"Sebelum meninggal dunia, tulislah sebuah buku'' (Kusmayanto Kadiman - Mantan Menristek)
"The other readiness skill involves the motor realm. Writing is an essential partner to reading-and writing requires that a child execute the fairly complex motor patterns needed to form clear, legible letters. While lots of effort goes into having young children learn to recognize letters, remarkably little effort goes into teaching them how to create those letters" (Reading Kingdom)
Dalam pengantar buku 'Word' Jean-Paul Sartre dituliskan mengapa kita membaca? Karena dengan membaca, kita akan merasakan betapa kita sebenarnya tidak tahu apa-apa. Pengetahuan, wawasan, referensi, dan lainnya ternyata hanyalah secuil dari khasanah yang tersebar di alam semesta. Teramat banyak hal-hal lainnya yang belum kita ketahui. Belum lagi misteri alam semesta belum terjawab oleh manusia.
Dengan membaca kita merefleksikan diri. Membaca adalah semacam kaca pantul yang bisa menunjukkan pada kita tentang keluasan dunia dan semesta. Selanjutnya petuah tua mengatakan, akan lebih bermanfaat lagi jika kita mengajarkan hasil bacaannya (yang baik) kepada siapa saja. Hanya saja, jika semua orang hanya membaca, lalu apa yang akan dibaca? Karena itu harus ada 'sebagian' yang menulis. Artinya, menulis itu penting, atau bisa juga dengan bicara. Menulis akan sangat bermanfaat bagi pembelajaran khalayak.
Saya membaca buku dengan sedikit pengalaman tentang membaca buku. Disamping sebagai pencerah pikiran dan rekreasi, saya membaca karena butuh bahan untuk menulis. Membaca buku erat kaitannya dengan menulis walaupun tidak semua alasan membaca buku untuk menulis. Bisa saja membaca buku untuk refreshing, hiburan dan melepas stres.
Apakah membaca buku dipengaruhi keluarga? Saya sering bertanya hal ini pada beberapa orang yang saya kenal. Jawaban hampir mendekati 100 persen benar, ada hubungan antara faktor keluarga dengan budaya membaca buku. Saya bersyukur karena bapak saya pembaca buku yang baik, bahkan penulis yang baik untuk ukuran kampung.
Hari spesial membaca bagi bapak adalah jumat. Hari jumat praktis semua aktivitas berhenti karena digunakan untuk membaca buku dari pagi hingga siang menjelang jumatan. Beliau juga seorang pencatat yang baik. Saya menemukan banyak catatan harian yang ditulis untuk merekam setiap kejadian.
Kembali ke membaca buku, salahsatu faktor penting yang menggerakan motivasi membaca buku adalah rasa ingin tahu. Buku dianggap memiliki banyak pengetahuan yang tidak ada atau tidak didapat secara langsung dari sekolah. Peribahasa ''Buku adalah gudang ilmu, membaca adalah kuncinya'' semakin menegaskan begitu pentingnya membaca buku. Buku favorit saya dahulu adalah Ilmu Pengetahuan Populer dan Ensiklopedia Indonesia. Dari kedua buku ini, dengan beberapa jilid yang diklasifikasi berdasarkan abjad, saya menemukan banyak hal. Saya bisa mengikuti lomba menulis essai juga sumbernya dari salahsatu buku tersebut.
Membaca buku membuka wacana, demikian saya membuat mindset. Saya praktekan dalam dunia jurnalistik. Apalagi berkegiatan di Unit Pers Mahasiswa semakin menegaskan begitu pentingnya membaca buku. Ketinggalan wacana adalah kekalahan.
Katanya ada teknik membaca buku cepat, saya pernah membaca bukunya tetapi tetap saja saya kesulitan mempraktekan membaca buku cepat ini. Godaan terbesar membaca buku adalah menulis, saya selalu gatal untuk menulis disela-sela aktivitas membaca buku. Dalam benak saya yang terpikirkan setelah membaca buku adalah menulis, demikian juga yang terpikirkan setelah menulis adalah membaca.
Kalau tidak salah entah sebuah buku atau artikel yang berjudul ''Seandainya membaca buku seperti membaca koran''. Membaca koran memang sangat mudah, tidak perlu lama, dalam waktu yang sangat cepat kita akan mengetahui kearah mana penulis hendak menggiring tulisannnya. Tetapi membaca buku, saya tidak bisa menebak, kalaupun ada saya membaca singkat dan cepat saja. membaca seperti ini kadang efektif tetapi kadang membuat seni membaca sendiri itu menjadi kabur alias tidak dinikmati.
Membaca buku adalah permulaan, setelah membaca buku itu yang menentukan. Bisa jadi tindakan atau sebuah tulisan baru dari hasil membaca buku. Saat ini saya terinspirasi menulis oleh Prof Randy Pausch (alm) dari bukunya yang berjudul 'The Last Lecture'. Yah, saya tidak perlu menunggu menjadi Randy Pausch yang membuat buku menjelang kematiannya karena kanker atau saya terkena kanker dulu untuk menulis catatan, demikian juga membaca buku, saya tidak perlu menunggu tinggal di rumah dekat danau di lembah sebuah gunung yang dingin, hutan yang lebat, burung-burung yang berkicau, air sungai yang gemericik dan suhu yang sejuk. Saya membaca karena membaca buku itu mengasyikan.
"The other readiness skill involves the motor realm. Writing is an essential partner to reading-and writing requires that a child execute the fairly complex motor patterns needed to form clear, legible letters. While lots of effort goes into having young children learn to recognize letters, remarkably little effort goes into teaching them how to create those letters" (Reading Kingdom)
Dalam pengantar buku 'Word' Jean-Paul Sartre dituliskan mengapa kita membaca? Karena dengan membaca, kita akan merasakan betapa kita sebenarnya tidak tahu apa-apa. Pengetahuan, wawasan, referensi, dan lainnya ternyata hanyalah secuil dari khasanah yang tersebar di alam semesta. Teramat banyak hal-hal lainnya yang belum kita ketahui. Belum lagi misteri alam semesta belum terjawab oleh manusia.
www.readingkingdom.com |
Saya membaca buku dengan sedikit pengalaman tentang membaca buku. Disamping sebagai pencerah pikiran dan rekreasi, saya membaca karena butuh bahan untuk menulis. Membaca buku erat kaitannya dengan menulis walaupun tidak semua alasan membaca buku untuk menulis. Bisa saja membaca buku untuk refreshing, hiburan dan melepas stres.
Apakah membaca buku dipengaruhi keluarga? Saya sering bertanya hal ini pada beberapa orang yang saya kenal. Jawaban hampir mendekati 100 persen benar, ada hubungan antara faktor keluarga dengan budaya membaca buku. Saya bersyukur karena bapak saya pembaca buku yang baik, bahkan penulis yang baik untuk ukuran kampung.
Hari spesial membaca bagi bapak adalah jumat. Hari jumat praktis semua aktivitas berhenti karena digunakan untuk membaca buku dari pagi hingga siang menjelang jumatan. Beliau juga seorang pencatat yang baik. Saya menemukan banyak catatan harian yang ditulis untuk merekam setiap kejadian.
Kembali ke membaca buku, salahsatu faktor penting yang menggerakan motivasi membaca buku adalah rasa ingin tahu. Buku dianggap memiliki banyak pengetahuan yang tidak ada atau tidak didapat secara langsung dari sekolah. Peribahasa ''Buku adalah gudang ilmu, membaca adalah kuncinya'' semakin menegaskan begitu pentingnya membaca buku. Buku favorit saya dahulu adalah Ilmu Pengetahuan Populer dan Ensiklopedia Indonesia. Dari kedua buku ini, dengan beberapa jilid yang diklasifikasi berdasarkan abjad, saya menemukan banyak hal. Saya bisa mengikuti lomba menulis essai juga sumbernya dari salahsatu buku tersebut.
Membaca buku membuka wacana, demikian saya membuat mindset. Saya praktekan dalam dunia jurnalistik. Apalagi berkegiatan di Unit Pers Mahasiswa semakin menegaskan begitu pentingnya membaca buku. Ketinggalan wacana adalah kekalahan.
Katanya ada teknik membaca buku cepat, saya pernah membaca bukunya tetapi tetap saja saya kesulitan mempraktekan membaca buku cepat ini. Godaan terbesar membaca buku adalah menulis, saya selalu gatal untuk menulis disela-sela aktivitas membaca buku. Dalam benak saya yang terpikirkan setelah membaca buku adalah menulis, demikian juga yang terpikirkan setelah menulis adalah membaca.
Kalau tidak salah entah sebuah buku atau artikel yang berjudul ''Seandainya membaca buku seperti membaca koran''. Membaca koran memang sangat mudah, tidak perlu lama, dalam waktu yang sangat cepat kita akan mengetahui kearah mana penulis hendak menggiring tulisannnya. Tetapi membaca buku, saya tidak bisa menebak, kalaupun ada saya membaca singkat dan cepat saja. membaca seperti ini kadang efektif tetapi kadang membuat seni membaca sendiri itu menjadi kabur alias tidak dinikmati.
Membaca buku adalah permulaan, setelah membaca buku itu yang menentukan. Bisa jadi tindakan atau sebuah tulisan baru dari hasil membaca buku. Saat ini saya terinspirasi menulis oleh Prof Randy Pausch (alm) dari bukunya yang berjudul 'The Last Lecture'. Yah, saya tidak perlu menunggu menjadi Randy Pausch yang membuat buku menjelang kematiannya karena kanker atau saya terkena kanker dulu untuk menulis catatan, demikian juga membaca buku, saya tidak perlu menunggu tinggal di rumah dekat danau di lembah sebuah gunung yang dingin, hutan yang lebat, burung-burung yang berkicau, air sungai yang gemericik dan suhu yang sejuk. Saya membaca karena membaca buku itu mengasyikan.