Ruang Sederhana Berbagi

Selasa, Mei 10, 2011

Colin Beaven si Kreatif!

Saya katakan demikian saja, karena awalnya saya ingin menulis judul dengan kalimat “Si Gila Collin Beaven”. Tetapi karena konotasi gila bagi beberapa pembaca termasuk kata negative yang tidak patut ditiru maka saya ubah menjadi kalimat seperti di atas. Saya mengetahui Colin Beaven dari acara Markinon yang rutin digagas oleh YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi) di Bandung. Seperti biasa bertempat di Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Jawa Barat, walaupun dalam beberapa waktu tempatnya berpindah-pindah.

http://noimpactman.typepad.com/
Saya bersyukur bisa mengikuti salah satu acara itu. No Impact Man menurut saya menarik untuk diikuti, sekedar merefresh atau mencari alternative gerakan lingkungan. Gerakan lingkungan alternative yang bisa dijadikan acuan untuk diri sendiri. Syukur-syukur kalau bisa dibagikan kepada orang lain. Dari informasi di selebaran facebook saya mendapatkan bahwa No Impact Man bercerita tentang sebuah keluarga yang berkomitmen untuk mencoba hidup tanpa listrik, kosmetik, berbagai bahan pembersih yang berbahan kimia sintetis, kendaraan bermotor dan segala pernak-pernik kehidupan di kota besar. Sangat menarik dan membuat saya penasaran.
Saya terlambat beberapa menit, si Colin Beaven sudah bercerita sebelumnya. Saya ikuti saja sampai akhir. Film itu sebuah documenter tentang keluarga si Colin Beaven yang menjalankan proyek No Impact Man selama 6 bulan. Hidup di belantara kota tanpa listrik, bahan kimia, kendaraan bermotor, mengonsumsi makanan organic, dan selalu kampanye lingkungan ke sekitarnya. Salah satu media kampanye yang selalu dia lakukan adalah memosting catatanya melalui blog.
Ceritanya berjalan seperti reality show pada umumnya, tidak ada kejutan-kejutan yang muncul di awal atau di akhir adegan. Cenderung lurus dan apa adanya. Yah… begitulah adanya, tidak ada yang perlu dikejutkan. Cuma memang saya melihat itulah Amerika. Segala sesuatu yang terjadi di Amerika bisa dipastikan akan mendunia, dalam film itu diceritakan si Colin Beaven mengisi acara-acara Talk Show diberbagai televise dan radio di Amerika. Kisahnya dimuat di beberapa harian cetak. Pokoknya sangat popular dengan gerakannya atau proyek No Impact Man-nya.
Sisi manusiawi juga muncul saat Colin Beaven berbincang dengan istrinya, selalu ada pertentangan antara idealism dengan pragmatism, dikala frustasi istrinya menganggap proyek tersebut sebagai sesuatu yang sia-sia, tetapi Colin Beaven selalu meyakinkan bahwa gerakan No Impact Man mempunyai kontribusi besar terhadap kualitas lingkungan dan masa depan. Misalnya saat Colin Beaven memilih konsep Pot dalam Pot untuk menggantikan Kulkas, kemudian istrinya protes karena tidak ada air dingin, lalu kompromi mereka berakhir pada tempat penyimpanan yang diisi es, es meminta dari tetangga. Kreatif, tentu saja. Untuk hidup tanpa kendaraan, tanpa listrik, makan makanan organik membutuhkan kreatifitas yang tinggi. Dan Colin Beaven membuktikan betapa dia sangat kreatif menyikapi kebutuhan hidupnya tanpa harus mengorbankan lingkungan. Misalnya seperti kulkas tadi, kemudian keranjang takakura, solar cell, dll. Tidak kalah penting selain sisi kreatif yang saya garis bawahi, Colin Beaven menunjukan semangat belajarnya yang tinggi. Dia tidak berhenti untuk belajar, dia belajar terus seperti mencari ilmu tentang pertanian organik, pengetahuan tentang sampah, lobi ke senat, dll.
Selanjutnya, pelajaran apa saja sih yang didapat dari menonton film tersebut? Dari beberapa orang yang mengikuti diskusi saya mendapatkan gambaran. Pertama, untuk menjalankan proyek seperti Colin Beaven itu butuh idealism tinggi. Kedua, jika idealism kita belum setinggi Colin Beaven kita bisa mengambil hal terkecil yang bisa kita perbuat untuk lingkungan. Untuk hal ini ada banyak ragam, seperti mengurangi memakan daging kemudian menjadi vegetarian, bersepeda, selalu membawa botol air minum, mengurangi sampah, lalu yang merokok ada yang memberikan usulan dari membeli rokok kemasan jadi beralih ke rokok lintingan, dll.
Yang menarik selain film atau tontonannya juga refleksi setelah menonton No Impact Man. Disinilah kita bisa mengetahui film tersebut memberikan kesan bagi penontonnya. Film itu bagus, ringan, dan tidak perlu dipikirkan untuk menebak akhir atau alur ceritanya. Yang menjadi pertanyaan, setelah mereka menjalankan proyek selama 6 bulan tersebut, apakah selanjutnya akan berlangsung seperti itu?. Sip kembalikan pada penonton dan mereka yang peduli lingkungan.
Salut untuk alternative gerakan lingkungan seperti itu, jika kita tidak punya idealism sebesar Colin Beaven, kita bisa melakukan sesuai kapasitas dan kemampuan kita. Let’s Go Green!
Share:

Sabtu, Januari 08, 2011

Buku Rangka Atap Baja Ringan

Sebuah buku dengan judul ” RANGKA ATAP BAJA RINGAN Untuk Semua”, berisi penjelasan sangat detil tentang Rangka Atap Baja Ringan antara lain : Struktur, Variasi, Supporting dan Pekerjaan, Desain, Cara Pemasangan, Perbandingan Kayu dan Baja Ringan berdasarkan Kriteria Bahan banguan Ekologis dan lain-lain sebagainya.

Berbeda dengan buku-buku teknik lainnya yang pernah kubaca, buku ini boleh kukatakan buku tehnik nuansa Novel yang ditulis oleh seorang sastrawan dengan bahasa yang sederhana, santai dan banyak disisipkan kata-kata mutiara yang begitu inspiratif seperti :
Tidak ada hal hebat yang tercipta dalam sekejap (Epictetus-Filsuf Yunani)
Gagasan bukan sesuatu, tetapi gagasan yang menciptakan sesuatu (Napoleon Hill 1883-1970)
Satu-satunya alasan kenapa ada waktu, karena segala sesuatu tidak terjadi sekaligus (Albert Einstein. Ilmuwan Fisika) dan banyak lagi tersisip di setiap bab.

Beberapa praktisi dalam dunia properti memberikan catatan/kesan :

Buku ini ditulis dengan pendekatan sederhana. Namun didukung oleh data-teknis dan sarat pengalaman lapangan. Sangat cocok bagi Anda sebagai panduan untuk memilih produk/kontraktor rangka atap baja ringan (Joyce Soelistiowati-Tabloid PROPERTI.BIZ)
Share:

Jumat, Juni 04, 2010

Terpukau Chalwanka

Musik tradisional selalu menggelitik untuk diketahui, melodi serta suaranya yang berbeda dengan kebanyakan musik pada umumnya mampu mengalihkan perhatian. Begitu juga dengan peristiwa malam minggu 29 Mei 2010 saat ada pertunjukan dari group musik yang berasal dari Amerika Selatan.

Di sela-sela keramaian pengunjung, suara musik tradisional yang mengalun merdu itu ternyata mampu membuat pengunjung menengok. Yah, saya salah satunya, sangat disayangkan jika moment yang menarik, unik dan berbeda ini dilewatkan begitu saja.

Saya bersama Pacha (dok.pribadi)
Chalwanka, demikian nama group musik yang sedang performance malam itu. Di lorong kanan dari parkir depan, tepat di arah lorong masuk menuju Blitzmegaplex, Chalwanka menarik pengunjung untuk sejenak mengetahui alat seni tradisional dari Amerika Selatan ini. Chalwanka dari brosur yang saya dapatkan adalah group musik dari pegunungan Andes, Chalwanka berasal dari bahasa asli suku Inca yaitu bahasa Quechua (kechua) yang artinya ‘Ikan Batu’.

Pendiri Chalwanka yang juga hadir dan performance malam itu adalah seorang musisi yang bernama Pacha dari Peru. Dengan alat musik Zamponas (Zamponyas) dan Quenas (kenas). Pacha telah performance lebih dari 20 tahun ke beberapa negara seperti Italia, Portugal, Spanyol, Brazil, Jepang dan malam itu sedang di Indonesia.

Saya bersama Pacha (dok.pribadi)
Share:

Senin, Mei 03, 2010

Jalur Sepeda di Bandung

Jalur Sepeda di Bandung itu unik
Keberadaan jalur sepeda bagi pesepeda sangat membantu. Jalur sepeda memungkinkan para pesepeda merasa aman selama mengayuh sepedanya. Kekhawatiran terserempet atau parahnya tertabrak oleh mobil atau motor tidak akan ada. Jalur sepeda secara tidak langsung mengkampanyekan gaya hidup baru, bersepeda.

Bike Line di Bandung (dok.pribadi)
Jogjakarta adalah contoh kota yang sukses membangun jalur sepeda. Memang bukan hal yang aneh karena secara kultur, bersepeda disana seperti sudah menjadi tradisi sejak dahulu. Sepeda seolah tidak bisa dihilangkan dalam kebudayaan masyarakat Jawa. Lihat saja dalam beberapa catatan atau foto tentang sepeda, iring-iringan sepeda disana lebih banyak dibanding di Kota Bandung misalnya, atau Kota-kota lain di Indonesia. Mayoritas penduduk disana tidak asing dengan sepeda, bahkan sebelum ada kampanye bersepedapun sudah banyak yang menggunakan sepeda ke kantor, balaikota, dan juga ke sekolah.

Kita tengok sejenak keluar negeri, salahsatu kota yang sudah ada jalur sepeda sebagai implementasi program langit biru bersamaan dengan kebijakan transportasi massal adalah Bogota. Bogota berhasil dalam membuat jalur pedestrian, jalur sepeda, taman kota, ruang publik dan moda transportasi massal. Bahkan Jakartapun belajar dari Bogota dalam proyek Busway-nya walaupun tidak seberhasil Bogota karena tidak diikuti oleh program lainnya yang saling mendukung.

Bandung mau ikut Bogota, tunggu dulu. Bisa terlaksana jika kebijakan lainnya juga dilaksanakan dengan baik. Misalnya Jalur Sepeda, ternyata di Kota Bandung, jalur sepeda hanya 3-5 meter setelah itu hanya trotoar biasa. Yang lebih miris lagi, trotoar yang selalu terjadi rebutan ruang dengan pihak lain. Kalau sudah begini, pertanyaannya, bagaimana mungkin bersepeda di jalur sepeda seperti itu? Inginnya nyaman yang ada malah memancing keributan dengan pihak lain.

Oh iya, gambar Sepeda di Lantai ini hanya ada di Jalan Dago, hanya beberapa meter saja. Dulu saya berpikir sepanjang jalan Dago dari Ujung utara di Simpang Dago Sampai Balaikota Bandung di Jalan Merdeka, ternyata cuma sedikit saja.

Jalur Sepeda Tapi Tidak Ada Sepeda Yang Berani Lewat (dok.pribadi)
Jalur Sepeda Tapi Tidak Ada Sepeda Yang Berani Lewat (dok.pribadi)
Mari Pulihkan Bandung (dok.pribadi)
Mari Pulihkan Bandung (dok.pribadi)
Share:

Kamis, April 15, 2010

Ide yang Sama

Pernah melihat tulisan serupa tapi tak sama? Saya sering, bahkan beberapa ide ceritanya mirip, hanya saja ada beberapa bagian yang berbeda. Misalnya penyajiannya, penuturannya dan tentu saja penulisnya. Pada mulanya saya merasa sudah dicuri ide, tetapi setelah ditelusuri ternyata berbeda. Sayapun anggap sebagai bagian utuh cerita yang saling melengkapi.

Ilustrasi diunduh dari Google.com 
Misalnya tentang facebook, lebih dari sepuluh penulis yang menulis tentang facebook. Banyak dinamika facebook yang menjadi sorotan penulis kompasiana, dari mulai statusnya, isinya dan efeknya. Efek.. Ah lagi-lagi saya menulis efek facebook yang fantastis.

Bagi saya, keadaan ini menunjukan bagaimana besarnya dan mahalnya ide. Seorang yang memiliki energi ide yang besar adalah potensi bagi dirinya, orang lain dan lingkungannya. Beruntunglah mereka yang masih selalu berputar-putar idenya bahkan ketika melakukan apapun selalu terpikir ide menulis dan celakalah mereka yang kehabisan ide. Habis ide berarti kematian bagi penulis. Penulis yang notabene harus selalu punya ide untuk menjadi bahan tulisannya, jika tiba-tiba saja kehilangan ide maka sudah pasti dia mati karya. Saya berpikir lalu menulis maka saya ada. Keberadaan dilihat dari karya tulisnya.
Share:

Si Harimau Itu Telah Kembali

Si Harimau itu telah Kembali lagi dan bersiaplah diterkam
Tiger Wood is back, ya si harimau itulah yang kembali lagi meramaikan ajang kompetisi bergengsi Golf. Saya sangat mengagumi dia diluar kontroversi perselingkuhannya dengan beberapa wanita yang membuat heboh berita di dalam dan luar negeri. Bagaimanapun, saya mengidolakan dia karena kualitas pribadi dan skill bermainnya yang baik.

Tiger Woods (www.independent.co.uk)
Saya belum menonton secara penuh misalnya ketika permainan dimulai dari hall 1 sampai hall 18. Kadang cuma beberapa Hall saja, itupun karena Televisi dikooptasi bos besar. Selain sepakbola, ya Golf itulah yang bisa dinikmati bersama. Disela menonton itu saya mengetahui dari perbincangan tentang Tiger Wood. Bagaimana dia bersaing dengan Ernie Els, memukul, Birdie dan lain-lain. Pukulan Tiger Wood selalu tepat, jarang melihat pukulan dia OB, selalu jatuh di Green.

Salahsatu hal yang unik dari permainan dia adalah selalu bermain jelek diawal tetapi seiring waktu terus menanjak dan puncak terbaiknya diakhir permainan dia menampilkan permainan terbaik hingga akhirnya memenangkan permainan. Saya tidak tahu apakah ini strategi dia untuk mengalahkan dan menjatuhkan mental yang lain atau memang kenyataannya demikian, telat panas kayak mesin diesel. Makanya melihat dia bermain, lihat diakhir saja.

Bermain konsisten dalam Golf sangat sulit, pukulan itu ternyata dinamis, bahkan sekelas Tiger Wood saja masih terus menerus melatih pukulan. Praktisnya dia memukul 1000 bola setiap hari, dan itu dilakukan berulang-ulang. Tiger Wood bisa seperti itu karena ketekunan dan konsisten dalam berlatih.
Kompetisi Golf sempat kehilangan greget ketika Tiger Wood menghilang karena isu perselingkuhan dan masalah keluarganya. Tetapi kini si Harimau itu siap mengaum, membuat banyak sejarah dan catatan kembali di dunia Golf.

Oh iya, saya suka sampul majalah ini :)
Tiger Woods and Obama - Golf Digest
Tiger Woods and Obama - Golf Digest
Share:

Rabu, Maret 31, 2010

Football Supporters in Kompasiana


Little by little emerged surface, that the fans write and read it was also a football lover. Moreover, many kompasianer who is also a supporter of football teams in their respective regions. That of West Java, for example-do discuss his support for Persib Bandung. From North Sumatra, blatant love die Sriwijaya FC, from supporting Persis Solo Solo Solo Arseto slipped even legendary. Then from Malang not miss a single soul Aremania greetings, from Medan to support PSMS Medan, Surabaya support from Persebaya, from PSM Makassar Makassar support and of course from Jakarta to support Persija.
In recent postings, especially after the teaser said "selocalsoccer", I saw like a mushroom growing in the rainy season. Many of the names of fans lined the ball ideas, write reports, record reportage about football trinkets. From critics, supporting up to put a complete entertainment is also available in the football record this Kompasianer.
This is if the supporters of the ball asiknya writing, there is always another side that can be written in the dynamics of football. But the key for me and it should be noted is that the average kompasianer writer in supporting his favorite team looks adult. There are no words to convey hostility or news writing. All delivered with unique styles, elegant and mature. I was lucky to meet the forum to write this, this is where the beauty of football supporters adults gather, convey ideas, express frustration, complaints and criticisms of his favorite team without being an anarchist or childish.
Imagine supporting Indonesian football like this, I'm sure the stadium is no longer a scary place. The stadium will be like a public space that can unite all elements of society without overwhelmed by fear, unrest will be riots after the match ended. Could be, this will become the benchmark in supporting, as an increasing number of campaigns for the support of adult-style football in a way kompasianer, maybe more that will mature in support.
Who love to die, please just continue his love of football. Who like to hang out and yells of encouragement to sing, just do it with attractive and interesting. Origin .... Please do not anarchist. Because anarchists will hurt yourself and the image of our beloved team. Let us support football supporters that the peace movement, grow up, and uphold sportsmanship. Fair play please!
Share:

Senin, Maret 29, 2010

Dirty is Not a Problem

One of the fun that will not be replaced in football is a dirty, muddy dirt in the field. The rainy season is happening in our city, not discourage the kids play ball. Note this is the portrait of a hungry child will not care about football, dirty, muddy, slippery, which is important football.

In a corner of elite housing in Batununggal Bandung, there is a field of luxury homes. In front of the housing and retail complex there are actually Batununggal usual large field to play ball rental. Noted there is some football clubs are often trained there, including soccer schools. Just say Persebat (persatuan sepakbola Batununggal), the union Batununggal football field is often used in the housing complex. Every evening after work, I see the ball players from children to adults mingle at the ball field is divided in several field. Approximately there are 4 big field there. But unique was again a small ball field used by children around the housing.


Field is no more than 100 meters normal size, probably about 60-80 meters long. Net made of bamboo in pairs in such a way to goal. Field does not have the sideline, the penalty box and goal nets. Just enough that there are two important goal and one point for the beginning of the kick in the middle of. They played bare-chested, shirt off and sometimes undressed. They're playing so cool, dribble, over, kicking, heading and catching the ball by the goalkeeper. The atmosphere is very cool, every player played well without any hostility, although sometimes a little friction there, too.

This is the game of soccer kids very beautiful, fair play well in the stands. Field of dirty, slippery and muddy is not a problem. The important thing is to play football. Football to them is a very fun game. In the mud, in the field who do not deserve anything they could still play well. Their dreams, of course, be a player for a player his idol, like the Christian Gonzales at Persib Bandung. Being a goalie, too, they idolize who also Sinthawetcai Hathairatanakool Persib
Bandung goalkeeper .

Dirty is not a problem, because for them dirty is fun. Want to feel the sensation of soccer kids? let's dirty and feel the sensation. Dirty is not a problem, because football fun. Rain, dirty, slippery, muddy, once again no problem. Football is fun.

“This blog post is submitted as part of Sony Ericsson’s Extra Time campaign. You can read the other local football stories here. :)”

Share:

Jumat, Maret 26, 2010

No Large Field, Lets Futsal!

Football is experiencing increased arousal. Indonesia League or the aura of World Cup was every young joints today. In the village, the town where it was rising passion. City, space is limited, soccer passion increases, the Futsal answer. In a room divided into two fields each measuring long 25-42 mx 15-25 m wide, the energy spilled. Kicking, heading, slading, over, takling, and insert the ball into the opponent’s goal. Energy soccer is cool.
Outdoor Futsal at Bandung (photo: Iden Wildensyah)
Business, ah once again sport can not be separated from this one word. Futsal is the media’s most lucrative businesses. In the city of Bandung as calculated more than a dozen places futsal from simple to fancy there. Simple means of facilities available only one common ground with the floor, while the more luxurious or simple as wearing a large room, synthetic grass and adequate lighting. Feel the difference when playing on the ground floor of concrete used to playing on synthetic grass. This facility value proportional to the price of rent every hour.
Because of this business, futsal several locations in Bandung Antapani Street, lined up side by side almost even with each other. Not to mention that plus into the small alleys around the housing. This unique condition shows that stretching futsal field rental business is growing very rapidly.
There are unwritten rules if it wants to build futsal facilities, there is no room for soccer fields. If the football fields are still a lot or land area is still scattered everywhere, tenants will be slightly futsal field. That is why futsal rapidly developing cities of the opening of land postscript is up by housing or buildings.
So if there is no large field, lets go futsal. It may be not because there is no big field but gather 2 teams (22 people) to compete in the big football field more difficult than collecting 2 team (10 people) to compete in the futsal field. If for me, futsal is not so cape, if out of breath can turn hehe.
This is a brisk futsal football big city.
Indoor Futsal (photo by Iden Wildensyah)
Indoor Futsal (photo by Iden Wildensyah)
Run..run (photo by Iden Wildensyah)
Run..run (photo by Iden Wildensyah)
Run.. Goooolll (photo by Iden Wildensyah)
Run.. Goooolll (photo by Iden Wildensyah)
Outdoor Futsall (photo by Iden Wildensyah)
Outdoor Futsall (photo by Iden Wildensyah)
The Dinamic of Futsal (photo by Iden Wildensyah)
The Dinamic of Futsal (photo by Iden Wildensyah)
Futsal is cool, no big field, let’s futsal!
“This blog post is submitted as part of Sony Ericsson’s Extra Time campaign. You can read the other local football stosrie here. :)”
Next to the click http://www.sonyericsson.com/extratime/
Share:

Postingan Populer