegiatan wirausaha, mereka mengalami langsung belajar mandiri dalam mencari ide usaha, mewujudkannya, dan mengevaluasinya. Wirausaha mengajarkan empati, sikap pantang menyerah, dan kreativitas. Selain itu, mereka juga belajar langsung lewat kegiatan outbond.
Outbond mengajarkan banyak hal yang sangat positif untuk perkembangan anak didik. Mengalami langsung risiko di alam terbuka, mengantisipasi risiko, memperhitungkannya, kemudian menikmati setiap prosesnya dengan baik.
Bermain, Bertualang, Belajar! Ingat itu, sejatinya semua hal menjadi sangat menyenangkan saat kita tidak mematok kelas sebagai tempat belajar. Belajar di mana saja, kapan saja, dari siapa saja. Belajar sepanjang masa karena belajar adalah kewajiban. Tempatnya tidak wajib dari sebuah ruang khusus berukuran tertentu dengan pakem kurikulum yang ditentukan orang lain. Belajar adalah bermain, belajar adalah bertualang, belajar adalah belajar. Bangga bisa menjadi bagian dari mereka yang terus belajar dan berkarya.
Banyak sekali pengalaman unik yang mereka tuliskan dalam buku yang berjudul Bermain, Bertualang, Belajar ini! Apresiasi kepada guru-guru dan fasilitator di SAB yang sudah mengantarkan mereka sampai jenjang SD 6 dengan baik. Terima kasih!
Alkisah di sebuah hutan
yang lebat, hidup seekor tupai di dalam pohon yang rindang. Pohon dengan daun
yang lebat, batang-batang yang kokoh, serta ranting yang berderet rapi di atas.
Tepat di sebuah lubang dekat batang pohon yang tengah, seekor tupai bersarang.
Membuat rumah pohon yang nyaman. Sekilas tidak terlihat ada kehidupan. Tetapi
di balik itu, di dalam pohon, sebuah rumah tupai begitu indah. Setiap
ruangannya ditata dengan rapih. Setiap hari, tupai itu membersihkan ruangannya
dengan baik.
Sayangnya, ia terkenal sering marah-marah tidak jelas kepada apapun benda atau
mahluk hidup di depannya. Ia juga suka meledek dan menyombongkan dirinya. Kalau
ada barang yang jatuh, ia akan marahi. Kalau ada barang yang tidak pada
tempatnya, ia akan marah-marah dan meledek. Semua temannya tidak suka pada dia
karena sikap marah-marahnya yang tidak jelas.
Suatu hari, ia melihat pohon. Ia kemudian berkata "hei, pohon kok kamu
jelek. Rantingmu ke sana ke mari tidak beraturan". Setelah itu ia bertemu
dengan seekor gajah, "hei gajah, kok badanmu gemuk. Gerakanmu tidak
lincah!". Saat ia bertemu dengan burung, ''hei burung, kamu jelek banget.
Tanganmu kok begitu, cuma punya kaki, yah?"
Semua yang ada dihadapannya selalu ia ledek dan ia marahi. Ia merasa senang
saat teman-temannya sedih. Sampai suatu hari, ia tidur dan bermimpi. Dalam
mimpi itu, ia sedang berada di sebuah tempat yang gersang. tidak ada pohon satu
pun. Ketika itu ia berjalan dan melihat ada sebuah pohon. Ia hendak berteduh
tapi pohon berkata, ''aku tidak mau meneduhimu, kamu sudah sering berbuat tidak
baik. Kamu tidak bersyukur bahkan pada pohon tempat tinggalmu." Ia
kemudian meneruskan perjalanan. Ia semakin kepanasan dan kelelahan. Setelah
lama berjalan ia bertemu seekor gajah. Kepada gajah itu ia berkata, "hei
gajah, bawa aku pergi dari sini. Aku haus dan ingin minum." Gajah kemudian
menjawab, "aku tidak mau membawamu ke tempat yang banyak air, kamu sering
meledek aku".
Ia semakin kepanasan dan kehausan. Sampai kemudian ia melihat burung. Ia
berpikir burung itu akan membantunya mencari air minum. "Hei burung, bawa
aku ke tempat yang banyak air minum." Lalu burung itu berkata, "aku
tidak mau menunjukan tempat yang banyak air dan pohon kepadamu. Kamu sering
meledek dan marah-marah tidak jelas."
Semakin lama semakin lemah tubuhnya. Ia pun kemudian pingsan. Saat itu juga
terbangun dari tidurnya. Ia kemudian melihat sekelilingnya. Ia ternyata masih
berada di rumah pohonnya. Ia merenungi mimpinya. Tersadarlah ia bahwa selama ini
ia tidak bersyukur atas semua yang sudah ia dapatkan.
Sejak saat itu, tupai mulai mengubah semuanya. Ia tidak lagi marah-marah dan
tidak suka meledek. Ia banyak bersyukur kepada semuanya. Ia melihat pohon dan
tersenyum berterima kasih. Ia melihat gajah kemudian meminta maaf dan merekapun
berteman. Ia bertemu burung, ia menyapa dan berterima kasih juga. Ia berubah
menjadi tupai yang baik hati dan penuh syukur.
Musim kemarau dalam
memori saya waktu kecil adalah kekeringan dan kerja keras untuk menyiram
tumbuhan di kebun. Sawah yang kerontang, irigasi yang mengering, angin yang
bertiup kencang dan tentunya suhu yang panas. Terlebih saya kecil hidup di
pesisir pantai, saya menyebutnya tetangga Australia.
Sunset di Pantai Karang Papak, Garut Selatan (idenide)
Setiap pagi sebelum
berangkatsekolah saya dibangunkan untuk segera mengambil air di
kulah (sebuah kolam didepan surau untuk wudlu). Airnya sudah berwarna hijau
karena lukut (tumbuhan yang tumbuh dibebatuan biasanya licin kalau diinjak bisa
membuat tergelincir) tetapi untuk menyiram tumbuhan rasanya bau lukut itu tidak
masalah yang penting tumbuhan di kebun kami bisa minum. Dua ember saya jinjing
di kiri dan di kanan saya. Kadang dengan mulut bersungut-sungut saya
melaksanakan rutinitas pagi di musim kemarau tersebut. Pernah satu kali diwaktu
saya malas, saya menyiram tumbuhan daunnya saja yang terlihat basah, tanahnya
tetap kering. Kasus ini jadi pelajaran karena ibuku mengetahui sampai beliau
memarahi dan memberi tahu kalau menyiram itu sama dengan memberi makan bukan
memandikan atau membasahi daun saja.
Saya menyiram setiap pagi sebelum berangkat sekolah, dalam hati saya
berkata bahwa apa yang saya lakukan bisa membuat tanaman itu tumbuh dikemudian
hari bisa memberikan buah-buah pada kami. Tumbuhan yang baru ditanam itu
terdiri dari Durian, Mangga, Sawo dan Rambutan. Kalau sedang Mood bagus, semua
tanaman yang terlihat kering saya sirami sampai pagar pun saya sirami. Saya
sangat sayang sekali pada tanaman tersebut, kasihan rasanya kalau mereka layu
gara-gara kemarau. Saya menyiram dua kali sehari, pagi dan sore menjelang
maghrib. Saya senang melakukannya, saya merasa memberi kehidupan ketika melihat
tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Indikatornya bagi saya sederhana, daunnya
terlihat segar.
Kemarau membuat desa kami kering, tetapi keceriaan anak-anak seusia saya
waktu itu membuat kekeringan tidak terasa sebagai masalah. Saya bersyukur
mengalami satu masa itu, masa yang kadang membuat saya merasa iri pada teman-teman
yang bisa langsung bermain tanpa ditanya "sudah disiram belum tanaman
dibelakang?". Tanaman itu sekarang sudah besar, seiring waktu yang terus
berpacu tanaman itu pun sedikit demi sedikit bisa diambil buahnya, ibu saya
tidak pernah melupakan untuk menyisakan buahnya untuk saya.
**
Kemarau selalu identik
dengan sore yang cerah dan malam yang terang benderang dikala purnama. Sore
dikala musim kemarau adalah saat yang menyenangkan, suhu menjadi sedang
maksudnya tidak begitu panas juga tidak begitu dingin dari suhu maksimal
disiang hari sehingga banyak keceriaan yang muncul disore hari. Keceriaan di
sore hari ini dimanfaatkan oleh anak-anak kecil
untuk bermain ucing-ucingan, main layangan, susumputan dan juga keceng-kecengan
bagi mereka yang sudah dewasa. Moment sore di musim kemarau oleh saya kecil
pada waktu itu digunakan untuk bermain bersama teman-teman tentunya setelah
menjawab pertanyaan ibu: ”sudah disiram belum tanaman dibelakang?” dengan
jawaban sudah.
Sore yang cerah dan keceriaan anak-anak yang sedang bermain di lapangan
membuat semarak kampung kami, kadang saya lupa waktu kalau sudah bermain.
Rasanya saya ingin terus merasakan sore hari, saya tidak mau memasuki malam.
Saya tidak mau ibu memanggil saya untuk segera kembali ke rumah untuk sholat berjamaah
bersama bapak di surau.
Biasanya kami baru beranjak menuju rumah kalau sudah ditakuti dengan
mahluk bernama ”Sanekala” yaitu mahluk yang suka mengambil anak-anak yang main
kemaleman. Sanekala hanya ada dalam bayang saja, karena sampai sekarang saya
belum tahu rupa dan wujudnya. Dalam bayangan saya sanekala bermuka seram dan
bergigi tajam serta bisa terbang. Di era google pun saya tidak menemukan mahluk
bernama sanekala ini.
Sore yang cerah dan angin barat yang bertiup kencang membuat ideal
menerbangkan layang-layang. Layang-layang bisa menjadi indikator musim kemarau,
maklum saja waktu saya kecil tidak tahu ada siklus musim di dunia ini. Yang
saya tahu hanya kalau musim kemarau itu panas dan sore bisa main seenaknya
serta kewajiban untuk menyiram tanaman, nah kalau musim hujan saya bermain
menjelang siang di selokan membuat bendungan dari tanah liat, main air dan
basah kuyup (kadang ibu marah-marah kalau saya leledokan (kotor-kotoran)
alasannya baju habis karena yang kemaren-kemaren belum kering karena hujan
sepanjang hari).
Menyaksikan layang-layang di udara membuat saya kagum, saya berpikir
tentang apa yang menyebabkan layang-layang bisa terbang tinggi. Apakah karena
kertas yang ringan atau karena angin. Saya sempat berkesimpulan bahwa
layang-layang bisa terbang karena kertas yang ringan, karena tanpa rangka pun
kertas bisa terbang. Pengecualian adalah kertas koran, saya menganggap kertas
koran terlalu berat untuk diterbangkan.
Anak-anak dikampung saya membuat sendiri layang-layang, menggambarnya dengan
kreasi sendiri. Tidak termasuk saya, saya tidak bisa membuat layang-layang
karena bapak saya tidak bisa membuat layang-layang. Sekali-kalinya membuat eh
tidak terbang, akhirnya mencari saja layangan putus yang hinggap di kebun
belakang tempat tanaman saya sirami.
Sore yang cerah ini menyisakan lembayung sesaat sebelum menuju malam,
warnanya biru, putih, oranye cerah dan kekuningan. Semburat matahari sore itu
memancarkan sinar yang indah. Saya terkagum-kagum melihat keindahan sore
dimusim kemarau, sinar matahari sore ini kadang membuat waktu siang terasa
lebih lama, saya merasakannya karena walaupun sudah maghrib tetapi masih terang
benderang.
Kemarau membuat sore menjadi indah.
**
Kemarau adalah malam
yang terang benderang dikala bulan purnama. Keceriaan sore berlanjut dimalam
hari, sehabis ngaji (saya ngaji di rumah di wuruk (diajar) oleh bapak) dan
teman juga beres ngaji di surau kampung kami. Saya langsung keluar rumah, tentu
setelah mendapat ijin dari orang tua. Bersama teman-teman saya kembali bermain
di teras rumah, di tempat yang lapang. Main
kuda-kudaan (maaf jangan dikonotasi dengan kuda-kudaan versi dewasa yah) dengan
sarung dililitkan ke leher dan seorang teman yang dibelakang sebagai joki,
bergantian kami memainkan peran itu. Saling kejar saling teriak di bawah sinar
bulan purnama.
Di malam hari dimusim kemarau bulan purnama terlihat sempurna, bulan
terlihat penuh. Saya selalu penasaran melihat bulan, memandangi dari jauh dan
kata bapak saya, harus dilihat dengan mengucap maha besar Alloh. Saya bertanya
tentang bulan. Saya bertanya pada banyak orang, pada seorang kakek juga pada
seorang nenek. Dan jawabannya sama, di bulan ada nini anteh. Nini (nenek) anteh
juga sama dengan sanekala, saya juga belum menemukannya sampai era google sekarang. Kata jawaban itu, nini anteh di bulan ditemani
kucing dan nini anteh suka menenun. Bayangkan sudah berapa kain yang nini anteh
bikin.
Sinar bulan purnama yang sempurna di musim kemarau, walau sesekali awan
menghalangi untuk sekedar numpang lewat itu, membuat malam terlalu sayang untuk
dilewatkan begitu saja. Dan saya bersama teman-teman melewatkan malam dengan
keceriaan. Keceriaan itu biasanya berakhir kalau sudah larut malam, atau
seorang anak kecil nangis karena jatuh, atau ibu kami memanggil. Saya tidak
tahu persis jam berapa kami mengakhiri bermain malam, yang pasti saya selalu
tertidur nyenyak jika sudah kecapean.
Kemarau menyisakan malam bulan purnama dengan keceriaan.
**
Kadangkala kemarau
benar-benar membuat saya khawatir, kejadiannya karena sering terjadi kebakaran
hutan. Bahkan kebun kami pernah dilahap si jago merah, untungnya bukan kebun
belakang yang tanamannya saya sirami setiap pagi dan sore menjelang pergi
sekolah. Saya menyaksikan sendiri bagaimana api melahap
tanaman kering yang ada di kebun, atau ilalalang di
padang penggembalaan. Saya menduga ada orang jahil yang sengaja membakar.
Tetapi seiring waktu saya belajar bahwa suhu panas matahari yang memancar ke
bumi pada titik tertentu bisa membuat api, terutama pada gesekan-gesekan
ranting pohon yang kering. Saya tahu ini dari tayangan di televisi.
Kekeringan menyebabkan lahan yang tadinya subur untuk bercocok tanam
menjadi gersang, bahkan terlihat sangat kering kerontang. Ditambah dengan suhu
yang panas maka lengkaplah cerita penderitaan di desa kami, sebagian
menyebutnya musim kemarau sebagai peringatan Tuhan untuk manusia agar
mensyukuri karuniaNya. Untuk ini dalam Islam ada sebuah sholat meminta hujan,
namanya Sholat Istiskho. Waktu saya kecil saya pernah diajak bapak untuk Sholat
Istiskho. Saya tidak mengerti dengan sholat ini, sholat dilaksanakan mirip
dengan Sholat Idul Fitri hanya waktu pelaksanaannya saja yang berbeda. Sholat
Istiskho dilaksanakan pada waktu siang menjelang matahari berada tepat di atas
ubun-ubun.
Terbayang bagaimana panasnya, saya berada disamping bapak waktu sholat
ini. Bapak begitu bersungguh-sungguh dalam memanjatkan doa memohon hujan walau
panasnya minta ampun. Kepanasan ditengah terik matahari membuat saya kecil
mengeluh ke bapak, dan tahu kah apa jawaban bapak? Beliau menjawab: ”Panasnya
matahari disini tidak akan sepanas matahari di padang mahsyar dengan 7 matahari
yang jaraknya satu jengkal di atas kepala kita”. Saya kaget tetapi saya
berpikir positif waktu itu, karena kata bapak kalau orang beriman jangan takut
ada Alloh yang akan melindungi. Saya merasakan optimisme bapak ketika berdoa.
Jadi walaupun panas, saya tetap bertahan. Dalam hati saya berkata, ”bagaimana
mungkin saya bisa bertahan dengan 7 matahari kalau 1 matahari saja saya
mengeluh”.
Selepas sholat meminta hujan, saya tidak menghitung hari menunggu hujan,
yang saya rasakan hanya ada sedikit optimis dalam diri saya bahwa hujan akan
datang. Kenyataan memang hujan datang turun ke bumi, tetapi sekali lagi saya
tidak menghitung berapa hari atau berapa bulan rentang waktu dari kami sholat
meminta hujan dengan hujan turun.
Kemarau menjadi pelajaran bagi saya dari bapak untuk tidak mengeluh
karena panas. Terima kasih untuk bapak, semoga beliau damai disisiNya. Tuhan,
masukanlah beliau pada golongan orang yang diberkati, pada golongan orang yang
bersyukur! Amien.
Kemarau menyisakan semangat, optimisme dan yakin akan pertolongan Tuhan.
**
Malam kemarau adalah
malam terdingin di daerah pegunungan, dan hari-hari tersesak karena debu yang
bertebaran dipinggir jalan desa. Selain di sisi pantai yang saya sebut sebagai
tetangga Australia (istri saya masih tidak percaya kalau nenek moyang saya
pelaut dari Australia). Saya menghabiskan masa kecil di daerah pegunungan di
selatan Garut. Perubahan kontur wilayah ini membuat
saya harus bisa secepat mungkin menyesuaikan diri dengan suhu yang sangat jauh
berbeda.
Dinginnya malam hari di musim kemarau terlihat dari uap-uap yang keluar
dari mulut kalau saya tiupkan, seperti sedang mengeluarkan asap rokok. Juga
dari kolam-kolam ikan yang terlihat ”ngebul” bukan panas tetapi karena dingin.
Kalau saya raba, dinginnya seperti air es.
Malam hari dengan bulan purnama di samping Gunung Cikuray, adalah
pemandangan lain dari musim kemarau. Karena terlihat jelas puncak gunungnya,
saya bertanya pada bapak tentang situasi di atas gunung tersebut. Bapak
menjawab dengan penuh keyakinan bahwa di puncak gunung itu ada banyak burung
yang sangat indah, yang tidak akan ditemui di bawah atau di kaki gunung. Bapak
juga menceritakan tentang keadaan jika bermalam disana, kata beliau, sarung
yang dipakai untuk selimut akan berembun saking dinginnya.
Dinginnya malam di musim kemarau membuat kami harus siduru
(menghangatkan badan dipinggir hawu (tempat pembakaran untuk menanak nasi atau
masak memasak) sebelum tidur atau bangun tidur menjelang pagi setelah Sholat
Shubuh. Masa siduru adalah waktu yang sangat menyenangkan, sambil bermain-main
api saya meuleum (membakar) ubi atau ketela pohon yang saya celupkan ke air
gula atau langsung dimakan dengan gula.
Oiya... Gunung Cikuray yang selalu saya bayangkan puncaknya dari kecil
itu, akhirnya bisa saya daki ketika saya mahasiswa. Saya berhasil mendaki
Gunung Cikuray meraih kepenasaran waktu kecil dan Saya mengetahui keadaan
disekitar puncak gunungnya seperti yang dibayangkan sebelumnya.
Saya memiliki banyak teman dalam menjalani hidup ini, saya bersyukur setiap teman-teman memberikan banyak pelajaran bagi saya. Setiap hal yang terjadi pada teman-teman saya itu selalu direkam dalam memori ini. Saya percaya setiap hal baik atau buruk selalu memberikan pelajaran bagi saya. Terutama setiap kata-kata yang terus terngiang dari mulut-mulut yang tulus memberikan saran bagi saya.
Katakan saja CP, dia selalu memberikan kata-kata yang baik bagi saya sewaktu menjalani kuliah di Setiabudi. Yang masih saya ingat adalah ''Dont wait untill tomorow what you can do today'' saya tahu karena dia sering membaca buku motivasi sebelum saya mengenal buki motivasi tersebut. Terbukti memang, dia lebih cepat menyelesaikan kuliah, saya baru lulus setahun kemudian.
Ada juga HM, sewaktu saya membuat Bulletin dia berkata kepada saya ''Sedikit ide yang kau tuang dalam karya, lebih berarti dari seribu kata yang kau ucap''. Saya terpacu membuat karya karena ucapan dia. Dan ucapan itu dia itu sampai sekarang saya ingat.
Ada juga BW yang dengan praktisnya memandang masalah, dia pernah berkata kurang lebih begini ''Sudahlah jangan dipikirkan masalah besok, yang penting sekarang makan, masalah besok makan atau tidak, kita pikirkan saja besok''. Sangat praktis dan tidak bertele-tele. Yang baik dan terus saya ingat terutama ini ''Bukan seberapa keras masalah mendatangimu, tetapi seberapa cerdik kamu memecahkan masalah itu'' lalu ''Sekarang bukan saatnya bekerja keras, tetapi bekerja cerdas'' praktis. Saya mengaplikasikannya ketika terlalu penat berpikir.
Masih banyak teman-teman saya yang mewarnai corak berpikir dan bertindak saya saat ini. Merekapun tidak pernah menyadari memberikan kata-kata yang membuat saya belajar banyak.
Selain kata-kata, tindakanpun saya ambil pelajaran. Saya amati setiap tindakan dan gerakan mereka ketika mendapati masalah, ada yang reaksioner, ada yang pelan tapi pasti, ada juga yang apatis. Mereka membuat saya bersyukur mengalami fase kehidupan bersama mereka.