Setelah membaca buku pertama Paul Arden tentang “Think The Opposite“,
saya penasaran dengan buku kedua dia tentang Tuhan. Saya ingin
mengetahui penjelasan Tuhan oleh Paul Arden yang cukup dengan satu kali
perjalanan saja. Kesampingkan dulu sisi subjektif dalam membaca buku
dia, resapi dengan penuh pemikiran yang objektif. Dia akan
menjungkirbalikan anda sebelum membangkitkan kembali keingintahuan
kanak-kanak di dalam syaraf-syaraf anda yang terlalu dewasa.
Buku ini tidak setebal Sejarah Tuhan karya Karen Amstorng, sebuah buku
yang menyimpulkan bahwa pengertian tentang Tuhan berkembang dari waktu
ke waktu. Bahkan di antara agama-agama yang kelihatannya saling
bertentangan dan saling menyerang, seperti Yahudi, Kristen, Katholik,
dan Islam (walaupun mempunyai akar yang sama –Abraham), mereka mengalami
sejenis “evolusi” pengertian yang sangat mirip. Bahkan dalam Islam yang
menganut dengan keras Keesaan Tuhan kadang-kadang muncul
pemahaman-pemahaman baru yang bernada-nada trinitas. Manusia dengan
segala akal dan daya upaya berusaha mendekati realita ini. Apakah dengan
menganggapnya personal, atau sebagai suatu energi yang memancar dan
menguasai, atau bahkan ada tidak mau menganggapnya sebagai sesuatu.
TUHAN, satu kata yang sampai sekarang terus mempengaruhi setiap orang.
Sejak adanya alam semesta, kata ini terus menggaung di setiap peradaban
manusia dalam berbagai nama. Bahkan usaha-usaha untuk meniadakan arti
keberadaan-Nya pun sebenarnya secara tidak sadar merupakan bentuk
pengakuan akan kehadiran-Nya.
God Explained in Taxi Ride adalah salah satu buku dari penulis
yang memiliki pemikiran brilian, nakal, memesona, tempramental dan
benar-benar tak terduga. Dari awal Membaca daftar isi buku,
kadang-kadang senyum menggelitik. Ada daftar jalur cepat memahami Tuhan.
Belum lagi lembaran pertama, dikejutkan, jika kita sedang tak punya
waktu, silahkan langsung ke halaman 96. Pada halaman tersebut ditemukan
tulisan besar; Jadi, apakah Tuhan itu ada? Jika Tuhan itu ada, dimana
Anda bisa menemukannya? Saya menemukannya di sini! Penulis menyebutkan
sebuah alamat, mungkin tempat tinggalnya. Kembali penulis menyentak
pertanyaan, bermain gambar-gambar, lalu bertanya: Apakah matahari
diciptakan tanpa disengaja? Apakah menurutmu matahari hanya tipuan
cahaya? Apakah menurutmu mahatari hanya sebuah kebetulan? Kalau iya,
berikan pengertian sebuah kebetulan.
Evolusi, takdir, penciptaan, kebetulan. Kita bisa menyebutnya apa saja.
Semua itu adalah kata-kata yang kita gunakan untuk menjelaskan hal yang
sama. Keberadaan tuhan. Benarlah! Tuhan adalah nama yang kita berikan
untuk kekuatan yang ada di balik penciptaan. Itulah yang dipercayai.
Jadi, saya percaya Tuhan. Jika kau tak percaya, perjalanan kita berakhir
sampai di sini.
Yang menarik bagi saya selain pemaparannya yang to the point serta
ilustrasi yang nakal, ada satu halaman yang menggelitik: TUHAN MENOLONG
ORANG YANG BERUSAHA MENOLONG DIRINYA SENDIRI/ Kita adalah Tuhan/ Kita
terbuat dari zat yang sama dengan zat pembentuk alam semesta/ jadi,
ketika kita berdoa, kita juga berdoa kepada diri sendiri./ini bukan soal
doa/ ini tentang mengingingkan/ Jika kita mendoakan banyak hal sepintas
lalu, doa kita tidak akan terkabul karena kita tidak sungguh-sungguh
menginginkan/ Jika kita berdoa dengan tekun dan sabar untuk satu hal,
kita seringkali memperoleh apa yang kita inginkan. (hal 44). Hal ini
yang menjadi alasan menurut dia mengapa penganut kepercayaan pada zaman
dahulu sebenarnya tidak primitif. Walaupun mereka punya banyak dewa
tetapi ketika mereka menginginkan sesuatu mereka fokus pada satu dewa,
contohnya mereka menginginkan hujan, mereka meminta dewa hujan. Mereka
sakit perut, mereka meminta dewa sakit untuk menyembuhkannya. mereka
berbicara kepada Tuhan melalui hal-hal yang mereka pahami.
Tentu nilai-nilai kebaikan juga yang saya garis bawahi, buku ini berisi
kebaikan kalau dibaca dengan objektif. Sebagian menyebut buku ini
sebagai buku motivasi, saya lebih suka menyebutnya sebagai buku
spiritual, buku yang menumbuhkan semangat untuk percaya bahwa semua
aktifitas kita selalu berhubungan dengan Tuhan. Tuhan Yang Maha Besar,
Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang jika lautan jadi tinta tidak akan
cukup untuk menuliskan kasih sayangNya.
“Tuhanku Yang Maha Baik, saya percaya benih kebaikan akan menghasilkan buah kebaikan. Saya bersyukur padaMu Yang Maha Bijaksana”