Tak habis pikir jika melihat kerusuhan karena sepakbola, di Liga Super Indonesia sering mendengar pendukung Persija bentrok dengan pendukung Persitara, atau pendukung Arema dengan pendukung Persebaya. Lalu di divisi utama, pendukung PSIM Yogya dengan pendukung PSS Sleman. Tetapi jangan apriori dulu, bahkan di luar negeri pun sering terjadi kerusuhan karena pendukung sepakbola ini. Di Liga Premier Inggris misalnya, pendukung MU sering bentrok dengan musuh bebuyutannya pendukung Liverpool, di Liga italia pendukung Roma dengan pendukung Juventus, di Liga Skotlandia pendukung Glasgow Celtics bentrok dengan Glasgow Ranger.
Inggris dengan istilah supporternya Hooligan dan Italia dengan Ultras-nya bahkan menjadi perhatian khusus pihak keamanan jika salahsatu dari mereka bermain. Dari sini muncul pertanyaan, mengapa anarkis? mengapa sering bentrok dan menyebabkan kerusuhan? inilah pangkal utama mengapa sepakbola ditakuti oleh beberapa orang. Takut bukan karena permainannya, tetapi karena pendukungnya. Beberapa bulan yang lalu headline koran berita nasional, televisi ataupun radio menyimak perilaku pendukung Persebaya, atau pendukung Persijap yang dilempari di Solo dll. Jalanan ketika akan berlangsung sepakbola di sebuah daerah sering terlihat mencekam, teriakan-teriakan, nyanyian dan ayunan bendera team kesayangan menghiasai jalanan. Jalanan benar-benar mencekam, sedikit saja berbuat masalah, bisa repot selanjutnya. Kisah seorang pengendara angkot di Jakarta yang dikeroyok oleh The Jak (pendukung Persija) hanya karena klakson, atau sepeda motor yang ugal-ugalan, belum lagi penjarahan pedagang asongan menambah seramnya jika akan terjadi pertandingan sepakbola.
Sikap anarkis para pendukung sepakbola ini disinyalir karena kecintaannya yang berlebihan, fanatisme salah kaprah dan keterlaluan dalam menumpahkan emosi. Seseorang yang memiliki cinta berlebih pada sesuatu cenderung akan melakukan apapun untuk menumpahkan cintanya. Awal mulanya terjadi kerusuhan karena saling ejek setelah team-nya kalah. Setelah team kalah, diejek pula, ya sudah.. yang keluar adalah emosi tingkat tinggi. Kalau sudah emosi, jangan berharap polisi bisa menenangkan, satu kompi pun bisa dilawan. Diobrak-abrik dengan pentungan, dikejar dan dibubarkan pada hakekatnya adalah untuk meredam emosi yang sudah diubun-ubun kepala. Masa yang berkumpul cenderung mudah disulut, dipanas-panasi dan dierahkan menjadi kerusuhan. Dan polisi benar, membubarkan masa adalah solusi paling baik agar tidak berkumpul lagi emosi-emosi yang tidak tertampung.
Bisakah kita mendukung tanpa anarkis, mendukung dengan sportif saya yakin bisa. Caranya dengan mMembuat efek jera bagi para perusuh adalah solusi yang bisa dipertimbangkan. Maksud saya, perusuh itu pidanakan saja. Bawa ke pengadilan dan buat mereka jera. Sayangnya regulasi peraturan ini tidak diikuti oleh para petinggi PSSI. Pendukung seolah mengolok-olok karena PSSI sendiri tidak mau berubah. Bagaimana mau mengubah sikap anarkis jika PSSI-nya sendiri tidak mau berubah.
Kita optimis saja, jika PSSI berubah, prestasi timnas meningkat dan perilaku pendukung sepakbola menjadi dewasa. Dewasakan dulu PSSI-nya setelah itu baru lakukan pembinaan terhadap pendukung sepakbola.