Di luar prasangka personal seseorang menjalani hidup membosankan dalam rutinitas mandul, tanpa gairah, di balik itu dia memiliki makna maupun signifikansi luar biasa dalam kehidupan, bagi orang lain dan lingkungan terdekat. Makna ini kadang-kadang gagal dicapai banyak orang. Karena itu orang merasa hampa makna hidup.
Hampa makna hidup-di berbagai fenomena bisa berupa alienasi, nihilisme, absurdisme-sebenarnya merupakan fenomena umum bagi manusia kontemporer. Ciri-cirinya ialah ketika orang merasa terasing dari diri sendiri, orang lain, lingkungan (sosial), atau kerja; di sisi lain merasa tak punya tujuan hidup dan takdir. Mereka hidup, berperan, merasa, ambil bagian, tapi semuanya tertelan hiruk-pikuk atau persoalan sehari-hari.
Orang kehilangan ruang meditasi (perenungan); sementara setiap kali mengalami peristiwa yang mampu memunculkan pertanyaan kritis seperti "siapa saya", "di mana saya", "ada apa sebenarnya" yang mencoba mengembalikan pada kesadaran atau vitalitas hidup, membuka eksplorasi diri, dia malah ditarik-tarik menyelesaikan dengan cara tak layak, kalau tidak melupakan dan menenggelamkan dalam buih laut kehidupan.
Ketika kecewa, bertanya tentang hidup, orang malah diajak minum-minum, bersenang-senang, dinasihati agar tak bertanya sesuatu yang sulit dijelaskan, berkata bahwa "masalah" itu akan selesai sendiri, akhirnya terlupakan bersama berlalu waktu dan peristiwa. Padahal itulah kesempatan orang mendapat jawaban fundamental terhadap misteri kehidupan.(kompas,12/06/05)
Hampa makna hidup-di berbagai fenomena bisa berupa alienasi, nihilisme, absurdisme-sebenarnya merupakan fenomena umum bagi manusia kontemporer. Ciri-cirinya ialah ketika orang merasa terasing dari diri sendiri, orang lain, lingkungan (sosial), atau kerja; di sisi lain merasa tak punya tujuan hidup dan takdir. Mereka hidup, berperan, merasa, ambil bagian, tapi semuanya tertelan hiruk-pikuk atau persoalan sehari-hari.
Orang kehilangan ruang meditasi (perenungan); sementara setiap kali mengalami peristiwa yang mampu memunculkan pertanyaan kritis seperti "siapa saya", "di mana saya", "ada apa sebenarnya" yang mencoba mengembalikan pada kesadaran atau vitalitas hidup, membuka eksplorasi diri, dia malah ditarik-tarik menyelesaikan dengan cara tak layak, kalau tidak melupakan dan menenggelamkan dalam buih laut kehidupan.
Ketika kecewa, bertanya tentang hidup, orang malah diajak minum-minum, bersenang-senang, dinasihati agar tak bertanya sesuatu yang sulit dijelaskan, berkata bahwa "masalah" itu akan selesai sendiri, akhirnya terlupakan bersama berlalu waktu dan peristiwa. Padahal itulah kesempatan orang mendapat jawaban fundamental terhadap misteri kehidupan.(kompas,12/06/05)