Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Imajinasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Imajinasi. Tampilkan semua postingan

Senin, Januari 26, 2015

Bandar, Tipisnya Batas Fiksi dan Realitas

Saat membaca novel Bandar, saya merasakan tipisnya batas antara fiksi dan nonfiksi, imajinasi dan kenyataan, mimpi dan realitas. Diombang-ambing sedari awal sampai akhir. Disinilah letaknya mengapa saya tahan membaca novel Bandar dibanding novel lainnya. Terbius antara cerita fiksi dengan realitas.

Bandar, menceritakan sosok perempuan dari sebuah kampung yang kemudian melalui proses berat hidupnya membentuk karakter yang tangguh bahkan sampai tua. Prosesnya yang berliku dan penuh kejutan dalam setiap babaknya membuat kita dibawa untuk meresapi sisi terdalam orang-orang yang dianggap gelap dalam kehidupan masyarakat. Profesi-profesi yang bahkan tak ada dalam kamus anak-anak Sekolah Dasar dengan gamblang diceritakan oleh penulisnya dengan baik. 

Gelap, kalau boleh membuat sebuah gambaran suasana novelnya. Kalau disandingkan dengan film, saya membayangkan novel ini adalah film "The Raid". Mencekam dan penuh misteri. Misteri dibuka secara perlahan-lahan dari satu lembar ke lembar lainnya. Inilah yang akan membuat penasaran dan selalu ingin terjaga untuk terus membaca dan membaca sampai akhirnya seperti menemukan puzle untuk melengkapi puzle lainnya. 

Seperti mengurai benang rajut yang kusut sekusut-kusutnya. Ada keasyikan saat kita berhasil mengurainya secara perlahan kemudian menggulung kembali dan merajutnya menjadi sebuah karya. Keasyikan tersebut hadir saat menuntaskan sampai akhir dan menarik kesimpulan dari berbagai fakta yang dihadirkan oleh penulis di novelnya.

Keasyikan lainnya dari novel Bandar yang ditulis Zaky Yamani ini bisa jadi diombang-ambingnya pembaca untuk selalu berada dibatas tipis antara fakta dan fiktif, antara kenyataan dan imajinasi. Sejujurnya saya merasa ada bagian-bagian penting dalam cerita novel tersebut yang memang benar-benar fakta, bukan semata-mata kelihaian imajinasi penulisnya dalam merangkai kata. Misalnya tentang sebuah tempat di Kota Bandung yang menjadi hilir mudiknya penjual dan pembeli barang-barang bekas yang disinyalir berawal dari kisah para bandar narkoba yang berhasil mengambil barang dari pemakai yang tak mampu membayar tunai. Barang elektronik sitaan banyak tersimpan di rumah kemudian secara perlahan di jual ke masyarakat umum dan terbentuklah sebuah pasar barang bekas daripada teronggok percuma. Bayangan saya menebak-nebak tempat seperti itu di Kota Bandung lalu menebak lokasi tempat bandar itu berada seperti yang digambarkan dalam novel tersebut.

Permainan fakta dan fiktif yang menarik ini mirip kisah Harry Potter di stasiun London yang kemudian untuk menuntaskan imajinasi penyuka kisah Harry Potter dihadirkan peron 9 3/4 (dibaca peron sembilan tiga perempat) dengan sebuah trolly yang menempel hendak menembus dinding. Diombang-ambingnya fakta dan fiktif ini juga mirip kisah Moammar Emka dalam novelnya "Jakarta Undercover" yang membuat banyak orang penasaran dengan lokasi dan kisah-kisah orang dalam novelnya. 

Kepenasaran saya tentang sisi fakta dan fiktif ini tidak berhenti sampai cerita novelnya. Sisi penulisnya yang seorang wartawan juga membuat saya semakin terombang-ambing. Sebelumnya saya diberikan sebuah cerita tentang Investigasi kasus pencurian air di Kota Bandung yang melibatkan banyak orang dalam lembaga yang mengurus masalah air oleh penulis yang sama, Zaky Yamani. Dalam benak saya bertanya-tanya, "jangan-jangan ini adalah sebuah liputan investigasi tentang Bandar narkoba?" Atau "Ini pasti hasil liputan tentang dunia malam Kota Bandung saat membaca babak perempuan yang menjual dirinya untuk keperluan anak-anaknya" dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan seputar kisah Bandar.

Terlepas dari pertanyaan yang banyak dan asumsi tentang cerita fiktif atau nyata, imajinasi atau realitas, membaca Bandar adalah sebentuk hiburan yang menyenangkan. Lepaskan semua hal yang mengganggu untuk dibuktikan, novel adalah karya seorang penulis yang perlu kita apresiasi. Ruh penulis lewat rangkaian kata-kata yang dramatis sangat mengasyikan untuk dilahap setiap lembarnya. Ada semacam ekstraksi pengalaman penulis saat melakukan investigasi yang tertuang dalam novel ini untuk menampilkan sisi-sisi lain yang tidak terlihat mata masyarakat umum. Hal-hal yang manusiawi tetapi juga keras. Hal-hal yang menyentuh tetapi juga bergidik. Dan segala macam perasaan yang bercampur aduk setelah menuntaskan seluruh rangkaian ceritanya. Muncul sebuah kesimpulan "Hebat betul ibu ini!?"

Share:

Selasa, Juni 04, 2013

Imajinasi

''Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan'' (Albert Einstein)
''Imajinasi menguasi dunia'' (Disraeli)

Kira-kira tujuh puluh persen proses belajar kita terjadi dalam enam tahun pertama hidup kita. Pada masa itulah kemampuan kita menyerap hal-hal baru berada pada puncaknya. Itu adalah juga saat daya imajinasi kita tumbuh dengan suburnya.
Hal yang disebut terakhir mendahului yang sebelumnya. Kita membutuhkan imajinasi agar bisa belajar dengan cepat dan mudah. Karena itu, kita perlu tetap menjaga imajinasi kreatif, dan sebenarnya menstimulasi dan mengembangkannya di masa dewasa kita.
Terkadang ada orangtua yang berkata ''saya khawatir tentang si kecil Johny; imajinasinya begitu luar biasa!'' orangtua lainnya tampak percaya bahwa nilai imajinasi anak-anak untuk menghibur orang dewasa.
Kebenaran yang sederhana adalah imajinasi merupakan kunci bagi semua proses belajar dan pemecahan masalah. Itulah sebabnya para Edison dan Einstein di dunia ini mempunyai imajinasi yang sangat istimewa. Misalnya, Albert Einstein sampai pada kesimpulannya tentang ruang dan waktu setelah secara imajinatif melontarkan dirinya ke antara planet-planet di mana ia berkeliling dengan menunggangi sinar rembulan. Kemampuannya untuk menjadi seperti anak kecil membantunya menjadi raksasa di antara kaum intelektual.
Imajinasi yang kuat juga penting bagi daya ingat yang kuat. Inilah salah satu alasan mengapa orang yang telah berusia lanjut sering mengeluh ingatannya buruk. Mereka membiarkan imajinasi mereka memburuk sedemikian rupa sehingga pikiran mereka tidak lagi menciptakan gambaran-gambaran yang akan ''Melekat'' dalam benak mereka. Setiap kali merekam ingatan dalam tempat penyimpangan ingatan kita, kita menggunakan imajinasi dan daya visualisasi untuk menciptakan suatu gambar. Keefektikan kita dalam menciptakan gambar itu menentukan mudah tidaknya kita mengingat kembali informasi itu.
Selain itu, imajinasi yang kuat diperlukan dalam membuat tubuh dan pikiran anda santai. Misalnya, jika anda bisa secara total membayangkan suatu pemandangan alam, misalnya pantai, anda akan mempunyai kemampuan untuk santai sesuai dengan kehendak anda. Betapa berharganya imajinasi anda! Sebaliknya, seseorang yang tidak mengembangkan imajinasinya akan lebih sulit bersantai.

(taken from 'Being Happy - Andrew Matthew- pagea 68-70)
Share:

Postingan Populer