Kamari poho cai can dikocorkan ka kamalir sawah, atuh eta sawah digirang rungkad galenganna, Kapanggih poe isukan, dibejaan ku Mang Juned yen galengan sawah kuring nu lebah kaler kudu digancang diomean bisi kaburu banjir deui. Mang Juned geus ngabejaan tilu poe katukang perkara sawah di Ciburahol teh. Ngan dasar sok diengke-engke. Atuh pas hujan badag peuting tadi, galengan rungkad. Mang Entis rek dibejaan tapi keur euweuh di imah. Bejana mah keur di pasir, ngahuma. Hayangna mah harita keneh kuring indit nyusul ka huma, tapi euweuh kuda. Kabeh keur dipake bapa indit ka dayeuh. Bapa kuring tea teu bisa dicaram lamun geus aya kahayang indit ka dayeuh, hayang neangan bako palembang cenah. Bako ti kebon geus beak. Bapa indit naek si jalu. Si jalu kuduna aya ayeuna. Nya atuh galengan nu rungkad teh can bisa diomean da euweuh si jalu.
Minggu, November 18, 2012
Minggu, Oktober 21, 2012
Gunung Padang Sambil Membayangkan 80 Hari Keliling Dunia
Melewati
banyak desa dan pengalaman selama perjalanan ke Gunung Padang. Dari arah yang
berbeda ternyata lebih mengasyikkan, terdapat banyak kelok-kelok yang sayang
jika dilewatkan.
Subuh setelah sholat saya meluncur ke Stasiun
Bandung. Hari masih gelap dan dingin menusuk kulit. Dengan sepeda motor ku pacu
kecepatan tinggi berharap tidak ketinggalan kereta api. Maklum, semalan saya
tidak mencari jadwal keberangkatan kereta. Berharap improvisasi saja, dalam
benak berpikir “Kalau milik pasti dapat kereta api”. Tujuannya tidak jauh,
hanya menuju Padalarang. Tetapi dari Padalarang itu yang penting, Cianjur.
Yah.. kereta api tujuan Cianjur adalah target pagi itu. Ingin mengulang kembali
memori dulu saat menggunakan kereta api jurusan Bandung Cianjur.
Bersama seorang teman yang terlambat datang,
kami merencanakan perjalanan ke Gunung Padang. Gunung Padang menjadi sangat
terkenal karena terdapat Situs Megalitikum yang pernah menjadi bahasan menarik
di beberapa media masa local maupun nasional.
Pagi itu cuaca sedikit mendung, kereta api
tujuan Padalarang sudah lewat. Terpaksa saya menunggu sambil berpikir rencana
kemudian setelah terlambat menggunakan kereta api tujuan Padalarang. Teman saya
yang datang terlambat tiba pukul 07.00 berarti jika menunggu kereta api
selanjutnya masih ada satu jam lagi sementara kereta api tujuan Cianjur
berangkat pukul 8.30. Jika kereta tujuan Padalarang datang lagi pukul 8.45
berarti kami terlambat dan pupus sudah rencana ke Gunung Padang hari itu.
Beruntung, ada sepeda motor yang saya parkir di stasiun. Dengan motor itu
berangkatlah kami menuju Stasiun Padalarang. Sampai di Stasiun Padalarang pukul
8.00, kereta api tujuan Cianjur masih terparkir dengan nyaman. Dua gerbong yang
akan membawa kami sudah banyak diisi penumpang yang hendak menuju Cianjur.
Stasiun tampak lengang pagi itu, waktu luang sebelum berangkat kami gunakan
untuk mencari sarapan. Surabi dan bandros adalah pilihan yang tepat. Sambil
merasakan suasana pagi sebuah pasar dan stasiun, kami sarapan.
Kereta api tujuan Cianjur berangkat tepat
pukul 8.30, di dalamnya sudah ada banyak penumpang dan tentu saja pengamen.
Pengamen di kereta ekonomi adalah hal yang lumrah, untuk itu selalu sediakan
uang recehan untuk kami bagikan pada mereka. Kereta berjalan perlahan dari
stasiun ke stasiun lainnya. Berkelok-kelok melewati bukit di Padalarang
kemudian lurus ketika sampai di daerah Rajamandala. Melewati Ciranjang kemudian
sampailah di Cianjur pada pukul 10.30. Di setiap stasiun pemberhentian ramai penumpang
naik turun. Dengan ongkos Rp 1.500 tentu sangat murah jika dibanding naik
kendaraan umum Cianjur-Ciranjang. Ongkos Rp 1.500 kemudian akan berubah menjadi
Rp10.000 mulai April 2012. Ini menjadi keluhan sendiri, seperti keluhannya
seorang penumpang yang duduk di depan kami. “Ongkos Rp 10.000 nanti mah jadi berat atuh, padahal saya teh
sudah sering naik kereta ini tiap hari”. Dengan logat sunda yang khas.
Cianjur
dan Kenangan
Sesampainya di Cianjur, cuaca sangat cerah.
Dingin udara Cianjur mengingatkan memori pada 14 tahun lalu saat bersekolah di
SMUN 2 Cianjur. Saya mengingat saat naik kereta menuju Bandung, mengingat
angkot-angkot yang bersuliweran dengan warna merah dominan dan pelat
berwarna-warni di bawahnya. Saya ingat 02B jurusan Kubangsari. Dan juga
mengingat sebuah patung ayam pelung yang selalu dilewati setelah pulang
sekolah.
Dari Cianjur, perjalanan selanjutnya menuju
Gekbrong. Naik angkot warna putih dengan ongkos Rp 4.000. Sepanjang perjalanan
saya melihat setiap sudut kota yang terlewati. Banyak sisi-sisi yang menarik di
Kota Cianjur, sayangnya perjalanan kali ini tujuannya adalah Gunung Padang.
Kurang lebih 1 jam dalam angkot, sampailah di Gekbrong. Berdasarkan petunjuk
teman, dari Gekbrong kami harus naik jurusan Sukaraja yang berwarna biru dan
turun di Sukalarang. Sukalarang terkenal karena ada patung harimau. Ternyata
tidak sampai 30 menit, Sukalarang sudah di depan. Tepat di patung harimau, kami
berhenti.
Perjalanan di lanjutkan dengan naik angkot
menuju Tegal Panjang. Salah satu teman saya sudah menunggu di Tegal Panjang
untuk membawa kami ke Gunung Padang dari jalur berbeda. Perut yang lapar
membuat kami berhenti untuk mengisi dulu perut sambil bertanya angkutan yang
akan menuju ke Tegal Panjang. Seperti biasa, jika bertanya dengan akrab jawaban
umum selalu “Ah.. sudah dekat Gunung Padang mah”.
Jawaban itu membuat kami lega.
Sampai di Tegal Panjang pukul 12.00, saat itu
hujan mulai turun dengan derasnya. Hujan sempat membuat kami sedikit pesimis
bisa melanjutkan perjalanan ke Gunung Padang. Bersyukur, hujan ternyata datang
sebentar saja, matahari muncul menyinari Tegal Panjang yang baru saja di guyur
hujan. Cerah memberikan harapan pada kami untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Cerah berarti perjalanan dilanjutkan.
Dengan ditemani dua orang dari Tegal Panjang,
kami melanjutkan perjalanan menggunakan sepeda motor. Salah seorang pengantar
kami adalah petugas Kecamatan Cireungas. Kecamatan Cireungas terletak di antara
dua bukit dengan hamparan sawah dan sungai yang bersih. Di Cireungas juga
terdapat lintasan kereta api jurusan Sukabumi-Bandung. Sayangnya setelah
terowongan Lampegan mengalami keruntuhan saat gempa, jalur tersebut nyaris
belum dilewati lagi oleh kereta api.
Di Cireungas, selain mengunjungi kantor
kecamatan, kami juga mengunjungi rumah kepala stasiun. Rumah tersebut adalah
peninggalan Belanda yang selesai dibangun tahun 1942. Bangunan tersebut
menunjukkan kekhasan arsitektur Belanda, dengan plafond yang tinggi dan jendela
yang tinggi pula. Kokohnya bangunan terlihat dari kayu-kayu yang masih utuh
walaupun sudah berumur 70 tahun. Dari rumah kepala stasiun itu, kami di ajak
melihat Stasiun Cireungas. Dulu ketika kereta api masih beroperasi antara
Bandung-Sukabumi, banyak penduduk Cireungas yang menggunakannya untuk bepergian
ke Sukabumi, baik itu belanja atau sekolah. Bahkan yang menariknya, kereta api
yang membawa penduduk tersebut, bisa berhenti selain di stasiun. Membayangkan
kereta bisa berhenti di mana saja, sangat mengagumkan seperti kembali ke masa
lalu.
Setelah bercengkrama di rumah Belanda,
perjalanan selanjutnya adalah Gunung Padang. Ini yang ditunggu-tunggu. Setelah
melewati jalan aspal, jalanan berbatu menghadang kami di depan. Melewati Gunung
Rosa yang katanya mengandung emas, kemudian berbelok ke arah Campaka. Campaka
adalah perkebunan teh di bawah PTPN. Memasuki perkebunan teh yang hijau,
jalanan yang bergelombang, dan udara yang sejuk. Ini perjalanan paling
mengasyikkan. Melihat penduduk yang sedang beraktivitas sore-sore dan anak-anak
muda yang bermain bola. Campaka adalah wilayah Cianjur sementara kami memasuki
Campaka dari arah Sukabumi.
Passepartout dan Phileas Fogg (Arround The World in 80 Days) |
Gunung
Padang
Penunjuk arah ke Situs Megalitikum Gunung
Padang sudah tampak, dari kebun teh jaraknya hanya tinggal 2 Km. Itu berarti
sebentar lagi kami sampai. Jalur ke Gunung Padang dari arah Cianjur sudah bisa
dilewati dengan berbagai jenis kendaraan. Walaupun jalurnya sudah baik tetapi
tetap saja disarankan menggunakan jenis kendaraan tinggi, untuk menghindari
titik-titik jalan yang masih berlubang. Tempat parkir di kawasan Gunung Padang
sudah tertata dengan baik. Penduduk mengatakan hal ini berkat dukungan Wakil
Gubernur Jawa Barat.
Gunung Padang saat kami daki sedang cerah,
sore hari yang hangat dengan sedikit sinar matahari. Beberapa kepercayaan yang
muncul di sana dan menarik kami coba adalah menghitung tangga, mengangkat salah
satu batu di atas. Batu tersebut katanya sangat berat dan tidak semua orang
bisa mengangkatnya. Saya tentu saja penasaran.
Kepenasaran pertama adalah hitungan tangga
yang tidak akan sama antar satu sama lain. Ini benar, dan saya sudah
membuktikannya. Secara logika sangat sulit misalnya dengan jalur yang tinggi,
butuh konsenstrasi dan juga kekuatan fisik melawan lelah mendaki gunung. Hal
ini berbeda dengan mengangkat batu di atas undakan ke 4. Saya berhasil, karena
diberikan teknik-tekniknya oleh Pak Oban, salah seorang guide yang sedang
menunggu di atas gunung.
Gunung Pada terdiri dari lima undakan, dengan
batu-batu yang semua bersisi lima. Gunung Padang juga menghadap ke lima gunung
yang ada. Lima menjadi misteri dan sangat menarik untuk di kaji. Di atas
undakan pertama, kita akan melihat dua buah batu yang mengeluarkan bunyi
gamelan jika di pukul. Di undakan ke tiga kita bisa melihat tapak harimau dan
tapak kujang. Kujang adalah senjata khas masyarakat sunda. Tapak harimau di
salah satu batu, di yakini sebagai tapak Prabu Siliwangi.
Selesai mengambil dokumentasi dan mendengar
penjelasan dari Pak Oban, karena rintik-rintik hujan mulai turun, kami bergegas
ke bawah. Hujan pun turun menyiram Gunung Padang dan sekitarnya. Sambil
menunggu hujan berhenti, kami singgah di warung masyarakat setempat sambil
menikmati kopi.
Gunung Padang kami tinggalkan setelah hujan
reda, hari sudah menjelang malam. Perjalanan kami akhiri dengan naik angkot
menuju Sukaraja. Dari Sukaraja selanjutnya kami gunakan bis jurusan
Sukabumi-Bandung. Ini menjadi hari yang menyenangkan. Gunung Padang memberikan
banyak pelajaran bagi kami.
Gunung Padang yang memberikan banyak pelajaran bagi kami! |
Sabtu, Oktober 20, 2012
Guru Inspiratif
“Thank you for playing Mr. Dalton. I stand upon my desk to remind myself
that we must constantly look at things in a different way” (John Keating)
Dead Poets Society (splashnology.com) |
Apa yang dirasakan setelah menonton film ini? Sebuah
kekaguman, inspirasi, dan ketakjuban pada sosok guru bernama John Keating.
Pelajaran penting yang saya dapatkan dari dia adalah selalu kreatif melihat
segala sesuatu. Bahkan kalau perlu, tatanan konvensional harus didobrak untuk
melihat sisi lain yang menarik.
John Keating bagi saya memberikan referensi tentang cara
mengajar yang kreatif, menginspirasi murid dengan berbagai cara. Catat
menginspirasi, guru selayaknya demikian. Persis seperti yang dilakukan oleh
John Keating yaitu menginspirasi. Dari hal-hal sederhana yang biasa dilakukan
murid-murid sampai hal-hal yang diluar kebiasaan murid. Inilah sejatinya guru
yang menginspirasi.
Guru yang menginspirasi lebih ‘kena’ daripada sekedar
mengantarkan materi saja. Menginspirasi murid berawal dari guru yang
inspiratif. Guru dan murid saling menginspirasi, murid ke guru dan guru ke
murid. Demikian seterusnya, saling menginspirasi satu sama lain. Jika ini
terjadi, saya yakin cita-cita belajar menyenangkan sepanjang hayat akan terus
berjalan dengan lancar. Hambatan akan dijadikan inspirasi untuk terus belajar
dan belajar.(Iden Wildensyah)
Kamis, Oktober 18, 2012
Tangkap!
Ingat lagu, hap hap hap.. tangkap! Ini bukan tentang lagu ini, ini tentang menangkap makna kemudian merefleksikannya sebagai sebuah catatan dari setiap diskusi menarik. Diskusi bersama banyak orang tentang berkegiatan dalam kelas.
Menangkap
rasa. Rasa adalah hal penting yang harus diasah selama berinteraksi dengan
anak-anak. Rasa menimbulkan kepekaan, dengan kepekaan ini sedikit demi sedikit kita
belajar memahami anak. Saat anak antusias berkegiatan atau saat anak ternyata
kurang antusias. Dengan terus diasah dalam bentuk diskusi dan pengalaman
langsung, kepekaan ini menjadi modal untuk kita dalam mengolah kegiatan di
kelas.
Selanjutnya adalah Menangkap keberhasilan kecil dalam mengelola kegiatan. Semakin terbukanya diskusi tentang keberhasilan setiap kakak dalam mengelola kegiatan kelas, semakin termotivasi untuk menangkap segala sesuatu yang terjadi selama berkegiatan. Ini menjadi sangat penting bagi kita untuk mencari dan menangkap sisi-sisi lain dari pengamatan kelas. Kita juga mempunyai catatan untuk diskusi dengan partner tentang kegiatan yang sudah dilaksanakan atau akan dilaksanakan.
Kemudian yang menarik juga yaitu Tukar pengalaman dan ide dalam berinteraksi. Dari tukar pengalaman ini, kita bisa menangkap banyak pembelajaran dari pengalaman kakak-kakak yang mengelola kegiatan dengan baik terutama saat berinteraksi dengan anak. Ide-ide ini menjadi referensi bagi kita ketika kita berada dalam kondisi yang sama. Misalnya melihat pengalaman kakak saat mengondisikan anak yang aktif . Tukar ide lainnya misalnya tentang berkarya dan melihat hal-hal kecil yang luput dari arahan. Ide-ide berkarya menjadi sangat penting karena bisa menjadi bahan menarik untuk pembelajaran anak. [iden wildensyah]
Romantic Scene of the Seasons (wallcoo.net |
Selanjutnya adalah Menangkap keberhasilan kecil dalam mengelola kegiatan. Semakin terbukanya diskusi tentang keberhasilan setiap kakak dalam mengelola kegiatan kelas, semakin termotivasi untuk menangkap segala sesuatu yang terjadi selama berkegiatan. Ini menjadi sangat penting bagi kita untuk mencari dan menangkap sisi-sisi lain dari pengamatan kelas. Kita juga mempunyai catatan untuk diskusi dengan partner tentang kegiatan yang sudah dilaksanakan atau akan dilaksanakan.
Kemudian yang menarik juga yaitu Tukar pengalaman dan ide dalam berinteraksi. Dari tukar pengalaman ini, kita bisa menangkap banyak pembelajaran dari pengalaman kakak-kakak yang mengelola kegiatan dengan baik terutama saat berinteraksi dengan anak. Ide-ide ini menjadi referensi bagi kita ketika kita berada dalam kondisi yang sama. Misalnya melihat pengalaman kakak saat mengondisikan anak yang aktif . Tukar ide lainnya misalnya tentang berkarya dan melihat hal-hal kecil yang luput dari arahan. Ide-ide berkarya menjadi sangat penting karena bisa menjadi bahan menarik untuk pembelajaran anak. [iden wildensyah]
Rabu, Oktober 17, 2012
Oh Bahaya!
Suatu kali Abah Iwan (Iwan Abdurahman) di acara pesta kejutan berbungkus seminar menyampaikan satu hal yang menarik. "Oh, Bahaya?!" Dalam tulisan mungkin jadinya ada dua tanda, tanda tanya dan tanda seru. Menandakan keheranan dan pertanyaan.
Abah bercerita tentang pengalaman para pengarung samudera dalam ekspedisi garis depan nusantara. Mereka berhasil mengarungi samudera dengan perahu. Tentu saja dengan perahu bukan yang lain. Tetapi yang spesialnya adalah perahunya, perahu tak bercaping. Perahu sederhana yang katanya sering digunakan nelayan biasa untuk melaut.
Saat ekspedisi sudah berhasil, beberapa orang dari kelautan yang entah itu militer laut, dinas laut, atau yang ahli bertualang di laut kemudian bilang "Hebat benar kalian, dengan perahu ini berhasil menyelesaikan ekpsedisi"
Di jawab sama mereka "Memangnya kenapa?"
Kemudian mereka menjelaskan "Perahu ini terlalu sederhana untuk mengarungi lautan. Ini BAHAYA!"
Jawaban para pengarung yang mengesankan "Oh, bahaya?!"
Coba kita renungkan! Apa dibalik makna "Oh, bahaya?!"
Ekspedisi Garis Depan Nusantara (92pulau.org) |
Saat ekspedisi sudah berhasil, beberapa orang dari kelautan yang entah itu militer laut, dinas laut, atau yang ahli bertualang di laut kemudian bilang "Hebat benar kalian, dengan perahu ini berhasil menyelesaikan ekpsedisi"
Di jawab sama mereka "Memangnya kenapa?"
Kemudian mereka menjelaskan "Perahu ini terlalu sederhana untuk mengarungi lautan. Ini BAHAYA!"
Jawaban para pengarung yang mengesankan "Oh, bahaya?!"
Coba kita renungkan! Apa dibalik makna "Oh, bahaya?!"
Selasa, Oktober 16, 2012
Jalan Samurai
“Jalan samurai itu tidak saja sulit tetapi juga suci dan mulia. Setiap hari seorang samurai harus berperang melawan diri sendiri demi mencapai kesempurnaan, sekaligus mengetahui bahwa ia juga akan gagal. Setiap malam, seorang samurai harus beristirahat dalam rangka memperbaharui perjuangannya keesokan pagi. Di atas itu semua, seorang samurai harus belajar patuh. Kewajiban utamanya adalah pengabdian tanpa ragu kepada tuannya, sampai pada taraf di mana ia bersedia mengorbankan nyawanya jika itu yang diminta darinya” (Kapten Muraki kepada Jimmu hal 96)
Samurai (http://tonvanalebeek.deviantart.com) |
Selalu menarik kalau membaca buku-buku atau novel cerita timur oleh pengarang barat, sebelumnya saya pernah membaca buku Carole Wilkinson yang berjudul Dragon Keeper. Berbeda dengan cerita Carole Wilkinson, saya membaca novel berjudul “The Way of The Warrior” karangan Andrew Matthews. Pada mulanya saya menganggap ceritanya biasa saja seputar kisah heroik samurai Jepang. Tokoh utama Shimomura Jimmu kehilangan segalanya ketika sang ayah melakukan seppuku akibat dipermalukan oleh Choju Ankan. Ia pun melatih diri sebagai samurai agar dapat membalaskan dendam sang ayah serta memulihkan nama baik keluarganya. Berlatar belakang kehidupan di Jepang pada abad ke-16, buku ini bercerita tentang loyalitas dan pengkhianatan, masa lalu serta ramalan di masa depan, dan jalan hidup seorang samurai.
Dengan modal keahliannya bertarung, Jimmu bertekad menemukan Lord Ankan dan menyamar sebagai samurai yang ingin mengabdi kepada Lord Ankan. Jimmu diterima menjadi penjaga kastil Mitsukage keluarga Choju Ankan dan mulai membuat perencanaan untuk mengintai mangsanya. Ia sudah mempersiapkan segalanya, mempelajari tata letak kastil dan menyelidiki keadaan.
Setelah membaca novel ini saya menemukan banyak yang sangat berarti tentang jalan hidup menjadi seorang ksatria. Pelajaran penting tentang kesabaran, keteguhan dan keberanian. Novel ini menarik bukan saja karena sarat dengan nilai-nilai itu, tetapi kejutan yang tiba-tiba saja muncul dan memberikan perspektif lain dalam memandang budaya Jepang ”Seppuku” dalam pandangan orang barat. Intrik drama juga ada, jadi pada saat tertentu saya begitu terlarut di dalam kancah pertarungan, tetapi pada sesi yang lain saya tersenyum-senyum membaca novel ini.
Minggu, Oktober 14, 2012
Mencangkul
Pagi masih menyisakan dingin, tubuh Lutika masih berbalut baju hangat dan sarung. Teman-temannya belum datang di ladang tempat mereka bermain. Dia melihat seekor semut yang tersesat di antara gerombolan semut lainnya.
"Hei, kenapa kamu sendirian, teman-temanmu ada di sana?" Lutika berkata ke semut yang menurutnya sendirian terpisah dari teman-temannya. Dia kemudian menggunakan jarinya untuk menuntun semut menuju teman-temannya.
"Nih, di sini, kamu bisa bareng lagi sama temanmu" Lutika menunjukkan iringan semut. "Kasihan kamu, semoga kamu bisa main lagi sama temanmu, yah! Kata Lutika pada semut yang dia perhatikan.
Dizidu kemudian datang, setelah menyimpan bekalnya di saung, Dizidu kemudian menghampiri Lutika.
"Hei, kamu lagi ngapain Lutika?" Dizidu bertanya pada Lutika.
"Aku lagi lihat semut yang tertinggal. Tuh, sekarang sudah main dan ikut lagi teman-temannya" Kata Lutika.
"Kamu, kok cemberut?" Tanya Lutika.
"Aku sedih, aku gak suka Tuan Lekabu" Kata Dizidu.
"Emang kenapa, Tuan Lekabu bikin kamu marah lagi?" Tanya Lutika.
"Iya, kemarin aku dimarahin, aku gak tahu kenapa aku dimarahin" Kata Dizidu.
"Aku, juga gak suka sama Tuan Lebaku" Kata Lutika.
"Kenapa" Giliran Dizidu yang bertanya.
"Tuan Lekabu itu, gak adil. Dia bilang aku suka marah, gak bisa ngendaliin emosi, padahal Tuan Lekabu yang sebenarnya gak bisa ngendaliin emosi" Kata Lutika menahan nafas yang memburu seperti menyimpan sesuatu di dadanya.
"Wah, kalau begitu, kita sama. Aku gak suka saat Tuan Lekabu. Apalagi kalau di ladang ini sedang menjelaskan cara-cara mencangkul" Kata Dizidu.
"Emang kenapa?" Tanya Lutika.
"Dia kasar, sepertinya dia sedang punya masalah dengan dirinya" Kata Dizidu.
"Kalau begitu, kita harus bilang padanya kita gak suka kalau Tuan Lekabu marah" Kata Lutika.
"Ah percuma, paling juga kita berdua yang akan balik dimarahi"Kata Dizidu.
Saat mereka berbincang, Tuan Lekabu datang. "Hei, kalian pasti sedang membicarakan aku?" Kata Tuan Lekabu setengah mengancam dengan gerakan tubuh yang mengintimidasi dua anak kecil.
"Enggak, kok. Iya kan Dizidu" Kata Lutika penuh isyarat ke Dizidu. Dizidu yang terdiam oleh intimidasi Tuan Lekabu kemudian berkata.
"Iya, eng...enggak, kita sedang lihat semut ini nih!" Kata Dizidu.
"Oh, kalau begitu, mana teman-temanmu? kok belum pada datang?" Tanya Tuan Lekabu.
"Mereka belum datang, Tuan. Mungkin kuda yang mereka tunggangi masih dikandangkan orang tua mereka" Kata Dizidu.
"Atau mungkin mereka sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya" Kata Lutika.
"Ya sudah, kita mulai saja belajar mencangkul hari ini" Tuan Lutika mengajak mereka mulai belajar.
Dizidu dan Lutika sejenak beradu pandang. Mencangkul adalah kegiatan yang membuat Tuan Lutika cepat marah."Aku gak mau belajar mencangkul sama Tuan! Tuan suka marah kalau sedang mengajarku mencangkul" Gerutu Lutika dalam hati.
Mereka mencangkul dengan sesuatu dihatinya masing-masing. Mereka menyerap hal yang tidak bisa dilihat mata. Mereka bisa tahu hal yang sebenarnya terjadi pada Tuan Lekabu.
"Hei, kenapa kamu sendirian, teman-temanmu ada di sana?" Lutika berkata ke semut yang menurutnya sendirian terpisah dari teman-temannya. Dia kemudian menggunakan jarinya untuk menuntun semut menuju teman-temannya.
Romantic Scene of the Seasons (http://www.wallcoo.net) |
Dizidu kemudian datang, setelah menyimpan bekalnya di saung, Dizidu kemudian menghampiri Lutika.
"Hei, kamu lagi ngapain Lutika?" Dizidu bertanya pada Lutika.
"Aku lagi lihat semut yang tertinggal. Tuh, sekarang sudah main dan ikut lagi teman-temannya" Kata Lutika.
"Kamu, kok cemberut?" Tanya Lutika.
"Aku sedih, aku gak suka Tuan Lekabu" Kata Dizidu.
"Emang kenapa, Tuan Lekabu bikin kamu marah lagi?" Tanya Lutika.
"Iya, kemarin aku dimarahin, aku gak tahu kenapa aku dimarahin" Kata Dizidu.
"Aku, juga gak suka sama Tuan Lebaku" Kata Lutika.
"Kenapa" Giliran Dizidu yang bertanya.
"Tuan Lekabu itu, gak adil. Dia bilang aku suka marah, gak bisa ngendaliin emosi, padahal Tuan Lekabu yang sebenarnya gak bisa ngendaliin emosi" Kata Lutika menahan nafas yang memburu seperti menyimpan sesuatu di dadanya.
"Wah, kalau begitu, kita sama. Aku gak suka saat Tuan Lekabu. Apalagi kalau di ladang ini sedang menjelaskan cara-cara mencangkul" Kata Dizidu.
"Emang kenapa?" Tanya Lutika.
"Dia kasar, sepertinya dia sedang punya masalah dengan dirinya" Kata Dizidu.
"Kalau begitu, kita harus bilang padanya kita gak suka kalau Tuan Lekabu marah" Kata Lutika.
"Ah percuma, paling juga kita berdua yang akan balik dimarahi"Kata Dizidu.
Saat mereka berbincang, Tuan Lekabu datang. "Hei, kalian pasti sedang membicarakan aku?" Kata Tuan Lekabu setengah mengancam dengan gerakan tubuh yang mengintimidasi dua anak kecil.
"Enggak, kok. Iya kan Dizidu" Kata Lutika penuh isyarat ke Dizidu. Dizidu yang terdiam oleh intimidasi Tuan Lekabu kemudian berkata.
"Iya, eng...enggak, kita sedang lihat semut ini nih!" Kata Dizidu.
"Oh, kalau begitu, mana teman-temanmu? kok belum pada datang?" Tanya Tuan Lekabu.
"Mereka belum datang, Tuan. Mungkin kuda yang mereka tunggangi masih dikandangkan orang tua mereka" Kata Dizidu.
"Atau mungkin mereka sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya" Kata Lutika.
"Ya sudah, kita mulai saja belajar mencangkul hari ini" Tuan Lutika mengajak mereka mulai belajar.
Dizidu dan Lutika sejenak beradu pandang. Mencangkul adalah kegiatan yang membuat Tuan Lutika cepat marah."Aku gak mau belajar mencangkul sama Tuan! Tuan suka marah kalau sedang mengajarku mencangkul" Gerutu Lutika dalam hati.
Mereka mencangkul dengan sesuatu dihatinya masing-masing. Mereka menyerap hal yang tidak bisa dilihat mata. Mereka bisa tahu hal yang sebenarnya terjadi pada Tuan Lekabu.
Sabtu, Oktober 13, 2012
Secerah #hariceria
Yipiii.. akhirnya mendapatkan secerah hari ini! bisa banyak cerita-cerita lagi, bisa banyak menulis-nulis lagi.
Menulis karena aku butuh belajar terus! dan inilah si #hariceria
Menulis karena aku butuh belajar terus! dan inilah si #hariceria
Kamis, Oktober 11, 2012
Internet Masuk Desa
Malam itu
Desa Sukamaju sangat rame, lampu menerangi setiap sudut. Desa menjadi terang
benderang bukan lagi desa lama yang malamnya sangat gelap gulit. Sepulang
ngaji, anak-anak bermain dengan ceria, mereka bernyanyi, bermain petak umpet,
kejar-kejaran, hari tidak berhenti di waktu isya. Kesenangan anak-anak seolah
bertambah waktu. Jika sebelumnya mereka berhenti ketika memasuki waktu maghrib,
malam itu mereka mendapatkan waktu tambahan bermain.
Di sudut
lain, dalam sebuah ruangan yang luas, para bapak-bapak berkumpul. Tampak di
depan sebuah jajaran meja yang diberi taplak meja berwarna merah dengan motif
bunga. Di belakang meja tersebut duduk tiga orang dengan pakaian safari dan
kemeja lengkap dengan kopiah. Pakaian yang rapi menandakan bukan bagian dari
petani warga Desa Sukamaju. Seorang yang memakai safari hitam dengan kopiah
duduk di antara dua bapak-bapak yang memakai kemeja batik adalah Pak Mijan. Pak
Mijan adalah kepala desa, sudah 10 tahun menjadi kepala desa. Kepemimpinan yang
bersahaja dan perhatian terhadap warga membuat Pak Mijan nyaris tak mendapatkan
pesaing yang bisa menggantikan kedudukannya. Dua orang di sampingnya adalah Pak
Ayat dan Pak Juju. Pak Ayat adalah ketua RW dan Pak Juju adalah ketua RT,
keduanya juga sama dengan Pak Mijan. Masyarakat sudah sangat percaya pada
keduanya. Di bawah kepemimpinan mereka rakyat Sukamaju sejahtera. Setiap ada
yang sakit dan harus diantar ke Puskesmas, Pak Ayat atau Pak Juju selalu
menyempatkan diri untuk mengantar, bahkan jikapun harus ke Rumah Sakit di Kota
yang jaraknya 72 kilometer dari Desa Sukamaju.
“Bapak-bapak
warga Desa Sukamaju yang saya hormati, pada kesempatan kali ini saya akan
menyampaikan sebuah berita untuk kemajuan desa kita” Pak Kades memulai
pertemuan warga malam itu.
“Wah berita
dari Pak Kades, biasanya sangat bagus, euy” Kata Mang Ujang yang duduk paling
depan.
“Ini
merupakan usulan Pak Sekdes, Jajang. Dia kemarin baru dari Balai Kota mengikuti
pelatihan tehnologi informasi. Usulan Pak Jajang setelah ikut pelatihan tersebut
adalah internet ke desa. Internet itu bapak-bapak, bisa jadi alat untuk mencari
berbagai informasi. Misalnya bapak-bapak mencari informasi pupuk organik,
bapak-bapak bisa melihat dari internet” Pak Kades menjelaskan.
“Tuh kan,
bener. Informasi dari Pak Kades mah selalu menarik” Kata Mang Ujang. “Kalau
internet itu apa, Pak Kades?” Mang Ujang bertanya
“Eeeh Mang
Ujang, mah. Kirain sudah tahu internet. Internet itu adalah jaringan media
informasi untuk kita semua. Mang Ujang bisa mendapatkan banyak informasi dari
internet” Pak Kades menjawab pertanyaan Mang Ujang.
“Tetapi kita
belum menentukan provider penyedia jaringan internetnya, nah untuk itu saya
mengusulkan kepada anak-anak muda Desa Sukamaju untuk mencari informasi seputar
penyedia jaringan internet untuk kita gunakan di desa ini. Sementara pertemuan
dicukupkan sampai di sini, pertemuan selanjutnya besok setelah kita pilih nama
jaringannya” Pak Kades menutup pertemuan malam itu. Tidak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 22.00.
Warga yang
hadir riuh rendah menjelang bubaran, ada yang bercanda, ada yang mengobrolkan
kembali usulan Pak Kades, dan ada juga yang langsung menuju rumahnya. Di antara
warga, tampak tiga orang pemuda desa yang turut serta mendengarkan dari tadi
terlihat berbincang di sudut Balai Desa.
Pemuda
tersebut adalah Marjuki atau dipanggil Juki, Udin, dan Komar. Juki memakai
sarung diselendangkan di bahunya, sementara Udin memakai kopiah, dan komar
memakai baju koko dengan sarung tetap terjaga dipinggangnya.
“Mar, gimana
nih usulan Pak Kades kepada pemuda untuk mencari informasi perihal provider
penyedia jaringan internet” Juki mengawali percakapan.
“Menurutmu,
apa yah yang bisa kita gunakan agar internetnya jalan dengan baik, soalnya
kalau salah pilih katanya bisa rugi kita” Komar menjawab.
“Rugi gimana
maksud kamu, Mar?” Udin bertanya pada Komar.
“Rugi gini,
Din. kalau salah pilih, katanya jaringan internetnya bisa lambat, terus
harganya juga mahal. Kalau lambat, giliran kamu mau lihat cara-cara menanam
sayuran organik bisa lama, mungkin setengah jam setiap kamu lihat informasi
baru” Juki ikut menjawab.
“Wah bisa
kesel atuh nungguinnya, Juk” Kata Udin kepada Juki. “Mending langsung praktek
aja kalau nunggu lama mah” Udin menambahkan.
“Iya makanya,
kita harus pintar-pintar mencari penyedia layanan internet atau ISP yaitu
singkatan dari Internet Service Provider.
Otomatis harus terpercaya dan jaringannya bagus” Kata Juki.
“Gimana kalau Indosat Internet, dulu
sih namanya indosat broom. Indosat Internet itu tepat kita gunakan. Indosat
memberikan broadband dengan Oh iya starter pack Indosat Internet Rp50K
dan Rp100K adalah starter pack internet dengan Quota terbesar di pasaran
penyedia jaringan internet. Tambahannya nih, starter pack Indosat Internet preloaded
Rp100k itu memiliki unlimited atau quota 2GB dan kecepatan 1 mbps dengan
masa aktif paket 30 hari” kata Juki menjelaskan panjang lebar kepada kedua
temannya
“Terus,
terus apa lagi, Juk?” Tanya Komar.
“Informasi
tambahannya untuk Strater Pack Indosat preloaded Rp50K, unlimited atau
quota 500Mb dengan kecepatan 384 Kbps dan masa aktif paket 30 hari. Jika
dibandingkan dengan yang lain, jelaslah Indosat Internet lebih baik” Kata Juki.
“Wah kalau
gitu mah, ya udah kita pakai saja Indosat Internet biar hebaaat internetnya”
Kata Udin.
“Okelah, kita
usulkan besok kepada Pak Kades di pertemuan warga nanti” Kata Juki menutup
perbincangan.
Mereka
bergegas pulang ke rumahnya masing-masing. Obrolan tentang provider jaringan
internet itu sangat menarik hati, mereka menyimpan dalam dirinya masing-masing.
Sambil tersenyum mereka pulang membawa kenangan untuk dijadikan obrolan besok
malam di Balai Desa.
Keesokan
harinya, matahari sudah tenggelam. Langit berubah menjadi gelap. Desa Sukamaju
tidak seperti desa lainnya, lebih terang benderang karena listrik sudah masuk.
Sebagian sudah memasuki rumah masing-masing. Sebagian duduk-duduk di teras
rumah sambil melihat anak-anak yang bermain di halaman sehabis mengaji di surau
kampong mereka.
Malam ini
adalah malam kedua untuk pertemuan warga desa membahas pilihan provider untuk
jaringan internet. Balai Desa itu tampak lebih ramai dari biasanya, malam ini
penentuan untuk provider yang akan di pilih. Sudah tampak di depan Kepala Desa,
Ketua RW, Ketua RT, dan tiga pemuda desa yang terlihat grogi dalam sorotan
banyak warga.
“Bapak-bapak
warga Desa Sukamaju, syukur Alhamdulillah kita punya tiga pemuda desa yang
hebat ini. Mereka akan presentasi perihal provider penyedia layanan internet
yang kita pilih” Pak Kades membuka acara pertemuan warga.
“Wah,
Alhamdulillah Pak Kades. Coba atuh sekarang langsung mereka yang memberikan
informasinya” Mang Ujang seperti biasa memulai dengan permintaan.
“Sabar Mang
Ujang, nanti juga pasti saya beri kesempatan kepada mereka” kata Pak Kades.
“Mangga, sekarang giliran kalian yang di depan untuk member tahu warga mengenai
provider yang kita pilih” Pak Kades mempersilahkan kepada tiga pemuda untuk ke
depan.
Pemuda yang
paling depan maju dengan grogi, dia adalah Juki, sementara dua temannya, Udin
dan Komar duduk di belakang. Mereka berdua tidak berani untuk bicara di depan
warga. Juki terbilang hebat, dia seolah di-tua-kan oleh mereka karena
keberanian dan pengetahuannya. Juki adalah lulusan pesantren yang unggul
beberapa tahun yang lalu.
“Assalamualikum
warohmatulloh wabarokatuh, bapak-bapak warga Desa Sukamaju yang saya hormati.
Saya mau berbagi informasi perihal provider penyedia layanan internet yang akan
kita pilih untuk program internet Desa Sukamaju. Maka saya mengusulkan untuk
menggunakan Indosat Internet. Soalnya Indosat Internet, jaringannya bagus,
kecepatannya hebat, dan dijamin memuaskan. Hal ini karena akses internet yang
cepat berkaitan erat dengan penyedia layanannya. Nah sekali lagi kita pilih dan
gunakan Indosat Internet” Kata Juki.
Serentak
warga terlihat antusias dan bertepuk tangan, mereka bangga memiliki seorang
pemuda desa yang terampil dan berpengetahuan. Sejak saat itu, Desa Sukamaju
menggunakan Indosat Internet sebagai provider penyedia layanan internet. Desa
Sukamaju pun semakin maju dengan masuknya internet. (iden wildensyah)