Ruang Sederhana Berbagi

Tampilkan postingan dengan label Buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Buku. Tampilkan semua postingan

Kamis, November 10, 2016

Cerita Menarik Ketika Kami Tidak Seragam Dari Buku Rekam Jejak Anak Salam

Orang banyak berkonsentrasi belajar dari buku dan melupakan untuk belajar dari alam bebas yang sebenarnya lebih kaya, alam terkembang jadi guruRabindranath Tagore

Belajar di era teknologi sekarang semakin terbuka dan mudah. Kemudahan yang didapat kemudian memberikan dua sisi mata uang yang menarik. Di satu sisi membuat semua orang bisa melek informasi setiap waktu, di sisi yang lain membuat beberapa orang malas untuk mencari sesuatu yang baru ketika merasa semua bisa disediakan dengan mudah. Keseimbangan untuk tetap mencari sesuatu yang baru lewat kegiatan sehari-hari menjadi sangat penting. Salah satu kuncinya adalah melatih bertanya!
Di dunia pendidikan sekarang, di mana semua kemudahan sudah tampak di depan mata, kemampuan bertanya itu menjadi sangat penting. Melatih anak untuk bertanya menjadi sebuah tantangan tersendiri setidaknya buat saya selama bergiat di sekolah alternatif. Pada awal bergiat di sekolah, anak sangat sulit untuk bertanya. Kesulitan anak untuk bertanya ini bisa jadi efek dari metode pembelajaran sebelumnya yang masih konvensional seperti anak duduk dan guru ceramah seharian penuh. Duduk pasif dan hanya mengulang kata-kata gurunya. Giliran diberikan kesempatan bertanya, semua membisu begitu saja. Kemampuan bertanya diawali oleh kemerdekaan yang harus dimiliki anak, anak yang merdeka tidak akan merasa sungkan untuk bertanya. Bertanya tentang fenomena alam, bertanya tentang keseharian, bertanya tentang pelajaran, bertanya tentang keterkaitan materi satu dengan materi lainya, dan pertanyaan lainnya. Buat saya munculnya kemampuan bertanya ini juga diawali oleh guru yang merdeka yang siap memberikan cara untuk mengarahkan anak mendapatkan jawaban. Bukan guru yang menjawab semua pertanyaan anak sehingga anak menjadi dimanjakan oleh ketersediaan jawaban yang spontan dijawab saat ada pertanyaan dari anak.
Kami Tidak Seragam, Rekam Jejak Anak Salam (Iden Wildensyah)

Membangun keterampilan untuk berlatih bertanya menjadi pengantar menarik buku Kami Tidak Seragam karya Sanggar Anak Alam Yogyakarta. Sanggar Anak Alam yang dikenal dengan nama SALAM ini membagikan proses pembelajaran menarik lewat buku. Toto Rahardjo dalam pengantar buku menuliskan bahwa proses belajar pada dasarnya melatih berpikir, tidak sekadar menambah pengetahuan, pendidikan tidak berhenti dalam dunia persekolahan tetapi merupakan proses belajar sepanjang hayat.
Mengaitkan Pembelajaran
Kemampuan bertanya bisa mewujud dalam bentuk praktik pembelajaran di sekolah yang selalu mengaitkan antara teori dengan realitas. Kemampuan mengaitkan ini menjadi sangat penting karena anak akan belajar menyeluruh dari satu aspek yang dipelajari. Nah, salah satu permasalahan besar pendidikan di Indonesia adalah sekolah hanya fokus pada ranah teori pengetahuan saja tetapi lupa mengaitkannya dengan realitas. Lewat daur belajar yang dipraktikan di SALAM Yogya, anak diajak untuk mengenal, memahami asal usul, sebab akibat, struktur sejak dari menemukan data, fakta, sampai dengan kesimpulan.
Praktik-praktik yang berdasarkan daur belajar tersebut muncul dalam bentuk laporan yang menarik serta cerita-cerita yang unik dari persfektif anak. Misalnya pada halaman 67 seorang anak kelas 4 menuliskan tentang riset jus jeruk. Dalam riset tersebut anak tidak sekadar melihat buah jeruk saja, ia menuliskan juga alasan pemilihan jeruk. Walaupun tetap saja ada faktor ibu dalam memilih jeruk tersebut. Ia menuliskan manfaat jeruk manis, menggambarkan bagian-bagian dari buah jeruk, kemudian menggambarkan daur hidup jeruk dari mulai biji lalu tumbuh tunas menjadi pohon lalu berbuah dan kembali ada biji.
Dalam cerita laporan riset jus jeruk, ia menuliskan “Sebelum membuat jus jeruk aku mencuci alat pemerasnya. Setelah itu aku memotong 2 jeruk lalu aku peras. Setelah itu aku memotong 4 jeruk terus aku memerasnya lalu dimasukan dalam gelas lalu aku yang minum.... “
Banyak sekali kisah-kisah lain sebagai hasil pembelajaran menyenangkan di SALAM Yogya yang ada dalam buku tersebut. Hampir kesemuanya memiliki keterkaitan yang kuat dengan kehidupan ini. Tidak ada yang terpisah satu sama lain. Anak menuliskan pengalaman di sekolah dan juga kegiatan di luar sekolah. Bidang-bidang yang ada dalam kehidupan bercampur baur dalam buku setebal 144 Halaman ini. Sebut saja fotografi, olahraga, musik, pertanian, teknologi, elektronika, lengkap menjadi kesatuan yang utuh dalam pembelajaran di sekolah.
Tidak Seragam Itu Pilihan
Di tengah penyeragaman-penyeragaman yang kencang dihembuskan oleh berbagai pihak, memilih tidak seragam adalah sebuah hal yang sangat menarik. Penyeragaman bisa muncul dalam berbagai wujud yang menyeramkan. Sebut saja proses standarisasi sekolah-sekolah mulai dari seragam anak-anak, seragam guru, bentuk bangunan yang sama, bahkan buku paket juga diseragamkan atas nama pemerataan pendidikan. Pada kenyataan, pendidikan seharusnya bisa mengapresiasi keberagaman manusia. Manusia beragam dalam banyak hal, latar belajang budaya, adat istiadat, dan keberagaman lainnya yang mendasari Bhineka Tunggal Ika.
Tidak seragam bisa dikaitkan sebagai bentuk pakaian yang dipakai sehari-hari dengan membebaskan anak untuk memakai baju apapun yang penting sopan dan juga lebih dalam dari sekadar fisik yaitu pemikiran. Keberagaman pemikiran hendaknya menjadi acuan untuk tetap bisa saling berkolaborasi satu sama lain. Hasil riset anak-anak di SALAM Yogya ini memunculkan keberagaman dalam pemikiran anak-anak yang khas. Yah, mereka tidak seragam bukan saja pakaiannya tetapi juga pemikirannya.
Saya merasakan banyak sekali pembelajaran yang bisa diserap dari proses belajar anak di SALAM Yogya ini, proses belajar yang sangat bermakna sehingga meninggalkan kesan yang mendalam untuk siapa saja yang bergiat bersama-sama di sekolah tersebut. Bukan hanya untuk anak yang sedang belajar, orangtua yang mendampingi, dan fasilitator yang membuka pengalaman baru tetapi juga untuk pembaca seperti saya. Pengalaman yang sangat berharga untuk menjadi referensi dalam mendidik anak. Inilah sebentuk solusi praktis dan kreatif untuk membangun pendidikan Indonesia yang lebih baik. Praktik pendidikan  di lapangan yang menarik. Tidak sekadar berteori saja persis seperti penutup dalam buku “Daripada sibuk bersungut tentang isu-isu pendidikan yang terasa makin seragam dan tidak masuk akal, saya memilih untuk belajar lagi tentang apa sesungguhnya makna belajar. Mengutip sebuah cara pandang SALAM: Belajarlah dimanapun kamu berada, karena pengetahuan sesungguhnya ada di setiap hembusan nafas”
Share:

Minggu, Oktober 23, 2016

Gadis dan Hujan

Di sebuah kafe di kota kecil, seorang gadis duduk di pojok ruangan. Di tangannya sebuah buku yang berjudul The Man Who Love Books Too Much, tampak asyik tidak terganggu lalu lalang pengunjung yang datang silih berganti. Sesekali ia berhenti untuk menyeruput kopi yang tersedia di mejanya.
Menunggumu yang tak jua datang ketika hujan terus mengguyur
Meja di pojok itu kecil, terbuat dari kayu jati dengan gurat-gurat yang masih alami. Dua kursi nyaman yang senada dengan warna kayu dibuat agar pengunjung nyaman mendudukinya. Satu kursi kosong, sepertinya ia sediakan untuk temannya. Bisa jadi teman lelakinya atau teman perempuannya. Ia sedang menunggu seseorang yang akan datang sore itu.

Di luar, air hujan jatuh membasahi jalanan. Lalu lalang angkot yang membawa penumpang tak berhenti di depan kafe itu. Hujan makin deras. Angin bertiup kencang dan suhu terasa makin dingin. Tanpa pendingin ruangan saja, suhu sudah teras dingin.

Di raihnya tas ransel yang ia simpan di samping kursinya, lalu ia ambil sweater. Dingin membuat ia harus memakai baju hangat. Bukunya masih terbuka, ia lepaskan dari tangannya sebentar kemudian ia letakan di atas meja. Baju hangat kini ia pakai. Sebentar ia urai rambut panjangnya yang kusut saat mengenakan baju hangat tadi dengan tangannya. Ia raih kembali buku yang tadi ia simpan di atas meja. Kembali ia tenggelam dalam bukunya.

Hujan masih terus mengguyur kota, orang-orang berteduh di pelataran toko, di halte angkot, di terminal, dan tempat-tempat yang cukup aman untuk berlindung dari derasnya air hujan.

Hampir 2 jam lebih, gadis itu masih asyik dengan buku di tangannya. Seseorang yang ia nantikan belum datang jua. Ia masih tetap berharap seseorang menemaninya membaca buku sore itu. Hujan belum juga reda dan seseorang masih tertahan langkahnya, entah berada dimana.

[Bulan Indah Januari]
Share:

Kamis, Juni 11, 2015

Sisi Lain Bermain, Bertualang, Belajar [2]

Buat saya, buku Bermain, Bertualang, Belajar itu terasa sangat berkesan. Buku tahun ini yang lahir bersama anak-anak di Sekolah Alam Bandung. Bukan buku saya, itu adalah buku mereka. Salah satu alasan mendasar kenapa lahir karya buku ini adalah keinginan memberikan sebuah jejak yang baik untuk sebuah tempat yang ditinggalkan. Nah, anak-anak Sekolah Alam Bandung jenjang SD 6 ini membuat sebuah buku yang diharapkan mampu menjadi inspirasi untuk adik-adik kelas atau siapapun yang membacanya.

Bermain, Bertualang, Belajar
Saat membaca buku tersebut, beragam rasa berkumpul, banyak sekali pengalaman anak-anak yang bisa dijadikan pelajaran. Mereka menuliskan banyak sekali kesan tentang perjalanan mereka selama bersekolah di Sekolah Alam Bandung.

Pengalaman adalah guru terbaik, demikian kita mengenalnya sebagai sebuah ungkapan yang terus menjadi bagian penting dalam pembelajaran. Menghadirkan pengalaman adalah bagian terbaik yang bisa dilakukan oleh guru agar anak-anak bisa belajar secara mengasyikan dan menyenangkan. Banyak pengalaman-pengalaman di sekolah yang bisa dijadikan sebagai pelajaran selain pelajaran-pelajaran tertulis seperti mata pelajaran pada umumnya.

Inilah ringkasan beberapa catatan pengalaman anak yang ada di buku Bermain, Bertualang, Belajar!


Pada waktu buka kelas,yang terseru adalah dimana kita saling berbagi cerita. Setelah itu kita mengaji 3 lembar Al-Qur’an. Terus kami langsung belajar sesuai jadwal .Yang paling ditunggu tunggu setelah belajar pastinya istirahat. Biasanya pada saat istirahat kami bermain bola di lapangan (Adli)

Sekolah di SAB sangat menyenangkan buat saya dan tidak akan pernah saya lupakan, karena lingkungan sekolah yang sangat alami,  sejuk dan asri, pemandangan yang indah, teman-teman yang kompak, guru-guru yang baik dan dekat dengan saya dan saya ke sekolah tidak usah memakai seragam dan sepatu. (Dhafin)

Setelah outbond kami memasak makanan sendiri, kelompok saya memasak tahu, kornet, sarden, telur, dan sayuran. Setelah kami memasak lalu saya makan makanan yang baru di masak. ada kelompok lain yang memasak sarden pedas dan salah satu kelompok nya ada yang sakit perut. (Fikri)

Aku langsung berlari keluar bivak sambil mengangkat kakiku tinggi-tinggi. Aku menghampiri wida yang matrasnya di bagian bawah bivak dan bersentuhan dengan matras dari bivak laki-laki yang ada di bawah bivak kami (Tata)

Kenapa pak Dino belum datang, padahal sekarang kami semua sudah kelas 5. Hari- haripun telah berlalu, sampai kami memasuki kelas 6. Kami sudah mulai serius belajar, saat sedang istirahat, aku melihat pak Dino di luar kelas. Akupun langsung pergi ke arahnya dan salam, walau pak Dino terlambat ia sudah menetapi janjinya (Faiza)

Aku punya guru-guru dan teman-teman yang menyenangkan yang juga serasi dengan pemandangan sekolahku yang asri mulai dari sawah, sungai, bukit, dan pepohonan yang banyak sekali (Salma)

Aku tak mengira waktu berjalan cepat sekali. Hari-hari berlalu dengan sangat cepat. Tidak terasa sekarang kami melaksanakan ujian kenaikan kelas untuk bisa lulus dan naik kelas ke kelas 5 SD. Enaknya ujian itu kita tidak harus terlalu menyamakan apa yang ada di buku atau modul, cukup dengan pemahaman kita tentang hal tersebut (Fida)

Saat kemah kelas 4, tempat yang dipilih adalah Rancaupas, di sana saya dan tim memilih tempat untuk membangun tenda, di sana juga saya diajarkan cara menggunakan kompas lalu saya dan yang  lainnya berpetualang menggunakan kompas.  Tim saya sempat tersesat,  tetapi akhirnya bisa kembali dengan selamat.  Saat saya mau pulang, ternyata ada masalah yang membuat kami semua jalan kaki dari dalam Rancaupasnya sampai ke kecamatan pasir jambu,  ternyata itu hanya sebagian dari latihan, dan kami semua hanya berjalan sampai kawah putih dan akhirnya berendam di kolam air panas untuk bermain-main (Ilmi)

  
Share:

Minggu, Juni 07, 2015

Pada Awalnya Sebuah Mall Berdiri

"Sejak dulu, Jakarta adalah kota yang kalah. Dia dibangun dari sinergi kemunafikan manusia yang menjadi penghuninya. Tidak ada kegagahan dalam sejarahnya. Jakarta bukan kota yang patut untuk dicintai" (Rahasia Meede hal 198)
Dari Pusat Perniagaan Menjadi Benteng
Mengikuti sejarah Indonesia dan mengkomparasi dengan kehidupan sekarang, sepertinya tidak jauh berbeda. Sayangnya beberapa pengambil kebijakan seakan lupa sejarah atau bisa jadi melupakan sejarah. Ingat kata-kata Soekarno "Jangan sekali-kali melupakan sejarah". Salah satu bagian yang saya komparasi adalah pembangunan mall. Pembangunan mall atau pusat perbelanjaan, atau tempat perniagaan yang kian marak di setiap kota sekarang mengingatkan saya pada pola penjajahan Belanda melalui VOC yang diawali oleh pembangunan sebuah pusat perniagaan. Saya katakan saja sebagai pusat perbelanjaan atau sebuah mall untuk kata yang lebih nge-trend di jaman sekarang.
Kita lihat ke belajabf, bahwa pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Jakarta doeloe (sumber: di sini)
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Berdirinya pusat perniagaan berawal dari seorang negosiator ulung bernama Kapten Jacques L 'Hermite yang diutus oleh Gubernur Jenderal VOC pertama, Pieter Both, Pangeran Jayawikarta (penguasa Batavia setelah Portugis kalah oleh tentara Demak di bawah pimpinan Fatahillah) memberikan ijin pada VOC untuk membangun pangkalan niaga di Jayakarta pada tahun 1611. Pada tanah yang terletak di pinggir timur muara sungai Ciliwung itu, VOC membangun huis, loge, danfactorij. Bangunan itu kemudian disebut Nassau Huis. Perjanjian itu kemudia diperbarui lagi pada masa Gubernur Jenderal Gerard Reynst. Terus dipertahankan hingga masa pemerintahan singkat Gubernur Jenderal Dr. Laurens Reael.
Ketika pucuk pimpinan berpindah ke tangan Jan Pieterszoon Coen, keadaan tidak lagi sama. Dia menambahkan bangunan baru, Mauritius Huis. Di antara Nassau Huis dan Mauritius Huis dibangun tembok batu yang dijejali dengan meriam. Kekuatan penjaga ditambah berkali lipat. Tembok-tembok itu kemudian disempurnakan menjadi benteng oleh Piere de Carpentier, yang menjadi penguasa selama JP Coen berlayar ke Maluku. Tembok yang membentuk sebuah kota itu kemudian disebut Kasteel Jacatra. Keadaan ini membuat hubungan VOC dan Pangeran Jayawikarta menjadi tegang. Perimbangan kekuatan bermuara pada ide penguasa tunggal terhadap kota.
Kejatuhan Jayakarta tinggal menghitung hari. Dengan tujuh belas armada kapalnya dari Maluku, Coen memimpin sendiri penyerangan terhadap Banten dan Jayakarta. Tepat pada tanggal 30 Mei 1619, Kota Jayakarta dihancurkan. Daerah yang direbut menjadi bagian dari Batavia. Pada 4 Maret 1621, secara resmi Batavia dikukuhkan sebagai nama kota. Mimpi Coen untuk menjadikan Batavia sebagai pusat kerajaan dagang yang terbentang mulai dari Tanjung Harapan hingga Jepang pun dimulai.
Mall Jaman Sekarang
Lantas ada apa dengan pusat perniagaan jaman sekarang? pertanyaan itu untuk memulai mengkomparasi kenyataan bahwa berawal dari mall penjajahan dimulai. Banyak yang bilang bahwa penjajahan jaman sekarang bukan bersifat fisik seperti tanam paksa, kerja paksa dan paksa-paksaan lainnya yang terlihat. Penjajahan jaman sekarang adalah paksaan pada kebutuhan untuk terus menerus menjadi konsumtif. Tidak sadar di jajah oleh merek, oleh gengsi dan oleh mall itu sendiri. Mall sudah menginvasi daerah-daerah vital yang menjadi tempat hidup semua mahluk. Baik manusia maupun hewan. Mall dibangun dibekas sawah, ladang dan pemukiman yang terpaksa harus ditinggalkan karena pembangunan mall.
Banyak sawah yang menjadi korban, sawah hilang berarti sumber makanan harus mendatangkan dari luar. Jika mendatangkan dari luar berarti konsekuensinya kita bergantung pada pihak luar penyedia makanan tersebut. Jika kita bergantung pada pihak luar maka pihak luar dengan mudahnya memainkan harga, kualitas dan kuantitas semaunya. Inilah bentuk penjajahan yang tidak terasa sudah sangat merasuki semua manusia Indonesia, kecuali daerah yang belum terinvasi oleh mall.
Pada awalnya pusat perniagaan, berkembang menjadi pemukiman lalu menjadi benteng dan akhirnya menguasai kota. Kondisi nyata terjadi pula di beberapa kota, sebut saja Kota Bandung. Pada awal berdirinya, ijin dikeluarkan untuk pembangunan mall, lalu berkembang sedikit-sedikit dibangun tempat bermain, berkembang kemudian menjadi tempat parkir dengan alasan tempat yang sudah ada tidak bisa menampung parkir, berkembang kemudian tumbuh hotel. Yang awalnya hanya sebuah mall dengan kawasan hijau yang asri, kini berkembang menjadi sebuah tempat bermain dan hotel. Lalu apa kata walikota melihat perkembangan tidak sesuai ijin ini. "kami kecolongan" setiap kali ada pembangunan, selalu jawaban saktinya adalah "kami kecolongan". halagh cape dech.
Adalah sangat wajar jika ada beberapa kalangan yang menolak pembangunan di beberapa tempat di Kota Bandung. Mereka khawatir kejadian "kecolongan" dan "kecolongan" terus menjadi trend dan sikap developer terus saja membangun agar terus kecolongan, bangun saja dulu, ijin belakangan. Untuk mengantisipasi ini, baiknya pihak terkait, birokrasi dan aparat penegak hukum tegas terhadap segala jenis pelanggaran pembangunan. Saya katakan "saya bukan anti pembangunan, hanya saja pembangunan yang tidak ramah lingkungan, tolong jangan dipaksakan hanya untuk mengejar gengsi dan kebutuhan yang tidak perlu".
Sawah jangan dihilangkan, masa kita harus kehilangan bebegig dan kita hanya bisa melihat sawah di mall. kritik saja, sawah jangan diganti oleh mall dan tolongan jangan tamak dan merusak lingkungan.

Sumber:
www.id.wikipedia.com
Ito, E. Rahasia Meede. 2007. Hikmah. Bandung

Share:

Postingan Populer