Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Anak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, September 27, 2014

Trubador

Kisah para trubador (saya lupa cara nulis yang benarnya, trabadur atau trabador) saya dapatkan dari Abah Iwan atau Iwan Abdurahman saat pentas pertama kali di Padepokan Mayang Sunda setahun yang lalu (sekitar Sept 2013). Sebuah kata untuk menggambarkan seorang pemusik pengelana yang singgah di setiap daerah kemudian bercerita, mendongeng tentang kisah-kisah inspiratif dan menghibur para pendengarnya. Kuda dan gitar atau alat musik lainnya menjadi sebuah padanan yang khas.

Kisah trubador juga saya dapatkan dari buku yang berjudul Sultan dan Santo. Sebuah buku yang menceritakan kisah dibalik proses perdamaian perang salib. Di buku itu, sang santo muda sangat terobsesi kisah-kisah heroik peperangan yang diceritakan oleh trabador. Dari cerita para trubador itu santo muda kemudian bertekad bahwa kelak ia akan menjadi ksatria perang.

Kisah para trubador ini menyala tidak hanya di Eropa, Spanyol khususnya tetapi juga di kawasan Amerika terutama Amerika Latin. Tak hanya itu, trubador semalam saya temui juga di Padepokan Mayang Sunda. Adalah Abah Iwan yang mendongeng kisah-kisah inspiratif penuh dengan muatan moral yang positif tentang kehidupan, romantika jaman dahulu serta harapan yang harus terus menyala untuk hari esok masa depan kehidupan yang lebih baik.

Banyak pesan moral yang muncul dari setiap lagu Abah Iwan. Semua hal yang menyangkut kehidupan dari hal-hal kecil sampai besar tak luput dari pengamatan abah. Misalnya tentang bunga warna putih kecil yang muncul di lembah, kemudian ia temui juga di tempat lain dengan bentuk yang sama. Atau misalnya tentang pesan burung kecil yang jangan diburu dan masih banyak lagi.

Performa abah malam itu sangat maksimal. Setiap pergantian babak, abah berganti kostum. Walaupun cuma selembar kain tapi energinya sungguh sangat luar biasa. Misalnya ketika ia memakai syal Wanadri untuk menceritakan kisah bersama Wanadri, memakai baju loreng pasukan khusus untuk menceritakan kisah perjuangan, dan masih banyak lagi termasuk bergaya flamboyan lengkap dengan kacamata pilot untuk menceritakan kisah romantis bunga-bunga. Yang ditunggu tentu saja burung camar, saat abah menceritakan kisah dibalik penciptaan lagu yang kemudian dipopulerkan oleh Vina Panduwinata.

Banyak sekali alias banyak pisan energi semangat yang tercurah malam itu bersama Abah Iwan. Ia membagikan banyak ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah dilewatinya. Dan satu hal yang saya catat adalah hiduplah mulai dari hari ini, nyalakan harapan dalam diri masing-masing, jangan berharap orang lain untuk menyalakan api dalam diri kita. Kasihanilah setiap orang seperti kau tidak akan hidup hari esok. Kata-kata ini mengingatkan saya pada Pho.

Share:

Jumat, September 26, 2014

Negara (tanpa) Demokrasi

Pagi ini saya mendapat kabar tentang matinya demokrasi karena pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPR bukan lagi dipilih langsung oleh rakyat. Ini adalah kemunduran dalam kehidupan berdemokrasi.

Kecuali ini negara kerajaan yang dipimpin oleh raja, bisa saja pemilihan kepala daerah dilakukan langsung oleh raja tapi ini negara yang bukan kerajaan. Jadi sewajarnya segala kebijakan itu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Semalam juga melihat lalu lalang timeline perihal ini rame pisan. Misalnya #RIPdemokrasi untuk menggambarkan kematian demokrasi di Indonesia, lalu ada lagi #ShameOnYouSBY untuk menyindir sikap SBY terhadap sikap partai demokrat yang walk out saat sidang penentuan pilkada langsung atau pilkada DPR.

Buat saya, ini dinamika yang harus terjadi. Rakyat diuji lagi kebersamaannya. Kalau rakyat secara umum menolak, saya yakin rakyat akan menang untuk melawan politikus rakus jabatan. Pembelajaran dinamika ini mengingatkan saya pada setiap kejadian di kelas. Miniatur kehidupan ada di dalam kelas, bersama mereka saya belajar dewasa dalam bersikap terutama menghadapi situasi-situasi sulit.

Ayo bergerak!
Atau kembali ke sawah mencangkul lagi!

Share:

Sabtu, Agustus 30, 2014

Tentang Dongeng dan Mendongeng

Catatan ini saya ambil dari Path-nya Nadia Astriani. Ia seorang dosen yang juga peduli pendidikan anak. Inilah catatannya. 

"Pengen cerita sedikit tentang festival ini. Festival Dongeng Bandung berangkat dari keprihatinan akan beberapa hal :
1. Semakin berkurangnya daya imajinasi warga (anak dan orang dewasa) yg berakibat pada kurangnya daya kreativitas. Sementara untuk membangun negeri tercinta ini perlu kreativitas yang tinghi.
2. Menipisnya budaya bertutur di bumi tercinta ini, padahal ketika belanda datang ratusan taun yang lalu mereka terheran-heran melihat masyarakat yang bisa hidup tertib tanpa aturan hukum tertulis. Yang di kemudian hari baru mereka sadari bahwa nilai2 dan aturan hidup itu diturunkan melalui pantun, ujar2, syair, pupuh dan kawih yang dilakukan dengan cara bertutur.
3. Makin maraknya penggunaan gadget yang mengurangi quality time antara orangtua dan anak.
Karena keprihatinan itu dan karena penggagasnya adalah penggemar dongeng dan merasakan manfaat dongeng dalam keseharian, maka media dongeng dianggap media yang tepat untuk mengembalikan budaya bertutur yang mulai menghilang.
Semoga Festival Dongeng Bandung ini bisa menyalakan kembali Bara Imajinasi yang terpendam"

Festival Dongeng Bandung 2014


Share:

Postingan Populer