Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Kehausan di Ladang Air. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kehausan di Ladang Air. Tampilkan semua postingan

Minggu, Februari 01, 2015

Kisah Tragis di Ladang Air

Sore itu selepas bergiat saya dikirimi buku yang berjudul Kehausan di Ladang Air. Penulisnya Zaky Yamani. Perasaan aneh karena tiba-tiba ia menitipkan buku lewat Rieta yang kemudian diterima istri sebelum sampai ke tangan saya. Saya tidak mengenal secara pribadi. Saya hanya mengenalnya pada beberapa tulisan di Pikiran Rakyat terutama saat memuat laporan khusus tentang sungai Citarum yang belakangan diketahui tulisannya itu meraih penghargaan.

Lewat buku Kehausan di Ladang Air, Zaky banyak bercerita tentang betapa pelik dan penuh dinamikanya sebuah air bersih. Kuasa mafia dan praktik kotor lapangan misalanya mempermainkan meteran warga adalah bagian kecil yang muncul ke permukaan. Lebih dalam lagi ada banyak pemain-pemain yang bertarung di Ladang Air ini. Disingkap begitu lugas oleh Zaky Yamani agar masyarakat tahu tentang betapa kotornya permainan para mafia air ini.

Masyarakat berhak tahu informasi di era keterbukaan ini. Bisa jadi hadirnya buku Kehausan di Ladang Air ini, Zaky hendak mendidik warga kota untuk kritis. Hadirnya sebagai bentuk agar masyarakat melek dan reformasi birokrasi bisa terjadi. PDAM mampu menyediakan air bersih untuk warga Kota Bandung terlaksana dengan baik dan adil.

Dituliskan dengan gaya yang mengalir dan enak dibaca. Mengikuti setiap lembarannya seperti membaca sebuah kisah detektif. Ada kepenasaran yang muncul untuk meresapi setiap proses yang terjadi dalam buku tersebut. Misalnya siapa pelaku yang harus bertanggungjawab atas hilangnya air di Kota Bandung. Hilang dalam artian tidak tercatat masuk dalam kalkulasi PDAM tetapi mengalir ke individu-individu yang tidak bertanggungjawab. Praktik kotor yang merugikan negara dan juga masyarakat secara umum.

Ingatan saya langsung melayang pada keadaan beberapa tahun yang lalu saat air sulit kemudian datang beberapa petugas ke rumah yang seenaknya mengganti meteran tanpa jelas. Beberapa bulan kemudian datang tagihan sampai satu juta lebih. Sesuatu yang tidak masuk akal karena berbeda jauh dengan biaya rutin yang dibayarkan. Seandainya saja tidak diurus ke Jalan Badak Singa waktu itu, kehilangan air yang harus dibayarkan kami akan semakin besar.

Jurnalisme investigasi Zaky Yamani dalam bukunya Kehausan di Ladang Air mengingatkan saya pada sosok jurnalis yang malang melintang di dunia investigasi seperti Andreas Harsono. Zaky Yamani menulis dengan sangat baik dan wajarlah jika berhasil mendapat apresiasi dari berbagai lembaga di dalam dan luar negeri.

Mari kita tunggu karya Zaky Yamani lainnya.

Share:

Postingan Populer