Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

Rabu, Oktober 26, 2016

Di Antara Hujan Itu Engkau Menangis Tersedu

Hujan turun deras sekali, sakit hati yang teramat sangat tak dirasanya. Ia berlari dan terus berlari. Derai air mata yang turun sederas air hujan terus membasahi pipinya. Basah yang tidak ia rasakan. Sekujur tubuhnya kini sudah kuyup. Ia tak perdulikan semuanya. Ia ingin pergi sejauh-jauhnya.
Di Antara Hujan itu Engkau Menangis Tersedu
Siang itu di sebuah kampung, di tengah-tengah perkebunan teh. Perkampungan asri yang bersih dengan cuaca yang dingin ketika pagi dan sore hari. Setiap rumah berderet rapi. Rumah yang disebut bedeng itu selalu terlihat kepulan asap. Asap dari perapian untuk menghangatkan ruangan.
Di bagian belakang rumah itu tempat berkumpul keluarga. Di sudutnya terdapat tungku untuk memasak yang juga berfungsi sebagai tempat menghangatkan badan.
Di antara rumah ada sebuah warung yang dijadikan tempat berkumpul para pemuda. Setiap sore selepas bekerja, mereka berkumpul. Bersendagurau, bernyanyi bersama-sama dengan gitar tua yang dibawakan pemuda lainnya. Sesekali, warung itu juga tempat bertemunya pemuda dan pemudi untuk menjalin kasih. Janjian untuk bertemu, mengobrol asyik di bangku taman yang disediakan pemilik warung. Sebuah meja dan beberapa bangku menjadi pelengkap warung. Di atas meja itu, kopi dan berbagai macam gorengan menjadi keharusan agar suasana semakin terasa hangat. Obrolan menjadi tambah menarik dengan kopi yang dituang dalam cangkir.
Cuaca cerah sore adalah kemewahan tersendiri. Menyingkirkan kabut yang biasa menyelubungi. Sinar matahari terasa hangat, berwarna kuning keemasan menelisik masuk di antara ranting dan dedaunan dari pohon besar yang berderet rapi mengelilingi kampung.
Sore itu tak biasa, titik-titik air hujan sudah turun sejak pagi. Matahari tak muncul diganti dengan gerimis dan hembusan udara dingin menusuk kulit. Para pemetik teh yang rutin menuju bukit sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu. Menggunakan tudung kepala besar, baju hangat dibalut plastik cukup untuk melindungi dari air hujan. Berjalan beriringan sambil bercengkerama satu sama lain. Gurauan itu membuat seharian memetik tak akan terasa capai. Selesai memetik kemudian pergi ke kebun untuk mengambil lalapan sebagai santapan keluarga dibarengi dengan ikan asin dan sambal yang dimasak dadakan.
Sore itu, di warung biasa, di sebuah meja yang dipayungi atap rumbia, dua orang mengadu kasih sedang terjebak perasaan yang tak menentu. Ada kebekuan di antara keduanya. Dingin di luar sedingin hati mereka berdua. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka.
Hujan mulai turun deras. Perempuan tak kuat menahan air mata yang sedari tadi ia tahan. Tak kuat menahan amarah yang muncul begitu saja. Ia berlari ke jalan kampung. Berlari untuk meninggalkan lelaki yang terdiam. Ia tak bisa lagi bersama dengan lelaki yang selama ini ia banggakan. Hujan menyelamatkan dirinya. Air hujan menyamarkan tangisannya. Geluduk menyamarkan isakannya. Ia terus berlari meninggalkan semua kenangan.
Hujan menghapus duka. Hujan melunturkan kenangan indah yang pernah mereka lewati. Buat dia, hujan seolah menjadi obat untuk melupakan lelaki yang ditinggalkannya.
Berbeda dengan perempuan yang terus berlari menghindari, lelaki itu tak kuasa jua menahan tangisannya. Sebuah tangisan dengan sedikit penyesalan harus ia tumpahkan. Ia tidak bisa lagi membohongi hati kecilnya. Masih ada sebuah nama yang terus melekat. Nama yang pernah mengisi hari-harinya. Nama yang terus membayanginya dimanapun berada. Sebuah nama yang menjadi pujaan hatinya. Tetapi kini ia merasa kosong. Nama itu melayang jauh tak tahu kemana sekarang. Wujud dan rupa yang membayang seiring nama itu teringat harus ia lupakan. Ia harus memilih nama lain untuk mengisi hari-harinya. Nama perempuan lain yang menjadi pilihan untuk mengisi hidupnya sampai akhirnya ajal menjemput kelak.
[Bulan Indah Januari]

Share:

Minggu, Oktober 23, 2016

Gadis dan Hujan

Di sebuah kafe di kota kecil, seorang gadis duduk di pojok ruangan. Di tangannya sebuah buku yang berjudul The Man Who Love Books Too Much, tampak asyik tidak terganggu lalu lalang pengunjung yang datang silih berganti. Sesekali ia berhenti untuk menyeruput kopi yang tersedia di mejanya.
Menunggumu yang tak jua datang ketika hujan terus mengguyur
Meja di pojok itu kecil, terbuat dari kayu jati dengan gurat-gurat yang masih alami. Dua kursi nyaman yang senada dengan warna kayu dibuat agar pengunjung nyaman mendudukinya. Satu kursi kosong, sepertinya ia sediakan untuk temannya. Bisa jadi teman lelakinya atau teman perempuannya. Ia sedang menunggu seseorang yang akan datang sore itu.

Di luar, air hujan jatuh membasahi jalanan. Lalu lalang angkot yang membawa penumpang tak berhenti di depan kafe itu. Hujan makin deras. Angin bertiup kencang dan suhu terasa makin dingin. Tanpa pendingin ruangan saja, suhu sudah teras dingin.

Di raihnya tas ransel yang ia simpan di samping kursinya, lalu ia ambil sweater. Dingin membuat ia harus memakai baju hangat. Bukunya masih terbuka, ia lepaskan dari tangannya sebentar kemudian ia letakan di atas meja. Baju hangat kini ia pakai. Sebentar ia urai rambut panjangnya yang kusut saat mengenakan baju hangat tadi dengan tangannya. Ia raih kembali buku yang tadi ia simpan di atas meja. Kembali ia tenggelam dalam bukunya.

Hujan masih terus mengguyur kota, orang-orang berteduh di pelataran toko, di halte angkot, di terminal, dan tempat-tempat yang cukup aman untuk berlindung dari derasnya air hujan.

Hampir 2 jam lebih, gadis itu masih asyik dengan buku di tangannya. Seseorang yang ia nantikan belum datang jua. Ia masih tetap berharap seseorang menemaninya membaca buku sore itu. Hujan belum juga reda dan seseorang masih tertahan langkahnya, entah berada dimana.

[Bulan Indah Januari]
Share:

Jumat, Mei 29, 2015

Pelajaran Dari Teman

Saya memiliki banyak teman dalam menjalani hidup ini, saya bersyukur setiap teman-teman memberikan banyak pelajaran bagi saya. Setiap hal yang terjadi pada teman-teman saya itu selalu direkam dalam memori ini. Saya percaya setiap hal baik atau buruk selalu memberikan pelajaran bagi saya. Terutama setiap kata-kata yang terus terngiang dari mulut-mulut yang tulus memberikan saran bagi saya.

Katakan saja CP, dia selalu memberikan kata-kata yang baik bagi saya sewaktu menjalani kuliah di Setiabudi. Yang masih saya ingat adalah ''Dont wait untill tomorow what you can do today'' saya tahu karena dia sering membaca buku motivasi sebelum saya mengenal buki motivasi tersebut. Terbukti memang, dia lebih cepat menyelesaikan kuliah, saya baru lulus setahun kemudian. 

Ada juga HM, sewaktu saya membuat Bulletin dia berkata kepada saya ''Sedikit ide yang kau tuang dalam karya, lebih berarti dari seribu kata yang kau ucap''. Saya terpacu membuat karya karena ucapan dia. Dan ucapan itu dia itu sampai sekarang saya ingat.

Ada juga BW yang dengan praktisnya memandang masalah, dia pernah berkata kurang lebih begini ''Sudahlah jangan dipikirkan masalah besok, yang penting sekarang makan, masalah besok makan atau tidak, kita pikirkan saja besok''. Sangat praktis dan tidak bertele-tele. Yang baik dan terus saya ingat terutama ini ''Bukan seberapa keras masalah mendatangimu, tetapi seberapa cerdik kamu memecahkan masalah itu'' lalu ''Sekarang bukan saatnya bekerja keras, tetapi bekerja cerdas'' praktis. Saya mengaplikasikannya ketika terlalu penat berpikir.

Masih banyak teman-teman saya yang mewarnai corak berpikir dan bertindak saya saat ini. Merekapun tidak pernah menyadari memberikan kata-kata yang membuat saya belajar banyak. 

Selain kata-kata, tindakanpun saya ambil pelajaran. Saya amati setiap tindakan dan gerakan mereka ketika mendapati masalah, ada yang reaksioner, ada yang pelan tapi pasti, ada juga yang apatis. Mereka membuat saya bersyukur mengalami fase kehidupan bersama mereka.
Share:

Senin, Juni 23, 2014

Layangan

I'm a man
I'm not a child
A man who sees
The shadow behind your eyes


Layangan atau layang layang atau langlayangan adalah mainan yang tidak mengenal umur. Ada dua lagu yang bertema layang layang, lagu lawas Indonesia dan U2 'kite'. Saya suka tema layang layang di lagu U2, liriknya bagus melodinya juga tak kalah keren.

Sementara film, saya baru menonton sebuah film yang berjudul ''The Kite Runner''. Film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama, menceritakan konflik di Afganistan, sesudah Rusia masuk dan Taliban berkuasa. Yang menarik bagi saya bukan saja tema filmnya, tetapi juga layang layangnya. 
Layangan (pict by adezulmy)

Layang layang di film itu menegaskan nilai universalitas permainan layang layang, selain sepakbola sebagai olahraga yang universal. Layang layang tidak saja populer di Indonesia tetapi juga di dunia, di Afganistan salah satunya. 

Begitu pula dengan 'ngadu langlayangan', permainan ini universal. Dahulu Saya menanggap layang layang adalah milik negara yang berada di negara tropis, anggapan ini berdasar pada angin. Angin di negara tropis akan lebih kencang dibanding negara bersalju misalnya. 

Layang layang disinyalir bermula dari daratan China, lalu menyebar seiring ekspansi perdagangan ke negara-negara lainnya. Layang layang yang diterbangkan beragam, saking beragamnya ada kontes layang layang. Kontes ini menyeleksi layang layang terbaik dari sedemikian banyak dan uniknya bentuk layang layang. Ada bentuk ular naga, garuda, delman dll. Di Jawa Barat biasanya diadakan kejuaraan layang-layang di pantai pangandaran.

Jenis layang layang ada dua, pertama layang layang untuk 'ngadu langlayangan' biasanya dinamakan pepetek yang disertai benang gelasan untuk memutuskan benang lawan, kedua layang layang yang tidak di adukan, biasanya layang layang hias.
oh iya... kembali ke lirik dan melodi yang saya suka dari lagu kite itu ditulis begini....... 

Something Is about to give
I can feel it coming
I think I know what it means

I'm not afraid to die
I'm not afraid to live
And when I'm flat on my back
I hope to feel like I did
Share:

Senin, Juni 16, 2014

Lelaki dan Hujan

Di sudut sebuah pertokoan di jalan Dago, Bandung, seorang lelaki berdiri dengan buku di tangannya. Hujan deras membuatnya menyingkir masuk ke pelataran toko. Awalnya ia berdiri di halte angkutan kota, menunggu sebuah angkot yang sesuai dengan tujuannya.

Umbrella (thefabweb.com)
Ia hendak pergi menuju sebuah kafe untuk menemui kekasihnya, seorang perempuan yang sangat ia sayangi. Hujan, ia menengadah ke atas sebentar melihat kemungkinan untuk jalan. Angin dan petir datang silih berganti. Deras sekali hujan yang turun sore itu. Tak mungkin ia berjalan dalam hujan sederas sore itu.

Dari toko mengalun musik Waiting On The Rainny Street kemudian dilanjutkan dengan alunan musik Ray Jung Promise. Suasana semakin bertambah kerinduannya saat mengalun suara halus Chrisyse, Merepih Alam. Lelaki masih tertahan karena hujan semakin deras. Buku TheWitch Of Portobelo di tangannya masih tertutup. Perlahan ia buka kemudian ia baca.

Lalu lalang kendaraan tak berhenti sekalipun hujan. para pengendara motor yang menerobos hujan menggunakan jas hujan untuk mengejar cepat sampai tujuannya. Terkadang, waktu dan tugas yang harus cepat diselesaikan membuat para pemotor rela menerjang hujan.

Lelaki dengan buku di tangannya, masih tertahan di pojok pertokoan. Ia tampak gelisah, gadis pujaan hatinya menunggu di sebuah kafe. Tetapi hujan menghentikan langkahnya. Ia berharap hujan berhenti sejenak agar ia bisa secepatnya berlari menuju kafe dimana seorang gadis sedang menunggunya.
Share:

Senin, Juni 09, 2014

Hujan di Bulan Juni

Tak biasa engkau datang di bulan ini. Ketika semesta sedang menghangatkan badannya, sang matahari datang setiap hari. Hujan, engkau basuh semua kerontang dan kering dengan datang di bulan juni.

Engkau tak biasa, seperti halnya tak biasa datang sesekali di bulan yang seharusnya tanpa hadirmu. Menyiram dan memberi kesegaran pada bumi.

Engkau adalah penyegar, sekalipun engkau datang dan mengagetkan aku yang sedang merasakan hangat. Jikapun dingin kemudian menjalar di sekujur tubuh ini, tetapi engkau berbeda. kau hadirkan kesegaran dan kerinduan untuk terus berjumpa.

Hadirmu membuat duniaku ceria, kesegaranku adalah kesegaran pohon-pohon dan tanaman yang menantimu juga. Engkau kunantikan. Hadirmu selalu aku rindukan setiap waktu. Walaupun aku tahu engkau pasti menjauh untuk beberapa saat lamanya, aku selalu yakin engkau akan datang lagi dengan kesegaran sepanjang hari.

Hujan, bukankah engkau datang untuk menyegarkan? Jangan engkau rusak kesegaran akan hadirmu dengan cerita kelam. Cukuplah hadir sesekali di semesta ini. Agar setiap penghuni mampu menyerap dan merasakan kesegaran yang engkau hadirkan.

Rain (tuyetdinhsinhvat.deviantart.com)

Share:

Senin, April 21, 2014

Perempuan Pemanjat Tebing

Perkenalan saya dengan dunia panjat tebing bermula dari pendidikan dasar pecinta alam di kampus. Saya terjebak sebetulnya, terjebak menikmati! Yah, di pendidikan dasar pecinta alam saya mengenal panjat tebing dan kegiatan alam terbuka lainnya. Teman saya yang mengajak untuk mengikuti pendidikan dasar. Ia yang awalnya antusias tetapi sayang pada saat tahap lapangan, ia sakit sehingga tidak bisa mengikuti. Tahun kedua kuliah, ia baru ikutan lagi. Saya, jadi instrukturnya. Saya sudah jadi anggota pecinta alam sebelum dia. Oh iya, nama saya Sekar Andina Putri.

The Climber (fineartamerica.com)
Citatah, saya tahu nama itu karena setiap kali pulang dari kota tempat saya kuliah ke rumah, saya melewatinya. Dari dalam bis, saya menatap jajaran tebing-tebing kapur itu sambil berharap suatu saat bisa mendatanginya untuk merasakan lebih dekat. Saat pendidikan dasar itulah saya bisa berada dekat dan memanjatnya sampai ke pertengahan tebing. Tidak sampai puncak karena komando pendidikan dasar sudah menetapkan jalur yang harus dilewatinya. Ternyata, susah payah saya memanjat tebing tersebut. Kalau bukan semangat, saya sudah mengundurkan diri saat kesulitan memanjat tebing. Tapi pengalaman inilah yang mengantarkan saya pada dunia yang kemudian menjadi bagian dari aktivitas keseharian saya.

Selesai pendidikan dasar, berbekal uang tabungan serta urunan para anggota pecinta alam di kampus, saya ikut sekolah panjat tebing. Sekolah lanjutan untuk yang berminat mendalaminya. Ada banyak kelas yang diselenggarakan seperti kelas dasar pemanjat pemula, fotografi, dan vertical rescue. Saya ambil kelas dasar pemula. Tahun berikutnya saya ambil fotografi dan vertical rescue. Karena mencintai dunia panjat tebing, saya pun semakin senang melakukan ekspedisi ke tebing-tebing alam. Kejuaran-kejuaraan panjat tebing yang dilakukan oleh pecinta alam, federasi, dan juga organisasi lainnya sering saya ikuti. Kejuaraan dari tingkat daerah, piala presiden, piala menpora, tingkat nasional, dan tingkat internasional pernah saya ikuti.

Perkuliahan, tentu saja saya perhatikan. Bersyukur beberapa dosen sangat mengerti dengan dunia saya. Apalagi kalau mereka tahu prestasi terbaiknya diukir oleh mahasiswinya, mereka senang dan perguruan tinggi tempat saya kuliah pun ikut bangga.

Berada di lingkungan yang didominasi laki-laki tidak membuat saya risih, apalagi saya tahu mereka sangat hormat pada perempuan. Saya tahu mereka dan percaya sepenuhnya mereka yang berada di sekitar saya adalah orang-orang baik yang selalu mendukung, menyemangati, dan mencandai saat berada di alam terbuka. Perempuan tidak harus berada di rumah saja, saya selalu ingat kata-kata ibu. Mungkin ibu juga termasuk perempuan mandiri. Saya ingat sosok R. A. Kartini dengan perjuangan emansipasinya. Jujur saja perjuangan R. A. Kartini menginspirasi saya. Sebagai pemanjat tebing, saya menyukai tantangan-tantangan dan perjuangan sesudah berhasil melewatinya adalah kenikmatan tersendiri. Saya perempuan mandiri, pejuang, dan pemanjat tebing.
Share:

Minggu, April 20, 2014

Sopir

Hidup memang naik turun. Kadang di atas kadang di bawah. Itulah yang terjadi pada saya sekarang. Dulu saya tak punya pekerjaan. Semuanya saya lakoni mulai dari tukang bangunan, pedagang, pegawai pabrik, dan lain-lain. Sekarang saya nikmati pekerjaan yang lumayan lama untuk ukuran saya yang selalu bosan.

Sebelum menjalani pekerjaan sebagai sopir direktur, saya pernah menjadi sopir angkutan kota. Walaupun katanya cuma sopir tembak, tapi saya senang mengalaminya. Berawal dari belajar "nyupir" di angkutan kota inilah petualangan saya dari satu mobil ke mobil lainnya berlangsung. 

Mengemudi (driver-improvement.co.uk)
Saya coba-coba jadi sopir taksi. Saat ada lowongan untuk sebuah perusahaan taksi yang besar di kota ini, saya berhasil melewati seleksi. Dulu sangat ketat sekali, pertama saya tak boleh bertato, paham aturan lalu lintas, dan punya disiplin yang baik dalam bekerja. Dari penilaian saat magang, saya kemudian dinyatakan lolos dan masuk tahap percobaan. Setelah masa percobaan lewat dan saya pun dinilai layak untuk menjadi  karyawan tetap. 

Kehidupan saya mulai membaik. Dari yang awalnya kerja serabutan, saya punya jaminan setiap bulan gaji dan persenan kalau mampu meraih lebih dari target harian. Perusahaan taksi itu seperti dewa penolong buat saya yang membutuhkan. 

Dengan membaiknya kehidupan, saya memberanikan diri melamar pacar saya di kampung yang kelak memberi saya dua anak yang baik. Setahun kemudian kami pindah ke kota. Waktu itu anak saya masih satu, sekarang sudah dua. Saya membawa istri dan anak saya ke rumah kontrakan. Setiap hari saya bekerja sebagai sopir taksi. Istri dan anak menunggu di rumah saat pulang. Damai sekali hidup saya selama beberapa tahun lamanya. Sampailah kemudian perusahaan taksi tempat saya bekerja mengalami krisis seiring krisis negeri ini. Perampingan karyawan berarti pemutusan kerja. Saya ternyata salah satu karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja. 

Limbung! Tapi bersyukur. Istri saya sangat tabah. Ia banyak membantu saya melewati masa-masa sulit. Tanpa sepengetahuan saya, ia menabung hasil kerja saya. Ia selalu sisihkan uang belanja bulanan untuk menabung. Uang pesangon dari perusahaan ditambah uang tabungan, saya jadikan modal untuk membuka warung di kontrakan. Secara perlahan warung kami mulai membesar. Rumah kecil yang awalnya saya kontrak lama-lama saya beli. Setiap bulan saya nyicil ke pemilik rumah. 

Kebutuhan makin hari makin membesar. Usaha warung saja ternyata tidak cukup. Mulailah saya mencari lagi pekerjaan. Sampai seorang teman mantan sopir taksi yang dahulu bekerja satu perusahaan menghubungi saya. Ia menawarkan pekerjaan sebagai sopir perusahaan. 

Petualangan sebagai sopir perusahaan dimulai. Saya sangat menikmati peran saya sebagai sopir perusahaan. Sangat mengasyikan karena selain bekerja sebagai pengantar barang, juga mengantarkan karyawan jika ada keperluan pertemuan di luar kota, saya juga merangkap sebagai pendengar dinamika perusahaan. Oh iya, kadang Pak Direktur memakai jasa saya untuk keperluan keluarga. Jadilah saya merangkap sebagai sopir perusahaan juga sebagai sopir pribadi. Sesekali saya diharuskan untuk tidur di rumahnya, di sebuah komplek perumahan elit. Tentu saja saya ijin keluarga. Saya selalu bilang sama istri saya kalau harus tugas sampai menginap. Ia mengijinkan karena demi kebaikan keluarga.

Saya menikmati keseharian sebagai sopir. Saya selalu belajar banyak dari karyawan yang saya antar. Termasuk Pak Yudi, ia adalah karyawan bagian penjualan. Saya sering mengantar ia ke berbagai tempat untuk bertemu orang dan melakukan presentasi. Pak Yudi itu orangnya ramah, mudah bergaul, dan baik. Saya sering kebagian persenan kalau ia berhasil mendapatkan proyeknya. Pokoknya saya menghormati Pak Yudi dan juga karyawan lainnya. Mengantarkan mereka untuk kebaikan perusahaan. Perusahaan baik berarti kehidupan karyawan juga baik.
Share:

Jumat, April 18, 2014

Mandor dan Tukang Bangunan

Dikisahkan pada saat pembangunan gedung bertingkat tinggi di sebuah pesisir pantai yang sangat bising. Mandor memeriksa pekerjaannya dari atas sampai bawah. Ia harus melaporkan pekerjaan anak buahnya, para tukang kepada manajernya.

Saat ia berada di lantai 5, ia sendirian. Tak ada teman. Sebuah besi melintang menghalangi jalannya. Ia berpikir bahwa besi itu seharusnya disimpan rapi. Tak elok apalagi sampai menghalangi jalan. Ia berpikir memanggil tukang untuk merapikannya.

Seorang tukang sedang asyik di bawah. Bekerja giat dan tak pernah mengeluh. Ia sendirian dengan sendok tembok di tangannya. Ia hendak merapikan salah satu bagian dinding. Mata dan semua raganya fokus merapikan dinding. Tak pernah menengok ke kiri atau ke kanan. Hanya sesekali saja untuk memastikan pekerjaannya rapi.

Dari atas, mandor memanggilnya tetapi tukang itu tidak mendengar. Mandor terus saja memanggil dan tukang itu tetap saja tidak menoleh ke atas. Mandor kemudian mengeluarkan uang lembaran dengan nilai kecil. Jatuh tepat di samping tukang. Tukang kaget, ia melirik ke kiri dan ke kanan. Lalu diambilnya uang tersebut. 

Mandor yang melemparkan uang heran. Ia keluarkan lagi uang dengan nilai yang lebih besar. Berharap tukang bisa menoleh ke atas. Uang dilemparkannya dan jatuh persis di samping tukang. Tukang yang sedang bekerja makin senang. Ia pungut uang tersebut setelah memastikan tidak ada orang di kiri dan kanannya. Ia takut kalau terjadi keributan karena berebut uang yang tergeletak tersebut. Setelah diambil, ia kembali asyik bekerja.

Mandor makin heran. Setengah marah kepada tukang tersebut yang tidak melihat ke atas, ia ambil batu kerikil. Dengan perhitungan yang tepat, ia lemparkan batu kerikil tersebut tepat mengenai kepala si tukang yang sedang asyik bekerja di bawah.

Kaget bukan main! Tukang yang sedang asyik bekerja kemudian menoleh ke atas. Melihat ke sumber batu kerikil itu jatuh. Dilihatnya mandor yang ia hormati. Ia pun kemudian meminta maaf karena tidak melihat ke atas. Keasyikan bekerja sampai lupa melihat ke atas. Ia lupa melihat darimana datangnya uangnya jatuh. Alih-alih melihat ke atas, ia lebih suka melihat kiri dan kanan berharap tidak ada tukang lain di sampingnya.

Tukang pun meminta maaf dan mengembalikan uang yang ia temukan saat bekerja karena ia tahu itu bukan uangnya. Mandor baik hati. Ia tetap memberikan uang tersebut untuk kebutuhannya. Ia hanya berpesan "Lihatlah ke semua arah. Jangan lupakan di atas kita!"

Mandor dan Tukang Bangunan, siapakah kita? (Iden Wildensyah)
Share:

Kamis, April 17, 2014

Solpatu

"Solpatuuuuu!" Demikian saya memasarkan jasa. Saya adalah tukang sol sepatu. Nama saya Dedi tapi orang-orang lebih suka memanggil saya Ujang. Mungkin karena usia saya yang masih kecil, orang sunda memanggil anak kecil dengan "Jang, ujang". Tak apa, saya senang dipanggil ujang. Rasanya sangat akrab kalau ada orang panggil saya ujang. Mulai dari para pedagang di stasiun, kernet elf, kernet angkot di terminal semuanya memanggil saya, ujang.

                            Sepatu (www.deviantart.com)
Awalnya saya nongkrong di statsiun kota. Saya menawarkan jasa semir sepatu. Lama kelamaan pengguna jasa semir sepatunya berkurang. Mungkin orang sudah jarang memakai sepatu kulit seperti yang dulu pernah trend. Bergantilah saya menjadi tukan sol sepatu. 

Bapak saya mewarisi keahliannya. Lewat bapak, saya belajar menjahit dasar sepatu yang terlepas. Dari yang kecil-kecil dan mudah lalu saya beranjak ke sepatu yang agak rumit. Rumit dalam arti solnya kuat dan butuh tenaga lebih untuk menusukkan jarumnya. Bersyukur, serumit-rumitnya saya masih bisa menyelesaikan. Jikapun tidak, saya bawa pulang ke rumah kemudian saya kerjakan di rumah saat tenang. Yah, pekerjaan ini juga butuh ketenangan. Saya tak bisa terburu-buru. Jarum, benang, dan karet sepatu adalah benda yang berbahaya. Seandainya salah menekan bisa merobek kulit sepatu atau malah kulit tangan saya yang kena tusukan jarumnya.

Setiap hari saya berkeliling komplek. Dari satu komplek perumahan ke komplek perumahan lainnya. Berharap ada penghuni yang menggunakan jasa saya. Tak pernah mengeluh, saya jalani hari selalu dengan pengharapan yang lebih baik kepada Tuhan. Selalu berpikir positif kepada Tuhan bahwa rejeki akan datang kepada saya. Iya, saya punya alasan. Saya bekerja untuk orang lain. Saya bekerja dan memberikan jasa agar orang lain bisa nyaman lagi bersepatu. Setelah nyaman bersepatu, mereka bisa bekerja dengan tenang. Bisa mencari rejeki yang banyak untuk anak istri mereka. Hakekatnya seperti bekerja untuk diri sendiri, ternyata saya bekerja juga untuk kebaikan orang lain.

Saya senang menjalani keseharian ini. Demikian juga hal dengan seorang teman saya yang saya temui di komplek perumahan. Namanya Dadan, ia adalah sopir pribadi seorang direktur. Saya kenal karena ia pernah menggunakan jasa saya untuk memperbaiki sepatu majikannya. Sepatu Dadan pun pernah saya sol. Ia begitu menikmati hari-hari sebagai sopir pribadi.

Share:

Kamis, April 10, 2014

Rumput Kehidupan

Jika saja semua orang pernah merasakan kegiatan menyabuti rumput, saya yakin mereka akan tahu begitu bergunanya sebatang rumput. Walaupun letaknya ada di bawah, kadang terinjak, tumbuh tak diharapkan, tetapi rumput sudah memberikan banyak kehidupan buat mahluk lainnya. Manusia salah satunya mahluk yang diuntungkan oleh rumput.

Secara tidak langsung, rumput mampu menahan air, menyerap air yang tergenang di atasnya. Rumput juga membuat pemandangan sekitarnya menjadi indah, hijau dan sedap dipandang mata. Rumput banyak jenisnya. Ada rumput liar dan ada juga rumput taman yang sengaja ditanam. Harganya variatif mulai dari yang termurah sampai yang mahal. Rumput-rumput tersebut ada yang secara khusus didatangkan dari berbagai belahan dunia untuk ditanam. Rumput hias adalah rumput yang selalu dicari oleh penyuka taman.

Wah, banyak sekali kalau bicara rumput. Buat saya, rumput bukan sekedar rumput. Rumput itu kehidupan saya. Adanya rumput membuat saya bisa menghidupi diri saya juga keluarga kecil saya. Tak terbayangkan sebelumnya menjalani keseharian sebagai tukang rumput. Dulu saya bekerja di kebun tetapi panggilan dari salah satu orang di rumah yang besar untuk mengurusi rumput membalikkan semuanya. Saya mulai menerima orderan untuk menata taman, mencabuti rumput, menanam bunga-bunga yang baru. Semakin hari, semakin banyak pesanan. Akhirnya saya total menjalani hari-hari sebagai tukang rumput.


Awalnya peralatan sederhana yang saya bawa, semacam parang, gunting rumput, dan cangkul. Setelah ada pemotong rumput yang digerakkan mesin, mulai saya gunakan mesin potong rumput. Saya tempel di sepeda motor tua, vespa. Sepeda motor itu yang setia mengantar saya ke berbagai tempat untuk memotong rumput.

Setiap pagi, saya pergi berkeliling komplek dari satu rumah ke rumah lainnya untuk memotong rumput. Saat berkeliling, saya sering berpapasan dengan seorang teman saya yang juga berkeliling komplek. Bedanya ia membawa peralatan sol sepatu. Saya panggil ia, Ujang. Saya gak tahu namanya tapi orang sunda memanggil orang yang usianya lebih muda bahkan terlihat masih kecil dengan panggilan Ujang.

Rumput Kehidupan (Iden Wildensyah)
Share:

Pagi Baru

Pagi ini adalah pagi baru yang akan ku jalani bersama anak-anak hebat di kelas. Selalu aku katakan sebagai hari baru kepada anak-anak. Aku coba tanamkan ini sebagai bahan untuk selalu mencari hal-hal baru pada anak-anak. Setiap pagi, ku kayuh sepeda melewati jalan raya dan beberapa toko yang ada di kota kecil ini. Sisanya melewati jalur kampung yang harus meminggir jika pengendara motor lewat. Maklum, sebuah gang bukan sekedar jalan saja tetapi juga jalur umum untuk mereka yang memiliki motor. Aku, masih setia dengan sepeda ini. Pagi baru ini aku bersiap untuk pergi menemui keceriaan dan kegembiraan anak-anak.

Pagi baru berarti aku bertemu Mahmud, seorang anak yang selalu berpikir positif jika teman-temannya menjahili. Mahmud tidak pernah sekalipun membalas temannya yang jahil pada dia. Dia seolah mengerti bagaimana temannya sedang berproses mengenali diri dan situasi saat berinteraksi dengan sesamanya. Mahmud suka bermain bola, ketangkasannya bermain membuat teman-temannya berebut untuk menjadi bagian kelompoknya.
Rumah Pohon (deviantart.com)

Suatu hari Mahmud datang padaku “Kak, punya ide untuk membuat pesawat luar angkasa”. Mahmud kemudian menceritakan sebuah gagasan-gagasannya yang luar biasa. Aku sesekali menanggapinya untuk mengapresiasi ide yang dia miliki. Gagasan ini bukan sekali dua kali dia sampaikan padaku, pernah satu kali waktu dia bercerita tentang kisah nabi-nabi yang menurut dia sangat menarik karena ada peperangannya.

Pagi baru berarti aku bertema Dani, seorang anak yang penuh cerita lucu. Dani senang melucu di antara teman-temannya. Dani sangat senang ketika teman-temannya tertawa oleh tingkah lucunya. Dani juga suka bercerita tentang proses mendapatkan kisah-kisah lucunya. Selain dari pengalamannya saat bermain di rumahnya, Dani juga mendapatkan kisah lucu tersebut dari buku-buku homur yang dibelikan bapaknya. Bapak Dani sangat mengerti bagaimana anaknya sangat menyukai kisah-kisah lucu.

Kisah lucunya tersebut mulai dari banyolan, cerita orang lain, juga dari tebak-tebakan yang spontan akan memancing tawa seluruh kelas. Suatu hari Dani cerita tentang seorang kakek dan nenek yang baru saja pulang dari dokter. Kakek kebingungan dengan secarik kertas yang diberikan oleh dokter. Kertas tersebut harusnya dibawa ke apotek untuk mendapatkan obat, tetapi karena ketidaktahuan si kakek akhirnya dibawa pulang saja. Di rumah, si nenek menjawab kebingungan si kakek. Nenek bilang “Masukan saja kertasnya ke gelas tambahkan air, mungkin itu jampi-jampi”. Gerrrrrrr semua anak tertawa, mereka melihat sebagai sesuatu yang lucu karena kakek dan nenek tidak mengenal resep dokter, yang mereka ketahui hanya jampi-jampi.

Pagi baru juga berari bertemu Darojat atau biasa dipanggil Ojat oleh teman-temannya. Ojat adalah anak yang cekatan. Ojat paling cepat kalau sudah berkarya, begitu juga saat beres-beres kelas. Sering kali Ojat diminta oleh teman-temannya untuk membantu membereskan sisa berkaryanya. Ojat sangat senang membantu teman-temannya. Kesenangan Ojat membantu temannya itu membuat Ojat banyak teman. Bahkan anak-anak lain yang beda kelas juga sangat senang dengan Ojat. Ojat tidak pernah mengeluh walau pekerjaannya banyak. Inilah yang membuat Ojat disenangi teman-temannya.

Ojat suatu kali pernah meminta ijin untuk tidak masuk sekolah karena harus membantu pamannya panen padi di sawah. Pamannya sangat senang karena Ojat mau belajar bertani, menanam padi, dan juga memanen. Saat itu kebetulan pamannya hendak memanen padi. Ojat tidak mau kehilangan kesempatan belajar. “Kak, aku ijin gak masuk besok yah, paman mau panen dan aku ingin belajar memanen padi”. Begitu kata Ojat sebelum pulang. Aku katakan, “Wah sangat menarik, Jat. Kalau sempat nanti cerita sama teman-temannya, yah”. Benar saja, keesokan harinya, Ojat bercerita dengan antusias bagaimana dia memanen padi, walau cape tetapi banyak hal yang menyenangkan.

Pagi baru berarti aku bertemu Darsa, seorang anak pendiam yang selalu berpikir. Aku katakan demikian karena Darsa nyaris tidak suka berbicara. Darsa lebih banyak diam ketika teman-temannya saling bercanda, bercerita, dan diskusi. Walaupun diam tetapi Darsa menyerap semua informasi yang masuk pada dirinya. Darsa hanya berbicara sesekali saja misalnya ketika dipancing pertanyaan “Menurut Darsa, bagaimana yah pembagian matematika dalam kehidupan kita?”. Darsa menjawab dengan meyakinkan, “Banyak kak, misalnya pada saat membagi kue, membagi permen, membagi pekerjaan, membagi uang. Kan pembagian bukan hanya soal angka-angka”. Darsa memang benar-benar mantap. Dia bisa melihat banyak sudut yang biasanya tidak terjangkau anak-anak seusianya.

Darsa lebih menyukai membaca buku yang dibawanya atau pergi ke perpustakaan untuk mengisi istirahatnya dibandingkan main dengan teman-temannya. Ketika kutanyakan, Darsa menjawab “Ah kak, aku senang membaca saja, kan buku bisa membawa aku ke berbagai tempat menarik di dunia”. Wooow... jawaban yang sangat menarik bagiku. Darsa memang hebat, dan setiap pagi aku harus bersiap dengan informasi baru yang ia dapatkan dari buku yang sudah ia baca.

Pagi baru berarti aku bertema sosok mungil penuh keceriaan, dia adalah Nurmelina. Teman-temannya biasa memanggil Nina. Nina adalah sosok yang menggembirakan teman-temannya. Nina selalu ceria, keceriannya terpancar dari tingkahnya yang energik, lincah, dan selalu tersenyum. Nina juga suka bercerita terutama cerita tentang pahlawan nasional. Nina terinpirasi oleh sosok Tjoet Nyak Dien. Nina mengatakan bahwa Tjoet Nyak Dien adalah perempuan hebat yang berani melawan penjajah. Walaupun penjajah menggunakan senjata api, tetapi Tjoet Nyak Dien tidak takut. Tjoet Nyak Dien berjuang sampai titik darah penghabisan. Aku pernah menanyakan pada dia, “Kalau sekarang kan tidak perang, berarti Nina mengambil pelajaran dari kisah Tjoet Nyak Diennya, seperti apa?”. Nina berkata “Aku harus belajar sungguh-sungguh, Kak. Seperti Tjoet Nyak Dien yang berjuang teguh melawan penjajah, aku juga harus semangat berjuang agar aku bisa belajar semakin baik”.

Pagi baru berarti aku juga bertemu dengan Dodo, anak yang katanya bodoh dan nakal. Aku tidak katakan demikian, Dodo adalah anak yang memiliki potensi besar untuk menjadi atlet. Dodo berbadan besar di antara teman-temannya. Dodo senang kegiatan olah raga, sepertinya Dodo hanya menyukai kegiatan olah raga saja. Dodo seperti malas-malasan kalau sudah kegiatan matematika. Dodo merasa dirinya tidak bisa menghitung. Tetapi bagiku tidak, Dodo sebenarnya pandai matematika, Dodo bisa menyerap dengan baik setiap pelajaran matematika. Sayangnya, Dodo tidak cukup sabar untuk mengerjakan soal-soal matematika.

Pernah satu kali waktu, Dodo seperti marah-marah. Dia mendatangiku dan berkata “Kak, aku tidak suka matematika, aku tidak suka soal ini, soal ini membuatku frustasi!”. Teman-teman kaget dan seketika langsung tegang, Dodo yang berbadan besar sedang marah-marah. Aku coba dekati, aku ajak Dodo diskusi. Sampai akhirnya Dodo berkata “Kak, ternyata mudah, yah!”. Senang rasanya hatiku melihat Dodo mau kembali terlibat dalam kelas. Biasanya Dodo selalu menarik diri untuk pergi dari lingkaran kelompok belajar di kelasnya jika dia merasa sudah tidak mampu untuk menyelesaikan soal-soal yang ada dihadapannya.

Pagi baru berarti aku juga bertemu Maesaroh. Teman-temannya memanggil dia Mae. Dia adalah anak rajin yang selalu rapi. Setiap kali Mae datang, temannya langsung mengerebungi untuk bermain congkak atau bola bekel. Mae bisa adil mengatur teman-temannya hingga mereka menjadi asik bermain. Mae bisa dikatakan sangat perhatian sama temannya, jika ada temannya yang tidak masuk sekolah, Mae biasanya menjenguk kemudian menceritakan pada teman-temannya. Mae juga menginisiasi teman-temannya untuk berkunjung ke temannya yang sakit. Kehadiran Mae membuat temannyas senang. Jika ada temannya yang bertengkar, Mae bisa melerai dan menyelesaikannya dengan baik. Setelah itu mereka bermain lagi dengan asik. Mae suka semua pelajaran, Mae ingin menjadi guru suatu hari nanti. Mae mengatakan bahwa Guru bisa mencerdaskan generasi bangsa. Mencerdaskan bangsa berarti mencerdaskan kehidupan. Dan inilah  kehidupan bagiku, seperti kata Mae yang selalu bijaksana dalam mengatur teman-temannya.

Pagi baru bagiku penuh dengan dinamika, pertanyaan-pertanyaan menarik dari anak-anak, ide-ide baru, keingintahuan baru, dan suasana baru yang akan menghiasi kehidupan. Inilah hari baru saat aku akan bertemu anak-anak hebat yang saling menginspirasi. Inilah generasi-generasi yang harus ku antarkan pada pengalaman-pengalaman belajar yang menyenangkan. Inilah pagi baru saat aku harus pergi.
Share:

Selasa, April 08, 2014

Sate Spesial

"Teee... Sateeeee!" Begitulah teriakan khas saya. Teriakan yang juga sama-sama dilontarkan oleh para pedagang sate dari Madura ini. Sekarang sih sudah saya tambah dengan bunyi gemerincing lonceng kuningan. Perlahan akan saya ganti teriakannya dengan gemerincing ini.

Setiap malam saya berkeliling dari satu komplek perumahan ke komplek perumahan lainnya. Ada yang sudah langganan tetapi banyak juga yang baru. Nah buat yang baru, saya biasanya senang. Para pelanggan saya selain keluarga di komplek perumahan juga keluarga di gang-gang kecil. Oh iya, tak lupa para mahasiswa dan mahasiswi yang kost di sekitaran kampus. Awal bulan saat mereka menerima kiriman uang biasanya makan sate. 

Sate yang saya jual paling banyak sate ayam. Selain ketersediaan ayamnya banyak juga pesanan paling diminati. Tentu saja harganya juga jadi lebih murah dibandingkan dengan sate kambing. Saya juga jual sate kambing walaupun stoknya tidak sebanyak ayam. Saya sediakan buat persiapan jika sesekali ada yang ingin sate kambing.

Syukur buat saya jika malam terang benderang dan cerah. Biasanya banyak warga yang begadang dan berkumpul. Mereka kadang makan-makan bersama di pos. Jika kebetulan saya yang lewat malam itu, bisa saja rejeki malam itu besar buat saya. Apalagi kalau sudah ada yang pesan lewat telepon, sms atau memberi kabar sebelumnya untuk lewat gang yang dimaksud, senang rasanya. Sudah malam cerah, dapat order banyak pula. Saya bisa menabung keesokan harinya dari hasil malam itu.

Malam hujan pun tetap saya jalani keseharian saya. Walaupun harus menahan dingin tetapi saya tetap laksanakan sepenuh hati menjemput rejeki. Saya tak bisa membayangkan bekerja siang hari. Seperti Pak Juju yang menjadi tukang potong rumput. Ia bilang kepada saya sebagai ahli taman.
Sate Ayam dan Sate Kambing itu enak (iden wildensyah)
Share:

Senin, April 07, 2014

Vermak Jeans

Bukanlah sesuatu sulit saya lakukan sekarang. Hanya memotong kemudian jahit kembali dengan warna benang yang sama. Ukurannya tinggal sesuaikan dengan kebutuhan. Itu teorinya, saya katakan sangat mudah. Kenyataannya kalau menemukan klien yang menuntut kesempuraan, beda ceritanya. Tapi saya tak pernah membeda-bedakan setiap orang yang membutuhkan jasa saya. Istilahnya saya tidak mau menolak rejeki. Saya Maman, sangat menyukai sepakbola sejak dahulu. Bahkan beberapa teman saya menganggap saya sebagai 'jurig bola'. Salah satu tim yang saya sukai adalah Persib Bandung. Maklum saya tinggal dari daerah asal yang banyak menjadi pemain Persib.

Sejak kecil saya mengidolakan pemain Persib. Dulu hanya mendengar lewat radio, tapi sekarang saya bisa melihat langsung ke lapangan kalau Persib Bandung main. Kesenangan saya pada Persib Bandung ini saya tunjukan lewat baju yang sering saya pakai. Saya selalu memakai kaos Persib saat menjalani keseharian di tempat saya bekerja sebagai tukang vermak jeans.

Saya tinggal tidak jauh dari toko tempat saya mangkal. Bersama anak istri, saya mengontrak satu rumah kecil. Istri saya bekerja juga di rumah. Ia mencuci baju kotor tetangga yang tidak sempat mencucinya. Buruh mencuci lumayan untuk menambah hidup kami berempat. Kadang ia juga menerima order untuk memasak di katering bu Haji.

Setiap hari saya berada di depan toko, menunggu order memotong celana jeans yang kepanjangan atau mengecilkan dari ukuran yang ada. Setiap hari selalu ada pesanan. Itulah mengapa saya bertahan di tempat ini. Saya percaya Tuhan Maha Baik. Rejeki mah di atur sama yang Kuasa. Jadi gak akan saya lewatkan setiap hari dengan doa dan harapan sebelum menuju tempat saya bekerja atau saat bekerja juga. Saya bersyukur setiap hari. Selalu ada yang datang ke tempat saya.

Saya tak mau mengeluh, itulah kenapa saya begitu bersemangat setiap hari membicarakan Persib Bandung agar suasana hati terus riang gembira. Kalau hati riang gembira, pelanggan juga datang dengan sendirinya. Nah, sama halnya dengan saya yang sering riang gembira, seorang teman bernama Marjuki, ia berjualan sate. Ia dikenal sebagai tukang sate sejak awal datang ke kota ini. Maklum ia berasal dari Madura. Ia jualan sate Madura.

Jeans dan sepatu
Share:

Tahu Gejrot Cirebon

Cirebon terkenal dengan sebutan kota wali songo, udang dan tahu gejrot. Batiknya trusmi sesuai nama tempat produksinya. Wilayah paling timur Jawa Barat dengan bahasa cerbon yang berbeda dari bahasa Jawa atau Sunda. Itulah sekilas saya jelaskan tentang Kota Cirebon. Saya berasal dari Cirebon dan sekarang menjalani keseharian sebagai penjual tahu gejrot yang biasa jualan keliling lalu mangkal di depan sebuah pertokoan elektronik. Nama saya, Narno. Mas Narno, demikian teman-teman saya menyebut nama saya dengan tambahan mas. Mas bisa berarti Aa kalau di wilayah Jawa Barat. Mas juga bentuk penghargaan untuk mereka yang usianya lebih tua dari kita.

Tahu Gejrot Cirebon
Tahu gejrot, sebuah makanan khas Cirebon yang sekarang banyak digemari. Tahu dan bumbunya khusus didatangkan dari Cirebon. Beda rasanya dengan tahu yang ada di Bandung, Sumedang, dan Cibuntu yang juga sama-sama produksi tahu. Tahu dari Cirebon sengaja didatangkan untuk kepuasan pembeli. Seperti tak lengkap jika bumbu tahu gejrot tetapi tahunya bukan dari Cirebon.

Dengan rasa yang gurih, asin, dan pedas, tahu gejrot kini banyak yang mencarinya. Tak heran jika pengusaha dari Cirebon banyak berdatangan ke kota ini untuk mencari peruntungan berjualan tahu gejrot. Lihat saja di Jalan Asia Afrika, dekat Gedung Merdeka, para penjual tahu gejrot berjejer di pinggir jalan menunggu pembeli.

Ada dua rombongan penjual tahu gejrot di kota ini. Keduanya dikoordinir oleh pengusaha yang memasok bahan baku utama langsung dari Cirebon. Mereka sama teman-teman saya juga. Kalau bertemu di jalan, kami bertegur sapa dengan bahasa cerbon.

Sudah lama saya mengisi keseharian sebagai penjual tahu gejrot ini. Buat saya, tak masalah semakin banyak penjual tahu gejrot di kota ini. Tuhan Maha Pemberi rejeki, tak akan tertukar rejeki saya dengan teman saya. Adakalanya sehari habis semua, tetapi adakalanya bersisa banyak.

Saya senang menjalani keseharian ini. Melihat pembeli yang puas dengan tahu gejrot saya, rasanya senang sekali. Apalagi kalau bertemu pembeli yang juga sama-sama dari Cirebon, terasa seperti pulang kampung. Saya berikan bonus mengobrol ke sana ke mari untuk menghangatkan suasana.

Pembeli saya beragam, dari mulai mahasiswa, guru, dosen, pejalan kaki, tukang gali, bahkan sesama penjual yang juga mangkal berdekatan dengan saya. Di tempat mangkal, saya mengenal Doni. Tukang parkir yang bertato di tangannya, tetapi hatinya baik. Ia senang membeli tahu gejrot. Kalau saya berhalangan hadir, ia selalu menanyakan keberadaan saya. Ia peduli dengan teman-temannya.
Share:

Parkir Nyaman

Tak pernah terbayang sebelumnya bahwa saya harus berada di tempat ini. Pelataran toko yang menjual alat musik. Dulu saya bercita-cita menjadi pemain sepakbola. Waktu kecil di kampung, saya bermain sangat lincah bahkan beberapa guru SD menjuluki saya si Maradona.

Pergi ke kota awalnya diajak teman berjualan. Tapi karena tidak punya bakat menjual, rasanya jualan saya tak laku-laku. Lalu menjadi kuli bangunan, rasanya cape. Perkenalan dengan remaja-remaja kota yang sering nongkrong membawa saya ke tempat ini.

Mulailah saya mengikuti gaya mereka. Bergerombol mengikuti acara musik dari satu tempat ke tempat lain. Gaya-gaya berpakaian saya tiru sedemikian rupa. Termasuk tato, ya, tato. Saya punya tato di beberapa bagian tubuh. Tanganlah yang paling banyak. Saya menyukainya karena senang berada dalam lingkungan yang bertato juga. Dulu tak pernah punya bayangan akan memiliki tato. Bahkan kalau saya balik ke kampung, tato ini membuat beberapa teman lama saya jadi bergidik. Saya dianggap menjadi manusia bebas alias preman. Bukan, saya bukan preman sekarang. Saya menjalani keseharian sebagai tukang parkir.

Sampai memilih dan menyenangi berada di tempat ini, panjang ceritanya. Sekarang saya sudah menikah dan memiliki satu anak laki-laki. Untuk
Membiayai kontrakan rumah dan menghidupi keluarga, saya harus bekerja. Sayangnya pekerjaan yang saya idamkan tidak mungkin saya dapatkan. Jadilah saya nikmati keseharian di sini.

Setiap hari setelah mengantar anak sekolah, saya menuju pelataran toko ini untuk mengatur parkir. Tempat parkirnya tidak begitu luas tapi cukup menampung 10 mobil. Jika satu mobil Rp 2.000,-  berarti saya mendapat Rp 20.000,- dalam satu sampai dua jam. Sisanya yang lima menitan. Sehari saya bisa membawa ke rumah bersih Rp 100.000 -  250.000,- bahkan bisa lebih kalau sudah banyak yang parkir. Terutama pada akhir minggu saat banyak pengunjung.

Saya mengatur sedemikian rupa agar mobil biasa parkir dengan teratur dan rapi. Menjadi kepuasan tersendiri jika banyak mobil yang parkir dengan rapi dan tanpa keluhan sedikitpun baik dari pengendara maupun dari pedagang yang ada di sana. Oh iya, mereka sudah saya anggap teman-teman sendiri. Gak pernah ada yang mengganggu mereka. Kalau ada, saya hadapi saja. Kasihan kalau tidak ada yang membela. Apalagi pedagang di sini sudah tua-tua.

Di pelataran toko musik sebelah toko baju, ada seorang penjahit. Lebih tepatnya dia menerima jasa vermak jeans. Menunggu dari dalam pembeli yang ukuran celana jeansnya kepanjangan. Ia bantu agar sesuai dengan keinginan pembeli. Namanya Kang Maman. Seusia saya dan selalu jadi teman mengobrol yang menyenangkan. Ia suka bola, kalau sudah bicara team kesayangannya, ia bisa berbusa-busa.
Share:

Minggu, April 06, 2014

Balincong

Alat ini setia menemani saya sehari-hari. Selain balincong, saya juga membawa satu rancatan dan dua tanggungannya. Dua alat ini menjadi wajib bagi pekerja seperti saya. Balincong untuk menggali dan tanggungan untuk membawa galian tanahnya ke sisi yang lain.

Pekerjaan menggali tanah sudah lama saya tekuni. Saya Udin dari kampung yang jauh jaraknya dari kota ini. Setiap hari saya mangkal di depan kantor wilayah. Menunggu orang yang butuh jasa penggali tanah. Mereka adalah adalah para kontraktor yang sedang membangun rumah, gedung, dan lain-lain. Sekarang mulai baru walaupun tidak baru-baru banget, kontraktor untuk saluran telekomunikasi. Mereka menanam kabel di bawah tanah sepanjang jalan. 

Rejeki buat saya jika ada kontraktor seperti itu. Apalagi galiannya panjang, bisa berhari-hari bahkan bisa berbulan-bulan. Rupa-rupa kabel mulai dari ukuran sampai warnanya. Ada kabel yang satuan, ada kabel kecil-kecil yang dibungkus jadi besar. Menarik bersama-sama setelah mendapatkan lubang galiannya.

Selain para kontraktor, ada juga yang menggunakan jasa tukang gali untuk keperluan rumah tangga seperti membuat galian sumur, galian saluran air, galian pondasi baru, dan galian untuk tanah. 

Kalau sedang bekerja di rumah, kadang saya ingat anak-anak di kampung. Mereka masih kecil-kecil. Sekarang tinggal sama ibunya. Sekali dalam sebulan saya pulang ke kampung. Menengok anak dan istri juga sawah. Yah, saya punya sawah. Pergi ke kota itu mengisi waktu setelah sawah beres saya tanami. Giliran mau panen, saya pasti pulang dulu untuk memanen padi yang sudah menguning.

Aneh rasanya jika tinggal terlalu lama di kampung. Sepi, saya lebih suka mangkal sebagai tukang gali. Walaupun meninggalkan anak dan istri di kampung tapi ada perasaan puas karena saya bisa menafkahi mereka dari hasil menggali di kota. Mereka tak keberatan karena saya penuhi kebutuhan sehari-harinya. Kalaupun kehabisan uang, mereka tinggal nganjuk (ngutang) di warung kemudian dibayar saat saya pulang.

Demikian halnya dengan saya di sini. Jika tidak ada uang karena belum dapat pekerjaan, saya nganjuk saja. Pemilik warung sudah biasa. Mereka tahu dan percaya bahwa saya akan membayar setelah mendapat bayaran dari pekerjaan menggali tanah.

Buat saya, menggali tanah sudah jadi keseharian saya dalam hidup ini. Saya tak pernah mengeluh saat ada pekerjaan atau belum mendapat pekerjaan. Saya tahu Tuhan Maha Adil. Ia akan selalu memberi rejekiNya selama kita berusaha. Saat mendapat pekerjaan, saya bersyukur demikian juga saat saya harus menunggu, saya tetap bersyukur.

Saat menunggu, saya bisa bercengkrama dengan teman-teman dari kampung dan juga mereka yang bekerja di bidang yang lain seperti berdagang. Sering banyak pedagang lewat tempat mangkal saya. Misalnya Mang Ihin yang jualan bandros, dan Mas Narno yang jualan tahu gejrot. 
Kampung halaman (iden wildensyah, 2014)
Share:

Jumat, April 04, 2014

Bandros Mang Ihin

Senang rasanya saat mendengar Banderos menjadi salah satu ikon kota Bandung. Bagaimana tidak, banderos atau bandros adalah jajanan yang saya jual setiap hari. Oh iya, nama saya Ihin, anak-anak memanggil saya Mang Ihin. Terutama anak-anak SD tempat saya nongkrong sudah mengenal saya dengan sebutan Mang Ihin.

Bandros 
Masih sederhana, saya menggunakan dua tanggungan yang dipanggul dengan rancatan. Masih menggunakan kompor dengan arang untuk membuat bandros.

Pagi-pagi sekali saya mencari bahan-bahan untuk membuat bandros ke pasar. Saya bertemu banyak orang, ada yang membeli sayuran, makanan, dan berbagai macam barang segar di warung. Bandros merupakan salah satu jajanan yang banyak ditemui di daerah Jawa Barat. Saya jualan bandros juga turun temurun dari kakek dan ayah. Dulu mereka jualan dan sekarang giliran saya.

Membuat bandros itu tidak sulit, walaupun pada awalnya saya mencoba, rasanya selalu ada yang kurang. Cara membuatnya adalah dengan mencampur kelapa parut, tepung beras dan garam, lalu tuang santan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga tercampur rata. Setelah itu panaskan cetakkan bandros, olesi dengan sedikit minyak, tuang adonan ke dalam cetakan hingga penuh, kemudian tutup.

Oh iya, nih saya beri resepnya 3/4 sdm garam halus, 2 sdm minyak goreng untuk olesan, 30 gram gula pasir (untuk taburan saat penyajian), 650 ml santan kelapa, 250 gram tepung beras, 100 gram kelapa parut. Kelapa parut ini diperas sedikit.

Nah setelah itu baru panggang di atas bara api kecil hingga matang dan di kedua sisinya garing, angkat. Bandro siap saya jual kepada pembeli di perumahan atau di sekolah-sekolah dasar tempat biasa saya nangkring.

Saya berangkat setiap jam 8 pagi. Menjelang anak-anak istirahat yaitu pukul 9.00 sampai 10.00. bahkan saya bisa menunggu sampai pukul 13.00 berharap masih ada yang mau membeli menjelang mereka pulang ke rumah.

Setelah sekolahan bubar, saya berjualan di perumahan. Melewati gang-gang kecil lalu tunggu sebentar. Di lapangan atau bersyukur jika ada keramaian, saya bisa lama nongkrongnya. Keramaian yang memancing banyak orang berdatangan bisa menjadi rejeki buat saya. Paling tidak saya bisa menjual banyak di saat-saat seperti itu.

Saya senang menjalani keseharian ini. Buat saya, menjual bandros itu bukan hanya usaha tetapi lebih dari itu, saya melestarikan makanan lokal. Yah, makanan lokal tersebut sekarang tergerus oleh makanan-makanan dari luar. Anak-anak sepertinya mulai meninggalkan makanan tradisional karena menganggap kuno dan ketinggalan jaman. Tapi saya masih yakin, ada banyak orang yang tetap menginginkan bernostalgia dengan makanan seperti bandros yang saya jual ini.


Salah satu orang yang selalu menjadi langganan saya adalah Mang Udin. Ia sering nongkrong dekat kantor wilayah. Ia dan temannya seperti rindu masa kecil, rindu kampung halamannya kalau sedang mencicipi bandros saya. Mang Udin adalah buruh tukang gali yang sudah lama menjalani profesinya.
Share:

Jumat, Maret 28, 2014

Sepeda Sayur

Awalnya saya berniat menggunakan gerobak untuk jualan sayur ini. Tetapi sepeda yang saya punya menjadi nganggur. Setelah berdiskusi dengan teman, maka diputuskanlah saya menggunakan sepeda dengan tambahan bagain belakang untuk sayuran yang akan saya jual.

Berbeda dengan gerobak sayur yang didorong, saya mendapat keuntungan saat jalanan menurun dan datar. Tinggal naik lalu saya kayuh. Lumayan juga meringankan beban biaya transportasi saat saya harus belanja ke pasar pagi-pagi untuk berburu sayuran segar. Di pasar, saya bertemu juga dengan beberapa tukang sayur. Kadang berburu paling pagi agar dapat sayuran yang lebih segar sebelum dipilih yang lain.

Sepeda Sayur
Dengan sepeda yang saya sebut sebagai sepeda sayur, saya bisa melewati lorong-lorong sempit gang untuk melayani kebutuhan pembeli yang biasa. Sayuran yang saya bawa tidak sebanyak gerobak dorong, tetapi saya selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarga yang ingin makanan sehat secukupnya. Jika ada yang merasa kurang, saya beri alternatif untuk menunggu besok dengan memesan terlebih dahulu atau saya bilang, secukupnya saja biar tidak busuk.

Saya merasakan setiap hari berbeda, walaupun melewati jalur yang sama. Saya bisa tahu setiap kebutuhan keluarga yang langganan membeli sayuran kepada saya. Mereka menunggu saya dan saya tahu semua sudah diatur. Jadi, saya jalani setiap hari dengan pikiran bahwa dagangan saya hari ini habis.

Oh iya, ada juga sesama tukang sayur yang sering berada di jalur yang sama dengan saya. Namanya Didi, ia menggunakan gerobak dorong. Saya tidak merasa ia sebagai saingan. Begitu juga dengan Didi, ia tidak merasakan bahwa saya adalah saingannya. Kadang kita berbagi kesempatan, misalnya saat langganan menginginkan sesuatu yang tidak ada di dagangannya, Didi sering menyarankan untuk menunggu saya. Demikian juga sebaliknya, jika di dagangan saya tidak ada, saya berharap Didi masih tersedia banyak.

Tuhan tak pernah keliru menyisihkan rejekinya. Sekalipun sama-sama berdagang sayuran, saya masih bisa meraih sedikit-sedikit pembeli yang cukup untuk memenuhi modal dagang besok harinya. Saya melihat setiap hari demikian adanya dengan pasrah pada Tuhan Yang Maha Esa. Tak pernah mengeluh karena hujan atau apapun. Saya juga belajar banyak dari tukang banderos yang sudah lebih lama berjualan dan tetap setia berjualan sampai saat ini. Namanya Mang Ihin.
Share:

Rabu, Maret 26, 2014

Tukang Sayur

Nama saya Didi, orang menyebut saya mang Didi. Sapaan mang bagi orang Sunda adalah bentuk akrab, biasanya lebih tua dari panggilan Aa. Misalnya A Didi, saya lebih suka dipanggil mang Didi saja walaupun usia saya belum terlalu tua untuk ukuran emang-emang. Tak apa, yang penting panggilan itu mengakrabkan saya dengan orang lain.

Sayuran Sehat
Setiap pagi saya bergegas menuju pasar di dekat rumah. Pagi sebelum subuh sudah menunggu sayuran datang dibongkar dari mobil bak terbuka yang datang dari daerah Lembang atau Pangalengan. Sayuran segar yang akan saya jajakan setiap harinya. Dengan modal seperti biasa, saya merencanakan semuanya dengan matang. Bersyukur jika sayuran yang saya inginkan tersedia, saya bisa menjajakan sesuai rencana. Jikapun tidak ada, paling saya coba alihkan untuk membeli sayuran jenis lainnya yang tersedia. Oh iya, kadang saya mengingat pesanan ibu-ibu langganan yang memesan sayuran yang sebelumnya tidak ada.

Sehabis sholat subuh, saya menyiapkan segala kebutuhan untuk dagang hari ini. Roda yang biasa saya gunakan ditata sedemikian rupa agar terlihat menarik perhatian pembeli. Sayuran yang lebih segar disimpan di samping kiri, di tengah saya simpan ikan, daging, dan sayuran yang berat dan tak mungkin di simpan di tiang. Sayuran seperti kol, kentang, wortel, tomat, dan labu, pasti akan saya simpan di tengah gerobak.

Timbangan, saya simpan di dekat pegangan untuk mendorong agar saya bisa mengontrol jika sesekali terlepas atau butuh menimbang dengan cepat. Tatakan untuk memotong daging dan ikan, saya simpan di bawah roda. Saya sediakan tempatnya khusus berdekatan dengan ember yang membawa air.

Pagi hari, tepat jam 6 saya berkeliling komplek. Melewati gang-gang yang juga tempat langganan saya. Di belokan gang sebelum memasuki komplek perumahan, saya menunggu pembeli. Biasanya ibu-ibu sudah menunggu di sana. Kalau belum terlihat, saya akan teriak, "sayuuuuuuurrr!" Teriakan khas yang sengaja saya buat agar menarik perhatian pembeli. Syukur-syukur dapat langgangan baru. Lumayan bisa menambah penghasilan hari ini.

Sangat menarik! saya senang melayani mereka semua. Ada kesenangan ketika saya mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan mereka. Tawar menawar itu sebuah hal biasa. Saya tak bisa menolak itu. Saya hanya menyiasati untuk menaikan harga sedikit untuk mengambil untung, istilahnya ongkos belanja ke pasar. Ongkos cape menawar di pasar. Kalaupun menawar, saya tidak mengurangi dari modal yang saya keluarkan. Jikapun pas-pasan antara modal dengan harga jual, saya terima saja. Mudah-mudahan sayuran yang dimakan keluarganya menjadi kebaikan buat saya. Saya menikmati keseharian menjual sayuran, lauk pauk, dan daging ini.

Selain saya, ada teman saya juga yang menggunakan jalur ini. Bedanya ia menggunakan sepeda. Namanya mang Yana.
Share:

Postingan Populer