Ruang Sederhana Berbagi

Sabtu, Oktober 06, 2012

Gua Jepang dan Gua Belanda di Utara Bandung

HL | 30 June 2010 | 09:46 Dibaca: 1444   Komentar: 39   6 dari 8 menilai Menarik
Gerbang Masuk ke Tahura Dago (Dok.Iden Wildensyah)
Gerbang Masuk ke Tahura Dago (Dok.Iden Wildensyah)
Namanya Tahura Ir Juanda tetapi lebih populer dengan nama Tahura Dago Pakar. Tahura adalah singkatan dari Taman Hutan Rakyat di Dago, dulunya memang menjadi semacam arena rekreasi rakyat. Kini, beberapa orang menyebutnya dengan Taman Hutan Raya. Tahura adalah tempat yang biasa dijadikan berkumpulnya para pecinta lingkungan, banyak kegiatan lingkungan yang biasa dilaksanakan di Tahura. Sebut saja Bicons (Bird Conservations) sering mengadakan acara Bird Watching, demikian juga Konus (Konservasi Alam Nusantara) yang melakukan pengamatan satwa liar. Beberapa sekolah dasar sampai menengah atas banyak juga yang mengadakan kunjungan lapangannya di Tahura. Biasanya praktek lingkungan yang berhubungan dengan pelajaran Biologi dll.
Suasana pagi di jalan masuk Tahura (dok.Iden Wildensyah)
Suasana pagi di jalan masuk Tahura (dok.Iden Wildensyah)
Dago Pakar adalah nama yang umum didengar. Tanpa harus menyebutkan Tahura, orang Bandung pada umumnya langsung akan menunjukan pada lokasi yang dimaksud. Dari arah Dago terus keatas sampai terminal akhir. Maju ke arah atas sampai pertigaan ada petunjuk yang menuju ke arah Tahura Dago Pakar sebelum Dago Resort dan belokan Dago Bengkok yang ke Selasar Seni Sunaryo.
Masuk ke lokasi Tahura yang dikelola oleh BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) ini, kita harus membayar tiket masuk sebesar Rp. 8.000,- untuk wisatawan domestik dan Rp. 10.000,- untuk wisatawan asing. Biaya parkir roda empat Rp. 10.000,- untuk roda dua Rp. 5.000,- bis/truk Rp. 20.000 dan sepeda Rp.2.500. Dari gerbang masuk saja, suasana asri, rimbun penuh dengan pepohonan akan tampak langsung kita rasakan. Pohon pinus sepanjang jalan akan menyambut kedatangan pengunjung. Berjajar tinggi-tinggi seakan melindungi pengunjung dari sinar matahari. Pilihan wisatanya beragam, ada Curug, Jogging Track, Jalur Sepeda, dan dua Gua bersejarah yaitu Gua Jepang dan Gua Belanda.
Deretan Gua Jepang (dok.iden wildensyah)
Deretan Gua Jepang (dok.iden wildensyah)
Yang pertama akan ditemui adalah Gua Jepang. Berderet 4 lubang masuk kedalam gua. Mulut gua itu satu sama lain saling berhubungan. Persis seperti pintu gerbang sebuah bangunan. Lorongnya sangat gelap gulita, tapi jangan khawatir, didepan sudah ada jasa penyewaan senter dan bahkan guide jika sewaktu-waktu ada yang membutuhkan. Gua Jepang ini berbeda dengan gua Jepang yang pernah saya ulas sebelumnya yaitu Gua Jepang yang ada di Garut Selatan. Diameter lubangnya lebih besar sehingga leluasa untuk memasuki serta mengamati dari dekat.
Gerbang Masuk Gua Belanda (dok.iden wildensyah)
Gerbang Masuk Gua Belanda (dok.iden wildensyah)
Maju terus ke arah utara, gua selanjutnya adalah Gua Belanda. Gua Belanda ini lebih mirip bangunan daripada gua semata. Didalamnya sangat tertata dengan rapi. Gua ini terbagi kedalam beberapa bagian, seperti ruang interogasi dan ruang penahanan. Disamping ruang interogasi dan penahanan ada juga ruang jaga serta pos-pos pengintai agar didalamnya aman dari serangan sewaktu-waktu. Gua Belanda seperti markas yang sengaja dibuat pertahanan. Gua ini dibawah bukit, gua ini adalah bangunan gedung dengan konstruksi alamiah. Sama halnya dengan gua jepang, di mulut Gua Belanda juga terdapat penyewaan senter. Bagi anda yang hendak mengeksplorasi lebih jauh tentang Gua ini, saya sarankan untuk menyewa karena cahaya didalam gua sangat minim.
Gerbang Keluar Gua Belanda (dok.iden wildensyah)
Gerbang Keluar Gua Belanda (dok.iden wildensyah)
Gua ini menembus bukit, dari lubang di depan keluar dari lubang belakang menuju Maribaya Lembang. Perjalanan ini sangat menyenangkan karena akan menemui spot-spot menarik selama perjalanan seperti Curug, Satwa Liar, rimbunnya pepohonan serta pedagang tradisional yang menjajakan dagangan khasnya. Terdapat 3 curug yang dilewati seperti Curug Kaengan, Curug Lalay dan Curug Omas di Maribaya. Sayangnya, saya tidak sempat menemui satupun curug karena kekurangan akses informasi seputar jalur menuju curug ini.
Bagi anda yang kelaparan atau sekedar merefresh perjalanan yang melelahkan, di tengah-tengah perjalanan ada saung-saung yang menjajakan jajanan tradisional seperti Nasi Timbel lengkap dengan sambalnya, Gorengan Bala-bala, Gorengan tempe, lontong, minuman aren (lahang), dll. Sepanjang jalur ini tidak usah khawatir terpeleset karena jalurnya sudah menggunakan paving blok, walaupun beberapa titik ada longsor yang menutup jalur, hingga harus berhati-hati jangan sampai terpeleset. Saya sarankan menggunakan sepatu kets agar nyaman menembus hutan dari Dago menuju Lembang.
Inilah dokumentasi sebagian perjalanan trek Tahura Dago yang menarik dan mengasikan, boleh anda coba bersama keluarga atau sekedar melepas penat dan stress dengan menghirup udara segar Utara Bandung.
Share:

Sabtu, September 29, 2012

Gunung Papandayan di Cikajang


Gunung Papandayang (dok. Iden Wildensyah)
Mendaki gunung selalu memberikan kenangan dan kerinduan untuk kembali mendaki gunung. Kalau ada pertanyaan mengapa mendaki gunung? kata Norman Edwin “because it’s there“. Tak bisa dijelaskan mengapa sangat menyukai naik gunung. Gunung selalu memberikan banyak kekaguman. Gunung juga memberikan banyak pelajaran. Saya masih ingat pertanyaan awal kepenasaran saya terhadap gunung adalah puncak gunung. Saya ingin tahu, ada apa di puncak gunung.
Di Garut ada dua gunung yang menemani masa kecil saya, gunung Papandayan dan gunung Cikuray. Kedua gunung ini saling berhadap-hadapan. Jika kita ditengah-tengah menghadap ke jalan arah selatan, maka di sebelah kiri kita adalah gunung Cikuray dan di sebelah kanan kita adalah gunung Papandayan. Kedua gunung inilah yang selalu membuat saya terkagum-kagum dan mengundang kepenasaran tinggi akan fenomena keindahan alam ini. Gunung sudah membuat saya berpikir sejak kecil. Bersyukur ketika memasuki usia dewasa, kedua gunung berhasil saya daki, dan kepenasaran saya terjawab sesampainya di puncak gunung.
Papandayan (dok.Iden Wildensyah)
Papandayan (dok.Iden Wildensyah)
Salahsatu gunung yang fenomenal dan membuat saya terkagum-kagum adalah gunung Papandayan. Gunung Papandayan adalah gunung yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Cisurupan. Gunung dengan ketinggian 2622 meter di atas permukaan laut itu sangat terkenal di kalangan para pendaki, khususnya pendaki pemula. Selain terkenal dengan keindahan struktur alamnya, gunung ini juga memiliki kawah belerang yang masih aktif dan masih rimbunnya padang Eidelweis yang luasnya mencapai puluhan are serta banyak pula pohon Mutiara Putih. Gunung Papandayan merupakan cagar alam yang didalamnya banyak terdapat keanekaragaman hayati dan obyek-obyek wisata alam yang indah. Gunung Papandayan mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung (wikipedia).
Gunung Cikuray berhadapan dengan Gunung Papandayan (dok. Iden Wildensyah)
Di Gunung Papandayan terdapat kawah yang menjadi tujuan wisatawan asing dan lokal. Kawah Papandayan membentuk kaldera yang cukup luas clan bisa secara leluasa dijelajah oleh para pendaki. Bentangan kalderanya mencapai tiga kilometer. Dari sanalah pengunjung bisa mengamati aktivitas kawah dari jarak yang sangat dekat. Namun seringkali petugas memberi peringatan karena asap yang keluar dari kawah terkadang mengandung racun dan belerang yang kadarnya bisa membahayakan. Kawahnya yang luas bisa diamati dari jarak jauh, bahkan tampak dari Kota Garut. Pada kawah itu terdapat 14 lubang yang mengepulkan asap dengan warna yang berbeda. Dari sela-sela bebatuannya banyak ditemukan mata air yang mengandung belerang. Luas kawasan menurut data Dinas Kehutanan Kabupaten Garut, secara keseluruhan 7.132 hektare, terdiri dari cagar alam seluas 6.807 hektare dan taman wisata alam 225 hektare, dengan gunung api berketinggian 2.622 mdpl.
Perjalanan beberapa bulan yang lalu ke arah selatan Garut membuka memori kenangan mendaki gunung Papandayan. Saya merekam setiap lekuk gunung Papandayan tersebut. Memanjang dan sangat indah dilihat dari kejauhan. Saya tidak mendakinya, saya hanya merekam saja. Cukup sekali saya melewati Papandayan menembus hutan menuju Pangalengan. Longmarch terindah karena menemukan banyak keindahan dan dinamika bersama kelompok yang tidak bisa dilupakan. Gunung Papandayan memberikan banyak pelajaran. (Iden Wildensyah)
Share:

Jumat, September 28, 2012

Mice Tanpa Benny


Sudah lama saya ingin menuliskan tentang keanehan serta pertanyaan yang menggantung dalam pikiran saya. Kompas Minggu yang berbeda disebuah pojok kiri bernama Komik Strip. Nah, disini saya sering menemukan sisi lain yang berbeda dari kehidupan kota Jakarta. Saya mungkin telat menuliskan fenomena ini, tapi saya yakin telat bukan berarti tidak bisa menuliskannya.
Benny dan Mice, selalu memberikan pandangan yang unik, berbeda, dan unpredictable. Bahkan, Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, mengatakan bahwa kartun Benny & Mice sebenarnya adalah bagian dari tradisi kritik kebudayaan yang disampaikan dengan bahasa sopan namun menggelitik dan membuat orang berpikir.
Pada tanggal 4 Juli 2010 adalah episode terakhir Benny & Mice dan pada minggu berikutnya (11 Juli 2010), Benny & Mice digantikan oleh Mice Cartoon yang hanya digambar oleh Muhammad “Mice” Misrad. Hanya Mice, tanpa ada Beni di dalam cerita maupun judulnya.
Penasaran dengan kenyataan ini, saya mencoba mencari melalui mesin pencari google. Disinilah saya baru mengetahui bahwa keduanya sudah tidak bersama lagi. Walaupun sebenarnya tebakan saya benar bahwa Beni sudah tidak bersama lagi dengan Mice. Namun, penyebab berpisahnya ini yang membuat saya penasaran. Kepenasaran harus dituntaskan! demikan saya membuat cetakan dalam ide menulis sekarang.
Beruntunglah saya, sebuah blog sudah memuat persis dengan kepenasaran saya. Disana dituliskan tentang mengapa Beni dan Mice “bercerai”.  Blog itupun mendapatkannya dari tempo interaktif. Ceritanya begini.
Benny ke mana ya? Saya cari-cari di kolong, di belakang lemari kok enggak ada,” kata Mice dengan canda khasnya, Kamis pekan lalu. Dalam kesempatan berbeda, Benny hanya menjawab, “Bennynya sudah mati tiba-tiba.” Duo kartunis yang memiliki nama lengkap Benny Rachmadi, 40 tahun, dan Muhammad Mirsad, 40 tahun, ini memang dua pekan terakhir tak lagi bersama.
Kini hanya hadir Mice dengan curahan hatinya sebagai seorang suami dan ayah satu anak. “Konsepnya sedikit berubah, meski hadir tetap sebagai Mice yang tolol, sok tahu, dan norak. Hanya obyek dan isi cerita mungkin akan sedikit berbeda,” kata pria berkacamata ini. “Nah, karakter itu yang saya enggak bisa, makanya saya memilih untuk mundur saja,” ujar Benny.
Keduanya mengaku dari dulu memang tak memiliki satu visi dan misi. “Kami dua pribadi yang sangat berbeda, Benny keras, kaku, pandangan lurus. Mice sok tahu, tolol, tapi fleksibel,” Mice menjelaskan. Toh, perpisahan ini menjadi pukulan berat dalam karier mereka berdua. Persahabatan mereka pun sudah terjalin lama, 20 tahun, sejak kuliah di Institut Kesenian Jakarta. “Mungkin yang terbaik saat ini kami pisah ranjang dulu, bertualang sendiri-sendiri,” keduanya kompak menjawab meski di tempat terpisah.
Sedih memang, tapi bagaimanapun life must go on. Walaupun Beni sudah tidak bersama lagi dengan Mice, kelakar Mice tetap saya suka. Ada sesuatu yang lain dalam cerita Mice.
Sekilas tentang Beni dan Mice
Tidak ada salahnya kita coba lihat lagi kilas balik Beni dan Mice. Benny & Mice adalah sebuah seri strip komik yang terbit setiap minggu di harian Kompas. Strip komik ini mengambil latar keadaan kota Jakarta yang Metropolitan. Komik ini dikarang oleh Benny Rachmadi dan Mihammad “Mice” Misrad. Komik ini banyak melakukan kritik sosial kepada penduduk Jakarta dari berbagai kalangan. Kedua tokohnya, yaitu Benny & Mice sebenarnya merupakan gambaran diri dari kedua pengarang sendiri. Komik ini bergaya hiperbolik. Kisah kartun Benny & Mice diambil dari realitas sosial di sekitar kedua pengarangnya.
12989551851800295714
Mice Cartoon Edisi Perdana (http://gadgetboi.wordpress.com)
Seri strip komik ini bercerita mengenai dua lelaki berumur sekitar 30-an yang mencoba bertahan hidup di kota Jakarta . Benny dan Mice adalah dua sahabat yang termarjinalkan secara struktural di Jakarta. Namun kondisi tersebut tidak menyurutkan mereka untuk tetap menerima hidup ini apa adanya. Meskipun kelihatannya ndeso dan kampungan, keduanya tetap kompak dan berusaha sebaik mungkin untuk tetap eksis di lingkungan sosial kota Jakarta. Kekuatan utama dari komik ini adalah nilai kejujuran dan objektifitas yang diilustrasikan di setiap ceritanya. Benny dan Mice adalah representasi dari jutaan rakyat yang terjebak dalam kemiskinan kota besar seperti Jakarta. Keduanya selalu ingin mengejar “kecepatan” kota Jakarta dengan kondisi seadanya dan bahkan tidak memungkinkan.
Dua tokoh Benny and Mice sebenarnya dapat dikatakan sebagai dua karakter yang menyatu. Sekilas memang tidak ada perbedaan karakter antar keduanya. Jahil, polos, kampungan dan konyol. Namun jika diperhatikan, tokoh Benny memiliki sifat lebih tegas, sedikit pintar tetapi sok tahu. Karakter Mice lebih bijak tetapi sama juga otaknya dangkal, sangat naif dan lugu. Uniknya, di kolom awal kartun ini, Benny dan Mice selalu digambarkan dengan setting dan kostum yang berbeda-beda di setiap episodenya. Objektivitas cerita pun menjadi salah satu kelebihan kartun ini. Dalam ilustrasinya, kartun ini memang mengetengahkan isu-isu realisme sosial dan politik. Namun, tidak seperti kartun-kartun lainnya yang selalu terkesan menggurui, kartun Benny and Mice tampil apa adanya. Malah ada beberapa kebiasaan buruk masyarakat miskin dikritik oleh kartun ini. (Iden Wildensyah)
Sumber tulisan ini diantaranya:
Share:

Minggu, Agustus 12, 2012

Mawar Untukku

Di sebuah desa terpencil nun jauh di pelosok. Tiga orang sahabat bercengkrama dengan akrabnya. Seperti melepas kerinduan setelah lama tak bersua. Seorang di antara mereka adalah aku.

Summer Village illustration painting (http://www.wallcoo.net)

“Hahahahahahahahahaha… kemana aja kawan, rasanya sangat kangen dengan candaan ini. Lama nian kita tak berjumpa. Banyak kali kau cerita. Hebat… Hebat, senang rasanya bisa jumpa sama kau” Joni tertawa dengan lepasnya. Terbahak-bahak seperti baru saja mendengar lawakan radio.
“Hahahahahaha.. itulah kenapa aku sangat kangen ketemu kau, sekedar bercanda dan bicarain si Mawar yang semakin hari semakin cantik aja. Hahahahahaha” Dodo ikut tertawa sambil tak lupa menyebutkan nama seorang perempuan.
“Ahahahaha, jadi.. kau masih naksir sama si Mawar lha?” Aku ikut nimbrung mengejar candaan  Dodo.
“Hahhh masih lupa kau, si Mawar itu pujaan hatiku, takkan kubiarkan lelaki lain merebutnya dariku” Kata Dodo.
“Ah kau, masih saja kayak dulu. Emang si Mawar suka sama kau?” Tanyaku
“Bah… mana mungkin si Mawar nolak aku, aku ini raja kecil desa! semua permintaan si Mawar bisa kupenuhi. Tak percaya kau?” kata Dodo.
“Dodo, kau ini ngacalah sana di pinggir sungai, lihat muka kau itu tak pantas buat si Mawar, pantasnya kau buat pengawal saja hahahahahahaha” Kata Joni sambil terbahak-bahak setengah mengejek Dodo.
“Dodo, kau rupanya tak sadar juga… keluarga si Mawar itu tak mungkin nerima kau” Kataku ikut terbahak.
“Eh kau kampret berdua, kau belum tahu berapa besar cintaku pada si Mawar?” Dodo bertanya.
“Hahahahaha…Emang berapa kau mau berikan cinta buat si Mawar?” Kataku terbahak.
“Cintaku pada si Mawar besar banget, bahkan mati pun aku akan susul itu si Mawar, aku dan si Mawar itu bagai Romeo dan Juliet, hah!” Kata Dodo.
“Romeo Juliet!” Kata Joni keheranan.
“Siapa itu?” Kataku tidak kalah heran.
“Nah, makanya itulah… Kau kau ini jangan menyepelekan cintaku pada si Mawar. Seperti Romeo dan Juliet yang terus bersama sampai mati” Kata Dodo menjelaskan.
“Ohhhhhh” Kami berdua ternganga mendengar Dodo menjelaskan.
“OOOOOO…Tutup mulut kau kau berdua, lalat masuk tuh” Kata Dodo.
“Gimana ceritanya si Romeo dan Juliet itu Do” Tanyaku pada Dodo.
“Alaaaaah, udah waktunya pulang tuh matahari udah tenggelam, tar kuceritakan kisah si Romeo. Tapi kau harus tahu yah, pokoknya si Mawar untuk aku” Kata Dodo.
Share:

Kamis, Juli 12, 2012

Sore Sepulang dari Sawah

Sore hari menjelang malam saat berjalan di pematang sawah saat hendak menuju rumah, tiba-tiba seseorang memanggil “Hei, kemana aja? Kok baru ketemu sih”. Sejenak, langkahku terhenti oleh suara yang tidak asing bagiku. Setengah kaget kubalikkan badan, ”eh kamu, ada aja gak kemana-mana” Jawabku.
“Gak kemana-mana kok baru kelihatan?” Tanya dia terus memburu memecah keheningan sawah dan sore yang berwarna kuning. Matahari terasa hangat, tidak seterik siang tadi ketika bermain lumpur, mencangkul untuk menyiapkan musim tanam baru. Musim kemarau sebentar lagi berganti musim hujan. Itu berarti aku harus bersiap-siap menggarap sawah ini.
“Oh, kemarin satu bulan aku di ladang, menjaga kebun dan beberapa bibit pohon kelapa dari serangan celeng” Jawabku berharap tidak banyak lagi pertanyaan dari dia.
“Wah, kalau begitu banyak singkong dong di rumahmu?” Dia masih bertanya tentang tanaman yang tiga bulan lalu aku tanam bersama dia di ladang itu. “Banyak banget engga sih, sekedar buat makanan pagi dan sore aja”. Sore dan pagi jika tidak ke sawah atau ladang, mengukus singkong atau membakar singkong yang kemudian di cocol ke gula aren yang diiris kecil-kecil. Hidangan ini juga menjadi awal sebelum kami bergegas ke surau untuk mengaji di surau Pak Ustadz.
Kami terus berjalan beriringan karena pematang sawah itu tidak cukup bagi kami untuk berjalan berdampingan.
“Eh, datang ke surau ntar malam yah” Ajak dia meyakinkan aku untuk datang di pengajian malam. “Lha, sejak kapan aku tidak ikut pengajian?” Kataku balik bertanya. “Engga sih, aku cuma ingin meyakinkan saja”.
Pematang sawah sudah menemui ujungnya, sebuah jalan desa dengan kerikil kecil dan besar yang ditata agar delman tidak ambles saat melewati jalan tersebut. Jalan itupun menjadi akhir bagi kami untuk melewatkan sore sebelum bersiap ke surau. Dia berbelok ke kanan menuju rumahnya sementara aku berbelok sebaliknya. Sore sebentar lagi berganti, matahari sudah menghilang di balik bukit. Desa sudah mulai temaram oleh lampu obor anak-anak kecil yang hendak ke surau. Inilah sore saat terakhir aku kaget bertemu sosok yang misterius.
Share:

Minggu, Juni 24, 2012

Memoar Sang Guru

Menulis adalah sesuatu yang menyenangkan. Ada kebanggaan saat ide sudah mewujud karya. Ide yang terserak kemudian secara sistematis dikeluarkan melalui tulisan.
Cerpen atau cerita pendek adalah genre yang menarik untuk dicoba. Tantangan menulis cerpen berbeda dengan tantangan menulis artikel. Cerpen butuh sentuhan imajinasi dan emosi, yang menarik lagi adalah mencari penutup atau ending dari cerita yang dibuat. Pesan, tentu saja penting. Tapi yang terpenting juga adalah LAKUKAN SEKARANG!
Ini ajakan menarik dari Eko Prasetyo, menulis Antologi Memoar Sang Guru dan Cerpen Pendidikan


Share:

Minggu, Juni 17, 2012

Penjelasan Tuhan Sekali Jalan

Setelah membaca buku pertama Paul Arden tentang “Think The Opposite“, saya penasaran dengan buku kedua dia tentang Tuhan. Saya ingin mengetahui penjelasan Tuhan oleh Paul Arden yang cukup dengan satu kali perjalanan saja. Kesampingkan dulu sisi subjektif dalam membaca buku dia, resapi dengan penuh pemikiran yang objektif. Dia akan menjungkirbalikan anda sebelum membangkitkan kembali keingintahuan kanak-kanak di dalam syaraf-syaraf anda yang terlalu dewasa.
Buku ini tidak setebal Sejarah Tuhan karya Karen Amstorng, sebuah buku yang menyimpulkan bahwa pengertian tentang Tuhan berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan di antara agama-agama yang kelihatannya saling bertentangan dan saling menyerang, seperti Yahudi, Kristen, Katholik, dan Islam (walaupun mempunyai akar yang sama –Abraham), mereka mengalami sejenis “evolusi” pengertian yang sangat mirip. Bahkan dalam Islam yang menganut dengan keras Keesaan Tuhan kadang-kadang muncul pemahaman-pemahaman baru yang bernada-nada trinitas. Manusia dengan segala akal dan daya upaya berusaha mendekati realita ini. Apakah dengan menganggapnya personal, atau sebagai suatu energi yang memancar dan menguasai, atau bahkan ada tidak mau menganggapnya sebagai sesuatu.
TUHAN, satu kata yang sampai sekarang terus mempengaruhi setiap orang. Sejak adanya alam semesta, kata ini terus menggaung di setiap peradaban manusia dalam berbagai nama. Bahkan usaha-usaha untuk meniadakan arti keberadaan-Nya pun sebenarnya secara tidak sadar merupakan bentuk pengakuan akan kehadiran-Nya.
God Explained in Taxi Ride adalah salah satu buku dari penulis yang memiliki pemikiran brilian, nakal, memesona, tempramental dan benar-benar tak terduga. Dari awal Membaca daftar isi buku, kadang-kadang senyum menggelitik. Ada daftar jalur cepat memahami Tuhan. Belum lagi lembaran pertama, dikejutkan, jika kita sedang tak punya waktu, silahkan langsung ke halaman 96. Pada halaman tersebut ditemukan tulisan besar; Jadi, apakah Tuhan itu ada? Jika Tuhan itu ada, dimana Anda bisa menemukannya? Saya menemukannya di sini! Penulis menyebutkan sebuah alamat, mungkin tempat tinggalnya. Kembali penulis menyentak pertanyaan, bermain gambar-gambar, lalu bertanya: Apakah matahari diciptakan tanpa disengaja? Apakah menurutmu matahari hanya tipuan cahaya? Apakah menurutmu mahatari hanya sebuah kebetulan? Kalau iya, berikan pengertian sebuah kebetulan.
Evolusi, takdir, penciptaan, kebetulan. Kita bisa menyebutnya apa saja. Semua itu adalah kata-kata yang kita gunakan untuk menjelaskan hal yang sama. Keberadaan tuhan. Benarlah! Tuhan adalah nama yang kita berikan untuk kekuatan yang ada di balik penciptaan. Itulah yang dipercayai. Jadi, saya percaya Tuhan. Jika kau tak percaya, perjalanan kita berakhir sampai di sini.
Yang menarik bagi saya selain pemaparannya yang to the point serta ilustrasi yang nakal, ada satu halaman yang menggelitik: TUHAN MENOLONG ORANG YANG BERUSAHA MENOLONG DIRINYA SENDIRI/ Kita adalah Tuhan/ Kita terbuat dari zat yang sama dengan zat pembentuk alam semesta/ jadi, ketika kita berdoa, kita juga berdoa kepada diri sendiri./ini bukan soal doa/ ini tentang mengingingkan/ Jika kita mendoakan banyak hal sepintas lalu, doa kita tidak akan terkabul karena kita tidak sungguh-sungguh menginginkan/ Jika kita berdoa dengan tekun dan sabar untuk satu hal, kita seringkali memperoleh apa yang kita inginkan. (hal 44). Hal ini yang menjadi alasan menurut dia mengapa penganut kepercayaan pada zaman dahulu sebenarnya tidak primitif. Walaupun mereka punya banyak dewa tetapi ketika mereka menginginkan sesuatu mereka fokus pada satu dewa, contohnya mereka menginginkan hujan, mereka meminta dewa hujan. Mereka sakit perut, mereka meminta dewa sakit untuk menyembuhkannya. mereka berbicara kepada Tuhan melalui hal-hal yang mereka pahami.
Tentu nilai-nilai kebaikan juga yang saya garis bawahi, buku ini berisi kebaikan kalau dibaca dengan objektif. Sebagian menyebut buku ini sebagai buku motivasi, saya lebih suka menyebutnya sebagai buku spiritual, buku yang menumbuhkan semangat untuk percaya bahwa semua aktifitas kita selalu berhubungan dengan Tuhan. Tuhan Yang Maha Besar, Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang jika lautan jadi tinta tidak akan cukup untuk menuliskan kasih sayangNya.
“Tuhanku Yang Maha Baik, saya percaya benih kebaikan akan menghasilkan buah kebaikan. Saya bersyukur padaMu Yang Maha Bijaksana”
Share:

Jumat, Mei 25, 2012

Bioskop dan Peradaban

Bioskop Bandung (haridodi.blogspot.co)
Peradaban memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang “kompleks”: dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hierarki sosial.

Diskusi ini sebenarnya perbincangan biasa saja antara saya dengan seorang teman di sore menjelang pulang. Pemikiran dia lumayan menarik, ketertarikan saya berawal dari penelitian dia tentang Bandung pada tahun 1907 sampai 1920-an. Saya memancing dengan mencari alasan realitas saat ini. Misalnya apakah pada waktu itu warga kota sudah tergerus hedonisme? Jawabannya sangat mencengangkan. Yah!

Jaman itu memang Belanda masih di Indonesia, tetapi gaya hidup sudah mulai menjalari warga pribumi yang ada di sekitarnya. Warga yang hidup pada jaman itu mulai tergerus modernisme dengan menanggalkan cara-cara tradisional dalam bertindak, bergaya pakaian, berbicara, dan lain-lain. Modernisme dibawa dengan pemutaran film. Film sangat fenomenal karena mampu mengubah segala bentuk tradisionalisme menjadi bentuk modernisme. Industriawan mengenalkannya dalam bentuk pembangunan gedung-gedung bioskop di berbagai sudut kota. Tentu saja dengan pengkastaan antara pribumi dan non pribumi.

Kesenian tradisional mulai tersingkirkan oleh industri film. Film kemudian membawa gaya hidup, cara berpakaian, dan gaya-gaya lainnya yang diterima sangat cepat oleh penonton pada saat itu. Terpenting bukan saja gaya hidup yang menjadi berubah tetapi pola pikir yang mulai meninggalkan tradisi yang berkembang pada waktu itu. Jalan ke bioskop adalah sesuatu yang keren, tak peduli film apa yang ditonton, yang penting pergi ke bioskop. Kongkow-kongkow dan memberikan cerita film bagi mereka yang belum menonton film adalah sesuatu yang keren. Terbayang memang keren, karena media belum sekencang sekarang.

Kongkow ke bioskop itulah yang menjadi masalah ketika intinya bukan lagi menonton. Yang penting pergi ke bioskop tak penting filmnya apapun.

Lalu, apa hubungannya dengan peradaban? Film membawa informasi tentang kemajuan teknologi dan pesatnya industri di barat. Stereotif bahwa barat paling maju dan timur terbelakang menjadi sangat kental. Berlomba-lombalah kemudian untuk menjadikan dirinya sebagai bentuk kemajuan industri barat. Stereotif ini kemudian sedikit demi sedikit menyingkirkan kebaya, iket, yang berganti menjadi celana jeans, topi, dll. Kebaya, iket berarti ketinggalan jaman.
Share:

Kamis, Mei 24, 2012

Wisata Bahari Selatan Garut

Pantai Manalusu (dok.iden wildensyah)
Indonesia adalah negara kepulauan, sebagian besar wilayahnya adalah lautan. Laut adalah potensi besar yang bisa menjadi andalan negara Indonesia, kekayaan lautan belum banyak dieksplorasi. Hasil lautan masih belum menjadi andalan dibanding dengan potensi kekayaan alam yang ada didarat.

Berbekal keingintahuan tentang lautan di Garut Selatan, saya menghabiskan waktu liburan lebaran dengan mengunjungi beberapa titik lokasi wisata di Garut Selatan itu. Menyusuri jalur selatan, melewati perkebunan karet menjadi satu paket perjalanan.

Jalur wisata bahari di Garut Selatan ternyata banyak, kalau menyisir dari arah Cipatujah, Tasik, yang pertama kali akan ditemui adalah Cagar Alam Sancang yang terkenal dengan keangkeran dan bantengnya. Sancang dipenuhi dengan mitos dan kepercayaan, sebelum masuk hutan sancang harus ada ritual-ritual agar selamat. Biasanya ritual ini diserahkan kepada Juru Kunci, kewajiban sebagai pendatang sebelum masuk Sancang berarti mendatangi Juru Kunci.

Setelah Sancang, tempat wisata selanjutnya adalah Cijeruk. Sebuah muara yang juga disebut Cibaluk karena sungainya bernama Cibaluk. Wisata disini tak kalah menariknya dengan Sancang, bedanya hanya tidak perlu mendatangi Juru Kunci.

Selanjutnya adalah Karang Paranje, namanya karang berarti keras dan panas. Benar saja, karang paranje adalah semacam karang yang membentengi daratan. Deburan ombak menghantam karang sangat keras, buih putihnya sangat indah tetapi membahayakan. Tak terbayangkan kalau terjerembab diantara karang-karang yang tajam dan keras. Jika saja warga sekitar karang paranje sama dengan warga di Bali, bisa jadi tepat diatas karang mungkin akan dibangun Pura. Muaranya juga indah, airnya hangat banyak yang menghabiskan waktu dengan berenang.

Tempat wisata bahari lainnya yang tak kalah menarik masih banyak, seperti Taman Manalusu, gunung geder, karang papak dll. Saya menuliskan sedikit saja, terpenting dari semua ini adalah potensi wisata bahari menyimpan banyak hal yang menarik. Asal dikelola dengan baik, saya yakin wisata bahari bisa menjadi alternatif sumber pendapatan daerah. (Iden Wildensyah)
Share:

Postingan Populer